• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun High Gain Dualband Quadrature Down-Conversion Mixer pada Frekuensi 900 dan 2300 MHz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancang Bangun High Gain Dualband Quadrature Down-Conversion Mixer pada Frekuensi 900 dan 2300 MHz"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Rancang Bangun High Gain Dualband Quadrature Down-Conversion Mixer

pada Frekuensi 900 dan 2300 MHz

Susilo Ady Saputro, Gunawan Wibisono

Program Studi Teknik Elektro,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok Program Studi Teknik Elektro,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok

Email : [email protected] Email :[email protected]

Abstrak

Dalam skripsi ini high gain dualband quadrature down conversion mixer dirancang dan disimulasikan menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS). Pada sistem transceiver, mixer berfungsi sebagai pentranslasi frekuensi dari frekuensi sinyal baseband ke frekuensi sinyal pembawa, maupun sebaliknya. Dalam perancangan mixer, permasalahan yang sering muncul adalah keberadaan frekuensi image yang dapat menghasilkan keluaran yang tidak diinginkan. Quadrature mixer adalah salah satu solusinya. Perancangan mixer yang dilakukan ditujukan untuk bekerja pada frekuensi 900 dan 2300 MHz. Pada perancangan mixer ini digunakan topologi Gilbert cell dengan konfigurasi common emitter pada transconductance untuk memperoleh conversion gain yang tinggi. Selain itu, quadrature coupler digunakan untuk menekan frekuensi image pada frekuensi keluarannya. Hasil simulasi pada frekuensi 900 dan 2300 MHz didapatkan masing-masing nilai return loss -18,2 dB dan -19,8 dB, coversion gain 36 dB dan 26 dB, noise figure DSB 17,69 dB dan 22,33dB, noise figure SSB 18,69 dB dan 31,80 dB, serta IIP3 19,99 dBm dan 3,52 dBm, dan isolasi antar terminal sebesar < -300 dB. Mixer yang dirancang mengonsumsi daya sebesar 39,8 mW. Setelah dilakukan pengukuran, terjadi pergeseran frekuensi kerja pada frekuensi 900 dan 2300 MHz masing-masing sebesar 113 MHz dan 475 MHz, isolasi antar terminal < -30 dB.

Kata Kunci:

down conversion;dualband; integrated quadrature coupler mixer; mixer

Design High Gain Dualband Quadrature Down-Conversion Mixer at Frequency of 900 and 2300 MHz

Abstract

In this bachelor thesis, high gain dualband quadrature down conversion mixer is designed and simulated using Advanced Design System (ADS) software. In a transceiver system, mixer serves as frequency translator of the baseband signal frequency to the carrier signal frequency, or vice versa. In the mixer design, the problem that often appear is the existence of image frequency that can produce unwanted output. Quadrature mixer is one of the solution. The design of the mixer was intended to work at frequency of 900 and 2300 MHz. The mixer design used Gilbert cell topology with common emitter configuration on the transconductance to obtain high conversion gain. Furthermore, quadrature coupler is used to suppress the image frequency at the output. The mixer simulation result at frequency of 900 MHz and 2300 MHz respectively shows return loss -18,2 dB and -19,8 dB, coversion gain 36 dB and 26 dB, noise figure DSB 17,69 dB and 22,33dB, noise figure SSB 18,69 dB and 31,80 dB, IIP3 19,99 dBm and 3,52 dBm, and port isolation for both frequencies < -300 dB. The mixer consume power of 39,8 mW. After the measurement, there are operating frequency shifting in the 900 and 2300 MHz respectively 113 MHz and 475 MHz, isolation between terminals <-30 dB.

Keywords :

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Teknologi komunikasi nirkabel menjadi satu dari sekian banyak TIK yang mengalami perkembangan yang sangat signifikan baik untuk aplikasi tetap (fixed) maupun aplikasi bergerak (mobile). Semakin beragamnya kebutuhan masyarakat akan informasi saat ini menuntut berkembangnya teknologi nirkabel untuk dapat digunakan pada beberapa teknologi sekaligus (multiband) tetapi mampu menjaga kualitas dan keunggulan dari sistem secara keseluruhan. Secara umum, perangkat RF mencangkup perangkat transmitter dan receiver (transceiver) yang terdiri dari Filter, Power Amplifier (PA), Low Noise Amplifier (LNA) dan Mixer. Hal penting dalam suatu perancangan perangkat RF adalah perancangan receiver. Receiver yang dirancang harus dapat menerima sinyal yang baik dalam kondisi apapun. Sehingga diperlukan receiver yang memiliki gain tinggi dan noise figure yang rendah untuk menjaga kualitas dan kuat sinyal yang diterima. Salah satu hal yang menarik dalam perancangan receiver front-end adalah mixer. Mixer berfungsi sebagai pentranslasi frekuensi, baik dari frekuensi rendah ke frekuensi yang lebih tinggi disebut up-conversion, maupun dari frekuensi tinggi ke frekuensi yang lebih rendah yang biasa disebut down-conversion.

Pada banyak penelitian mixer yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa mixer pasif linear dapat digunakan untuk mendapatkan linearitas yang tinggi, namun mixer jenis ini memiliki

noise figure yang tinggi pula [1]. Noise figure yang tinggi akan membatasi signal to noise ratio

(SNR) dari sistem, sehingga akan mengurangi kualitas dari sinyal yang diterima. Untuk mengatasi noise figure yang tinggi ini dapat dirancang sebuah mixer aktif dengan teknik current

mode multiplication, namun kekurangan dari sebuah mixer aktif adalah conversion gain yang

sangat rendah [2]. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah LNA yang memiliki gain yang tinggi untuk mengkompensasi gain pada keseluruhan desain receiver. Hal yang perlu diperhatikan pada perancangan mixer down conversion adalah adanya frekuensi image. Frekuensi image adalah frekuensi yang tidak diinginkan yang akan menghasilkan frekuensi intermediet yang sama dengan apa yang dihasilkan oleh frekuensi yang diinginkan. Frekuensi image ini bisa diatasi dengan merancang sebuah filter aktif pada desain mixer down-conversion. Namun, sangat sulit

(3)

untuk merancang sebuah filter aktif yang mempunyai selektifitas yang cukup baik untuk frekuensi image yang bekerja pada frekuensi tinggi [3]. Pendekatan teknis yang bisa dilakukan untuk mengatasi image ini adalah dengan mencampurkan quadrature-phase dari frekuensi RF dan LO, ataupun sebaliknya. Sinyal kompleks dimanipulasi sehingga image akan dihilangkan pada saat in-phase (I) dan quadrature-phase (Q) keluaran dari mixer dijumlahkan [4]. Topologi yang memanfaatkan pencampuran I dan Q pada mixer untuk menghilangkan efek dari frekuensi

image disebut image rejection mixer. Penggunakan image rejection ini akan mengurangi

penggunaan filter sehingga dapat memangkas biaya perancangan [5].

Pada [3] dirancang sebuah double quadrature down-conversion mixer yang bekerja pada frekuensi 11-18.8 GHz dengan menggunakan double balanced Gilbert cell. Desain mixer ini membutuhkan 4 Gilbert cell untuk mengakomodasi pencampuran I dan Q dari RF dan LO. Pada

tranconductance stage digunakan konfigurasi common base input untuk mendapatkan broadband input match, namun memiliki conversion gain yang rendah yaitu sebesar 2 dB. 1dB compression point dari desain ini sebesar -16 dBm.

Pada [6] dirancang sebuah low power down-conversion mixer dengan menggunakan teknologi 0.18 µm CMOS pada frekuensi 2 GHz dengan menggunakan topologi double balanced Gilbert cell. Pada sisi transconductance stage digunakan topologi common emitter dengan teknik CMOS

gm cell untuk memperbaiki conversion gain dan linearitas [7]. Conversion gain yang dicapai sebesar 20.56 dB.

Pada penelitian ini, akan dirancang mixer down-conversion dengan menggunakan double

balanced Gilbert cell. Topologi Gilbert Cell dipilih karena memberikan isolasi antar port yang

baik dan conversion gain yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis mixer aktif lainnya. Selain itu topologi ini merupakan jenis yang paling populer dalam perancangan mixer aktif, sehingga dapat dengan mudah mendapatkan referensi mengenai desain mixer yang dirancang. Perancangan ini merupakan modifikasi dari desain [3] untuk menyediakan image rejection dan memiliki

conversion gain yang tinggi. Transconductance stage yang semula menggunakan common base

diubah menjadi common emitter seperti pada [6]. Mixer yang dirancang dapat bekerja pada dua

(4)

efisiensi penggunaan perangkat RF dan dapat menekan biaya. Mixer ini menggunakan Bipolar

Junction Transistor (BJT) sebagai komponen non-linearnya. Hal tersebut dimaksudkan agar

desain mixer yang dibuat dapat diimplementasikan dengan mudah melihat teknologi BJT sudah sangat familiar dan mudah ditemukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah merancangan high gain dualband quadrature down-conversion mixer yang beroperasi pada frekuensi tengah 950 MHz dan 2350 MHz dengan menggunakan topologi Gilbert cell dan konfigurasi common emitter pada transconductance serta mengintegrasikan quadrature coupler untuk menghasilkan conversion gain yang tinggi ( > 20 dB) dan image rejection yang baik. Rangkaian mixer ini dirancang dan disimulasikan menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS) yang kemudian difabrikasi untuk dievaluasi kinerja mixer yang dirancang.

BAB 2 MIXER

Mixer adalah sebuah devais tiga terminal yang digunakan untuk menjumlahkan maupun mengurangkan frekuensi pada terminal keluaran ketika dua masukan yang berbeda diberikan pada dua terminal masukannya. Proses ini disebut frequency conversion (atau heterodyning). Ketiga terminal pada mixer adalah terminal radio frequency (RF), local oscillator (LO) dan

intermediet frequency (IF). Pada sisi pengirim (transmitter) yang berlaku sebagai terminal

masukan adalah terminal IF dan LO, sedangkan terminal keluarannya adalah terminal RF. Lain halnya pada sisi penerima (receiver) yang berlaku sebagai terminal masukan adalah terminal RF dan LO, sedangkan terminal keluarannya adalah terminal IF. Salah satu masukan mixer merupakan sinyal continous wave (CW) yang dibangkitkan oleh sebuah local oscillator, dan masukan yang lain berupa sinyal RF yang diterima dari antena, maupun sinyal IF yang akan ditransmisikan. Gambar 2.1 memperlihatkan simbol dari mixer.

(5)

Berdasarkan fungsinya mixer dapat diklasifikasikan menjadi mixer up-conversion dan

down-conversion. Mixer up-conversion berfungsi untuk mentranslasikan sinyal IF yang berfrekuensi

rendah menjadi sinyal RF yang mempunyai frekuensi lebih tinggi. Mixer up-conversion digunakan dalam sistem pengirim (transmitter). Mixer down-conversion berfungsi mentranslasikan sinyal RF yang berfrekuensi tinggi menjadi sinyal IF yang memiliki frekuensi lebih rendah. Mixer down-conversion digunakan pada sistem penerima (receiver). Sinyal RF dan sinyal LO merupakan masukan pada mixer dan keluarannya merupakan sinyal IF. Mixer

down-conversion memanfaatkan pengurangan frekuensi antara sinyal RF dan LO untuk menghasilkan

sinyal IF berfrekuensi rendah.

Berdasarkan transconductance stage-nya mixer dapat diklasifikasikan menjadi unbalanced mixer dan balanced mixer. Unbalanced mixer merupakan mixer yang paling sederhana yang disebut juga sebagai Square Law Mixer. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan karakteristik non-linear square law dari transistor. Unbalanced mixer mempunyai port isolation yang sangat buruk sehingga menghasilkan interaksi sinyal yang tidak diinginkan dan

feedthrought ke port lainnya. Selain itu, hasil pencampuran frekuensi pada unbalanced mixer

banyak manghasilkan keluaran yang tidak diinginkan. Balanced mixer dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu single-balanced mixer dan double-balanced mixer. Pada single-balanced mixer masukan yang bipolar hanyalah sinyal LO. Mixer jenis ini akan mengatenuasi sinyal masukan ( RF atau LO) dengan sangat signifikan untuk mengurangi hasil keluaran yang tidak diinginkan seperti pada unbalanced mixer. Gambar 2.2 merupakan salah satu rangkaian single-balanced mixer.

(6)

Jenis mixer yang paling banyak digunakan adalah double-balanced mixer. Mixer ini terdiri dari bagian transconductance yang berbeda dan bagian mixing yang berbeda sehingga menghasilkan

port isolation yang angat baik. Bagian transconductance meberikan gain untuk mengkompensasi

atenuasi akibat proses mixing dan mengurangi kontribusi noise dari transistor. Kedua masukan

double-balanced mixer bersifat balanced (bipolar). Gambar 2.3 menunjukan topologi Gilbert

cell yang merupakan jenis double-balanced mixer yang paling populer digunakan.

Gambar 2.3 Gilbert cell

Transistor yang berperan sebagai transconductance stage adalah M2 dan M3, sedangkan mixing

stage dipegang oleh M4 – M7. M1 merupakan tail current transistor yang berfungsi sebagai current source untuk mengontrol total arus bias pada inti mixer. Untuk meningkatkan linearitas

dari double-balanced mixer dapat dilakukan metode source degeneration. Degeneration dapat dilakukan dengan menggunakan resistor, induktor, maupun kapasitor. Degeneratif dengan sumber reaktif memiliki noise figure yang lebih kecil dibandingkan dengan sumber resistif. Performa dari mixer dapat dilihat dari beberapa parameter-parameter. Parameter tersebut antara lain:

1. Conversion Gain/Loss 2. Noise Figure

3. Linearitas 4. Port Isolation

(7)

5. Return Loss dan VSWR

Mixer yang dirancang adalah quadrature down-conversion mixer yang terdapat pada sisi penerima. Mixer ini memilki 3 terminal yaitu 2 terminal masukan dan 1 terminal keluaran. Masukan mixer adalah sinyal frekuensi RF dan sinyal frekuensi LO, sedangkan keluarannya adalah sinyal frekuensi IF. Adapaun rangkaian penyusun dari mixer quadrature

down-conversion, terdiri dari inti mixer, impedance matching, DC Bias, balun, quadrature coupler dan

DC Block.

BAB 3 PERANCANGAN MIXER DAN HASIL SIMULASI

Alur perancangan mixer pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Transistor yang digunakan dalam inti mixer ini adalah jenis BJT tipe NPN keluaran dari NEC yaitu NESG3031M14 dan NE662M04. Pemilihan tipe BJT yang digunakan didasarkan pada parameter

noise figure dan gain dari transistor tersebut. Inti mixer yang dirancang menggunakan topologi double-balanced Gilbert cell. Gambar 3.2 menunjukan rangkaian inti mixer yang akan dirancang.

Topologi ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain port isolation dan

conversion gain yang lebih baik dan menyediakan linearitas yang lebih baik dibandingkan

dengan single-balanced. Inti mixer yang digunakan merupakan pengembangan dari [3] untuk mendapatkan image rejection dan mengurangi noise figure yang ditimbulkan. Inti mixer ini membutuhkan dua buah Gilbert cell untuk mengakomodasi perkalian in-phase dan quadrature

phase dari sinyal RF dan LO. Komponen utama penyusun inti mixer ini adalah 14 buah transistor

dimana transistor M1-M4 menyusun transconductance stage. M5-M12 menyusun mixing stage dan M13 dan M14 merupakan tail current transistor. Pada rangkaian inti mixer ini digunakan beban reaktif yaitu induktor untuk mengurangi noise figure yang ditimbulkan oleh beban resistif.

Konfigurasi bias yang digunakan dalam perancangan mixer ini adalah konfigurasi fixed-bias. Konfigurasi fixed-bias ini dipilih karena memudahkan untuk menggeser operating point yaitu hanya dengan mengubah besarnya beban pada base. Selain itu, jenis fixed-bias ini juga memakai komponen yang lebih sedikit dibandingkan dengan konfigurasi dc bias yang lain, sehingga dapat meminimalisasi noise figure yang ditimbulkan.

(8)

Jenis balun yang digunakan adalah wire wound transformer. Kelebihan dari jenis transformer ini adalah mampu bekerja hingga frekuensi lebih tinggi dari 2 GHz dan apabila transformer ini

di-ground-kan akan memberikan short-circuit pada sinyal mode genap serta tidak memberikan efek

pada sinyal mode ganjil.

Mulai

Menentukan spesifikasi mixer

Mencari jurnal-jurnal referensi

Melakukan studi literatur

Merancang bagian-bagian mixer

Inti Gilbert Cell

Impedance Matching Quadrature Coupler

Pemilihan jenis BJT

Simulasi sesuai rancangan ?

Menggabungkan bagian-bagian mixer

Simulasi

Analisa Hasil Ya

Selesai

Fabrikasi dan Pengukuran

Analisa Hasil Pengukuran

Melakukan Optimasi Rangkaian Tidak

(9)

Quadrature coupler yang digunakan dalam perancangan ini menggunakan lump element karena

membutuhkan ruang yang lebih kecil [8]. Quadrature coupler yang digunakan merupakan rangkaian ekuivalen dari sebuah branch-line coupler .

Untuk mendapatkan gain yang tinggi pada masukan RF maka transistor pada transconductance

stage (M1-M4) di-bias hingga mencapai saturation region [9]. Untuk dapat bekerja pada kondisi

saturasi, maka transistor pada transconductance stage harus memenuhi VBE ≅ 0,7 Volt, VCE ≅

0,2 Volt dan VBC > 0 Volt. Penentuan besarnya dc bias dan hambatan (R2-R7) dilakukan untuk

memenuhi konsisi tersebut. Berdasarkan analisa dc pada simulasi diperoleh data VBE,VCE dan

VBC untuk M1-M4 sebesar 0,85 Volt, 0,2 Volt dan 0,65 Volt, sehingga M1-M4 telah bekerja pada

kondisi saturasi.

M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11M12

M1 M2 M3 M4

M13 M14

load load load load

RF+ LO_Q+ LO_I-LO_I+ LO_Q-

RF-IF_I+ IF_I- IF_Q+

IF_Q-RF+ RF-LO_I+ VCC LO_Q+ C1 C3 C2 C5 C4 C6 C7 C8 C9 C10

Gambar 3.2 Rangkaian inti mixer

Dari hasil simulasi yang telah dilakukan maka didapat perbandingan antara kedua frekuensi rancangan dualband quadrature mixer. Tabel 3.1 menunjukan rangkuman dari hasil simulasi mixer yang telah dilakukan.

(10)

Tabel 3.1 Hasil Simulasi Rancangan Mixer

Parameter 950 MHz 2350 MHz

Conversion Gain (dB) 36,448 26,730

Port Isolation RF-LO (dB) <-300 <-300

Port Isolation RF-IF (dB) <-300 <-300

Port Isolation LO-IF (dB) <-300 <-300

VSWR 1,282 1,229 Return Loss -18,154 -19,757 Noise Figure (DSB) (dB) 17,699 22,330 Noise Figure (SSB) (dB) 18,693 31,801 P1dB (dBm) 10,390 -13,120 IIP3 (dBm) 19,990 -3,520 Voltage Supply (V) 1 1

Berdasarkan hasil simulasi rancangan dualband quadrature mixer yang ditunjukan pada Tabel 3.1 memperlihatkan bahwa mixer telah bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Namun pada parameter noise figure masih belum menunjukan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena banyaknya komponen aktif maupun pasif yang digunakan dan besarnya nilai komponen tersebut ikut mempengaruhi besarnya noise figure. Selain itu, transistor yang digunakan adalah jenis BJT yang memiliki noise figure lebih besar jika dibandingkan dengan FET, MOSFET, maupun CMOS.

Tabel 3.2 membandingkan hasil simulasi rancangan mixer dengan hasil dari perancangan mixer

dualband [10] [11] yang pernah dilakukan sebelumnya. Kedua referensi yang dibandingkan

(11)

Tabel 3.2 Perbandingan Kinerja Rancangan Mixer dengan jurnal [10] dan [11]

Parameter [10] [11] Rancangan Mixer

0,9 GHz 1,84 GHz 3,4GHz 4,2 Ghz 0,95 GHz 2,35 GHz S11 - - - - -18,154 -19,757 Conversion Gain (dB) 10,9 9,6 5,6 5,6 36,448 26,730 Noise Figure (dB) 9,1(DSB) 8,1(DSB) 13,8 13,2 17,7(DSB) 18,7(SSB) 22,3(DSB) 31,8(SSB) Port Isolation (dB) - - - - < -300 < -300 IIP3 (dBm) -0,7 -4,9 9,58 10,63 19,990 -3,520 Voltage Supply (V) 2,6 1,2 1

Berdasarkan Tabel 3.2 perancangan mixer memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan jurnal [10] dan [11] dalam beberapa parameter, antara lain conversion gain dan voltage supply yang dibutuhkan. Conversion gain rancangan mixer ini mencapai > 20 dB, sedangkan pada [10] dan [11] masih < 15 dB. Hasil perancangan mixer mengonsumsi daya sebesar 39,8 mW, lebih besar jika dibandingkan dengan [10][11] yang mengonsumsi daya sebesar 39 mW dan 4,5 mW. Hasil ini sesuai dengan maksud dari perancangan mixer ini yang memberikan conversion gain yang tinggi. Namun, rancangan mixer ini masih memiliki noise figure yang lebih besar, untuk jurnal [10] noise figure yang didapatkan sebesar 9,1 dB dan 8,1 dB, begitu pula pada [11] noise

figure yang didapatkan sebesar 13,8 dB dan 13,2 dB. Sedangkan pada perancangan mixer ini,

memilki noise figure 17,699(DSB) dan 18,693(SSB) untuk frekuensi 950 MHz, 22,330(DSB) dan 31,801(SSB) untuk frekuensi 2350 MHz. Rancangan mixer ini juga memiliki linearitas yang lebih baik pada frekuensi 950 MHz, namun pada 2350 MHz menunjukan linearitas yang lebih kecil dibandingkan [10] [11].

(12)

BAB 4 FABRIKASI DAN HASIL PENGUKURAN MIXER

Komponen yang dipakai adalah komponen dengan tipe surface mount device (SMD) yang biasa digunakan untuk tujuan miniaturisasi perangkat. Komponen ini mempunyai ukuran yang lebih kecil dan berat yang lebih ringan. Selain itu, tipe SMD ini dapat dipasang pada kedua sisi printed

circuit board (PCB) dan lebih tahan terhadap guncangan dan getaran. Namun komponen ini tidak

cocok digunakan pada sebuah sistem yang memakai daya tinggi (high power). Perancangan PCB dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Altium Designer. Substrat yang dipakai adalah FR-4 karena substrat ini banyak tersedia sehingga memudahkan dalam proses fabrikasinya. Ukuran PCB yang dirancang sebear 19x12 cm dan mempunyai 4 terminal yaitu terminal RF, LO, IF in-phase, dan IF quadrature-phase. Setiap terminal tersambung dengan sebuah konektor

SubMiniature version A (SMA) yang memilki impedansi 50 Ω. Sedangkan untuk

menghubungkan PCB dengan catu DC digunakan dua buah terminal block untuk masing-masing catu. Gambar 4.1 menunjukan desain PCB yang telah difabrikasi.

(13)

Hasil pengukuran return loss pada frekuensi tengah 950 MHz tidak berhasil mencapai -10 dB, namun pada Gambar 4.3 dapat dilihat pada frekuensi 1160 MHz didapatkan nilai return loss -14,8 dB, sehingga dapat dikatakan telah terjadi pergeseran frekuensi kerja pada frekuensi tengah 950 MHz sebesar 210 MHz. Hasil pengukuran pada frekuensi tengah 2350 MHz telah berhasil mencapai kurang dari -10 dB yaitu sebesar -12,6 dB. Tetapi dasar lembah yang didapatkan terjadi pada frekuensi 2390 MHz dengan nilai return loss -26,1 dB, sehingga frekuensi tengah 2350 MHz bergeser sebesar 40 MHz. Bandwidth pada frekuensi 1160 MHz dan 2390 MHz sebesar 60 MHz dan 120 MHz.

Pada frekuensi tengah 950 MHz isolasi antar terminal RF-IF sebesar -35, 9 dB dan RF-LO sebesar 29,1 dB. Sedangkan pada frekuensi tengah 2350 MHz isolasi terminal RFIF sebesar 38,4 dB dan RFLO 42,7 dB. Isolasi antar terminal LOIF pada frekuensi 850 MHz sebesar -16,7 dB dan 2250 MHz sebesar -40,8 dB.

Untuk pengukuran conversion gain dilakukan di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung. Pengukuran dilakukan dengan mengukur besarnya daya keluaran pada frekuensi IF. Hasil pengukuran daya IF sebesar 60,18 dBm dengan level daya masukan sebesar 40 dBm, sehingga besarnya conversion gain -20,18 dB. Conversion gain tersebut diukur dengan menggunakan frekuensi masukan 2350 MHz, pada frekuensi 950 MHz belum berhasil diukur karena keterbatasan perangkat signal generator yang tersedia.

Dari hasil pengukuran yang didapatkan, dapat dilihat bahwa kinerja mixer tidak sesuai dengan hasil simulasi. Pergeseran pada frekuensi kerja mixer menjadi 1160 MHz dan 2390 MHz, penurunan nilai port isolation dan conversion gain sangat dipengaruhi oleh proses fabrikasi yang kurang sempurna. Selain itu perancangan dualband quadrature down-conversion ini menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS) yang mensimulasikan rancangan mixer dalam kondisi ideal tanpa memperhitungkan nilai toleransi komponen, jenis substrat yang digunakan dan faktor-faktor lainnya, antara lain: adanya pengaruh skin effect pada transmisi frekuensi tinggi yang mengubah nilai resistansi dari saluran transmisi, adanya mutual inductance,

(14)

Perubahan nilai resistansi, kapasitansi dan induktansi yang diakibatkan karena penggunaan frekuensi tinggi, ketidakrataan saluran, saluran transmisi paralel, maupun mutual capacitance atau mutual inductance tidak diperhitungkan dalam proses fabrikasi. Padahal hal tersebut dapat mengubah nilai resistansi, kapasitansi dan induktansi dari keseluruhan rangkaian sehingga dapat menyebabkan bergesernya frekuensi resonan atau timbulnya frekuensi resonan baru seperti apa yang terlihat pada hasil pengukuran. Selain itu, pada proses fabrikasi tidak dilakukan pengujian nilai setiap komponen yang digunakan, sehingga nilai toleransi dari setiap komponen tidak diperhitungkan dan PCB yang difabrikasi tidak dipasang penutup, sehingga pada saat pengukuran tidak terisolasi dari lingkungan sekitar

BAB 5 KESIMPULAN

Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan perancangan high gain dualband quadrature

down-conversion mixer dengan menggunakan perangkat lunak Advance Design System (ADS) dan

difabrikasi. Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa :

1. Mixer dapat bekerja pada frekuensi tengah 950 MHz dan 2350 MHz.

2. Nilai conversion gain yang dicapai lebih tinggi dari spesifikasi yang diinginkan yaitu pada frekuensi 950 MHz sebesar 36,448 dB dan pada frekuensi 2350 MHz sebesar 26,730 dB. 3. Kinerja hasil perancangan menunjukan kinerja mixer pada frekuensi 950 MHz memiliki nilai

return loss = -18,154 dB, VSWR = 1,282, NF DSB = 17,669 dB, NF SSB = 18,693 dB, IIP3

= 19,99 dBm. Sedangkan pada frekuensi 2350 MHz memiliki nilai return loss = -19,757 dB,VSWR = 1,229, NF DSB = 22,33 dB, noise figure SSB = 31,801 dB, dan IIP3 = -3,52 dBm. Isolasi antar terminal < -300 dB.

4.

Setelah dilakukan proses fabrikasi dan pengukuran, didapatkan nilai return loss pada frekuensi 950 MHz dan 2350 MHz sebesar -4,1 dB~-12,6 dB, isolasi antar terminal < -25 dB dan

conversion gain -20,18 dB. Perancangan mixer ini memiliki keterbaruan menggunakan

konfigurasi common emitter pada transconductance stage sekaligus mengintegrasikan

(15)

DAFTAR REFERENSI

[1] Crols, J., Steyaert, M., “A Full CMOS 1.5 GHz Linear Broadband Downconversion Mixer”, IEEE Journal of Solid-State Circuits, July 1995.

[2] W. Cheng, C. Chan, C. Choy, and K. Pun, “A 1.2V 900 MHz CMOS Mixer,” in Proceedings of the IEEE International Symposium on Circuits and Systems, vol. 5,pp. 365-368, May 2002. [3] J.Yan, K.M Lim, K Wang, W.M Lim, K Ma, and K.S Yeo, “A Double Quadrature Down-Conversion Mixer in 0.18 um SiGe BiCMOS Process”, IEEE 978-1-4577, 246-249, July 2011. [4] Behbahani, F., Kishigami,Y., Leete,J., and Abidi, AA., “CMOS mixers and polyphase filters for large image rejection”, IEEE Journal of Solid-State Circuit, vol. 36, no. 6, pp. 873-886, Jun. 2001.

[5] Long, J.R, “ A low-voltage 5.1-5.8-GHz image reject downconverter RFIC,” IEEE Journal of Solid-Stage Circuits, vol. 35, issue 9, pp. 1320-1328, 2000.

[6] Alam, Shaikh K., “A 2 GHz Low Power Down-conversion Quadrature Mixer in 0.18-um CMOS”, IEEE 20th International Conference on VLSI Design (VLSID’07) 0-7695-2762-0/07, 2007.

[7] Barrie Gilbert, The Multi-tanh Principle: “A Tutorial Overview”, IEEE Journal of Solid-State Circuits,” vol. 33, pp. 2 17, Jan. 1998.

[8] Ozis, D., Paramesh, J., and Allstot, D.J., “Integrated Quadrature Couplers and Their Application in Image-Reject Receivers”, IEEE Journal of Solid-State Circuit, Vol.44, No.5, May 2009.

[9] Chin-Shen L., Hong-Yeh C., Huei W., “A 9–50-GHz Gilbert-Cell Down-Conversion Mixer in 0.13-µm CMOS Technology”, IEEE Microwave and Wireless Components Letters, Vol.16, No.5, May 2006.

[10] Bonkee Kim, K.C., Nah, T.W Ahn, H.I. Lee, J.K. Cho, and B.H Park, “A 2.6 V GSM/PCN Dual Band Variable Gain Low Noise RF Down Conversion Mixer,” 2002 IEEE Radio Frequency Integrated Circuits Symposium,2002.

[11] Tao Li, F. Huang, Y. Wang, X. Hu, ”A High Linearity Reconfigurable Down-Conversion Mixer for Dual-Band Applications,” Proceeding of International Symposium on Signals, Systems and Electronics,2010.

Gambar

Gambar 2.2 Single-balanced mixer
Gambar 2.3 Gilbert cell
Gambar 3.1 Bagan alur perancangan mixer
Gambar 3.2 Rangkaian inti mixer
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan media gambar pembelajaran Pengetahuan Sosial khususnya pada siswa Sekolah Dasar, dapat diketahui bahwa motivasi belajar siswa menjadi lebih tinggi dalam proses

• Berbagai komponen seleksi (radiasi sinar gamma, toksin murni atau filtrat, Al dan pH rendah, PEG, zat pengatur tumbuh, dan lain-lain) dapat digunakan untuk meningkatkan

maupun swasta yang dapat digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana alam. V.6.3 Implementasi, meliputi langkah-langkah operasional yang perlu dilakukan dalam

(Pemkot) Palembang. 20 menerangkan, rumah sakit Pratama Palembang ini merupakan fasilitas kesehatan non kelas atau hanya menampung pasien rawat inap kelas III saja. Rumah

Kedua, Standardisasi Mahar Dalam Perspektif Maqashid Syariah, Standardisasi mahar setidaknya tidak memberatkan kedua belah pihak, sesuai dengan tujuan dari

%agian in9estigasi fraud dari program pencegahan fraud yang komprehensif diperlukan meskipun perusahaan memiliki pengendalian atas fraud yang benar0benar efektif diterapkan

Susunan sudu-sudu dan tabung yang menghasilkan jumlah momen gaya minimum yang paling besar adalah susunan yang paling optimum.. Hasil

1) Kinerja (Performance), Kinerja produk merupakan dimensi paling dasar dari produk tersebut. Konsumen atau pelanggan akan kecewa jika kinerja produk tersebut tidak