Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal. 262-265 Iki Afrianda1, Fitra Fauzi Rahmat2, Mohammad Zaky
262
MANAJEMEN KELAS GURU PENDIDIKAN JASMANI
(PERBANDINGAN ANTARA GURU YANG MENGIKUTI
PROGRAM DUAL-MODE)
Iki Afrianda
1,Fitra Fauzi Rahmat
2, Mohammad Zaky
Program Studi Pendidikan Olahraga, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia. Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Kota Bandung, Jawa Barat
40154, Indonesia
iafrianda@Student.upi.edu
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat kemampuan manajeman kelas guru pendidikan jasmani di tingkat sekolah dasar (guru lulusan program dual-mode dengan guru yang belum mengikuti program dual-mode), dengan menggunakan metode survei deskriptif. Sampel dalam penelitian ini meliputi 20 guru pendidikan jasamani sekolah dasar (10 = guru lulusan program dual-mode dan 10 = guru belum mengikuti program dual mode). Hasil yang paling penting dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan kemampuan guru pendidikan jasmani dalam manajemen kelas di tingkat sekolah dasar antara guru pendidikan jasmani lulusan program
dual-mode dengan guru yang belum mengikuti program tersebut. Kata kunci: manajemen kelas, program dual-mode
PENDAHULUAN
Dalam konteks pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Terdapat berbagai faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas dari proses tersebut, hal itu terletak pada unsur-unsur dinamis. Salah satu diantaranya ialah guru (Yudha:2010). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa perbaikan dalam kualitas pengajaran guru dan pembelajaran siswa sampai pada batas tertentu bergantung pada perbaikan kualitas dari tingkat pembelajaran profesional guru (Borko, 2004; Fishman, Marx, Best, dan Tal 2003 Reynolds dan Teddlie, 2000). Sementara itu, masyarakat mengakui bahwa guru bukan hanya salah satu 'variabel' yang dibutuhkan untuk memperbaiki sistem pendidikan, tetapi juga merupakan agen perubahan yang paling berpengaruh.
Peran ganda guru dalam reformasi pendidikan yang menjadi subjek dan objek
perubahan membuat bidang pengembangan profesional guru ikut serta tumbuh dan menjadi sebuah tantangan, sehingga mendapat perhatian yang signifikan selama beberapa tahun terakhir (Villegas-Reimers, 2003). Sementara itu, pengembangan guru profesional dipengaruhi oleh beberapa masalah sosial dan budaya termasuk kebijakan kabupaten, kepemimpinan dan budaya sekolah. Beberapa bukti penelitian ditampilkan untuk menggambarkan pengembangan guru di lingkungan budaya dan sosial (Moore, 2000; Cohen and Hill, 2000).
Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal. 262-265
Iki Afrianda1, Fitra Fauzi Rahmat2, Mohammad Zaky
263 tahun 2010 bahwa ada 100 guru pendidikan
olahraga sekolah dasar dengan latar belakang pendidikan yang berbeda mengikuti peningkatan kualifikasi guru, yaitu terdiri dari 49 orang dengan pendidikan D-2 dan 51 orang dengan pendidikan SGO, yang berkerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui Program Dual Mode.
Sebuah pengakuan tentang guru dan dosen sebagai tenaga profesional akan diberikan pada saat memiliki antara lain kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik yang dipersyaratkan (pasal 8). Sementara itu, salah satu dari sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ialah mengenai manajemen kelas. Menurut Kunandar (2007:84) yang menyatakan bahwa “kegiatan manajemen kelas merupakan suatu kegiatan yang erat hubungannya dengan pengajaran dan salah satu prasyarat untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.” Untuk itu keterampilan manajemen kelas bagi guru adalah suatu tuntutan.
Pada tinjauan dari berbagai literatur serta pengalaman dalam bidang pengajaran pendidikan jasmani. Tidak ditemukan penelitian mengenai perbandingan kemampuan pengajaran guru pendidikan jasmani antara guru yang telah dan belum mengikuti pogram dual-mode dalam manajemen kelas. Oleh karena itu, peneliti memiliki keinginan untuk mengetahui dan mengamati sejauh mana kemampuan pengajaran guru pendidikan jasmani yang telah mengikuti program dual-mode. Studi ini bertujuan untuk membandingkan antara tingkat kemampuan manajemen kelas guru pendidikan jasmani yang telah dan belum mengikuti program dual-mode pada tingkat sekolah dasar.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kuantitatif dengan populasi yaitu guru pendidikan jasmani tingkat sekolah dasar yang telah mengikuti program dual-mode dan yang belum di Kabupaten Belitung, Kep Bangka Belitung. Sampel penelitian ini meliputi 20 guru
pendidikan tingkat sekolah dasar yaitu 10 = guru pendidikan jasmani yang telah mengikuti
program dual-mode dan 10 = guru pendidikan
jasmani belum mengikuti program dual-mode.
Dalam proses pengumpulan data, peneliti telah merancang sebuah kuesioner dengan menggunakan skala Likert, untuk mengidentifikasi kemampuan manajemen kelas guru pendidikan jasmani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari tabel 1 dibawah dapat diketahui bahwa nilai thitung lebih kecil dari ttabel. Hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan manajemen kelas guru yang sudah S-1 UPI dengan yang sedang mengikuti kualifikasi akademik tidak signifikan. Maka, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan pengelolaan kelas guru yang sudah S-1 UPI dengan yang sedang mengikuti kualifikasi akademik dalam pembelajaran pendidikan jasmani di Belitung.
Tabel 1. Uji Signifikan Uji Signifikan 2
Sampel Bebas
thitung ttabel Kesim pulan
Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal. 262-265
Iki Afrianda1, Fitra Fauzi Rahmat2, Mohammad Zaky
264 konsep ilmu, pengetahuan, dan keterampilan
serta kemampuan, baik dalam mengelola pembelajaran, kelas maupun siswa yang diperoleh pada saat menempuh pendidikan.
Akan tetapi, menurut hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kualifikasi akademik seorang guru tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan guru dalam manajemen kelas. Tentu hal ini tidak sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh para ahli yaitu bahwa tingkat kemampuan seorang guru didasarkan pada kualifikasi akademik yang dimiliki oleh guru tersebut. Peristiwa tersebut tentunya menjadi sebuah hal yang sangat dipertanyakan. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Ada beberapa kemungkinan yang bisa penulis ungkapkan menjadi penyebab dari hal tersebut berdasarkan hasil survei dan wawancara, yaitu sebagai berikut:
1. Dari hasil survei penulis terhadap guru yang belum mengikuti program dual-mode di Belitung bahwa sedang berlangsungnya keikutsertaan guru tersebut dalam menejalankan program dual mode ini dan telah memasuki semester akhir. Hingga memungkinkan guru tersebut telah mengalami peningkatan kompetensi.
2. Dari hasil wawancara bahwa semua guru yang menjadi sampel dalam penelitian menyatakan bahwa adanya perubahan dari sisi pengetahuan dan wawasan keilmuan yang diperoleh selama menjalankan kualifikasi akademik tersebut baik dalam hal melakukan pengelolaan pembelajaran, kelas maupun siswa.
Jadi, dari hasil diatas dapat penulis simpulkan bahwa adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dialami oleh guru tersebut. hingga memungkinkan guru tersebut telah mampu dalam melakukan manajemen kelas didalam pembelajaran pendidikan jasmani yang menjadi variabel dalam penelitian ini. Maka kualitas dari kemampuan manajemen kelas guru tersebut setara dengan guru yang telah memiliki kualifikasi akademik.
Sementara itu, bila melihat kenyataan yang terjadi terhadap kondisi yang dialami oleh para
guru pendidikan jasmani yang telah mengikuti program dual-mode dan yang belum bila merujuk pada hasil survei dan wawancara penulis. Dapat dikatakan bahwa kemampuan seorang guru yang belum memiliki kualifikasi akademik jelas memiliki perbedaan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Usman (2011:9) yaitu “guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal.” Dan sebaliknya, seperti yang diungkapkan oleh Kunandar (2007:85) bahwa “tanpa dukungan keterampilan dan profesionalisme tersebut sulit bagi guru menciptakan kondisi yang benar-benar mendukung bagi jalannya proses belajar mengajar yang efektif.”
Namun, hal yang membedakan dari peristiwa tersebut ialah bahwa guru yang belum memperoleh kualifikasi akdemik sedang mengikuti program dual mode yang bekerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang telah memasuki semester akhir. Sehingga kualitas diri guru tersebut mengalami peningkatan walaupun belum memperoleh kualifikasi akademik.
KESIMPULAN
Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan Special Issue 01 Seminar Nasional Ilmu Keolahragaan 2017 Hal. 262-265
Iki Afrianda1, Fitra Fauzi Rahmat2, Mohammad Zaky
265