• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Portal yang Memperhitungkan Kekakuan Dinding Bata dari Beberapa Negara Pada Bangunan Bertingkat Dengan Pushover

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Portal yang Memperhitungkan Kekakuan Dinding Bata dari Beberapa Negara Pada Bangunan Bertingkat Dengan Pushover"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perencanaan Portal

Portal merupakan hal yang umum dipakai dalam memodelkan struktur sebuah gedung. Portal adalah suatu struktur kerangka kaku dimana tersusun dari anggota-anggota yang dihubungkan dengan penghubung kaku (misalnya las atau baut). Suatu struktur portal teranalisa secara lengkap apabila telah diperoleh gaya geser, gaya aksial dan momennya diseluruh bagian anggota. Oleh karena itu, portal akan mengalami rotasi dan defleksi pada elemen-elemen lokalnya akibat beban-beban yang bekerja. Selain itu juga akan terjadi kompatibilitas pada lokasi titik kumpulnya.

Portal yang merupakan permodelan suatu struktur terbagi dua yaitu portal terbuka dan portal isi. Dalam portal isi, dinding pengisi pada umumnya digunakan sebagai partisi atau penutup luar pada struktur portal beton bertulang. Pemasangannya akan dikerjakan setelah struktur utama selesai dikerjakan dan dianggap sebagai komponen struktur pada dasarnya,dinding pengisi merupakan komponen non-struktur yang dianggap tidak memberikan sumbangan yang berarti terhadap kekakuan dan kekuatan struktur, tetapi pada kenyataannya dinding pengisi memberikan pengaruh besar terhadap keruntuhan gedung sehingga perilakunya berbeda dengan portal terbuka. (Diptes Das dan CVR Murty, 2004)

Pada dasarnya sistem struktur bangunan terdiri 2, yaitu:

(2)

konstruksi ditahan sepenuhnya oleh pondasi, sedangkan sloof hanya berfungsi untuk menahan dinding saja. Pada portal terbuka kekuatan dan kekakuan portal dalam menahan beban lateral dan kestabilannya tergantung pada kekuatan dari elemen-elemen strukturnya (Carvalho,2012).

2. Portal tertutup, dimana momen-momen dan gaya yang bekerja pada konstruksi ditahan terlebih dahulu oleh sloof / beam kemudian diratakan, baru sebagian kecil beban dilimpahkan ke pondasi. Sloof / beam berfungsi sebagai pengikat kolom yang satu dengan yang lain untuk mencegah terjadinya Differential Settlement. Perilaku portal dengan dinding bata terhadap pembebanan lateral telah lama diselidiki, akibat beban lateral yang terjadi mengakibatkan timbulnya interaksi antara dinding pengisi dengan portal ( Holmes,1961) (Smith, 1996), (Mehrabi, 1996)

Analisa statis linear dan dan Analisis dinamik (TH) hasil model yaitu tanpa strut dengan strut dinding pengisi dengan pembukaan luar pusat diperoleh hasil bahwa strut diagonal akan mengubah kinerja seismic bangunan RC. Peningkatan persentase pada portal terbuka terjadi penurunan kekakuan lateral (M.H.Jinya , 2014).

Struktur yang berperilaku demikian sangat daktail saat terjadi gempa, akibat dinding pengisi yang tidak merata dapat berubah menjadi struktur yang mempunyai keruntuhan soft story.

2.2 Bangunan Soft Storey

(3)

(2010) dijelaskan tentang bangunan gedung reguler itu adalah gedung yang sistem strukturnya memiliki kekakuan lateral yang beraturan tanpa adanya tingkat lunak (soft storey). Yang dimaksud dengan struktur tingkat lunak adalah suatu tingkat yang mana kekauan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat diatasnya.

Pemilihan sistem struktur dengan soft storey pada dasarnya adalah konsekwensi dari sistem tata ruang ataupun dari perencanaan arsitektur. Ilustrasi dari struktur gedung yang mempunyai sistem soft storey ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Pada dasarnya kolom yang mengalami soft storey dapat dikategorikan sebagai kolom yang menerima beban relatif kuat dari struktur diatasnya (Gambar 2.1a). Kategori lainnya adalah kolom yang tidak menerus (discontinue) dari lantai yang berurutan diatasnya (Gambar 2.1b). Struktur dengan soft storey akan memperbesar deformasi lateral dan gaya geser pada kolom (Amin, 2011, Saiful Islam, 2012, Sharma 2012). Keruntuhan bangunan akibat gempa salah satunya juga dapat diakibatkan oleh pemilihan struktur soft storey (Antonius & Widhianto, 2013).

(a) (b)

(4)

2.3 Konsep Perencanaan Struktur Tahan Gempa

Indonesia yang diantara 4 lempeng benua merupakan salah satu negara di kawasan rawan gempa. Akibat gempa yang sering terjadi mengakibatkan struktur bangunan yang ada mengalami pergerakan secara vertikal maupun secara lateral. Sehingga dalam perencanaan perhitungan struktur bangunannya harus menggunakan faktor keamanan yang cukup aman untuk menahan gaya vertikal dari pada gaya gempa lateral. Gaya gempa lateral langsung bekerja pada bagian-bagian struktur yang tidak kuat sehingga menyebabkan keruntuhan elemen struktur.

Dalam merencanakan struktur bangunan beton yang harus diperhitungkan adalah kemampuan struktur bangunan tersebut untuk memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, seperti beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur sendiri dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Mengacu kepada kode perencanaan bangunan tahan gempa Amerika UBC 1997 perencanaan desain struktur bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan pada setiap elemen struktur dan timbulnya korban jiwa.

Tiga kriteria yang harus dipenuhi adalah:

1. Ketika terjadi gempa kecil, tidak terjadi kerusakan sama sekali,

2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural,

(5)

Jadi, dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa harus diperhitungkan efek dari gaya lateral yang bersifat siklus (bolak-balik) yang dialami oleh elemen struktur selama terjadinya gempa bumi. Agar struktur dapat memikul gaya lateral yang terjadi, maka diperlukan beberapa kriteria seperti daktilitas yang memadai di daerah joint dan penggunaan elemen struktur yang tahan gempa. Oleh karenanya didalam merencanakan suatu struktur dapat dilakukan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam memikul beban-beban ekstrim yang bekerja.

Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban gempa maksimum bekerja (Wibisono, 2008).

Berdasarkan konsep mekanisme keruntuhan ini, pertama kali terbentuk sendi plastis pada struktur balok. Bangunan tahan gempa didesain berdasarkan zona gempa, karakter lokasi, jenis tanah, okupansi bangunan, faktor kegunaan bangunan, periode natural struktur, dan lain- lain. UBC 1997 mensyaratkan seluruh elemen struktur didesain dengan tahanan yang sesuai untuk menahan perpindahan lateral yang terjadi akibat ground motion dengan memperhatikan respon inelastis struktur, faktor redundan, kuat lebih dan daktilitas struktur.

(6)

bangunan akibat beban gempa yang terjadi adalah sangat kompleks, sehingga metode-metode baru terus berkembang untuk mengetahui perilaku struktur akibat gempa yang terjadi. Analisis dinamik merupakan cara yang paling tepat saat ini untuk mengetahui kondisi struktur yang sebenarnya ketika terjadi gempa. Dengan analisis riwayat waktu (time history analysis), dapat diketahui respons struktur akibat gempa seperti simpangan, kecepatan dan percepatan untuk setiap segmen waktu yang ditentukan.

Perencanaan struktur dapat pula dilakukan dengan menggunakan deformasi maksimum struktur akibat beban gempa rencana. Metode ini dikenal dengan cara spektrum respons. Gempa kuat yang pernah terjadi dibuat spektrum responsnya untuk struktur dengan satu derajat kebebasan. Sedangkan untuk struktur dengan banyak derajat kebebasan, respon maksimumnya diperoleh dengan menggunakan metode SRSS (Square Root of the Sum of Squares), yaitu menguadratkan respon maksimum dari masing-masing ragam, kemudian dijumlahkan semuanya, lalu diakarkan.

2.4 Perencanaan Tahan Gempa Berbasis Kinerja

Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance based seismic design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang (Dewobroto, 2005).

(7)

berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi ini memberikan informasi tingkat kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan berapa besar keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang akan terjadi. Perencana selanjutnya dapat mengatur ulang resiko kerusakan yang dapat diterima sesuai dengan resiko biaya yang akan dikeluarkan.

Gambar 2.2 Tingkat Kehancuran pada Bangunan, Ilustrasi Rekayasa Gempa berbasis Kinerja (ATC 58, FEMA 273,1997)

Adapun kriteria kinerja yang ditetapkan Vision 2000 dan NEHRP adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Kriteria Kinerja (NEHRP dan Vision 2000) Level Kinerja

Penjelasan NEHRP Vision 2000

Operational Fully Functional

Tak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktur, bangunan tetap berfungsi.

Immediate

Occupancy Operational

(8)

Level Kinerja

Penjelasan NEHRP Vision 2000

perbaikan.

Life Safety Life Safe

Terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan. Komponen non-struktural masih ada tetapi tidak berfungsi . Dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan.

Collapse

Prevention Near Collapse

Kerusakan yang berarti pada komponen struktur dan non-struktur. Kekuatan struktur dan kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh. Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi.

2.5 Dinding Pengisi

Dinding pengisi yang digunakan dalam penelitian ini berupa dinding bata merah, hal ini dikarenakan bata merah memiliki harga yang ekonomis, mudah didapat dan tahan terhadap cuaca.banyak digunakan pada bangunan-bangunan di wilayah Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan bata merah memiliki harga yang ekonomis, mudah didapat dan tahan terhadap cuaca.

(9)

2.5.1 Persyaratan yang Standart Untuk Batu Bata

1. Batu bata merah dibuat dari tanah liat yang dicetak, kemudian dibakar. Tidak semua tanah lihat bisa digunakan. Hanya yang terdiri dari kandungan pasir tertentu. 2. Umumnya memiliki ukuran: panjang 17-23 cm, lebar 7-11 cm, tebal 3-5 cm. 3. Berat rata-rata 3 kg/biji (tergantung merek dan daerah asal pembuatannya). 4. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pasangan dinding bata merah adalah semen

dan pasir ayakan. Untuk dinding kedap air diperlukan campuran 1:2 atau 1:3 (artinya, 1 takaran semen dipadu dengan 3 takaran pasir yang sudah diayak). Untuk dinding yang tidak harus kedap air, dapat digunakan perbandingan 1:4 hingga 1:6. 5. Kelebihan dinding bata merah: Kedap air sehingga jarang terjadi rembesan

pada tembol akibat air hujan, Keretakan relatif jarang terjadi, Kuat dan tahan lama, Penggunanaan rangka beton pengakunya lebih luas, antara 9-12 m2. 6. Kekurangan dinding bata merah: Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan

batako dan bahan dinding lainnya, Biaya lebih tinggi jika dibandingkan dengan batako.

Rumus Kuat tekan

Uji Kuat Tekan Bata:

F =

Keterangan:

F : Kuat tekan (kg/ )

P : Beban yang diterima/tekanan (kg) A : Luas penampang ( )

(10)

tingkat,yaitu:

a. Tingkat I mempunyai kuat tekan rata-rata > 100 kg/cm . b. Tingkat II mempunyai kuat tekan antara 80 – 100 kg/cm . c. Tingkat III mempunyai kuat tekan antara 60 – 80 kg/cm . 8. Persyaratan batu bata atau bata merah menurut

SII-0021-78 dan PUBI 1982 adalah sebagai berikut:

a. Bentuk standar bata ialah prisma segi empat panjang, bersudut siku siku dan tajam, permukaan rata dan tidak retak-retak.

b. Ukuran standar : Menurut SII-0021-78

Modul M-5a : 190 x 90 x 65 mm Modul M-5b : 190 x 140 x 65 mm Modul M-6 : 230 x 110 x 55 mm 9. Menurut NI-10-1978:

Panjang: 240 mm Lebar: 115 mm Tebal: 52 mm

10. Penyimpangan ukuran yang diperbolehkan menurut NI-10-1978 Panjang maximal: 3 %

Lebar maximal: 4 % Tebal maximal: 5 %

Bata dibagi menjadi 6 kelas kekuatan yang diketahui dari besar kekuatan tekan yaitu : kelas 25, kelas 50, kelas 150, kelas 200 dan kelas 250.

(11)

2.5.2 Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata yang Standart dari Negara Lain

Dari informasi Jurnal penelitian “Properties of Brick Masonry for FE

modelling” (Narayanan, Sirajudin) (2013), American Journal of Enngineering

Research (AJER) , untuk nilai Modulus Elastisitas (E) Batu bata diperoleh yaitu : Tabel 2.2 Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata dari 3 Negara No. Nama Negara Nilai Modulus Elastisitas Batu Bata (Mpa)

1 Australia 7000 – 12000 2 Eropa 3500 – 34000 3 India 300 – 16000

2.6 Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Saneinejad-Hobbs 2.6.1 Prinsip Analisis

Portal-isi dapat dianggap sebagai portal tidak bergoyang (braced framed), dimana dinding pengisi akan berfungsi sebagai diagonal tekan ekivalen (equivalent diagonal strut).

Diagonal tekan ekivalen hanya kuat terhadap gaya tekan saja. Pengaruh beban lateral bolak-balik akibat gempa dapat diatasi dengan terbentuknya diagonal tekan pada arah lain yang juga mengalami tekan. Apabila properti mekanik (Ad dan Ed) dari

diagonal tekan ekivalen dapat dicari maka portal-isi dapat dianalisis sebagai “portal terbuka dengan diagonal tekan ekivalen”, tentu saja “diagonal” harus ditempatkan

sedemikian agar hanya mengalami tekan saja. Properti mekanik yang dicari dengan metode tersebut didasarkan pada kondisi kerutuhan yang bersifat non-linier dan sekaligus diperoleh juga resistensi atau kuat nominal dari diagonal tekan ekivalen.

(12)

dengan cara manual atau komputer sebagai portal berpenopang biasa (ordinary braced frame) (Dewobroto, 2005).

Gambar 2.3 a) Portal isi; b) Penopang diagonal bolak-blik (Saneinejad dan Hobbs, 1995)

2.6.2 Asumsi Dasar

Untuk mendapatkan properti mekanik dari diagonal tekan ekivalen yang bersifat lowerbound yang konsisten dan rasional, Saneinejad dan Hobbs (1995) berdasarkan test percobaan dan penelitian analitis “m.e.h” mengambil asumsi berikut

sebagai dasarnya:

1. Deformasi lateral terjadi sebanding dengan besarnya beban lateral yang ada sampai sesuatu batas dimana dinding pengisi secara bertahap hancur dan kekuatannya akan drop akibat daktilitas dinding yang terbatas. Ada tiga mode kehancuran yang teridentifikasi secara jelas pada portal-isi akibat pembebanan lateral, yaitu:

a. Corner crushing (CC); bagian sudut hancur, minimal salah satu ujung diagonal.

(13)

b. Diagonal compression (DC); dinding pengisi hancur pada bagian tengah diagonal.

c. Shear (S); keruntuhan geser arah horizontal pada nat sambungan dinding. Timbulnya retak diagonal sejajar arah gaya bukan indikasi kehancuran tetapi hanya digunakan sebagai persyaratan batas untuk kondisi layan. 2. Panjang blok tegangan esak yang diusulkan tidak lebih dari 0.4 tinggi panel

pengisi:

h h

c 0.4 

 dan bl0.4h

(2.2) Dimana α = prosentase panjang bidang kontak dari tinggi atau lebar portal, sub-skrip c = kolom dan b = balok. Notasi h atau l untuk jarak as-ke-as portal; sedangkan h' dan l' = jarak bersih panel, lihat Gambar 2.5.

3. Interaksi panel/dinding pengisi dengan portal ditunjukkan dengan besarnya gaya geser yang diperoleh dari rumus berikut:

c

e r C

F  2 dan Fb Cb (2.3) Dimana µ = koefisien gesek panel-portal; C = gaya normal pada bidang kontak; F = gaya geser (lihat Gambar 2.6); sub-skrip c = kolom dan b = balok; r = h/l < 1.0

4. Terjadinya sendi plastis pada bagian sudut yang dibebani umumnya terjadi pada beban puncak (peak load) dan dapat dituliskan sebagai berikut:

pj C

A M M

(14)

Dimana MA dan MC= bending momen pada sudut yang dibebani (titik A dan

C pada Gambar 2.6); Mpj = tahanan momen plastis paling kecil dari balok,

kolom atau sambungan, disebut joint resisting moment.

Gambar 2.4 Keseimbangan Gaya pada Portal Isi (Saneinejad dan Hobbs, 1995)

5. Karena dinding pengisi mempunyai daktilitas yang terbatas, maka deformasi portal pada beban puncak juga terbatas kecuali pada bagian sudut yang dibebani, dengan demikian portal masih dalam kondisi elastis.

pj j D

B M M M

M    (2.5)

Mc cMpc ; Mb bMpb (2.6) Dimana MB dan MD = bending momen pada sudut yang tidak dibebani (titik B

dan D pada Gambar 2.6); Mj = merujuk pada salah satu nilai tersebut; Mc dan

(15)

dan Mpb = tahanan momen plastis dari kolom dan balok. Saneinejad dan Hobb, portal-isi dengan beban diagonal sampai beban puncak (peak). Dalam analisanya, dianggap bagian tepi dinding berada pada garis netral portal, sehingga h' = h dan l' = l. gaya interaksi dianggap terdistribusi merata sepanjang panjang bidang kontak ekivalen yang diusulkan, yaitu αch dan αbl. Panjang bidang kontak aktual harus diatur agar sesuai dengan blok

tegangan persegi yang diusulkan. Keseimbangan gaya pada portal-isi menjadi:

sedangkan keseimbangan rotasi dari portal-isi akan memenuhi persamaan berikut:

(16)

dimana H dan V = komponen horizontal dan vertikal dari gaya luar; S dan N = gaya geser dan gaya aksial berturut-turut sepanjang bidang kontak dari kolom; dan = tegangan kontak normal dan geser merata yang diusulkan dari dinding pengisi; dan θ

= sudut diagonal tekan.

2.6.3.2 Gaya-gaya Portal

Catatan, S dan N juga mewakili gaya aksial dan geser diluar bidang kontak dari balok, untuk mendapatkan keseimbangan dari nodal yang tidak dibebani. Pengaruh Mj

terhadap beban runtuh umumnya yaitu kurang dari 2% sehingga dapat diabaikan (Saneinejad dan Hobb, 1995).

2.6.3.3 Beban Runtuh

(17)

2.6.3.4 Tegangan Kontak Nominal

Pada beban puncak, dinding pengisi yang mengalami kerusakan (failure) akibat kombinasi tegangan normal dan geser beraksi pada bidang kontak dibagian sudut yang dibebani. Kriteria leleh terkenal Tresca hexagonal yang dijelaskan Chen (1982) secara matematik mencukupi untuk menunjukkan kombinasi tegangan tersebut, sebagai berikut: dalam terminologi tegangan kontak sebagai berikut:

c

Dengan mengkombinasikan Pers.(2.14) dan (2.15) dapat diperoleh nilai batas atas ( upper-bound) nominal dari tegangan normal kontak sebagai berikut:

4

2.6.3.5 Panjang Bidang Kontak Portal–Dinding Isi

(18)

 

0

Hubungan yang serupa juga dapat dituliskan untuk komponen balok yaitu

 

0 kontak dapat diperoleh sebagai berikut:

h

(19)

Kerusakan (failure) dinding pengisi pada sudut yang dibebani tidak perlu terjadi pada bidang pertemuan balok dan kolom secara bersamaan. Maka Pers. (2.16) hanya menjadi batas atas nominal tegangan kontak. Memasukkan Pers (2.10) dan (2.11) ke Pers (2.9) akan memberikan:

b r

r c c

c r

b

b      

 1   2 1 

(2.20) Hubungan diatas hanya akan terpenuhi pada bidang kontak yang sebenarnya, dihasilkan dari tegangan kontak nominal pada Pers. (2.16) sebagai berikut:

Jika Ac  Ab maka b b0 dan

2.6.3.7 Beban Runtuh Ultimate

Ketika lendutan portal bertambah setelah melampui beban puncak, dinding pengisi akan kehilangan kekuatannya karena sifatnya alaminya getas (brittle). Meskipun demikian, Mj akan meningkat sampai tahanan momen plastis pada

sambungan Mpj. Karena pada Pers. (2.13) sumbangan tahanan dari dinding pengisi

dan portal diberikan secara terpisah maka beban runtuh ultimate menjadi:

h

(20)

2.6.3.8 Beban Lateral Penyebab Retak pada Dinding Pengisi

Beban lateral penyebab retak pada dinding dapat didekati dengan:

Selanjutnya kontribusi portal dipertimbangankan dengan menganggap bahwa prosentasi yang diterima portal pada waktu meninjau retak nilainya sama dengan prosentasi yang diterima portal pada waktu beban runtuh total sehingga dapat ditulis:

b

Membandingkan dengan diagram beban-lendutan yang dihasilkan dalam analisa NLFE maka Saneinejad dan Hobb (1995) mencari hubungan empiris untuk memprediksi perpindahan lateral pada beban puncak dan hasilnya adalah:

2 2

0.333

Kekakuan sekan dari portal-isi pada saat beban puncak didefinisikan sebagai:

h

Diagram beban-lendutan portal-isi adalah berbentuk parabolik, sedangkan kekakuan awal (initial) dari portal-isi didekati sebagai dua kali nilai kekakuan secant dan hal tersebut sudah dibuktikan dengan NLFE (Saneinejad dan Hobbs, 1995).

(21)

Perpindahan lateral portal-isi dipengaruhi oleh adanya celah atau gap antara panel dan portal, sedangkan nilai-nilai diatas dianggap tidak ada gap (rapat), kalaupun ada dianggap cukup kecil sehingga relatif diabaikan.

2.6.4 Metoda Perencanaan Umum 2.6.4.1Metoda Dasar

Portal-isi tunggal yang dibebani secara diagonal sampai tahap puncak ternyata tidak mengalami mekanisme keruntuhan plastis, tetapi hanya mengalami lentur yang besarnya tidak terlalu signifikan yaitu pada sudut yang tidak dibebani. Selanjutnya diketahui bahwa perilaku portal-isi yang terdiri dari panel ganda hampir sama dan disimpulkan bahwa perilaku portal-isi dengan panel tunggal sama dengan perilaku portal-isi dengan banyak panel seperti yang terdapat pada gedung bertingkat. Konklusi yang dapat diambil bahwa apabila properti mekanik dinding pengisi diperoleh maka selanjutnya dapat dimodelkan sebagai batang diagonal tekan pengganti dan dianalisis seperti struktur rangka umumnya.

2.6.4.2 Diagonal Tekan Ekivalen

Diakitkan dengan struktur portal bertingkat dengan dinding pengisi , Mj dapat

dihilangkan dari Pers. (2.13), sehingga daya dukung horizontal dari portal isi adalah

  

h M l

t h t

H c 1 ccbb 2 pj

(2.27)

(22)



a. Keruntuhan Sudut / Ujung Diagonal (CC = Corner Crushing)

Mode keruntuhan sudut atau ujung diagonal (CC = corner crushing) maka tahanan diagonal dapat dihitung dari:

b. Keruntuhan Tekan Diagonal (DC = Diagonal Compression)

Dinding pengisi yang langsing dapat mengalami keruntuhan tekan diagonal ditengah panel. Kehancuran tersebut akibat ketidak-stabilan dinding pengisi akibat timbulnya diagonal tekan yang besarnya dapat dihitung dari:

Kuat tekan aktual dinding masonri tergantung dari arah tegangan tetapi pendekatan dengan kuat prisma f’m dari ACI 530-88 dapat digunakan sehingga

Panjang efektif pita diagonal tergantung dari panjang bidang kontak dan geometri panel pengisi dan secara konservatif dapat diambil sebagai berikut:

(23)

c. Keruntuhan Geser (S = Shear)

Dinding pengisi dari masonri dapat mengalami retak horizontal sepanjang panel akibat gaya geser yang berlebihan. Gaya geser horizontal total yang menyebabkan keruntuhan (S) dapat dihitung sebagai berikut:

l

Gaya diagonal tekan yang berkesuaian dengan gaya horizontal tersebut adalah

 

 cos d. Properti Luas Penampang Diagonal Tekan Ekivalen

Diagonal gaya dengan tegangan tekan merata ekivlen, fc, dapat diproporsikan

dengan menaggung Pers. (2.29), (2.30), (2.32) dan (2.34) lalu dibagi dengan fc

untuk mendapatkan luas penampang batang tekan ekivalen sebagai berikut:

2.6.4.3Kekakuan Diagonal Tekan Ekivalen

Modulus elastisitas seakan dari diagonal tekan ekivalen pada kondisi beban puncak dihitung sebagai berikut:

(24)

dimana d = h cosθ dan d = panjang diagonal panel

Dengan mengganti y dan d maka rumus diatas dapat ditulis dalam bentuk

lendutan horizontal puncak sebagai berikut:

Modulus elastisitas (initial) yang digunakan pada analisis dapat diambil dua kali nilai modulus secant sebagai berikut:

2.7 Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Berdasarkan FEMA 273

Lebar efektif diagonal compression strut yang digunakan untuk menganalisis kekuatan dan kekakuan dinding pengisi bata berdasarkan model FEMA 273 dapat

hcol = tinggi kolom diantara as-balok hinf = tinggi dinding portal

Efe = modulus elastisitas material portal

Eme = modulus elastisitas material dinding pengisi Icol = inersia penampang kolom

Linf = panjang dinding pengisi

rinf = panjang diagonal dinding pengisi tinf = tebal dinding pengisi

(25)

2.8 Diagonal Tekan Ekivalen (Equivalent Diagonal Strut) Berdasarkan Diftesh Das dan CVR Murty (2004)

Diftesh Das dan CVR Murty (2004) mengajukan sebuah formula dalam penentuan lebar efektif diagonal compression strut dengan menambahkan sebuah faktor koreksi λ ke model FEMA 273 yang merupakan faktor reduksi kekakuan

akibat adanya bukaan pada dinding pengisi sesuai persamaan:

(2.41)

dimana:

dm = panjang diagonal dinding pengisi t = tebal dinding pengisi

= luas diagonal strut

Portal dinding pengisi dalam model ini yang diidealkan seperti diagonal ekivalen penguat portal dengan diagonal strut tekan yang terhubung dengan sudut portal. Dinding bata pengisi dibentuk bangunan portal beton bertulang mengurangi perpindahan struktur tetapi meningkatkan kekuatan dan kekakuan.

(26)

Gambar 2.5 Denah dan Tampak pada Pemodelan Portal Berdinding dan Terbuka Diftesh Das dan CVR Murty (2004)

2.9 Konsep Dasar Metoda Analisa Pushover 2.9.1 Umum

(27)

Sehingga metode ini juga didasarkan kepada konsep dasar analisa ragam getar pada struktur. Penjelasan teori yang mendasari analisa statik tidak linear berikut ini adalah berdasarkan McGiure dkk. (1999).

2.9.2 Dasar Teori

Seperti pada umumnya sebuah vector berorde n dapat dinyatakan melalui suatu kumpulan vektor n yang berdiri sendiri. Dalam hal ini nilai vektor-Eigen dihasilkan melalui masalah nilai Eigen yang berperan sebagai vector-vektor yang menjelaskan simpangan-simpangan yang terjadi pada setiap lantai pada sebuah bangunan bertingkat. Variabel n ini mengacu kepada derajat kebebasan yaitu Degree of Freedom (DOF) yang pada metode ini adalah jumlah lantai pada bangunan bertingkat (Gambar 2.13.) atau jumlah titik kumpul (idealisasi) pada sistem berderajat kebebasan tunggal yaitu Single Degree of Freedom (SDOF) seperti kolom kantilever. Simpangan ini dapat didefinisikan dengan persamaan berikut:

 

 

 

   

 N

m

m m m

i q q

u

1

(2.47)

dimana {ui} adalah vector simpangan, {q} adalah koordinat ragam, [Φ] adalah matrik

ector Eigen, m adalah nomor ragam getar dan i adalah nomor tingkat.

(28)

Gambar 2.6 Model Struktur Rangka Bertingkat dengan DOF yang Disederhanakan

 

m

 

u 

 

c

 

u 

 

k

 

u 

 

m

  

t ug t (2.48)

dimana [m] adalah matriks massa, [c] adalah matriks redaman, dan [k] adalah matriks

kekakuan, sedangkan {u} adalah vector simpangan,

 

u adalah vector kecepatan dan

 

u adalah vector percepatan. Parameter



t adalah vector nilai unit dan ug

 

t adalah

percepatan getaran tanah yang diberikan.

Persamaan kesetimbangan dapat disederhanakan seperti berikut setelah menerapkan dekomposisi ragam getar yang diberikan pada Persamaan (2.47) dan menerapkan hubungan-hubungannya secara ortogonal

 

t u q

qn 2nn n2 n g (2.49)

dimana:

   



n

T

n   m t /M

 , dan

    

 

 m

(29)

Untuk lebih memudahkan pemahaman maka bagian sebelah kanan dari Persamaan (2.48) dapat dianggap sebagai kontribusi ragam getar yang berdiri sendiri seperti dijelaskan Chopra (2001) sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

  

 N

n g nu R u

k u c u m

1

 

 (2.50)

Dengan membagi Persamaan (2.50) dengan Persamaan (2.48) dan menyelesaikannya melalui transformasi nilai ragam getar seperti yang dihasilkan pada Persamaan (2.49), maka dapat ditentukan bahwa:

 

R 

Rn nmn (2.51)

Setiap bagian dari persamaan di atas mengandung kontribusi nilai ragam getar untuk setiap ragam getarnya. Cara lain untuk menjelaskan Persamaan (2.51) adalah dengan menganggap vector beban pada bagian kanan Persamaan (2.48) seperti berikut ini:

 

m t ug

   

R f t (2.52)

(30)

Langkah berikutnya adalah memasukkan kondisi pembebanan gempa. Karena prosedur ini merupakan prosedur analisa statik maka bentuk pembebanan gempa yang dapat dianggap paling layak adalah bentuk spektrum respon. Distribusi gaya-gaya lateral yang akan digunakan di dalam analisa statik tidak linear dapat didekati dalam bentuk kontribusi ragam getar puncak (peak modal contributions) seperti berikut ini:

 

fn n

 

m

  

n Sa n,Tn

(2.53)

di mana Sa adalah spektrum percepatan untuk pembebanan gempa pada sebuah perioda T dan rasio redaman ζ pada ragam getar ke-n.

Gaya-gaya modal yang didapat dengan menggunakan Persamaan (2.53) hanya akan menjelaskan kontribusi-kontribusi sampai ke ragam getar ke-n. Persamaan (2.53) mewakili bentuk vector gaya lateral yang sangat umum yang akan dipakai dalam analisa statik tidak linear. Jika n=1, maka hanya kontribusi ragam getar pertama yang ditinjau.

(31)

Dengan menganggap Sd(ζn,ωn) sebagai simpangan maksimum dari sebuah

sistem SDOF dengan frekuensi ωn dan rasio redaman ζn, yang dibebani getaran

gempa ug

 

t , respon simpangan puncak dari sistem pada Persamaan (2.49) diberikan

oleh:

 

qn max nSd

n,n

(2.54)

Simpangan puncak pada setiap tingkat (lantai) dapat diperoleh dengan Persamaan (2.47) seperti berikut ini:

Persamaan di atas mengandung kontribusi-kontribusi yang terdapat pada semua ragam getar. Dengan menganggap hanya simpangan puncak pada sebuah DOF tertentu yang diperlukan, contohnya jika DOF ke-n adalah level atap (level tertinggi sebuah struktur), dan hanya kontribusi ragam getar pertama yang ditinjau, maka persamaan berikut akan diperoleh:

1 1

1

Persamaan ini dipakai untuk mengubah simpangan atap, hasil dari sebuah analisa statik tidak linear, menjadi spektrum simpangan ragam getar pertama di dalam prosedur spectrum kapasitas.

(32)

 

 

 

max

Jika hanya kontribusi ragam getar pertama yang ditinjau maka

 

Gaya geser dasar Vb diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya geser tingkat,

maka kontribusi ragam getar pertama terhadap gaya geser dasar diberikan melalui persamaan berikut ini:

2.9.3 Prosedur Perhitungan Analisa Pushover

(33)

struktur dengan memperkirakan kapasitas struktur dengan memperkirakan kapasitas struktur dalam bentuk gaya dan simpangan global atau simpangan antar tingkat, atau deformasi dan gaya elemen. Kapasitas struktur kemudian akan dibandingakan dengan kurva kebutuhan (dema nd). Analisis ini dilakukan dengan cara memberikan pola beban lateral statik pada struktur yang nilainya terus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target perpindahan (displa cement) dari suatu titik acuan. Pada analisis ini yang menjadi titik acuan adalah titik pada lantai atap dan besarnya deformasi maksimum yang boleh terjadi pada struktur ditetapkan terlebih dahulu oleh perencana.

Adapun tahapan dalam analisa pushover adalah:

1. Menentukan kurva pushover, yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dengan perpindahan (displacement) titik acuan lantai atap.

2. Membuat spektrum respon percepatan-simpangan (ADRS) berdasarkan spektrum desain elastis (tanpa pengurangan akibat R-factor) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.

3. Mengubah kurva kapasitas pushover menjadi spektrum kapasitas (Gambar 2.7).

(34)

Gambar 2.7 Konversi Spektrum Desain Elastis Menjadi Format ADRS ATC-40

2.9.4 Prosedur Cara Kerja Analisa Pushover

Cara kerja metode pushover adalah dengan memberikan gaya luar secara bertahap dan meningkat sampai pada keseluruhan elemen mengalami sendi plastis. Analisa ini dibuat untuk mengevaluasi kinerja struktur dengan memperkirakan kapasitas struktur dalam bentuk gaya dan simpangan global atau simpangan antar tingkat, atau gaya elemen dan deformasi. Biasanya kapasitas struktur akan dibandingkan dengan kurva kebutuhan (demand curve). Langkah menghitung metode analisa pushover berdasarkan:

1. Memperhitungkan momen sendi plastis akibat beban gravitasi 2. Memperhitungkan momen sendi plastis akibat beban lateral

(35)

3. Jumlahkan momen hasil perhitungan 1 dan 2 pada elemen tersebut

4. Jika jumlah momen melewati batas momen leleh maka momen tersebut akan direduksi sehingga akan berada pada posisi momen leleh.

5. Gaya lateral yang diberikan juga akan direduksi pula akibat reduksi momen dari elemen tersebut.

Gambar 2.8 Prosedur Analisa Pushover

2.9.5 Prosedur Analisa Pushover pada ETABS

1. Buat model Fr A, B, C, D, dan E dengan masing-masing dimensi kolom dan balok beserta material beton bertulang.

+

=

(36)

2. Tentukan kondisi leleh dan plastis dari balok dan kolom dengan cara: Define – Frame Nonlinear Hinges Properties – Add new property – Hinge properties =

jika balok maka Moment M3, jika kolom maka P-M2-M3 – Modify/Show for M3 atau Modify/Show for PMM – isikan nilai momen dan rotation yang disediakan sesuai pada lampiran. Untuk PMM – Define/Show Interaction – User Definition & Doubly Symmetric About M2 and M3 – Define/Show Surface - isikan nilai P (Axial Load) dan M yang disediakan sesuai pada lampiran.

3. Hitung perpindahan tiap-tiap model dengan gaya yang digunakan adalah beban mati menggunakan analisa nonlinear dengan cara: Define Static Nonlinear/P ushover Cases Add new Case Options = Load to Level Defined & Load pattern = DEAD (Scale faktor= 1) - OK

4. Hitung analisa statis nonlinear dengan menggunakan metode pushover dengan cara: Define Static Nonlinear/Pushover Cases Add new Case Options = Push to Disp. Magnitude= 1,84 & Start from previous Case= DEAD & Load pattern = MODE 1 (Scale faktor= 1) – OK

5. Tentukan derajat kebebasan (DOF) dengan cara: Analyze Set Analysis Options XZ Plane – OK

6. Lakukan Running Program dengan cara: Analyze Run Analysis (F5)

7. Lakukan Running Program dengan analisa nonlinear statis dengan cara : Analyze Run Static Nonlinear Analysis

(37)

2.9.6 Capasity Spectrum Method

Capacity spectrum method merupakan salah satu cara untuk mengetahui kinerja suatu struktur. Capasity Spectrum Method menyajikan secara grafis dua buah grafik (spektrum), yaitu spektrum kapasitas (capasity spectrum) dan spektrum kebutuhan (demand) (lihat Gambar 2.9). Spektrum kapasitas menggambarkan hubungan gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan lateral struktur (biasanya di atap bangunan) sedangkan spektrum demand menggambarkan besarnya kebutuhan (demand) akibat gempa dengan periode ulang tertentu. Perpotongan antara kurva kapasitas (representasi dari perilaku kekakuan dan kekuatan struktur) dan kurva demand (represetasi dari spektrum gempa dengan redaman 15% untuk struktur inelastik) disebut performance point.

Gambar 2.9 Performance Point pada Capacity Spectrum Method Demand spectrum

Performance point

Capacity spectrum Sa

(38)

2.9.7 Kurva Kapasitas

Hasil analisis statik pushover nonlinier adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan simpangan atap (roof displacement) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10 Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur.

Gambar 2.10 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas (capacity curve) diubah menjadi spektrum kapasitas (capacity spectrum) dalam format ADRS melalui persamaan sebagai berikut:

(39)

MPF1 = faktor partisipasi ragam (modal participation factor) untuk ragam ke-1 α1 = koefisien massa ragam untuk ragam ke-1

wi/g = massa lantai i

∅il = perpindahan pada lantai i ragam ke-1

Δatap = perpindahan atap (yang digunakan pada kurva kapasitas) Sa = spektrum percepatan

Sd = spektrum perpindahan N = jumlah lantai

V = gaya geser dasar

W = berat struktur (akibat beban mati dan beban hidup tereduksi)

2.10 Spektrum Kebutuhan (Demand Spectrum)

Demand spektrum ini diperoleh dari spektrum respon elastis yang dinyatakan dalam satuan percepatan, Sa (m/detik2) dan periode struktur, T (detik). Sama seperti kurva kapasitas, spektrum respon ini juga perlu diubah ke dalam format ADRS menjadi spektrum demand. Pada format ADRS, periode struktur yang sama adalah garis lurus radial dari titik nol. Hubungan antara Sa, Sd, dan T didapatkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(40)

2.11 Metode Analisis Struktur Terhadap Beban Gempa

Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa terhadap struktur, antara lain:

1. Metode Statik Ekivalen 2. Metode Respon Spektrum

2.11.1 Metode Statik Ekivalen

Untuk bangunan gedung dengan bentuk yang tidak beraturan, pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dapat dianggap sebagai beban-beban gempa nominal statik ekivalen yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat. Pengaruh beban-beban gempa nominal statik ekivalen pada bangunan gedung dapat dianalisis dengan Metoda Analisis Statik Ekivalen.

Menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.7.1 Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, dimana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah, dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi.

Data-data untuk menentukan beban gempa rencana antara lain:

1. Faktor Keutamaan (I) menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.1.2 I = I1 . I2 (2.42)

dimana:

I = faktor keutamaan.

I1 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan perode ulang gempa berkaitan

dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung.

I2 = faktor keutamaan untuk menyelesaikan perode ulang gempa berkaitan

(41)

Adapun Faktor-faktor Keutamaan I1, I2, dan I sebagai berikut:

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan

Kategori Gedung

Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0

Momen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat,

fassiliras radio dan televisi. 1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbhaya seperti gas, produk minyak bumi,

asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5

2. Faktor reduksi gempa (R) menurut peraturan SNI-03-1726-2002, sub bab 4.3.3 1,6 ≤ R = µ . f1≤ Rm (2.43)

dimana:

R = faktor reduksi gempa

µ = faktor daktilitas untuk struktur gedung f1 = faktor kuat lebih beban beton dan bahan 1,6

Rm = faktor reduksi gempa maksimum

(42)

Tabel 2.4 Parameter Daktilitas Struktur Gedung Taraf kinerja struktur

gedung µ R

Elastik penuh 1,0 1,6

Daktail parsial

1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0

2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0

Daktail penuh 5,3 8,5

3. Faktor Respon Gempa (C)

Nilai respon gempa didapat dari spectrum respon gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental (T) dari struktur gedung. Nilai ini bergantung pada: a. Waktu getar alami struktur (T) berdasarkan rumus empiris UBC 1997,

dinyatakan dalam detik.

T = 0.0731 H3/4 (2.44)

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Pasal 5.6, pembatasan maksimum waktu getar alami fundamental: T < ζ n; dimana n = jumlah tingkat dan ζ = 0.17 untuk zona 3 dan ζ = 0.15 untuk zona 6 (tabel 8 SNI 03-1726-2002).

dimana:

(43)

b. Nilai respon gempa juga tergantung dari jenis tanah. Berdasarkan SNI 03-1726-2002, jenis tanah dibagi menjadi tiga bagian yaitu tanah keras, sedang dan lunak.

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Tanah

Jenis tanah

Kecepatan rambat gelombang geser

rata-rata, Vs (m/det)

Nilai hasil Test Penetrasi Standar

rata-rata N

Kuat geser niralir rata-rata

u

S (kPa) Tanah Keras Vs 350 N50 Su 100 Tanah Sedang 175 Vs < 350 15 N < 50 50 Su < 100

Tanah Lunak

Vs < 175 N < 15 Su < 50

Atau, setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m dengan PI > 20, wn≥ 40% dan Su < kPa Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi

Nilai respons gempa ditentukan berdasarkan 6 wilayah rawan gempa (Gambar 2.11) untuk setiap jenis tanah. Berdasarkan SNI 03-1726-2002 nilainya bergantung pada waktu getar alami struktur dan kurvanya ditampilkan dalam spectrum respons gempa rencana (Gambar 2.12).

(44)

Gambar 2.12 Respons Spektrum Gempa Rencana (SNI 03-1726-2002)

Untuk perencanaan gempa bangunan beraturan menurut beban gempa nominal statik ekivalen di tingkat dasar V ditentukan berdasarkan persamaan berikut:

t W R

I C

V   

(45)

Dimana I merupakan faktor keutamaan struktur berdasarkan fungsi bangunan yang ditentukan dari Tabel 2.4.

Koefisien C ditentukan berdasarkan waktu getar alami Pers. (2.44) dan dari respon spektrum gempa berdasarkan wilayah gempa pada Gambar 2.12.

R merupakan faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dilihat pada Tabel 2.5, yang dipengaruhi oleh sistem dan sub sistem bangunannya.

Selanjutnya beban geser dasar akibat gempa (V) harus dibagikan sepanjang tinggi bangunan gedung. Beban ini dibagi menjadi beban-beban horizontal terpusat yang bekerja pada masing-masing tingkat lantai menurut rumus berikut:

V z W

z W

F n

i

i i

i i i

  

1

(2.46)

dimana:

Fi = gaya lateral yang bekerja pada lantai ke-i

Wi = berat lantai tingkat ke-i

zi = tinggi lantai ke-i diukur dari penjepitan lateral

V = gaya geser dasar

2.11.2 Metode Respon Spektrum

Respon spektra adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik antara periode getar struktur T, lawan respon- respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu.

(46)

dimana I adalah faktor keutamaan, sedangkan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Gedung dengan Soft Storey pada Lantai 1
Tabel 2.1 Kriteria Kinerja (NEHRP dan Vision 2000)
Gambar 2.3  a) Portal isi; b) Penopang diagonal bolak-blik (Saneinejad dan Hobbs, 1995)
Gambar 2.4 Keseimbangan Gaya pada Portal Isi (Saneinejad dan Hobbs, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak telantar dengan

Buy on Weakness : Harga berpotensi menguat namun diperkirakan akan terkoreksi untuk sementara Trading Buy : Harga diperkirakan bergerak fluktuatif dengan

berjalannya waktu, saat ini anggota Clark Hatch fitness center yang tercatat sebanyak 697 orang yang terdiri dari 319 wanita dan 378 pria yang terdaftar dan.. aktif

Login Profil Informasi Umum Sejarah Informasi Layanan Perpus Start Finish Input Username Password Data base Tampilan Menu Home Layanan Data Buku Data Peminjam

Petunjuk ini merupakan format baru sekaligus template manuskrip/artikel yang digunakan pada artikel yang diterbitkan di JKAP (Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik)

Berdasarkan analisa peneliti dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan, bahwa terdapat faktor yang paling mempengaruhi ketidaklengkapan dokumen rekam medis

• Untuk mengetahui ketepatan klasifikasi calon mahasiswa baru yang mengikuti tes keterampilan SNMPTN 2010 dengan Analisis Diskriminan Linier dan Analisis Diskriminan Kernel?.. ITS

---Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding- semula PENGGUGAT , telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang