• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA KULIAH MITIGASI BENCANA PESISIR DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATA KULIAH MITIGASI BENCANA PESISIR DAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH MITIGASI BENCANA PESISIR DAN LAUT

Dampak Erosi dan Kenaikan Muka Air Laut

di Desa Bedono, Kabupaten Demak

Disusun Oleh: Ayuningtyas Hagni Pikatan

26020212190100 Kelompok 9

Dosen Pengampu:

Dr. Denny Nugroho Sugianto, ST, M.Si 197408102001121001

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Selain itu peningkatan muka laut akan banyak menimbulkan perubahan pada sistem pesisir yang disebabkan oleh banjir pasang, cuaca ekstrim dan pengikisan lahan pesisir.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap tekanan lingkungan baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Salah satu kondisi yang mengancam wilayah pesisir di seluruh dunia adalah adanya kenaikan muka air laut. Secara umum, kenaikan muka air laut merupakan dampak dari pemanasan global (global warming) yang melanda seluruh belahan bumi. Berdasarkan laporan IPCC (International Panel On Climate Change), rata-rata suhu permukaan global meningkat 0,3-0,60C sejak akhir abad 19 dan

sampai tahun 2100 suhu bumi diperkirakan akan naik sekitar 1,4-5,80C.

Diperkirakan pada tahun 2100 mendatang, kenaikan muka air laut sekitar 1,4-5,8m (Dahuri, 1996). Naiknya suhu permukaan global menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi sehingga terjadilah kenaikan muka laut dan berpengaruh terhadap banjir pasang surut (Diposaptono, 2008).

Kabupaten Demak memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai sepanjang 34,1 km. Wilayah pesisir Kabupaten Demak terkena dampak banjir pasang surut atau yang lebih dikenal dengan banjir rob. Banjir rob merupakan fenomena yang selalu terjadi di Kabupaten Demak bagian utara sejak tahun 1997 sampai sekarang. Sejak saat itu, frekuensi kejadian banjir rob semakin meningkat dan cenderung semakin meluas. Penyebab meluasnya banjir rob ditinjau dari aspek alamiah adalah adanya kenaikan muka air laut secara global dan terjadinya penurunan muka tanah di Kabupaten Demak.

(3)

Demak. Selain itu, sejak adanya reklamasi pantai di Kota Semarang banjir rob dan erosi di Kabupaten Demak semakin meluas (Rindarjono, 2010).

Reklamasi merupakan bentuk campur tangan manusia terhadap stabilitas pantai yang berpotensi memberikan dampak negatif. Pantai yang awalnya dalam keadaan seimbang, kemudian terjadi perubahan seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai. Perubahan ini berpotensi meningkatkan bahaya banjir dan berpotensi terjadi gangguan lingkungan seperti erosi dan sedimentasi. Dampak nyata dari adanya reklamasi di pesisir Kota Semarang adalah adanya perubahan arus di daerah sebelah timur Kota Semarang menuju pesisir Kabupaten Demak yang berakibat meluasnya banjir rob dan daerah yang terkena abrasi (Rindarjono, 2010).

Total jumlah desa di pesisir Kabupaten Demak yang terkena banjir rob adalah 27 desa yang tersebar di 4 kecamatan, yakni Kecamatan Sayung, Bonang, Karang Tengah, dan Wedung. Banjir rob telah mencapai 5 km dari bibir pantai. Kedalaman air rob mencapai 30cm–1,5m. Dusun Tambaksari dan Rejosari Senik Desa Bedono hilang tergenang banjir rob dan sekarang telah menjadi laut. Banjir yang menggenangi permukiman dan pertokoan telah mereduksi pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir. Selain permukiman, rob telah menggerus tambak milik warga.

Tindakan yang bisa dilakukan adalah upaya mitigasi bencana sebagai upaya untuk meminimalisir korban (Diposaptono, 2008). Mitigasi bencana wilayah pesisir adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana secara struktur melalui pembangunan fisik alami atau buatan melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU no.27 Tahun 2007).

Upaya pembuatan tanggul di sepanjang pantai atau meninggikan daerah genangan dengan cara menimbun hanya membebaskan daerah genangan banjir dan erosi untuk sementara, karena banjir rob dan penurunan muka tanah serta erosi akan terus berlangsung (Diposaptono, 2009).

(4)

kedua analisis didapatkan Kelas Resiko Bencana di kawasan tersebut sehingga kita dapat mengetahui tahapan mitigasi yang perlu dilakukan serta bentuk adaptasi masyarakat terhadap bencana yang terjadi.

I.2. Tujuan

1. Mengetahui Kelas Potensi Bahaya erosi dan kenaikan muka air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

2. Mengetahui Kelas Kerentanan Pantai terhadap bencana erosi dan kenaikan muka air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

3. Mengetahui Kelas Resiko Bencana erosi dan kenaikan muka air laut yang terjadi di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

4. Mengetahui Pola Adaptasi masyarakat terhadap bencana erosi dan kenaikan muka air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

I.3. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait Potensi Bahaya, Kerentanan Pantai serta Kelas Resiko Bencana erosi dan kenaikan muka air laut di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Dari informasi tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan pembuatan kebijakan pemerintah terkait dalam upaya mitigasi bencana serta tata ruang pesisir dan laut.

I.4. Lokasi dan Waktu Penelitian Hari, Tanggal : Senin, 08 Juni 2015 Waktu Pelaksanaan : 10.00-13.00

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik menarik benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut dibumi. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2, kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari (Triatmodjo, 1999).

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Triatmodjo, 1999).

Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pasang surut dan arus yang dibangkitkan pasang surut sangat dominan dalam proses sirkulasi massa air di perairan pesisir (Duxbury et al., 2002 dalam Arifin et al., 2012).

Pengetahuan mengenai pasang surut dan pola sirkulasi arus pasang surut di perairan pesisir dapat memberikan indikasi tentang pergerakan massa air serta kaitannya sebagai faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu material di dalam kolom air (Mann dan Lazier, 2006 dalam Arifin et al., 2012).

(6)

permukaan bumi yang apabila tanpa pengaruh gaya tarik bulan, tertutup secara merata oleh laut (bentuk permukaan air adalah bundar) (Triatmodjo, 1999).

Rotasi bumi menyebabkan elevasi muka air laut di khatulistiwa lebih tinggi dari pada di garis lintang yang lebih tinggi. Tetapi karena pengaruhnya yang seragam disepanjang garis lintang yang sama, sehingga tidak bisa diamati sebagai suatu variasi pasang surut. Oleh karena itu, rotasi bumi tidak menimbulkan pasang surut. Di dalam pasang surut ini bahwa bumi tidak berrotasi (Triatmodjo, 1999).

II.2. Perubahan Iklim Global

Perubahan iklim sedang terjadi sekarang, bukti yang menjelaskan bahwa perubahan iklim sudah terjadi sangat banyak, yaitu : Suhu telah meningkat sekitar 0,8◦C selama abad terakhir. Tiga dekade terakhir ini secara berturut-turut kondisinya lebih hangat dari pada dekade sebelumnya, dan telah tercatat bahwa 30 tahun terkahir ini cenderung periode terpanas dalam 1.400 tahun di wilayah belahan bumi utara. Terjadinya peningkatan frekuensi gelombang panas dan peningkatan intensitas curah hujan di berbagai daerah. Lautan menyerap banyak karbon dioksida sehingga kondisinya menjadi lebih asam Tinggi permukaan air laut global telah meningkat sebesar 20 cm dimulai sejak awal abad yang lalu dan kenaikan ini mengalami percepatan. Wilayah gletser di seluruh dunia mengalami penyusutan dan kondisi permafrost yang mencair (permafrost merupakan lapisan tanah, sedimen atau batuan dan termasuk didalamnya es atau materi organik yang secara permanen membeku dengan suhu dibawah 0◦C) (Supangat, 2013).

Tutupan salju musiman di wilayah belahan bumi utara mengalami penurunan. Lapisan es Laut Arctic di musim panas telah berkurang rata-rata sekitar 40% sejak tahun 1979 dan ini terjadi jauh lebih cepat daripada yang telah diantisipasi sebelumnya (Supangat, 2013).

(7)

gas karbon dioksida (CO2) sekarang lebih tinggi 40% jika dibandingkan dengan

era pra-industri dan peningkatan ini terutama disebabkan karena pembakaran bahan bakar fosil serta penggundulan hutan. Bukti yang lebih lanjut tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim ini juga dapat dideteksi pada kondisi atmosfer dan pemanasan samudera, perubahan curah hujan, pencairan gletser dan tutupan es di Kutub Utara, serta terjadinya beberapa iklim ekstrem di bumi (Supangat, 2013).

Emisi gas rumah kaca terus berlangsung dan pemanasan dunia akan terus berlanjut. Tanpa adanya upaya yang serius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, suhu global akan cenderung meningkat lebih dari 2◦C pada abad berikutnya, bahkan bisa meningkat sampai 5◦C. Risiko terjadinya beberapa kejadian ekstrem, terutama gelombang panas dan hujan deras, diperkirakan akan meningkat lebih lanjut dalam beberapa dekade mendatang Tinggi permukaan laut global diperkirakan akan meningkat mencapai 0,26-0,81 m pada akhir abad ini dan akan terus mengalami peningkatan pada abad-abad yang akan datang (Supangat, 2013).

Menurut Susandi (2004) Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah :

• Semakin banyak penyakit (Tifus, Malaria, Demam, dll.)

• Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.)

• Mengancam ketersediaan air

• Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan • Menurunkan produktivitas pertanian

(8)

• Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati

• Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai

II.3. Kenaikan Muka Air Laut

Dalam laporan asesmen IPCC ke 4 (2007) menyebutkan bahwa perubahan muka laut rata-rata selama abad 20 adalah 0,17 (0,12-1,22) meter dan diproyeksikan akan meningkat hingga 0,59 (0,18-0,59) meter pada tahun 2100. Ketinggian muka laut rata-rata 0,59 meter tersebut merupakan batas pasang tertinggi saat ini dan ketinggian air saat terjadi badai. Fakta tersebut menunjukkan bahwa kenaikan muka laut rata-rata yang telah diprediksikan tersebut akan menjadi ancaman bagi hampir semua lahan pesisir terutama yang berelevasi rendah. Sedangkan SRES (Special Report on Emissions Scenarios) (IPCC, 2001) memprediksikan kenaikan muka laut hingga mencapai nilai ekstrim yakni 0,8 meter pada tahun 2095. Keadaan ini mengharuskan pihak-pihak pemangku kepentingan untuk melakukan pendekatan yang memadai untuk menghadapi berbagai kemungkinan di abad mendatang (Cartwright, 2008).

Kecepatan kenaikan muka laut sampai 100 tahun yang akan datang dapat diproyeksikan dari kenaikan muka laut dalam periode 150 tahun yang lalu. Di wilayah Australia, kenaikan muka laut selama periode 1820 sampai 1945 (125 tahun) mencapai 90 mm, dan antara tahun 1945 hingga tahun 2008 meningkat hingga 90 mm berikutnya. Muka laut memperlihatkan kecenderungan terus meningkat dengan kecepatan yang meningkat pula, hal ini terlihat dari hasil proyeksi kenaikan 90 mm hingga 2040 dan terus meningkat hingga 90 mm berikutnya pada tahun 2055 (Helman and Tomlinson, 2009). Dengan mengidentifikasi wilayah-wilayah pesisir yang rentan terhadap erosi dan bencana, pemerintah daerah dapat mengurangi resiko dampak perubahan secara efekktif (Leaver in Helman and Tomlinson, 2009).

(9)

langsung (Klein, 2002). Dalam prespektif oseanografi, wilayah pesisir adalah wilayah yang paling rawan terhadap perubahan iklim. Banjir pasang (penggenangan), banjir, abrasi/erosi dan intrusi air laut adalah beberapa aspek yang mengancam wilayah pesisir, yang akan menimbulkan kerugian.

II.4. Rob

Rob adalah istilah lain untuk menyebutkan banjir pasang-surut. Kawasan yang tergenang rob memiliki ketinggian permukaan tanah yang lebih rendah daripada permukaan air laut pada saat air laut pasang. Keadaan itu bersifat permanen. Artinya adalah banjir pasang surut rutin terjadi di kawasan itu dan diperlukan campur tangan manusia untuk menghindarinya dimana banjir rob dipengaruhi pleh kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah (land subsidence)

II.5. Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence)

Penurunan tanah (Land Subsidence) pada dasarnya merupakan deformasi dari suatu wilayah tertentu yang disebabkan oeh beberapa faktor fisis, seperti gaya tektonik, penurunan muka tanah, dll. Deformasi tersebut dapat dianalisa melalui titik-titik kontrol yang terdapat pada daerah penelitian. Dalam mendapatkan data dalam analisa deformasi, harus digunakan teknologi terbaru dan harus dapat di-integrasikan terhadap semua jenis pengukuran. Sehingga dibutuhkan pengetahuan akan metode dan tujuan dari sehingga dibutuhkan pengetahuan akan metode dan tujuan dari survey deformasi yang dilakukan. Permukaan bumi sebagai bagian dari litosfer, secara dinamis mengalami deformasi. Deformasi dapat dikategorikan sebagai deformasi vertikal dan deformasi horisontal. Land Subsidence merupakan fenomena deformasi vertikal. Kecepatan deformasi vertikal ini ditentukan oleh pergeseran vektor dari titik-titik kontrol dari minimal 2 atau lebih pengamatan.

(10)

1989) atau turunnya kedudukan permukaan tanah yang disebabkan oleh kompaksi tanah (Wei, 2006).

Besaran penurunan muka tanah ditentukan berdasarkan hasil hitungan dan analisis besaran laju penurunan tanah yang bernilai signifikan. Posisi turunnya permukaan tanah ditunjukkan melalui perubahan posisi vertikal muka tanah terhitung dari bidang referensi yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu, dibutuhkan suatu teknik pemetaan yang mampu mengamati penurunan muka tanah secara kontinu spasial dan temporal. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat membantu mengukur besaran penurunan muka tanah untuk liputan suatu wilayah yang relatif luas dalam waktu yang cepat sehingga skala prioritas pengelolaan kawasan dapat ditentukan secara efektif dan efisien (Luoto dkk., 2002).

II.6. Gambaran secara Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Sayung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Demak. Sebelah Utara wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Karang Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Mranggen, serta sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah sepanjang 8 km dari utara ke selatan sepanjang 16 km (BPS, 2007).

Secara administratif wilayah Kecamatan Sayung terdiri atas 20 Desa, 101 Dusun serta 104 RW dan 449 RT. Seluruh Desa di Kecamatan Sayung sudah termasuk klasifikasi swasembada. Jumlah perangkat yang telah terisi adalah Kepala Desa sejumlah 18 orang, sekretaris desa 19 orang, kepala dusun 96 orang, kepala urusan 88 orang dan pembantu kaur 66 orang.

II.7. Faktor-faktor Penyebab Abrasi di Lokasi Penelitian

(11)

terjadi ke suatu titik lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah sedimen yang terangkut ke luar dari titik tersebut.

Secara detail penyebab abrasi berdasarkan Detail Engineering Penanganan Abrasi dan Rob kab. Demak (Kimpraswil, 2006) dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penurunan Permukaan Tanah. (Land Subsidence)

Pemompaan Air tanah yang berlebihan untuk keperluan industri dan air minum di wilayah pesisir akan menyebabkan penurunan tanah terutama jika komposisi tanah pantai sebagian besar terdiri dari lempung/lumpur karena sifat-sifat fisik lumpur /lempung yang mudah berubah akibat perubahan kadar air. Akibat penurunan air tanah adalah berkurangnya tekanan air pori. Hal ini mengakibatkan penggenangan dan pada gilirannya meningkatkan erosidan abrasi pantai. Berdasarkan peta hidrogeologi yang dikeluarkan Direktorat GeologiTata Lingkungan (tahun 1992) tampak pemanfaatan air tanah (bebas maupun bertekanan) dengan sumur bor di daerah Semarang, Demak dan Kudus jumlahnya cukup signifikan serta mampu menyebabkan penurunan elevasi air tanah yang disertai dengan intrusi air laut hingga jauh ke daerah perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi penurunan tanah cukup besar dan memberikan kontribusi terhadap genangan (rob) pada saat air laut pasang. Berdasarkan wawancara dengan penduduk Kecamatan Sayung, Demak diperoleh informasi bahwa penurunan tanah telah mencapai rata-rata 40cm.

2. Kerusakan Hutan Mangrove

Hutan Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat pulih (sustaianable resources) dan pembentuk ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Mangrove memiliki peran penting sebagai pelindung alami pantai karena memiliki perakaran yang kokoh sehingga dapat meredam gelombang dan menahan sedimen. Ini artinya dapat bertindak sebagai pembentuk lahan (land cruiser)

3. Kerusakan akibatgaya-gaya hidrodinamika gelombang

(12)

menanggai dengan mengorientasikan dirinya sedemikian rupa sehingga tegak lurus arah gelombang atau dengan kata lain terjadi erosi dan deposisi sedimen sampai terjadi keseimbangan dan proses selanjutnya yang terjadi hanya angkutan tegak lurus pantai (cros shore transport).

4. Kerusakan akibat sebab alam lain

Perubahan iklim global da kejadian ekstrim misal terjadi siklon tropis. Faktor lain adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global (efek rumah kaca) yang mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang.

5. Kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain - Penambangan Pasir di perairan pantai

- Pembuatan Bangunan yang menjorok ke arah laut

(13)

III. MATERI DAN METODE

III.1. Materi Penelitian

Jenis data digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa data potensi bahaya, data kerentanan pantai dan data kelas resiko. Data sekunder merupakan data penunjang dalam penelitian ini yaitu berupa data sosial budaya masyarakat Desa Bedono yaitu berupa kebiasaan atau pola hidup masyarakat setempat dalam rangka melakukan adaptasi terhadap erosi dan kenaikan muka air laut di wilayah tersebut.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Tabel 1. Alat dan Bahan

No. Nama Alat Satuan Fungsi

1. Android dengan GPS Mpi,

Dms Alat dokumentasi dan penandaletak koordinat.

2. Tabel Analisa Potensi

Bahaya - Mengklasifikasikan variabel-variabel yang digunakan dalam Analisa Potensi Bahaya

3. Tabel Analisa Kerentanan

Pantai - Mengklasifikasikan variabel-variabel yang digunakan dalam Analisa Kerentanan Pantai

4. Tabel Analisa Resiko - Mengklasifikasikan kelas tingkat resiko bencana

5. Alat tulis - Mencatat hasil pengamatan

III.2. Metode Penelitian

(14)

Tahap penelitian meliputi tahap pengumpulan data dan pengolahan data. Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data variabel-variabel Potensi Bahaya dan Kerentanan Pantai berdasarkan Tabel Analisa serta mendokumentasikan wilayah kajian dengan mencatat titik koordinat pengambilan data di lokasi tersebut. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui wawancara dengan warga sekitar meliputi data cara adaptasi warga menghadapi bencana, besarnya kerugian harta benda, serta pola hidup masyarakat setelah menghadapi bencana. Pengolahan data primer dilakukan dengan mengklasifikasikan dan menghitung variabel-variabel yang digunakan dalam analisa dengan menggunakan Ms.Excel sehingga didapatkan kelas Potensi Bahaya, Kerentanan Pantai dan Resiko Bencana yang didukung dengan data cara adaptasi serta sosial budaya masyarakat dalam menghadapi bencana erosi dan kenaikan muka air laut di Desa Bedono, Demak.

III.3. Metode Analisis Data

III.3.1. Metode Analisis Potensi Bahaya

Analisa potensi bahaya diklasifikasikan berdasakan pengamatan di wilayah kajian berdasarkan Tabel 2.

Tabel 2. Variabel-variabel yang diperlukan dalam analisis Potensi Bahaya

( USGS, 2007, dimodifikasi 2008)

(15)

Tabel 3. Klasifikasiyang digunakan dalam perhitungan Potensi Bahaya

(USGS, 2007, dimodifikasi 2008) III.3.2. Metode Analisis Kerentanan Pantai

Analisis Kerentanan Pantai dihitung berdasarkan sejumlah variabel yang berisi tentang perpindahan penduduk dan sejumlah kerugian serta kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana di kawasan pantai tersebut seperti yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel – variabel yang digunakan dalam perhitungan Kerentanan Pantai

(Ministry For Environment – New Zeland Goverment, 2008, 2007, dimodifikasi 2008)

(16)

Tabel 5. Klasifikasi yang digunakan dalam perhitungan Kerentanan Pantai

(Ministry For Environment – New Zeland Goverment, 2008, 2007, dimodifikasi 2008) III.3.3. Metode Analisis Resiko

Analisis resiko dilakukan setelah didapatkan nilai Potensi Bahaya dan Kerentanan Pantai dengan metode perhitungan sebagai berikut:

Setelah dilakukan perhitungan maka didapatkan Kelas Resiko berdasarkan Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi yang digunakan dalam perhitungan Resiko Bencana

(17)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

IV.1.1. Hasil Analisis Potensi Bahaya

Tabel 7. Hasil Analisis Potensi Bahaya

Tabel 8. Hasil Klasifikasi Potensi Bahaya

Perhitungan Kelas Potensi Bahaya:

Potensi Bahaya=∑ Klasifikasi ∑Variabel

¿(3+3+3) 3 ¿3

IV.1.2. Hasil Analisis Kerentanan Pantai

(18)

Tabel 10. Hasil Klasifikasi Kerentanan Pantai

Perhitungan Kelas Kerentanan Pantai:

Kerentanan Pantai=∑ Klasifikasi ∑Variabel

¿(3+3+3+3+3+3+3+2) 8

¿2.857

IV.1.3. Hasil Analisis Resiko Metode Perhitungan

Resiko=

Potensi Bahaya× Kerentanan Pantai

2

¿

3×2.857 2 ¿2.0701

Tabel 11. Hasil Klasifikasi Kelas Resiko Bencana

(19)

IV.2. Pembahasan

Hasil Analisis Potensi Bahaya diketahui bahwa Kelas Potensi Bahaya di kawasan Desa Bedono adalah 3. Hal ini dikarenakan variabel yang digunakan dalam perhitungan tidak seluruhnya disertakan, namun hanya beberapa variabel saja yang dapat diperoleh ketika melakukan survey lokasi. Pada variabel geomorfologi pantai, kawasan Desa Bedono merupakan kawasan berlumpur sedikit berpasir dan terdapat rawa-rawa di daerah mangrove dimana klasifikasi tersebut memiliki nilai 3 yaitu masuk klasifikasi tinggi. Menurut keterangan warga setempat, laju erosi sangat tinggi. Menurut Diposaptono (2008) perubahan elevasi muka air laut adalah sebesar 8mm/tahun sehingga termasuk dalam kelas ke 3. Dari analisis tersebut didapatkan bahwa Potensi Bahaya di kawasan tersebut adalah Tinggi.

(20)

mangrove tersebut cukup membantu dalam perlindungan dari erosi, namun bencana erosi dan kenaikan muka air laut tidak dapat terhindarkan karena kerusakan infrastruktur dan fasilitas tergolong parah.

Analisa Resiko Bencana didapatkan dari perhitungan Potensi Bahaya dan Kerentanan Pantai sehingga didapatkan nilai Resiko adalah 2.0701 termasuk dalam kategori Resiko Tinggi terhadap bencana. Hal ini juga dapat dilihat di lokasi survey, dimana di lokasi tersebut keadaannya sangat memprihatinkan. Setiap terjadinya pasang, warga sangat terganggu karena banjir rob menggenangi rumah warga dan jaringan jalan tertutup air. Areal pemakaman pun menjadi tidak. Bencana erosi dan kenaikan muka air laut ini juga mengganggu dan kesehatan warga, karena banyak sampah yang terendam di pemukiman warga sehingga sangat terlihat kumuh.

(21)

V. PENUTUP

V.1. Kesimpulan

1. Potensi Bahaya dikawasan Desa Bedono tergolong tinggi yaitu termasuk dalam kelas 2.1-3 dengan Skor 3

2. Kerentanan Pantai Desa Bedono tergolong tinggi yaitu termasuk dalam kelas 2.1-3 dengan skor 2.875

3. Tingkat Resiko Bencana Desa Bedono tergolong tinggi yaitu termasuk dalam kelas 1.5-2.1 dengan skor 2.0701

V.2. Saran

1. Hendaknya survey dilakukan dengan persiapan yang matang, sehingga mahasiswa dapat mengetahi permasalahan secara detail dan didapatkan hasil pengamatan yang valid.

2. Saat survey lokasi hendaknya mahasiswa mengerti dan paham dengan permasalahan apa saja yang perlu dilakukan kajian sehingga didapatkan variabel yang tepat.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Taslim. 2012. Kondisi Arus Pasang Surut di Perairan Pesisir Kota Makassar, Sulawesi Selatan.ISSN 2089-7790.I(3): 183-188

Badan Pusat Statistik. 2007. Kecamatan Dalam Angka. Demak.

Cartwright, A. 2008. Global climate change and adaptation a sea-level rise risk assessment. Phase 4: Sea-level rise adaptation and risk mitigation measures for the City of Cape Town: 12 pp.

Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kab. Demak. 2006. Detail Engineering Penanganan Abrasi dan Rob.

Helman, P. and R. Tomlinson 2009. Coastal Vulnerability Principles for Climate Change. Griffith Centre for Coastal Management. Griffith University, Qld: 8 pp.

IPCC. 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Houghton, J.T., Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell, and C.A. Johnson (Editors)],. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 881 pp.

(23)

Luoto, M., Kuusaari, M., dan Toivonen, T. (2002). Modelling Butterfly Distribution Based on Remote Sensing Data. Finnish Environment Institute, Turki, p.443-458.

Pallewatta, N. 2010. Coastal Zones and Climate Change. (D. Michel and A.Pandya, eds.). The Henry L. Stimson Center: 16 pp.

Supangat,A. 2013. Ringkasan untuk Pembuat Kebijakan Laporan Kajian ke-5 Ar5 (Assessment Report 5) IPCC Pokja Basis Ilmiah

Susandi, A., I.Herlianti dan M. Tamamadin. 2004.Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin. Program Studi Meteorologi. Institut Teknologi Bandung.

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai, Yogyakarta, Beta offset.

Wei, L. (2006). Land Subsidence And Water Management In Shanghai. Master Thesis. TU Delft, The Netherlands, p.1-79.

Whitaker, B.N. dan Reddish. (1989). Subsidence Occurrence, Prediction, and Control. Elsevier Science Publishing Company INC, Netherland.

Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. Diposaptono, S., Budiman., 2008. Hidup Akrab dengan Gempa dan

Tsunami, PT. Sarana Komunikasi Utama, Bogor.

Diposaptono, S. 2009. Menyelamatkan diri dari Tsunami, PT. Sarana Komunikasika Utama, Bogor.

Rindarjono, M. G. 2010. Perkembangan Permukiman Kumuh di kota Semarang Tahun 1980-2006. http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/14RD1005003.pdf. diakses pada tanggal 25 Juni 2015 pukul 09.10 WIB

(24)

LAMPIRAN

No .

Koordinat Gambar Keterangan

1. 110◦29’28,890” -6◦56’48.090”

Saat Surut

(25)

2. 110◦28’31,539” -6◦56’50,799”

Saat Surut

Saat Pasang

3. 110◦28’31,539” -6◦56’48,139”

Rumah warga yang terkena dampak kena-muka air laut

4. 110◦28’47,700” -6◦56’56,639”

Gambar tiang listrik mem-buktikan bah-wa sebelum-nya kawasan tersebut meru-pakan daratan 5. 110◦56’52,669”

-6◦28’31,650

(26)
(27)

11. 110◦28’31.539” -6◦56’50,799”

Daerah perlin-dungan mang-rove

12. 110◦28’31,799” -6◦56’59,91”

Gambar

Tabel  Analisa  Potensi
Tabel 2. Variabel-variabel yang diperlukan dalam analisis Potensi Bahaya
Tabel 3. Klasifikasiyang digunakan dalam perhitungan Potensi Bahaya
Tabel 6. Klasifikasi yang digunakan dalam perhitungan Resiko Bencana
+4

Referensi

Dokumen terkait

Memilih Menu Perbandingan Kriteria pada sidebar website Menampilkan data kriteria yang selanjutnya akan dilakukan perbandingan kriteria √ 6 Perbandin gan Alternatif

 Terapi pengalihan nyeri dengan cara mengalihkan focus bukan pada rasa nyeri, melainkan pada fokus yang lain seperti berbincang-bincang, menonton televise,

Effects of nano-SiO2 on morphology, thermal energy storage, thermal stability, and combus- tion properties of electrospun lauric acid/PET ultrafine composite fibers as form-stable

pelaksanaan pembelajarannya guru menggunakan Rencanana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagaimana mestinya. Tugas membaca tidak mungkin terus-menerus diberikan kepada siswa

Hasilnya adalah terdapat 12 subjek dengan alasan kematian, 10 subjek dengan alasan perceraian, dan 8 subjek dengan alasan lainnya, yaitu karena penyakit sang ayah, sifat

Tanaman kemukus (Piper cubeba L. Klasifikasi tanaman ... Morfologi tanaman ... Pembuatan Menyak Atsiri ... Ekstraksi Minyak Atsiri ... Staphylococcus aureus .... Evaluasi

Hal ini membuktikan bahwa benih tomat dapat disimpan selama 60 hari tanpa pelapisan PEG, namun akan mengalami penurunan bobot kering jika dilapisi dengan taraf PEG yang

Ketika tidak ada orang lain di sekitar mereka seperti saat ini, mereka akan melupakan semua for- malitas dan tata-krama, memanggil satu sama lain hanya dengan nama