4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kekeruhan
Berdasarkan pengamatan maka didapat grafik kekeruhan per sampling pada setiap pengamatan, adalah sebagai berikut:
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 5. Grafik kekeruhan pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 6. Grafik kekeruhan pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai kekeruhan cenderung fluktuatif setiap kali sampling.
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan ph antara lumpur aktif
Grafik 1. Grafik ph pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 2. Grafik ph pada lumpur aktif
Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai ph cenderung fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.3 Suhu
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 3 Grafik suhu pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 4. Grafik suhu pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai suhu cenderung fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.4 TDS
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Grafik 7. Grafik tds pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Grafik 8. Grafik tds pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai TDS cenderung fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.5 DHL
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 9. Grafik dhl paa lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 10. Grafik dhl pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai DHL cenderung fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.6 DO
PARAMETER PENGAMATAN
LUMPUR AKTIF RAWA BUATAN
SAMPLING KE- SAMPLING
KE-T1 T2 T3 T1 T2 T3
KIMIA DOo 14.7057 9.2878 9.2878 6.9659 9.2878 7.7398
DO4 6.1919 5.4179 5.4179 6.1919 6.1919 6.9659
Tabel 1. Tabel nila DO0 dan DO4 pada lumpur aktif dan rawa buatan
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai DO0 dan DO4 cenderung meningkat baik pada lumpur aktif maupun rawa buatan.
4.1.7 BOD
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai BOD antara lumpur aktif dengan rawa buatan
0 1 2 3 4 5 6
Grafik 11. Grafik BOD pada lumpur aktif
0 1 2 3 4 5 6
Grafik 12, grafik BOD pada rawa buatan
4.1.8 COD
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai COD antara lumpur aktif dengan rawa buatan
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 13. Grafik COD pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Grafik 14 grafik COD pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa nilai COD cenderung menurun jauh pada pengake 3 matan , namun meningkat pada pengamatan ke 5.
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai COD antara lumpur aktif dengan rawa buatan
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Grafik 15 grafik ammonia pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Grafik 16 grafik ammonia pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa nilai amonia cenderung menurun jauh dari nilai control, terjadi pada lumpur aktif maupun rawa buatan.
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan kelimpahan plankton antara lumpur aktif dengan rawa buatan
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Grafik 17 kelimpahan plankton pada lumpur aktif
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Grafik 18 kelimpahan plankton pada rawa buatan
Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa kelimpahan plankton fluktuatif , terjadi pada lumpur aktif maupun rawa buatan
Secara keseluruhan terlihat bahwa tingkat kekeruhan baik pada media lumpur aktif maupun rawa buatan berfluktuatif. Namun, media lumpur aktif memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan media rawa buatan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan media rawa buatan ditutupi oleh tanaman air yaitu Lemna dan kandungan bahan organiknya tidak terakumulasi sehingga tidak terlalu keruh. Sedangkan pada lumpur aktif, tidak terdapat tanaman air dan kandungan bahan organiknya terakumulasi sehingga mengendap serta menjadi lebih keruh. Selain itu, Kekeruhan disebabkan adanya zat tersuspensi dalam air. Biasanya,semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air akan semakin keruh. Namun, karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi. (MetCalf & Eddy 2003 in Susana 2008).
Pada hasil yang didapat, Terjadi Perubahan pH per sampling antara lumpur aktif dan rawa buatan, konsentrasi pH terjadi secara fluktuatif baik pada media lumpur aktif maupun rawa buatan. Pada hari pertama pH di setiap kelompok mengalami peningkatan namun pada hari kedua terjadi penurunan pH begitu juga pada pengamatan selanjutnya. Penurunan pH tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan suhu. Hal ini dikarenakan pH yang berbanding lurus dengan suhu (Seamolec 2009).
lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Tarigan (2003), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Ditambahkan oleh Nybakken (1992), peningkatan kandungan padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik,sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun.
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.
Pemerikasaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air limbah dan untuk merancang sistem pengolahan biologis air yang tercemar. Angka BOD menunjukan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikoorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir mua bahan organik yang terlarut dan sebagian yang tak terlarut.
Dalam penguraian bahan organik , apabila tersedia oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup, maka proses penguraian akan berlangsung dalam suasana aerobik samapai semua bahan organik terkonsumsi. Sebaliknya apabila tidak tersedia oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup atau tingkat pencemaran terjadi relatif tinggi, maka proses penguraian akan terjadi dalam suasana yang anaerobik yang menimbulkan bau busuk dan warna abu-abu sampai hitam pada air.
Penurunan nilai BOD dalam air sesungguhannya disebabkan oleh dua hal yaitu sedimentasi dan juga deoksigenasi efek dari bahan air sungai atau limbah. Pengaruhnya adalah kondisi lingkungan sungai dan karakteristik limbah yang masuk kesungai serta tingkat pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai tersebut. I BOD menurut standar baku mutu penggunaan air permukaan adalah 3-5 mg/l.
Kandungan BOD ini merupakan petunjuk penting untuk mengetahui banyaknya zat-zat organik yang terkandung didalam media air. Semakin besar nilai BOD , berarti semakin rendah persediaan DO . kenaikan kandungan BOD diduga karena selama perjalanannya aliran air yang dimulai dari hulu sampai hilir banyak menerima limbah buangan. Berikut Nilai BOD pada media lumpur aktif dan rawa buatan yang telah diamati dalam beberapa kali sampling dan dengan 3 kali ulangan.
Nilai BOD pada lumpur aktif tertinggi terdapat pada kelompok 1 sebesar 8,51382 mg/l yang mengindikasikan bahwa limbah yang dikelola pada lumpur aktif mengandung banyak senyawa organik yang tinggi sehingga meningkatkan konsumsi pemakaian O2. Dengan adanya konsumsi O2 , maka kandungan BOD dalam lumpur aktif meningkat.
dari beberapa pengamatan pengolahan yang dilakukan baik dengan lumpur aktif dan rawa buatan diperoleh hasil bahwa efisiensi pengolahan limbah organik baik dilakukan dengan lumpur aktif karena dengan lumpur aktif dapat mendegrasi bahan organik dalam jumlah besar, itu terlihat dari nilai BOD yang tinggi.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi amonia pada setiap pengamatan. Konsentrasi awal amonia pada pengamatan awal lebih tinggi pada rawa buatan yaitu sebesar 41,631mg/L daripada di lumpur aktif 29,491mg/L.
Berdasarkan rasio penurunan konsentrasi amonia sampling 2 dan 3 terhadap sampling 1, rawa buatan memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan lumpur aktif. Hal ini menunjukan bahwa rawa buata memiliki tingkat efektifitas penyerapan limbah tahu yang lebih baik daripada daripada llumpur aktif.
Berdasarkan data pengamatan selama kurang lebih dua minggu kelimpahan plankton mengalami perubahan yang fluktuatif. Pada pengamatn pertama
kelimpahan rata-rata plankton pada rawa buatan lebih tinggi daripada lumpur aktif sebaliknya pda pengamatan kedua dan ketiga. Kelimpahan rata-rata planktonpada lumpur aktif lebih tinggi dibanding pada rawa buatan. Hal ini menunjukkan jumlah bahan anorganik di lumpur aktif lebih banyak dibanding dengan rawa buatan. Bahan anorganik ini merupakan hasil dari oksidasi bahan organik oleh bakteri. Keberhasilan tingkat pengoksidasian bahan organik ini ditunjang oleh adanya aerasi yang membantu bakteri aerobik untuk mengoksidasi bahan organik. Hal ini berbeda pada rawa buatan yang tidak menggunakan aerasi sehingga suplai oksigen hanya terbatas pada proses difusi dan hasil fotosintesis. Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer oksigen lebih tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi pengolahan dan mengurangi produksi lumpur.(Anonim2 2011)