• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B"

Copied!
588
0
0

Teks penuh

(1)

i

i

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang

MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS BANGSA

(2)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Hak Cipta  Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas

Muhammadiyah Malang

Hak Terbit pada UMM Press

Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144 Telepon (0341) 464318 Psw. 140

Fax. (0341) 460435

E-mail: ummpress@gmail.com http://ummpress.umm.ac.id

Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia)

Cetakan Pertama, Maret 2017

ISBN : 978-979-796-263-0

xx; 544 hlm.; 16 x 23 cm

Setting & Design Cover : A. Andi Firmansah

Editor: Arif Setiawan, Husamah, Fuad Jaya Miharja,Bustanol Arifin

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumbernya.

(3)

iii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

GURU DAN KOMITMEN MENGAWAL MASA DEPAN “PENERUS” BANGSA

Oleh:

Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si.

(Wakil Rektor I/Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Malang;

Guru Besar Fakultas Agama Islam)

Sam M. Intrator & Robert Kunzman, dua orang profesor pendidikan dari Smith College Massachusetts dan Indiana University, Amerika Serikat, lewat artikel mereka “The Person in the Profession: Renewing Teacher Vitality through Professional Development (TheEducational Forum, Vol. 71, Fall 2006)” dengan lugas menulis bahwa “Teachers are people with biographies and changing lifecircumstances and not merely repertoires of skills and techniques, the personal realm of teachers has been considered private terrain”. Berdasarkan pandangan tersebut, pribadi guru yang utuh tidak lain adalah model dan teladan, yang bahkan mampu mengubah kehidupan manusia yang lain, dengan ciri khas mereka berupa keyakinan, kepekaan, dan kejujuran.

Kita semua menyadari, tuntutan pendidikan kekinian, terlebih di era “revolusi mental”, menghendaki profesi guru untuk memastikan bahwa peserta didik mereka mampu menaklukan dan meraih masa depan. Dengan kata lain, orang yang menekuni profesi tertua ini adalah orang-orang terpilih, orang-orang-orang-orang yang mampu menciptakan masa depan. Lewat transfer ilmu pengetahuan, pengembangan potensi, dan pembentukan karakter, amanah itu senantiasa dijalankan tiap hari, bahkan rasanya tidak berlebihan bila dikatakan “tiap waktu”.

Guru memiliki peran strategis dan jelas merupakan ujung tombak untuk menyelamatkan generasi. Berhasil atau tidak, baik atau buruk

output pendidikan, dipegaruhi oleh bentuk pendidikan, dengan guru sebagai aktor utamanya. Hal ini tentu dengan tidak bermaksud menafikan peran orang tua dan masyarakat dalam satu rangkaian tripusat pendidikan.

(6)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Interaksi guru yang erat dan intens dengan peserta didik memberi makna bahwa guru memiliki pengaruh langsung dalam pikiran dan perilaku mereka. Guru selalu dibutuhkan sebagai salah seorang agen kunci bagi peserta didik, mereka yang dalam level remaja, dalam merespon masalah kekinian kehidupan.

Tentu saja, aktivitas perjuangan mencetak generasi masa depan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak ranjau kehidupan yang siap meledak hingga meluluhlantakkan niat, ada aneka bentuk jurang dan cadas kehidupan yang siap untuk menghancurkan semangat, dan cukup jamak rintangan yang setiap saat melumpuhkan energi guru, dan tentu saja para peserta didik, remaja, atau generasi muda itu sendiri. Maka, tak heran bila keluhan, rasa cemas, kegalauan, dan kesedihan guru, adalah kabar buruk bagi kehidupan bangsa.

Faktanya, generasi muda bangsa kini dihadapkan pada beragam problema akut, mulai dari rusaknya pergaulan remaja dan menjamurnya tindakan amoral/asusila (penggunaan miras dan narkoba, akses pornografi,

free sex, pemerkosaan, pelacuran, aborsi, perjudian, kriminalitas), tawuran, geng motor, bullying, bahkan pembunuhan dan tindakan tidak etis lainnya. Rangkaian perilaku buruk itu senantiasa kita baca dan saksikan di berbagai media massa atau bahkan secara langsung hingga detik ini. Tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan pun kian luntur dan sampai pada titik nadir, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat luas.

(7)

vii

Kondisi ini tentu semakin mengkhawatirkan mengingat besarnya jumlah remaja di Indonesia. Bila kita merujuk dan memadukan data proporsi remaja di dunia, Biro Pusat Statistik, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 maka persentase jumlah remaja adalah 20-30%. Dengan estimasi jumlah penduduk Indonesia sebesar 250 juta orang, maka jumlah remaja adalah 50-75 juta orang.

Arus informasi dan euphoria era globalisasi semakin memperunyam masalah, hingga menjadi sengkarut benang kusut, sebab sinyal kebebasan tanpa batas dan klaim modernitas yang dibawa cenderung di-amini oleh generasi muda. Sebagian dari orang tua justru malah acuh, atau bahkan terbawa arus dengan menganggap itu sebagai sebuah keniscayaan. Sebagian lagi mencoba melakukan tindakan aktif, mencoba reaktif dan berbuat sesuatu yang positif meskipun berat. Pada golongan kedua inilah kita dapat melihat posisi para guru Indonesia. Semangat mereka untuk terus berjuang memastikan setiap anak didik dapat menjadi generasi masa depan bangsa yang membanggakan senantiasa membara. Minimal indikator dari statemen itu adalah kemauan, kesadaran, kepekaan, dan antusiasme mereka untuk memberikan kontribusi berupa artikel dalam buku ini.

Semangat para guru ini tentu harus selalu dipelihara, diwadahi, dan diapresiasi. Universitas Muhammadiyah Malang, dengan jargonnya Dari Muhammadiyah untuk Bangsa, secara sadar memahami hal itu. Sebagai bagian dari bangsa ini, sebagai bagian dari unsur pendidikan, dan sebagai bagian dari pencetak generasi, menjadi dasar Universitas Muhammadiyah Malang untuk memberikan perhatian lebih terhadap niat-niat baik, usaha-usaha positif, dan perhatian setiap bagian dari bangsa untuk ikut terlibat mengurai atau memikirkan sedikit demi sedikit benang kusut problematika bangsa. Oleh karena itu, kami selaku jajaran pimpinan UMM sekaligus secara pribadi sebagai pengamat/ pemerhati pendidikan, menyambut baik dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya atas penerbitan buku kumpulan catatan, opini, artikel, kajian pemikiran, dan penelitian para guru tingkat SD, SMP, SMA dan sederajat, sekolah luar biasa (SLB), dan pemerhati pendidikan di Jawa Timur yang dikoordinasi oleh Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang. Tentu saja kami meyakini, bahwa meluangkan waktu untuk menulis merupakan sebuah perjuangan sendiri di tengah aktivitas mengajar dan berbagai pekerjaan domestik

(8)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

yang menjadi tanggungan para guru setiap harinya.

Insya Allah buku berjudul “Menyelamatkan Masa Depan Generasi Emas Bangsa: ini akan menjadi oase baru, memperkaya wawasan, dan khasanah pemikiran kita terkait isu kependudukan, pendidikan, dan khususnya remaja sebagai generasi penerus bangsa. Nilai plus-nya adalah bahwa para penulis yang berkontribusi dalam buku ini adalah para pelaku pendidikan dan para guru yang setiap hari berinteraksi dengan remaja. Maka menjadi wajar bila tulisannya pun kebanyakan adalah fakta, kondisi riil, dan pengalaman sehari-hari. Kita seakan-akan ikut merasakan bagaimana kondisi yang begitu miris di ruang-ruang kelas, dan kenyataan pahit remaja di sekeliling kita. Kita ikut merasakan, karena seakan kita berada di ruang dan waktu yang sama dengan para guru. Tulisan mereka tidak melulu teoritis, sebagaimana kebanyakan buku yang bertebaran di rak buku kita. Tentu, dengan tidak menutup mata bila mungkin saja masih terdapat kelemahan dalam penulisan, pengutipan, gaya bahasa, dan kevalidan teori. Hal yang wajar dalam penulisan sosial/kualitatif, yang bisa jadi akan termaafkan bila kita sepenuhnya menghargai semangat dan niat mulia para guru tersebut.

(9)

ix

KATA PENGANTAR KEPALA PSLK UMM

Ide untuk mengajak para guru untuk menulis tema ini diilhami oleh kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 2016 yang lalu. Penelitian tersebut dilaksanakan oleh Tim PSLK, yaitu Drs. Atok Miftachul Hudha, M.Pd sebagai ketua dengan anggota Husamah, S.Pd., M.Pd. dr. Rubayat Indradi, MOH serta Sri Sunaringsih Ika Wardojo, SKM, M.PH. Penelitian dengan judul Efektivitas Model Pembelajaran “OIDDE” Sebagai Langkah Promotif dan Preventif Terhadap Seks Pranikah melalui PIK Remaja di Kota Malang dibiayai oleh Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, BKKBN Pusat.Lewat interaksi yang cukup intens dengan puluhan guru dari 16 sekolah (8 SMP dan 8 SMA/SMK) dan hampir 600 siswa se-kota Malang selama hampir 5 bulan, maka ide tersebut semakin kuat. Kami merasa, ada semangat yang luar biasa, energi yang kuat, dan niat yang besar dari para guru (umumnya saat itu adalah guru Bimbingan Konseling dan pendamping kesiswaan) untuk bersama-sama “memastikan” bahwa para siswa yang mereka didik benar-benar berkualitas, mencerminakan generasi masa depan bangsa yang berkualitas.

Atas dasar itulah, maka kami mencoba menyebarkan undangan menulis hanya dengan menggunakan media sosial WhatsApp. Ternyata respon para guru sangat di luar dugaan. Kabar tersebar luas, bahkan sampai ke luar Jawa. Atas berbagai pertimbangan, dan keterbatasan sumberdaya maka tim PSLK hanya membatasi kepesertaan menulis ini untuk pendidik di Jawa Timur (sembari berharap tahun-tahun berikutnya akan dapat dilaksanakan dengan skala luas bahkan sampai level nasional).

Ide untuk menerbitkan buku dengan tema ini sepenuhnya berangkat dari kondisi kekinian bangsa ini, khususnya pada kondisi remaja/siswa/ generasi masa depan bangsa. Mereka sedang mengalami split personality (diri yang terpisah). Dinamika perubahan zaman yang terus berkembang dengan sangat cepat memunculkan pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan masyarakat. Dekadensi moral dan sifat buruk yang ditunjukkan siswa semakin jamak kita dengar dan temukan

(10)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

sehari-hari. Isu-isu moralitas di kalangan remaja seperti penggunaan narkotika, pornografi, pornoaksi, tawuran pelajar, aborsi perkosaan, perampasan, pencurian, pembunuhan, dan tindakan-tindakan amoral lainnya sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini terus mengancam.

Permasalahan tersebut, menurut hemat kami, bagaimanapun adalah masalah kependudukan yang sangat penting, perlu untuk terus diperhatikan dengan berupaya mencari solusi-solusi ideal, semata demi masa depan bangsa. PSLK UMM berpandangan bahwa sekecil apapun upaya kita untuk memberikan kontribusi penyelesaian masalah tentu akan sangat bermanfaat. Masalah besar tentu akan menuntut keterlibatan dan kepedulian banyak pihak pula. Pada titik inilah alasan mengapa PSLK UMM hadir. Terlebih kampus ini telah menetapkan jargon luar biasa, Dari Muhammadiyah untuk Bangsa.

Akhirnya, tentu sangat patut kami berterima kasih, penghargaan, dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis (para guru dan pengamat pendidikan) yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi pikiran dan ide kreatif-bahkan banyak tulisan berasal dari pengalaman nyata penulis (best practices). Terima kasih pula kami sampaikan kepada Bapa Wakil Rektor I UMM, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si., sekaligus pemerhati dan pelaku pendidikan, yang berkenan memberikan kata pengantar buku ini. Tentu, tidak lupa kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada para tim editor PSLK (Arif Setiawan, M.Pd., Fuad Jaya Miharja, M.Pd., Bustanol Arifin, M.Pd., dan Husamah, M.Pd) atas segala kerja kerasnya dalam menyunting naskah sehingga lebih enak dibaca dan memenuhi kaidah yang ada. Terima kasih juga kepada Tim UMM Press atas kerja kerasnya menerbitkan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat untuk semakin menambah wawasan dan semangat kita dalam isu-isu terkait remaja/siswa generasi masa depan bangsa.

Malang, Maret 2017

Kepala PSLK UMM

(11)

xi

xi

KATA PENGANTAR EDITOR

PENDIDIKAN KARAKTER DAN PROBLEMATIKA REMAJA DALAM SOROTAN GURU

“Berikan aku sepuluh pemuda maka akan kugoncangkan dunia”

Ir. Soekarno

Sebaris kalimat di atas dari Bapak proklamasi yang terasa sangat menggema di seantero penjuru negeri. Hampir setiap orang tidak asing dengan kalimat tersebut, bahkan sudah digunakan oleh siapapun untuk memantik api semangat kaum muda. Tidak dapat dipungkiri lagi, memang ucapan Bung Karno tersebut sudah menjadi trendmark dalam segala aspek kehidupan. Di pundak kaum muda semua harapan seolah digantungkan dan ditumpahkan untuk membuat sebuah perubahan besar dalam dirinya maupun di luar dirinya. Filosofi “yang muda yang berkresai” seolah telah menjadi sebuah ilham dalam pemahaman roda kehidupan di setiap prosesnya. Berbekal ucapan Bung Karno dan realita yang ada di lapangan, memang tidak asing lagi kalau di setiap poros kehidupan akan ditemui sosok muda nan kreatif.

(12)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Tentunya kepercayaan tersebut tidak hanya sekadar kata “percaya”, melainkan semua pola dan bentuk bimbingan dalam mengarahkan tumbuh kembang kaum muda menjadi lebih bermakna. Investasi tersebut yang nantinya akan berbuah manis seperti halnya filosofi akademi milik Barcelona.

Harapan besar seperti dua paragraf di atas boleh saja kita harapkan menjadi sebuah kenyataan. Hal ini memang tidak jauh api dari panggang, karena banyak talenta muda bangsa ini yang telah menelurkan karya luar biasa dan monumental. Selain itu, banyak juga di antara mereka yang telah berhasil membuktikan diri di tingkat internasional. Nampaknya, kaum muda inilah yang nantinya akan menjadi harapan besar bangsa dalam mengarungi derasnya arus globalisasi, sehingga mampu menjadikan bangsa menjadi lebih berdikari sesuai dengan keinginan para founding fathers. Oleh karena itu, perlu sebuah kesadaran yang teramat dalam dari setiap pemuda bangsa untuk mampu mewujudkan cita-cita dan harapan tersebut.

Hal inilah yang setidaknya sekarang ini sedang dialami oleh bangsa kita dan nampaknya memerlukan sebuah penanganan yang teramat serius. Perkembangan dan perubahan zaman yang semakin bergerak maju, sehingga memberikan dampak positif yang menuntut setiap individu untuk selalu terus melakukan terobosan baru. Selain itu, dampak negatif juga sangat dirasakan, mulai dari lemahnya kemampuan berpikir kritis, manusia menyukai segala sesuatu yang bersifat instan, dan yang paling parah adalah degradasi moral yang tengah dialami oleh remaja. Nampaknya uraian pada poin terkahir ini bukan sekedar omong kosong belaka, melainkan sebagai kenyataan yang harus dihadapai dan dicarikan sebuah solusi. Apabila hal tersebut tidak segera ditangani, maka dapat dipastikan nasib bangsa ini ke depan hanyalah akan menjadi sebuah sejarah. Oleh karena itu, perlu sebuah langkah nyata dari semua elemen, mulai dari orang tua, guru, dan masyarakat. Tidak dapat dipungkuri apabila peran ketiga elemen tersebut akan sangat signifikan terhadap tumbuh kembang remaja dalam mengarungi kehidupan.

(13)

xiii

dapat dibangun semenjak dini, mulai dari ibu mengandung (prenatal) sampai anak tumbuh dan berkembang menuju fase dewasa. Diharapkan bekal yang sudah diberikan oleh orang tua mampu dijadikan sebagai pegangan dan pedoman hidup, sehingga nanti tumbuh menjadi manusia yang berkarakter.

Aspek kedua yang juga memiliki peran luar biasa dalam tumbuh kembang anak menjadi remaja adalah sekolah. Sebagian besar waktu anak dan remaja dihabiskan di sekolah untuk menuntut ilmu. Dalam prosesnya ternyata siswa tidak hanya belajar dan menuntut ilmu saja, melainkan melakuan komunikasi dan interkasi dengan komunitas dalam lingkup yang sedang. Kondisi inilah yang secara perlahan telah mentrasformasi sekolah menjadi lingkup masyarakat. Dengan demikian, tidak dapat dipungkuri perlu sebuah peran pengendali yang harus dipegang oleh seorang guru. Hal ini dikarenakan guru sebagai orang tua kedua dan ujung tombak dari harapan sebuah bangsa. Di mana tugas dan kewajibannya adalah mengajar, mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa untuk menjadi generasi yang sukses dunia dan akhirat. Tanggung jawab berat tersebut seolah tidak menjadi halangan bagi guru, sebaliknya malah menjadikan sebuah semangat dalam melaksanakan tugas. Pelayanan dengan sepenuh hati seolah menjadi sebuah jalan lurus yang akan menuntun siswa melewati semua fase pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga siswa dapat menjadi insan kamil seperti halnya cita-cita proklamasi.

Aspek ketiga yang tidak kalah pentingnya dalam membangun karakter remaja adalah masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bukan hanya sekedar yang ada di sekitar remaja, melainkan masyarakat yang sifatnya sudah sangat universal. Kondisi ini dilatari oleh semakin berkembang dan mudahnya jalinan komunikasi yang dapat dilakukan dengan orang lain di berbagai belahan dunia. Oleh kerena itu, diperlukan perangkat yang dapat menjaga konsistensi dan keajegan dalam melakukan tindakan. Perangkat tersebut berupa pemahaman etika, sopan santun, dan budi pekerti luhur yang dikemas dalam sebuah nilai karakter bangsa. Berbekal karakter bangsa, diharapkan nantinya setiap penerus bangsa tidak lagi canggung dan kehilangan jati diri dalam melakukan komunikasi yang bersifat universal.

Berbicara mengenai pendidikan karakter, otomatis tidak dapat dilepaskan dari segitiga emas yang menjadi dasar pembentukannya.

(14)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Perlu kiranya untuk menyiapkan dan membekali SDM dengan semua perangkat pemahaman terhadap etika, sopan santun, dan budi pekerti luhur yang dikemas dalam sebuah nilai karakter bangsa. Bekal tersebut diharapakan akan mampu membentuk pribadi yang sesuai dengan cita-cita proklamasi. Salah satu langkah yang dapat dilakukan sejak dini adalah mengenalkan, menanamkan, dan membekali generasi penurus bangsa dengan nilai karakter dan falsafah bangasa. Langkah tersebut akan menjadikan nilai positif pada setiap Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bertindak dan bersikap. Bentuk penilaian postif yang tersirat dalam kalimat sebelumnya coba diukir oleh Bapak/Ibu guru dalam sebuah artikel yang menitik beratkan pada pendidikan karakter. Di mata para guru coba diulas secara mendetail tentang pendidikan karakter dan cara mengaplikasikannya. Langkah nyata tersebut perlu dan harus terus mendapatkan dukungan dari semua pihak, agar goresan dan sumbangan ide para guru tidak hanya sekedar menjadi ukiran tulisan yang tidak bermakna. Pemikiran tersebut dapat dilihat dari beberapa intisari goresan guru yang mencoba mengemukan argumentasinya melalui sudut pandang pendidik seperti berikut.

Ainul Yaqin memberikan sebuah ide nyata dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak. Proses tersebut dapat dilakukan melalui

(15)

xv

anak yang dilahirkan akan memiliki karakter yang baik.

Zakiyah mencoba memberikan sudut pandang tersendiri mengenai proses pendidikan karakter pada Anak Berekebutuhan Khusus (ABK). Melalui proses pemahaman yang mendalam terhadap ABK, ia mencoba untuk mengungkapkan bahwa mereka sama seperti anak-anak yang normal. Meraka memiliki hak dan kewajiban untuk diperlakukan sama dengan peserta didik yang normal sebagai salah satu generasi penerus bangsa. Penanaman karakter pada ABK dapat dilakukan semenjak dini dan disesuaikan dengan jurusannya. Bentuk perilaku berkarakter tersebut ditungkan dalam kegiatan-kegiatan kecil yang penuh makna, di antaranya saling membantu, saling menghargai, dan saling menghormati, meskipun mereka beda kebutuhan khususnya. Selian itu, pendidikan karakter juga diterapkan di dalam dan di luar kelas dalam bentuk yang dikemas sedemikian rupa, sehingga ABK pun dapat tumbuh menjadi generasi penerus bangsa. Berbekal pendidikan karakter yang telah dilakukan di sekolah, maka ABK juga dapat menjadi bagian utuh di masyarakat dalam memberikan bukti nyata mengenai pendidikan karakter.

Alfin Faridian memberikan argumentasi mengenai perkembangan generasi muda di era sekarang. Melalui sumbangsi pemikirannya yang diulas lebih mendalam serta terperinci dalam mempersipakan remaja di era digital. Remaja yang dinamai dengan genrazi Z ini merupakan remaja yang mampu menyesuaikan dengan segala bentuk kemajuan zaman dan tantangannya. Generasi tersebut tidak perlu lagi harus saling bertatap muka dalam melakukan segala sesuatunya, hanya cukup dengan kecanggihan teknologi mereka dapat melakukan segalanya dengan baik. Selain itu, sebagian besar identitas diri tidak lagi ditentukan dari nilai-nilai budaya tradisional, melainkan seberapa mampu mereka memiliki, menyebarkan, dan mengetahui banyak informasi. Tentunya dengan kondisi yang demikian perlu sebuah paradigma baru dari para orang tua dalam melakukan pendekatan kepada generasi Z. Hal ini dikrenakan pendekatan dan dukungan penuh kepada generasi Z akan semakin membuat kreatif dan invotaif. Dukungan tersebut juga akan memberikan masukan karakter ke-Indonesia-an, sehingga mereka tidak melupakan budaya nasional yang menjadi dasar falsafah negara dalam setiap beraktivitas.

LilikSuhartatik mempunyai sebuah pandangan mengenai kesuksesan yang akan didapatkan oleh peserta didik melalui pembinaan soft skill,

(16)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

di mana soft skill memang merupakan aspek yang tidak dapat dianggap sebelah mata dalam pembentukan karakter. Dapat dikatakan bahwa karakter yang baik dapat bermula dari soft skill yang dimiliki oleh setiap manusia. Hal inilah yang menjadi objek argumentasi yang diutarakan lebih menyeluruh oleh Lilik melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Seperti yang banyak diketahui, bahwa selama ini SMK mendapatkan stigma sebagai sekolah nomor dibandingkan dengan SMA atau MA. Kondisi demikian tidak berlaku untuk Lilik, yang justru menjadi sebuah poin penting dalam mewujudkan keinginan pemerintah dalam membentuk karakter peserta didik. Proses tersebut dilaksanakan tidak harus dengan cara yang sangat sulit atau berbelit, melainkan melalui cara yang sagat sederhana dan berkesan. Dengan cara tersebut ternyata dapat menumbuhkan soft skill peserta didik menjadi lebih baik lagi, sehingga harapan dalam membentuk pendidikan karakter dapat tercai dengan baik.

Debora Primawati Widayat menguraikan sebuah pandangan bahawa dalam membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter, diperlukan sebuah langkah nyata dalam mengaplikasikannya. Hal ini dapat dimulai dari sebuah aspek yang ternyata dianggap sepele dan kerap dianggap sebelah mata. Aspek tersebut adalah tingkat kedisiplinan diri atau self discipline, sepintas memang terlihat sangat sederhana sekali dan bahkan hampir semua orang mampu dengan mudah untuk mengucapkannya. Akan tetapi, ketika ditantang untuk membuktikan atau melakukanya, banyak di antara mereka yang mengernyitkan dahi. Kondisi yang demikian seolah menimbulkan sebuah pertanyaan besar di dalamnya, kenapa selfdiscipline dapat berkorelasi pada sebuah kesuksesan. Tentunya pertanyaan tersebut dapat diuraikan berdasarkan logika praktis, bahwa sebuah kesuksean tidak akan didapatkan secara cuma-cuma dan begitu saja. Self discipline yang tinggi akan dapat mengantarkan setiap individunya meraih semua keinginan yang dimilikinya. Kondisi inilah yang coba diulas lebih mendalam dan bersifat klinis berdasarkan pengalam penulis yang telah menjadi guru Bimbingan Konseling (BK) dan telah banyak menghadapi karakter peserta didik.

(17)

xvii

paradigma baru dalam memahami peserta didik sebagai objek yang akan digarap karakternya, sehingga dapat menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Dengan demikian, konsep lama mengenai karakter dan perilaku peserta didik atau generasi muda perlu rasanya untuk mendapatkan penyegaran. Kondisi tersebut dikarenakan banyaknya ruang-ruang yang selama ini belum pernah digarap dan disoroti dengan baik oleh khalayak. Melalui beberapa goresan dan pemikiran guru ini, kita sebagai pembaca diajak untuk menelusuri ruang-ruang yang menjadi lahan garapan guru, di mana lahan tersebut selama ini belum tergarap secara maksimal. Dengan kembali membaca, memahami, dan melakukan perenungan terhadap karya guru tersebut, sudah selayaknya negara, pemerintah, dan masyarakat mulai merapatkan barisan dan bersama-sama menyingsingkan tangan dalam membangun pendidikan karakter terhadap peserta didik, sehingga kelak meraka akan menjadi insan kamil sesuai dengan UUD 1945.

Secara garis besar pemikiran guru mengenai pendidikan karakter, telah memberikan banyak informasi baru pada setiap khalayak. Tentunya dengan membaca perwakilan lima contoh yang telah diulas di atas, belum mampu memberikan sebuah pemahaman menyeluruh mengenai ulasan dan goresan sebanyak lima puluh empat essai lainnya. Setiap pemikiran dan ulasan essai tersebut menunjukkan sebuah keunikan dan kekhasan tersendiri mengenai sudut pandang para guru dalam melaksanakan tugas mulianya. Sisi lain dan peran orang tua kedua seolah mengalir dengan sendirinya dalam ulasannya tanpa perlu diungkapkan dengan dengan nyata. Ciri tersebut seolah telah menjadi sebuah fitrah lahir dan batin bagi seorang guru yang tidak dapat dinafikan oleh apapaun. Tentunya di balik uraian dan ulasan yang mendalam tersebut terselip sebuah harapan besar pada instansi pengambil keputusan untuk menindaklanjutinya. Sekali lagi, ulasan para guru tersebut seolah membuka beberapa fakta tersembunyi yang belum mampu digali lebih dalam oleh khalayak ramai.

Malang, Maret 2017

Editor

Arif Setiawan, dkk

(18)
(19)

xix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR: GURU DAN KOMITMEN MENGAWAL MASA DEPAN “PENERUS” BANGSA. Oleh:

Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si. (Wakil Rektor I/Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Malang; Guru Besar

Fakultas Agama Islam) ... v KATA PENGANTAR KEPALA PSLK UMM ... ix KATA PENGANTAR EDITOR ... xi

TEMA 1: MEDIA SOSIAL DAN PROBLEMATIKA KENAKALAN REMAJA SERTA SOLUSINYA

Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja dari Bahaya

Free Sex di Tengah Derasnya Arus Teknologi Informasi

Muryati ... 1

Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan

Ellen Landriany ... 7

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

Etik Fariati ... 15

Ciptakan Generasi “Z” Cerdas dan Berkarakter

Alfi Faridian ... 27

Peran Orang Tua dan PeerCounselor dalam Menyikapi Masalah Kenakalan Remaja

Eviatun Khaeriah ... 35

Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone

Berdampak pada Pribadi dan Interaksi Sosial

Evva ... 43

(20)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Pendidikan Seksual Bagi Remaja Sebagai Upaya Preventif

Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja

Mamang Efendy... 51

Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah

Dwi Ulfa Nurdahlia ... 59 Kenakalan Remaja dan Peran Guru di MTS

Maulidatul Fitriyah ... 67

Menangkal Narkoba Pada Remaja

Erna Pratiwi... 73

Indonesia Darurat (Teknologi, Seks, Pendidikan, dan Matinya Akal Kritis)

Muhlis ... 79

Remaja Itu Harus Keren

Sulastrini ... 89

Remaja Kekinian dan Kenakalannya

Erwin Qadariyah ... 97

Pergaulan Bebas Penghancur Peradapan

Santi Suhermina ... 103

Menangkal Narkoba di Kalangan Pelajar

Uyun Ni’mah ... 109

Remaja dan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba

Susi Irmayanti ... 115

Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alternatif

Ferril Irham Muzaki ... 131

Kenakalan Remaja dan Peran Guru/Sekolah

(21)

xxi

Kenakalan Remaja dan Peran Guru di Sekolah

Juwariyah ... 153

Jaringan Anti Narkoba “Siap Lapor” SMP Negeri 22 Malang

Sumarno ... 161 PIK Remaja Ar Risalah Peduli Generasi Emas

Eko Endri Wiyono ... 169

TEMA 2: . MEWUJUDKAN PENDIDIKAN INKLUSIF, HUMANIS, DAN BERBASIS LITERASI UNTUK CALON GENERASI EMAS BANGSA

Pendidikan Inklusif di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Malang

Yachya Hasyim ... 179

Kelebihan di Balik Kekurangan Peran Orang Tua dalam Mengantar Anak Berkebutuhan Khusus Menjadi Bagian Generasi Emas Bangsa

Aryadharma Sukma Alam Adhikusuma ... 195

Membangun Mindset Optimis Siswa SMK Guna Mereduksi Kecemasan Mempersiapkan Diri Memasuki Dunia Kerja

Isrizal Anwar Zuhri ... 211

Ketapatan Pemilihan Jurusan di Perguruan Tinggi Awal Langkah Menuju Kesuksesan Peserta Didik

Pepi Nuroniah ... 217

Strategi Token Reinforcement untuk Menurunkan Munculnya Perilaku Out-of seat pada Anak Usia Sekolah Dasar

Rosyida Aziz ... 223

Mencetak Generasi Berkarakter pada Anak Berkebutuhan Khusus

Zakiyah... 233

Menggapai Uluran Tangan Anak

Sulistiana ... 255

(22)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Perkembangan Inovasi Baru dalam Layanan Bimbingan Konseling

Yachya Hasyim ... 263

Air Itu Bernama Murid

Saifi Yunianto ... 273 Peran Pendidik untuk Menyentuh Hati Remaja dengan Kasih

Agar Meraih Prestasi yang Berarti

Dina Elisa... 281

Profesional Guru IPA dalam Membangun Generasi Abad 21 Melalui Gerakan Literasi dan Karya

Endang Mudjianah ... 289

Gerakan Literasi, Bak Menyemai Biji di Lahan Subur

Hariati Tinuk ... 307

Budaya Literasi dalam Pembentukan Karakter di SMAMDA Sidoarjo Ifta Zuroidah. ... 317

TEMA 3: URGENSI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SECARA KONSISTEN

Reinterpretasi Pendidikan Karakter (Tinjauan Ulang Konsep

Pendidikan Karakter Menuju Pendidikan Kritis dan Emansipatoris) Arief Hanafi... 325

Keefektifan Peer Support untuk Meningkatkan Self Discipline

Siswa SMP

Debora Primawati Widayat ... 331

Keutamaan Karakter Religi

Dwi Utami ... 347

(23)

xxiii

Membangun Generasi Muda yang Berkarakter Islam Melalui Pembelajaran (Building Young Generation Character ofIslamic Through Learning Education)

Intan Ayu Sari Dewi ... 359

Pembentukan SoftSkill di Sekolah Menengah Kejuruan Menjadikan Karakter Unggul di Masa Depan

Lilik Suhartatik ... 375

Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan Karakter Siswa sebagai Akselerator Revolusi Mental

Maghfira Wijayanti ... 381

Menjadi Generasi (Tidak) Berkarakter

Erna Pratiwi... 391

Nilai Balasan Sentuhan Cium Tangan Guru dan Anak

terhadap Perkembangan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Mudafiatun Isriyah ... 399

Metode GPS (Gerakan Positif Siswa) Guna Meningkatkan Nilai Pendidikan Karakter dan Nilai Pancasila pada Siswa

Rhegita Resih Kemuning ... 409

Prenatal Education Menjawab Krisis Generasi Berkarakter

Ainul Yaqin ... 423

Menjadi Generasi Berkarakter

Siti Robiah ... 435

Pendidikan Karakter dan Peran Guru di Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan Remaja

Tutiek Srihayati ... 449

Berkarakter Kebangsaan Bhineka Tunggal Ika

Sri Wahyuni ... 463

(24)

(Catatan Kritis dan Sharing Pengalaman Guru Indonesia)

Pembentukan Karakter dengan Bahasa Cinta

Anna Jarrotul Khoiriyah ... 471

Membentuk Generasi Berkarakter Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah dan Madrasah

Arif Muzayin Shofwan ... 479 Menyongsong Generasi Emas Melalui Penanaman Budaya Religius

Fitrotul Hasanah ... 487

Selamatkan Anak-anak Bangsa dengan Pendidikan Karakter

Rif’ah Azizah ... 499

Upaya Sang Guru Mencegah Tindak Kekerasan di Kalangan Pelajar Melalui Jurus Cakar

Sri Asih ... 515

Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Sebagai Upaya Sekolah Mewujudkan Generasi Berkarakter

(25)

1

Ciptakan Generasi ‘Z” Cerdas dan Berkarakter

1

TEMA 1:

M

EDIA

S

OSIAL

DAN

D

ILEMA

P

ROBLEMATIKA

K

EN AKALAN

R

EMAJA

(26)
(27)

1

Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ...

PERAN ORANG TUA DALAM MELINDUNGI REMAJA DARI BAHAYA FREE SEX DI

TENGAH DERASNYA ARUS TEKNOLOGI INFORMASI

Muryati

SMAN 3 Kediri

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Masa ini dapat dikatakan sedang mencari pola hidup yang paling sesuai dan sering melakukan coba-coba walaupun sering melakukan kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tua. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua sama-sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja.

Remaja merupakan aset masa depan yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Dapat dibayangkan apabila remaja yang menjadi tulang punggung sebuah bangsa tidak memiliki komimen yang tinggi dan moral yang baik. Banyak kegiatan menggembirakan yang telah dilakukan oleh para remaja seperti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pelajar dan mahasiswa. Selain kegitan yang positif kita juga melihat arus kemerosotan moral yang semakin melanda di kalangan sebagian remaja, yang lebih terkenal dengan sebutan kenakalan remaja. Sering dijumpai dalam surat kabar berita tentang seks bebas yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan di kalangan remaja putri, dan penyalahgunaan narkoba yang semakin merajalela. Hal tersebut merupakan suatu masalah yang dihadapi masyarakat dewasa ini. Oleh karena itu, masalah kenakalan remaja mendapatkan perhatian yang serius untuk segera ditangani. Selain itu, fokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kenakalan remaja. Dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan dalam melindungi remaja dari hal-hal negatif seperti free sex dan penyalahgunaan narkoba.

(28)

PEMBAHASAN

Rendahnya Pemahaman Remaja

Seks bebas menjadi salah satu permasalahan yang ada di Indonesia. Setiap tahun, permasalahan ini semakin meningkat seiring berkembangnnya zaman dan teknologi, sehingga mempermudah mengakses situs yang seharusnya tidak dikunjungi. Kesalahan pergaulan juga dapat menyebabkan remaja terjerumus ke dalam lingkaran seks bebas. Hal ini dikarenakan remaja adalah individu yang labil emosinya dan rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman membuat semakin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa. Peran orang tua sangat penting dalam mengendalikan perilaku anak. Oleh karena itu, diperlukan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan komunikasi yang efektif. Mungkin menjadi tempat curhat bagi anak, mendukung hobi yang diinginkan, tidak terlalu mengekang anak, dan orang tua harus mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan anak diluar rumah adalah salah satu cara, sehingga anak dapat terhindar dari penyimpangan perilaku. Tidak hanya diberi asupan pendidikan formal disekolah, mereka juga harus diberikan pendidikan melalui keluarga, seperti memberikan masukan berupa siraman rohani, pemahaman terhadap etika dan estetika, dan pemahaman terhadap bakat dan minat anak. Oleh karena itu, bagaimana peran orang tua dalam melindungi remaja dari bahaya free sex di tengah-tengah derasnya arus teknologi informasi, perlu dicarikan solusi.

Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak

(29)

3

Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ...

sehingga para remaja tidak mencari-cari kasih sayang yang salah dalam pergaulannya di luar rumah. Selain itu, peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan remaja perlu dimaksimalkan, namun jangan berlebihan. Apabila remaja melakukan sebuah kesalahan perlu diperingatkan dan diberikan pendidikan agar mampu mengetahui kesalahan dan tidak mengulanginya kembali. Selain itu, peran orang tua juga sangat diperlukan dalam pembentukan watak dan tata nilai remaja yang kelak menjadi identitasnya. Bagaimanapun setiap anak remaja pasti mempunyai ciri khas masing-masing yang berbeda dengan yang lain. Ada remaja yang pendiam, penurut, mudah bergaul, pemurung, gembira, pembangkang, bahkan pemberontak. Sering kali remaja memandang rumah sebagai penjara dan orang tuanya tidak lebih sebagai mahkluk yang kegemarannya menciptakan peraturan dan larangan. Oleh karena itu, perlu kiranya para orang tua memahami dan mengerti kondisi anak dalam setiap detiknya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peran sebagai orang tua dengan tujuan sebagai berikut.

a. Tidak salah dalam pergaulan

b. Tidak terjerumus dalam seks bebas

c. Terhindar dari penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang

d. Terhindar dari penyakit atau penularan HIV/AIDS e. Terhindar dari tindak kriminal

f. Terhindar dari kemalasan g. Terhindar dari perkelahian

h. Terhindar dari sikap apatis di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Langkah Tepat dalam Medidik Remaja Menjadi Lebih Baik

(30)

gaya hidup kebarat-baratan yang dianut itu terkesan bebas, tidak mengindahkan tata nilai dan norma yang berlaku di Indonesia.

Faktor kedua adalah lingkungan atau keluarga yang mendukung ke arah perilaku tersebut. Peran orang tua dan lingkungan sekitar turut mempengaruhi perilaku remaja. Jika orang tua dan lingkungan mau peduli dengan keadaan dan kondisi remaja di sekitarnya, maka hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Faktor ketiga adalah pengaruh dari media massa, khususnya peran teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya akses internet bagi kalangan remaja menuju situs porno. Dengan mudahnya mengakses situs porno, para remaja dapat dengan mudah melihat tayangan yang seharusnya tidak mereka tonton. Mereka juga dengan mudah menyimpan video terlarang tersebut ke dalam smartphone yang dimilikinya. Hal inilah yang mendorong terjadinya seks pranikah di kalangan remaja. Psikologi dan pemikiran mereka selalu tertuju pada tayangan tersebut, hingga tanpa sadar mereka tertarik melakukan seks karena dorongan seksual pada diri mereka memuncak.

(31)

5

Peran Orang Tua dalam Melindungi Remaja Dari Bahaya Free Sex di ...

Agar anak-anak tidak terjerumus dalam perilaku free sex, orang tua harus menjelaskan bahwa apa yang diharamkan (zina), akan dihalalkan pada waktunya (ketika sudah resmi menikah). Tidak hanya itu, kelak jika sudah uzur kemungkinan besar juga tidak lagi membutuhkan hal-hal yang berbau seksualitas. Bahwa kebutuhan insan mengikuti irama kehidupan sesuai dengan usia adalah takdir. Remaja biasanya di saat-saat tertentu justru menjauh dari orang tuanya dan lebih mendengarkan kata-kata temannya yang lebih persuasif. Hal ini dikarenakan ajakan teman dianggap menyenangkan dan terkadang membahayakan. Keduanya sering di luar perhitungan remaja, jika terjadi resiko, orang tua tentu ikut menerima dampaknya. Terlebih masa depan pelaku sendiri yang dipertaruhkan. Oleh karena itu, para orang tua, guru, saudara, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemimpin, perangkat desa/ kelurahan, dan aparatur negara, hendaknya bersama-sama peduli pada remaja, minimal di sekitar lingkungan domisili maupun lingkungan kerja. Hal ini penting sekali dalam memantau dan memberi perhatian baik berupa sapaan, dialog atau komunikasi, dan perhatian pada remaja yang rata-rata malu-malu atau bahkan ada yang tidak peduli pada sekitar. Kepedulian ini untuk menumbuhkan rasa bahwa dirinya diperhatikan/mendapat perhatian, dengan harapan mereka memiliki rasa malu jika mulai melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan atau norma.

PENUTUP

Di era globalisasi dan semakin berkembangnya teknologi yang memengaruhi kehidupan remaja tidak lepas dari yang namanya media sosial. Banyak remaja yang menyalahgunakan teknologi untuk hal-hal negatif seperti menonton hal yang berbau porno. Hal itu yang memicu terjadinya free sexdi kalangan remaja. Kondisi ini terjadi karena kelalaian orang tua dalam mengawasi anaknnya. Terutama keimanan yang dimiliki orang tua biasanya dicontohkan atau dimiliki oleh seorang anak, free sex juga muncul karena kurangnya iman dalam diri seorang anak. Bila anak salah dalam memilih pergaulan, hal itu dapat menimbulkan ajakan negatif dari teman yang mengarah pada free sex.

(32)

informasi yang menyebabkan segala sesuatu menjadi mungkin, baik hal-hal yang positif maupun yang negatif. Rasanya perlu pengoptimalan penanaman nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran yang terdapat dalam butir-butir Pancasila.Pancasila sebagai dasar negara sudah lengkap memuat nilai-nilai yang harus ditanamkan pada remaja/generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua sebagai berikut:

1. Sebagai orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada anaknya menjadi sebuah kewajiban.

2. Sebaiknya orang tua sebagai penanggung jawab tertinggi atas perilaku anak-anaknya, dapat membagi waktu antara waktu bekerja dan waktu untuk sang anak.

3. Seharusnya orang tua dapat dijadikan teladan buat anaknya.

4. Orang tua memberitahukan kepada anaknya tentang bahaya free sex

agar tidak salah langkah. Bahwa suatu saat nanti hal-hal yang diharamkan saat ini akan halal pada waktunya.

5. Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak bergaul.

6. Sebaiknya orang tua mengajarkan dan menerapkan perihal keimanan yang harus dipegang teguh agar anak tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.

(33)

7

Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan

7

PERGAULAN BEBAS ANCAMAN GENERASI MASA DEPAN

Ellen Landriany

SMA Negeri 10 Malang

Membicarakan tentang remaja memang selalu menarik perhatian dari semua kalangan. Tidak hanya karena remaja merupakan sosok unik ketika melewatifase perubahan ragawi maupun mental,tetapi juga dari perubahan non fisik. Menurut Glenn (1999: 239) tubuh akan tumbuh pesat karena ada zat-zat kimiawi bernama “hormon” yang mendesaknya untuk tumbuh. Remaja laki?laki dengan ciri kelamin sekunder seperti: pita suara bertambah panjang dan tebal, suara menjadi lebih dalam, mental lebih agresif, sikap aktif, dan mulai berminat terhadap perkembangan kelamin lawan jenis. Untuk ciri-ciri kelamin sekunder perempuan meliputi panggul bertambah lebar, payudara dan organ reproduksi bertambah besar.

(34)

Dengan bimbingan, akan membentuk remaja menjadi merasa percaya diri, karenasecara kemampuanmereka belum teruji dalam menghadapi tantangan hidup. Keterlibatan orang tua, pendidik, dan lingkungan dalam memberikan pengarahan akan membentuk kesiapan mentalnya, karena secara kejiwaan remajamasih labil, mudah kebingungan ketika mengalami kesulitan, dan kegagalan menjalani hidupnya.

Mengambil Keputusan tentang Seks

Bagi remaja perempuan atau perempuan muda sangat sulit untuk mengambil keputusan tentang laki-laki.Kebanyakan orang mulai memiliki perasaan cinta atau seksual bila telah menginjak masa remaja. Perempuan muda dan gadis melakukan hubungan seks karena berbagai alasan, ada yang ingin punya anak atau merasa diinginkan oleh lelaki,sekedar menjalankan tugasnya sebagai seorang istri tanpa menikmatinya, bahkan mungkin juga karena dipaksa, serta ada yang terpaksa melakukan hubungan seks dengan imbalan uang atau imbalan lain yang diperlukan untuk bertahan hidup (Burns dkk, 2005: 72).

Ancaman Penyakit AIDS (Acquuired Immune Deficiency Sindrome)

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh hubungan seks yang tidak sehat adalah AIDS. Penyakit tersebut mampu merambah ke semua kalangan dan semua tempat. Namun, yang paling pesat perkembangannya terjadi pada beberapa tempat yang memiliki latar belakang penduduk miskin dan kurang berpendidikan, kelaparan, peperangan, dan pengangguran. Kondisi tersebut membuat runtuhnya tradisi seks yang baik dan hubungan seks dengan pasangan-pasangan barupun menjadi kegiatan yang biasa.AIDS merupakan penyakit yang menyerang kekebalan tubuh, di mana “himpunan kekurangan kekebalan tubuh yang ditularkan“. Penderita penyakit AIDS akan memiliki system kekebalan tubuh yang berbeda dengan manusai normal. Hal ini dikarnekan penyakit AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga penderitanya mudah terserang penyakit dan memiliki kondisi tubuh yang ringkih.

(35)

9

Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan

Mencuatnya banyak kasus asusila tersebut, yang perlu digaris bawahi adalah : Pertama, muatan materi agama yang masih minim. Sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya muatan materi pengetahuan agama pada kurikulum sekolah umum hanya memberikan tatap muka dalam pembelajaran tiga jam setiap minggu, hal tersebut belum dapat menjadi jaminan peserta didik untuk memahami mau pun mempraktekkan dalam tindakan dan perilakunya. Materi maupun ajaran agama tentu saja tidak hanya menjelaskan masalah ubudiyah yang sifatnya wajib, atau doktrin jihad, namun lebih dari itu ajaran agama mengajarkan kita masalah moralitas, untuk berperilaku baik terhadap orang tua, keluarga, bergaul dengan komunitasnya, menghargai sesama makhluk dan memprilakukan dengan baik lingkungan sekitarnya, terlebih mengenai hubungannya dengan Sang Pencipta. Pada dasarnya seluruh agama yang ada, tidak membenarkan ummatnya melakukan seks bebas.

Menurut pendapat Nelty (2016: 174) pergaulan bebas yang dimaksud adalah pergaulan yang tidak dibatasi oleh aturan agama maupun susila, perilaku yang dilarang oleh agama Islam yaitu Zina. Terkait hukum zina dianggap sebagai puncak keharaman hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT dalam Q.Sal- Isra’ /17- 32 , dalam pandangan hukum Islam perbuatan zina merupakan dosa besar yang dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk.

Kedua, doktrin hidup bebas dan serba glamour seolah menjadi ideologi anak muda. Kebebasan merupakan ideologi dalam berperilaku, dan apa yang dilakukannya merupakan sebuah kebenaran. Gaya hidup remaja, disamping disebabkan kurangnya pengetahuan terhadap ajaran agama, juga kurangnya perhatian dari pihak keluarga, belum lagi serbuan yang menyerang imajinasi remaja usia labil yang terus memberondong dari mulai ia keluar rumah melalui gambar? gambar, pamlet, iklan-iklan di media cetak atau elektronik ditambah lagi dengan sajian sinetron remaja yang mereka tonton di televisi. Terjerumusnya remaja pada dunia seks merupakan hasil dari rasa keingintahuan terhadap seks itu sendiri, yang mereka dapatkan dari media, video cassete disk dan fasilitas lainnya. Yang tanpa disadari dengan sekali melakukan, ia akan terjerumus pada pecandu seks bebas.

(36)

sebagai pendidik siswanya baik di lingkungan maupun di luar sekolah, hanya berfungsi sebagai pengajar di kelas, guru memiliki peran ganda, yaitu seorang pengajar juga peran pendidik. Apabila terjadi pergaulan yang bebas, siapakah yang akan memikul tanggung jawab dari pergaulan bebas tersebut?

Keempat, problem yang ditimbulkan dalam keluarga mendominasi dari timbulnya perilaku menyimpang pada diri anak. Perilaku menyimpang anak usia pelajar bukan sepenuhnya kesalahan anak. Namun dapat juga disebabkan keharmonisan dalam keluarga mulai menipis dan menghilang. Keributan orang tua di depan mata putra-putrinya sudah menjadi tontonan. Tanpa disadari bahwa apa yang dilakukan orang tua di depan anaknya sudah menghancurkan psikologis seorang anak oleh karena itu, maka dalam kondisi keputusasaan usia pelajar sangat mudah mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, meskipun berakibat sangat fatal.

Dari pemaparan di atas pertanyaan, siapa yang patut disalahkan dengan kejadian seks bebas tersebut? Apakah Sekolah yang memberi porsi agama sangat minim, atau pelajar yang mengikuti arus globalisasi hidup bebas, guru, atau keributan orang tua di depan anaknya maupun perilaku acuh orang tua terhadap anaknya.

Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks Bebas

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas.

Pertama, industri pornografi. Luasnya peredaran materi pornografi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku seks remaja. Kedua, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Banyak informasi tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak sehat dan membahayakan. Ketiga, pengalaman masa kecil, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang pada masa kecil mengalami pengalaman buruk akan mudah terjebak ke dalam aktivitas seks pada usia yang amat muda dan memiliki kecenderungan untuk memiliki pasangan seksual yang berganti-ganti.

(37)

11

Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan

nilai agama, keliru dalam memaknai cinta, minimnya pengetahuan remaja tentang seksualitas serta belum adanya pendidikan seks secara reguler?formal di sekolah? sekolah.

Itulah sebabnya informasi tentang Makna Hakiki Cinta dan adanya Kurikulum Kesehatan Reproduksi di sekolah mutlak diperlukan. Melacak lebih jauh persoalan cinta dan seksualitas di kalangan remaja ini, ada sejumlah fakta yang mesti diterima dengan lapang dada dan disikapi secara bijak. Pertama, banyak remaja memiliki persepsi yang salah tentang cinta. Ketika diberi anugerah cinta singgah di hatinya, ia tidak rela hubungan cintanya diakhiri. Konsekuensi apa pun, juga rela melakukan apa saja yang diinginkan pasangannya, termasuk melakukan perbuatan yang belum layak mereka lakukan. Kedua, tawaran erotisme dan stimulasi seksual yang seronok ? vulgar, yang disuguhkan media massa begitu deras mengalir di ruang publik. Hal tersebut sangat berdampak buruk pada mentalitas para remaja. Tawaran erotisme dan stimulasi seksual tersebut akan menimbulkan implikasi psikologis di kalangan remaja yang sedang dalam proses transisi mencari identitas diri.

Ketiga, cinta dan seksualitas merupakan hal yang sangat menarik perhatian remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja tersebut segala perangkat seksualnya mengalami perkembangan pesat dan dorongan seksualnya pun menjadi hal yang sangat akrab dalam kehidupan mereka. Keempat, cinta dan seks adalah dorongan alami yang tak dapat dipisahkan dalam perkembangan setiap manusia yang normal. Dorongan seks tersebut sering menimbulkan masalah tetapi bukan tidak dapat diatasi. Seks harus dilihat dari konteks kehidupan kita secara utuh, tidak parsial. Dorongan itu dapat disublimasi menjadi potensi yang positif untuk berprestasi bila ditangai secara benar.

(38)

signifikan terhadap seks ini. Pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, seks bebas (free sex), intercouse, sex pranikah, dan berbagai aktivitas seksual lainnya bukan lagi sesuatu yang asing bagi mereka. Mereka begitu permisif dengan hal?hal tersebut. Di mata mereka, di dalam seks hanya ada kesenangan. Sementara sisi buram akibat perbuatan mereka hampir tidak pernah dipikirkan.

Ketujuh, banyak remaja yang kurang bahkan tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang masalah cinta dan seks ini. Banyak diantara mereka yang tidak mengenal organ tubuhnya sendiri secara baik, sementara tingkat keingintahuan mereka mengenai masalah seks ini begitu besar. Untuk memenuhi keingintahuan mereka yang begitu besar tersebut, mereka mencarinya secara sembunyi. Akibatnya, tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam informasi yang salah bahkan menyesatkan yang dapat membahayakan perkembangan mental mereka. Untuk semua fakta itulah, informasi yang jelas, lugas dan komprehensif mengenai makna hakiki cinta dan seks dengan segala dampak yang ditimbulkannya mutlak diperlukan.

Remaja adalah aset bangsa dan agama, persoalan remaja saat ini sudah masuk dalam tataran kritis dan sulit dikendalikan. Hal ini menjadikan berbagai kalangan merasa cemas dan berupaya menemukan langkah?langkah penyelesaiannya, karena remaja adalah aset negara, agama, dan penerus perjuangan generasi sebelumnya. Secara kejiwaan remaja mempunyai energi yang berpotensi menghasilkan kecermelangan berfikir dalam menemukan ide dan inovasi baru yang penuh kedinamisan. Namun potensi ini harus diimbangi dengan kejelasan arah dan tujuan hidupnya. Ketika remaja kosong dengan tujuan hidup yang benar, pemanfaatan potensi ini akan beralih pada keadaan yang justru merugikan bahkan menghancurkan kehidupannya. Sebagaimana pernyataan yang dikeluarkan presiden RI bahwa endemik ganda narkoba dan HIV/AIDS telah mencapai keadaan yang mengkawatirkan eksistensi negara.

(39)

13

Pergaulan Bebas Ancaman Generasi Masa Depan

komprehensif, profesional dan manusiawi, dan Tingkatkan mobilisasi sumber dana dan daya. Banyak pula pernyataan solutif yang diberikan para praktisi kesehatan, psikologi bahkan pemerhati remaja tentang cara terbaik untuk mencegah semakin menjamurnya kasus endemik ganda yang merusak generasi bangsa. Pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja sekarang sudah menjadi wabah yang setiap saat dapat melahirkan berbagai penyakit fisik dan psikososial.

Sebagian praktisi mengatakan remaja putri merupakan pihak yang sangat dikorbankan akibat pergaulan bebas ini. Untuk itu perlu memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksinya sehingga remaja memahami tentang dirinya, keunikan organ reproduksinya. Dengan demikian remaja mampu memberikan keputusan tepat dan bertanggung jawab terhadap penggunaan organ reproduksinya. Selain itu dengan dalih kedaruratan, diambil langkah?langkah penyelesaikan seperti ATM kondom untuk mencegah penularan HIV/ AIDS, anjuran pemakaian jarum steril saat mengonsumsi narkoba, kemudahan sarana untuk melakukan aborsi aman yang sebenarnya justru akan memfasilitasi semakin berkembangnya seks bebas berikut juga dampaknya. Sekali lagi kita selalu dihadapkan dengan kenyataan bahwa kenaikan kasus dampak dari pergaulan bebas yang terjadi di masyarakat terutama remaja semakin tidak terkendali. Fenomena dampak pergaulan bebas dan seks bebas yaitu meningkatnya pemakai narkoba, berkembangnya penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS yang akan menghancurkan aset termahal bangsa ini.

Upaya Mengatasi Pergaulan Bebas.

(40)

yang menjaga aurat harus dijaga dari pandangan lawan jenisnya. Menjaga pandangan dengan cara menundukkan pandangan. Menjaga kehormatan yang ada pada organ tubuh yang paling pribadi.

Memperbaiki wawasan secara luas mengenai kehidupan yang lebih baik, melakukan komunikasi dengan baik pada masyarakat dan membuat masyarakat tidak melakukan ajakan kepada hal yang negatif. Pemerintah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya pergaulan bebas dalam rangka melakukan tindakan pencegahan, juga menegakkan aturan hukum yang akan dapat memberikan efek jera mengenai pergaulan bebas sekaligus sebagai benteng terakhir untuk menyelamatkan generasi muda.

Referensi

August Burn et all. 2005. Bila Perempuan Tidak Ada Dokter. Yogyakarta: Insis.

Budi Winarno. 2014. Dinamika Isu Isu Global Kontemporer. Jakarta: Caps Glenn and Susan Toole. New Understanding Biology For Advanced Level

Fourth Edition. Stanley Thornes.

Nelty Khairiyah. 2016. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta:Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

(41)

15

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

15

PEER COUNSELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY TERHADAP

PERILAKU BERISIKO PADA REMAJA

Etik Fariati

SMKN 6 Malang

Upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia, khususnya remaja di Indonesia dari waktu ke waktu selalu menemui kendala. Salah satu kendalanya adalah semakin meningkatnya kecenderungan remaja untuk melakukan sindrom perilaku berisiko. Sindrom perilaku berisiko pada remaja menurut Kagan (dalam Heaven, 1996) meliputi kehamilan di luar nikah, kenakalan remaja, dan pergaulan bebas.

Berdasarkan survey Media Litbang Departemen Kesehatan di tahun 2009 terdapat peningkatan perilaku berisiko pada remaja yang sangat tinggi, survey tersebut terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Kondisi tersebut menjadi lebih mengkhawatirkan, karena sedikit demi sedikit merambah ke kota-kota kecil termasuk Malang, yang ironisnya dikenal sebagai kota pelajar. Remaja dapat menghindari perilaku yang berisiko apabila dalam diri tertanam efikasi diri untuk mencegahnya.

Self efficacy (efikasi diri) yang tinggi pada remaja menjadikan memiliki keyakinan personal untuk tetap melakukan perilaku sehat meskipun tantangannya berat. Self efficacy tinggi menjadikan remaja juga memiliki keyakinan untuk mampu mempelajari semua kemampuan menghindari perilaku berisiko.Selain itu, self efficacy merupakan evaluasi individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk menyelesaikan suatu tugas, mencapai tujuan, atau menghadapi suatu tantangan. Individu yang mempunyai efikasi diri tinggi akan mampu memotivasi diri dan mengontrol lingkungan sekitarnya, sehingga dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan keinginannya (Bandura, 1997).

(42)

individu yang membutuhkan bantuan. Konseling ini dipandang cukup efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable, yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling dipandang cukup bermakna dilakukan. Penguatan remaja untuk meningkatkan efikasi diri terhadap perilaku berisiko sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, upaya yang dilakukan masih sebatas menjadikan remaja sebagai objek, misalnya melalui ceramah dan pelatihan. Penguatan yang menjadikan remaja aktif untuk diri dan kelompoknya sendiri melalui konseling sebaya, tampaknya belum banyak dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan remaja yang memiliki hubungan dekat dan berinteraksi dengan pemuda yang lebih tua, akan terdorong untuk terlibat dalam kenakalan, termasuk juga melakukan hubungan seksual secara dini (Billy, Rodgers, & Udry, dalam Santrock, 2004: 414). Sementara itu, remaja alkoholik tidak memiliki hubungan yang baik dengan teman sebayanya, serta memiliki kesulitan dalam membangun kepercayaan pada orang lain (Muro & Kottman, 1995: 229). Remaja membutuhkan afeksi dari remaja lainnya, dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa hormat. Remaja juga membutuhkan perhatian dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi masalah. Selain itu, butuh orang yang mau mendengarkan dengan penuh simpati, serius, dan memberikan kesempatan untuk berbagi kesulitan serta perasaan seperti marah, takut, cemas, dan keraguan (Cowie and Wallace, 2000: 5). Uraian fakta di atas sangat menarik perhatian peneliti untuk melakukan sebuah pengujian lebih lanjut melalui penelitian tindakan (action research) dalam bimbingan dan konseling dengan judul “Peer Counseling untuk meningkatkan self afficacy terhadap perilaku berisiko pada remaja”.

METODE

(43)

17

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

digunakan untuk mengumpulkan data atau melakukan tindakan

(action), analisis data, pembahasan dan analisis, serta menyusun laporan hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode yang digabungkan sekaligus dalam pengambilan data.Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang padat, tepat, dan komprehensif. Dengan demikian, diharapkan dapat memenuhi standar data yang valid. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Angket, angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1993:124). Angket ini digunakan untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Dengan angket ini responden mudah memberikan jawaban karena alternatif jawaban sudah disediakan dan membutuhkan waktu singkat dalam menjawabnya. Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana efikasi diri remaja terhadap perilaku berisiko. Angket ini terdiri dari dua bagian, yang pertama angket pretest yang diberikan kepada responden sebelum melakukan tindakan, dan yang kedua posttest diberikan setelah melakukan tindakan konseling sebaya.

2. Observasi. Metode observasi ini merupakan pengamatan atau mendengarkan perilaku individu dalam situasi atau selang waktu tanpa manipulasi atau mengontrol dimana perilaku itu ditampilkan. Observasi dalam penelitian ini juga tidak mengabaikan kemungkinan menggunakan sumber-sumber non manusia seperti dokumen dan catatan.

(44)

sebagai pemberi layanan bimbingan, sedangkan siswa yang menerima layanan bimbingan berjumlah 31 orang. Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian tindakan ini berjumlah 36 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Format pelatihan konselor sebaya berupa pelatihan yang bertujuan agar konselor sebaya mampu bertindak sebagai peer educator yang memiliki keterampilan konseling dasar. Metode yang digunakan dalam pelatihan konselor sebaya meliputi ceramah, diskusi, brainstorming, dan simulasi. Materi yang diberikan berupa materi tumbuh kembang remaja, peran efikasi diri terhadap pencegahan perilaku berisiko, serta teknik-teknik dan strategi konseling sebaya. Pelatihan dilengkapi dengan buku panduan yang berisi materi yang disampaikan dalam pelatihan, serta materi yang akan dipresentasikan oleh para peer educator dalam konseling sebaya. Penekanan simulasi adalah melatih konselor sebaya agar mampu memberikan penguatan terhadap teman sebaya untuk menolak perilaku berisiko secara klasikal. Para konselor sebaya diarahkan untuk memiliki ketrampilan menjadi pendidik sebaya, dengan tugas memberikan informasi yang dibutuhkan remaja mengenai perilaku berisiko dan cara menghadapinya, serta menjadi model bagi remaja yang lain. Dalam kegiatan konselor sebaya ini, para konselor secara bergantian melakukan simulasi sebagai peer educator terhadap teman sebaya. Secara umum hasil pelatihan menunjukkan bahwa konselor sebaya sudah menunjukkan penguasaan materi dan ketrampilan sebagai

peer educator untuk meningkatkan efikasi diri teman sebaya dalam menolak perilaku berisiko.

Pelaksanaan Konseling Sebaya

(45)

19

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

1. Siklus I: Konseling Sebaya Secara Klasikal a. Tahap Perencanaan

Pada siklus 1 ini peneliti merencanakan kegiatan ceramah dan diskusi. Kegiatan ceramah dilakukan dalam bentuk pemberian informasi mengenai macam-macam perilaku berisiko pada remaja. Materi yang diinformasikan adalah kehamilan, narkoba dan miras, serta menjadi remaja dengan efikasi diri tinggi. Perencanaan dilakukan peneliti (guru BK) dan konselor sebaya untuk menentukan waktu pelaksanaan, dan tindakan yang akan dilakukan. Direncanakan kegiatan dilaksanakan tanggal 26 Oktober 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5.

b. Tahap Pelaksanaan

Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2016 selama 2 x 45 menit, yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai 14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Sebelumnya, terlebih dahulu siswa diukur efikasi dirinya terhadap perilaku berisiko.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Siswa (pretest)

Hasil pengukuran sebelum tindakan menunjukkan bahwa ada 2 siswa (7%) yang memiliki skor efikasi diri rendah sekali, 11 siswa (35%) memiliki efikasi diri rendah, 14 siswa (45%) memiliki efikasi diri sedang, 3 siswa (10%) memiliki efikasi diri tinggi, dan 1 siswa (4%) memiliki efikasi diri sangat tinggi. Setelah pretest, selanjutnya konselor sebaya memberikan konseling sebaya dalam bentuk peer education pada siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang.

c. Tahap Pengamatan

Monitoring dilakukan melalui observasi selama kegiatan berlangsung. Konselor sebaya menyampaikan materi dengan gaya dan bahasa yang mengena untuk taraf perkembangan remaja, serta cukup komunikatif meskipun masih tampak sedikit ketegangan di awal proses. Hasil

No. Interval Frekuensi Frekuensi Relatif (%) Kategori

1 28 – 30 2 7% Rendah Sekali

2 31 – 33 11 35% Rendah

3 34 – 36 14 45% Sedang

4 37 – 39 3 10% Tinggi

5 40 - 42 1 3% Sangat Tinggi

(46)

monitoring menunjukkan adanya ketertarikan siswa untuk mengikuti informasi yang disampaikan konselor sebaya. Ada antusiasme siswa yang ditunjukkan oleh respon verbal maupun non verbal. Siswa tampak tenang menyimak ketika para konselor menyampaikan materi, dan mengajukan pertanyaan ketika ada hal-hal yang mengganjal.

Tabel 2. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke I

No Kondisi yang Diamati

Hasil Pengamatan

1. Melaksanakan tugas dalam segala situasi dan kondisi

Sebagian besar siswa kurang aktif dalam mengikuti proses kegiatan bimbingan klasikal yang berlansung, sehingga berdampak pada kurangnya pemahaman mereka tentang materi yang sedang dijelaskan oleh konselor sebaya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor sebaya memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa hanya tiga orang siswa yang mampu menjawab dengan baik.

2. Mempelajari kemampuan tertentu dalam segala situasi dan kondisi

Hampir seluruh siswa tidak dapat memahami kemampuan yang spesifik dalam dirinya.Hal itu disebabkan karena kurangnya perhatian siswa pada saat konselor sebaya menjelaskan materi, sehingga siswa tidak mampu mengenal kemampuan diri sendiri agar terhindar dari perilaku yang berisiko. 3. Mengendalikan diri

berupa keyakinan tetap melakukan perilaku positif meskipun tantangan yang dihadapi relatif besar

Selama proses bimbingan berlansung, nampak diamati sebagian besar siswa belum mampu mengontrol diri atau mengendalikan diri baik perilaku verbal dan maupun perilaku non verbal yg ditampilkan. Hal ini dibuktikan dengan ributnya kelas membuat proses bimbingan kurang begitu efektif. Karena kurangnya perhatian siswa pada materi yang sedang dijelaskan, membuat siswa tidak memahami sekaligus menumbuhkan keyakinan dalam diri untuk tidak melakukan berbagai perilaku berisiko.

4. Mempelajari semua kemampuan

menghindari perilaku berisiko

Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa proses kegiatan bimbingan berlansung tidak begitu efektif, sehingga hal ini berdampak pada kurangnya pemahaman dan kemampuan siswa dalam menghindari perilaku berisiko pada remaja.

5. Mengendalikan diri dari perilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat

(47)

21

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

d. Tahap Refleksi

Secara umum pelaksaaan konseling sebaya pada siklus 1 menunjukkan proses yang berjalan cukup baik. Namun demikian, tampaknya keterlibatan penuh peserta konseling sebaya belum optimal. Siswa peserta konseling masih cenderung pasif mendengarkan, sedangkan keaktifan proses masih berada pada konselor sebaya. Berdasarkan evalusi dan refleksi ini peneliti merencanakan tindakan pada siklus II.

2. Siklus II : Konseling Sebaya melalui Diskusi Kelompok a. Tahap Perencanaan

Pada siklus II ini direncanakan peran konselor sebaya adalah sebagai fasilitator diskusi kelompok siswa yang tergabung dalam PIK (Pusat Informasi dan Konseling) PEER-COAKTA SMK Negeri 6 Malang. Tujuan dari kegiatan adalah untuk lebih mengoptimalkan proses peer education

dengan lebih menekankan partisipasi aktif siswa sebagai peserta konseling sebaya. Pada siklus 2 ini peneliti merencanakan kegiatan diskusi kelompok sebagai bagian dari pelaksanaan konseling sebaya. Diskusi dilakukan dalam bentuk pembagian kelompok di kelas. Dibentuk 5 kelompok dan masing-masing kelompok mendiskusikan macam-macam perilaku berisiko pada remaja beserta strategi menolak perilaku tersebut. Materi yang didiskusikan adalah kehamilan tidak diinginkan, narkoba, miras, tawuran, dan pembolosan. Peran para konselor sebaya adalah menjadi pendamping dan fasilitator diskusi kelompok. Kegiatan direncanakan pada tanggal 11 November 2016 pukul 13.00 sampai selesai di ruang 5.

b. Tahap Pelaksanaan

Konseling sebaya secara klasikal ini dilaksanakan pada tanggal 11 November 2016 selama 90 menit yaitu dimulai dari pukul 13.00 sampai dengan pukul 14.30 di ruang 5 dengan jumlah siswa 31 orang. Diskusi berlangsung dengan cukup baik. Para konselor sebaya menunjukkan peran sebagai fasilitator yang baik, sehingga mendorong peserta diskusi untuk terlibat aktif dalam proses diskusi. Masing-masing kelompok menghasilkan pokok-pokok bahasan yang kemudian ditulis sebagai kesimpulan hasil diskusi kelompok. Selanjutnya hasil diskusi kelompok ini dipresentasikan secara pleno kelas.

c. Tahap Pengamatan

(48)

pendamping dalam diskusi kelompok. Diskusi berlangsung cukup menarik karena antusisme dan partisipsi aktif siswa sangat menonjol. Pokok-pokok hasil diskusi masing-masing kelompok sudah menunjukkan sangat tingginya efikasi diri siswa untuk menolak perilaku berisiko.

Tabel 3. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan Siklus ke II

No Kondisi yang diamati Hasil Pengamatan

1. Melaksanakan tugas dalam segala situasi dan kondisi

Sebagian besar siswa sangat aktif dalam mengikuti proses diskusi yang berlansung pada kelompoknya masing-masing, terihat mereka saling berdebat, memberikan masukan, dan maupun mengkritik pendapat teman sekelompoknya. Hal itu dapat dibuktikan ketika konselor peneliti memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa pada sesi akhir kegiatan hampir semua siswa berebutan menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Namun, ada satu siswa yang terlihat diam tanpa merespon sekalipun. 2. Mempelajari

kemampuan tertentu dalam segala situasi dan kondisi

Secara keseluruhan siswa terlihat aktif dalam mengemukan berbagai temuan yang pernah diamati dilingkungan masyarakat terkait dengan berbagai kenakalan–kenakalan yang dilakukan oleh kalangan remaja dan juga dampak negatif yang timbul dari perilaku tersebut.Hal ini sangat membantu siswa agar dapat mengenal diri lebih dalam lagi.

3. Mengendalikan diri berupa keyakinan tetap melakukan perilaku positif meskipun tantangan yang dihadapi relatif besar

Selama proses diskusi kelompok berlansung, nampak diamati sebagian besar siswa sudah mampu mengontrol diri atau mengendalikan diri baik perilaku verbal dan maupun perilaku non verbal yang ditampilkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan keheningan dan ketenangan kelas karena semua siswa sangat aktif untuk berpikir dan mencari ide untuk mengemukakan pendapatnya masing–masing pada diskusi kelompok.

4. Mempelajari semua kemampuan

menghindari perilaku berisiko

Hasil pengamatan peneliti menemukan bahwa proses diskusi kelompok yang berlansung sangat efektif, sehingga semua siswa dapat mempelajari dan memahami semua materi diskusi dengan baik, hal ini menandakan adanya peningkatan kemampuan siswa untuk menghindari perilaku yang berisiko.

5. Mengendalikan diri dari perilaku berisiko meskipun tekanan internal maupun eksternal sangat kuat

(49)

23

Peer Counseling untuk Meningkatkan Self Efficacy terhadap Perilaku Berisiko pada Remaja

d. Tahap Refleksi

Evaluasi terhadap tindakan pada siklus II menunjukkan peningkatan kualitas proses maupun isi konseling sebaya secara signifikan. Tampak ada pemahaman dan penguasaan konselor sebaya maupun peserta konseling sebaya terhadap materi dan berbagai

Gambar

Tabel 3. Deskripsi Hasil Pengamatan Peneliti pada Pertemuan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variabel Efikasi Diri (Post Test)
Gambar 2. Jumlah Aktivitas Siswa Menggunakan Smartphone
Tabel 1. Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan
+7

Referensi

Dokumen terkait