• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eviatun Khaeriah SMKN 2 Malang

Dalam dokumen MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B (Halaman 61-69)

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, maupun akibat perubahan lingkungan.

Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas- tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian, dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.

Remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orang tua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orang tua dan remaja itu sendiri. Banyak orang tua yang tetap menganggap remaja masih perlu dilindungi dengan ketat, sebab di mata orang tua para remaja masih belum siap menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dan terlepas dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.

Batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis menurut beberapa pakar, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Laura E. Berk seorang pakar psikologi perkembangan, menggolongkan remaja dalam rentang usia 11 hingga 18 tahun, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Pada masa remaja banyak hal yang berubah, mulai dari perubahan fisik, kognitif, dan psikososial remaja. Saat remaja mengalami perubahan dan secara psikis belum siap atau bahkan remaja sebagian belum mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, maka akan timbul masalah dan konflik internal serta eksternal. Salah satu bentuk masalahnya adalah kenakalan remaja. Dimana kenakalan remaja acapkali mengarah pada perilaku yang tidak dapat diterima oleh khalayak.

Saat ini sering kali kita mendengar banyak remaja-remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, seperti perkelahian, narkoba, seks bebas sampai masalah paling parah, seperti tindakan kriminal. Kita menyadari bahwa kenakalan yang ditimbulkan oleh para remaja, selain menjadi tanggung jawab dari remaja itu sendiri, juga merupakan tanggung jawab orang-orang dan lingkungan di sekitar mereka.

Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ- organ seksual). Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun. Kemampuan berpikir para remaja juga berkembang sedemikian rupa, sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood

(suasana hati) dapat berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago pada tahun 1984 detemukan bahwa, remaja rata-rata memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari msood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.

37

Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja

Dalam hal kesadaran diripara remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam- jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata.

Remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja cenderung merespon sesuatu dengan spontan, dengan reaksi yang tidak disadari terhadap stimulus emosional, sedangkan orang dewasa lebih mungkin bereaksi dengan cara yang lebih rasional dan masuk akal.

Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun pacaran. Pada masa ini berkembang juga sikap conformity, yaitu kecenderungan untuk menyerah, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain. Perkembangan konformitas pada remaja dapat memberi pengaruh positif maupun negatif bagi dirinya.

Remaja lebih sering berada di luar rumah, bersama dengan teman- teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku, lebih besar daripada keluarga. Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menonjol terjadi pada hubungan heteroseksual. Pada periode ini juga sering terbentuk kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan peer group atau istilah kerennya gank. Idealisme mereka sangat kuat dan identitas diri mulai terbentuk dengan emosi yang labil. Dalam fase ini, orangtua sangat berperan dalam mengawasi anak-anaknya dalam bergaul dan menuntun mereka dalam menjalani hidup supaya tidak salah bergaul dengan teman-teman yang dapat menjerumuskan mereka.

Pada masa remaja, mereka lebih intens dan cenderung lebih dekat dengan teman sebaya, kiranya peran teman sebaya yang baik dan positif akan sangat membantu remaja-remaja menemukan identitas dirinya dan mengatasi krisis identitas diri yang lazim terjadi pada masanya. Dalam hal ini peran peer counselor atau konselor sebaya sangat diperlukan untuk membantu teman-teman remajanya mengatasi masalah dan menjadi teman curhat, menjadi sahabat yang mampu mensosialisasikan hal-hal yang positif untuk teman sebayanya yang membutuhkan berbagai informasi berkaitan erat dengan masalah remaja. Masalah yang sering dihadapi remaja seperti krisis identitas diri, emosi, sosialisasi dan adaptasi, masalah pubertas, tertarik pada lawan jenis sampai dengan bahaya seks bebas, narkoba dan bahaya infeksi menular seksual.

Peran Peer counselor atau konselor sebaya adalah keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib yang muncul diantara sesama remaja dapat menjadi peluang bagi upaya fasilitasi perkembangan remaja. Pada sisi lain beberapa karakteristik psikologis remaja seperti emosi yang labil juga merupakan tantangan bagi efektifitas layanan konseling terhadap remaja. Pentingnya teman sebaya bagi remaja antara lain tampak dalam konformitas remaja terhadap kelompok sebayanya. Konformitas terhadap teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Interaksi antar remaja dikelola sehingga berdampak positif dan dapat memberikan dukungan terhadap berkembangnya resiliensi remaja. Resiliensi adalah daya lentur individu atau keberhasilan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan.

39

Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja

Memanfaatkan momentum dan fenomena yang terjadi pada diri remaja inilah, dipandang perlu untuk dibentuknya konseling sebaya atau peer counselor. Terbentuknya konselor sebaya ini diharapkan dapat membantu guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan tugasnya membantu siswa dalam menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya.

Kegiatan konseling yang dilakukan oleh teman sebaya disebut sebagai konseling sebaya. Pengertian konseling sebaya adalah suatu program bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan bimbingan dan konseling.

Program konseling teman sebaya mempunyai alasan-alasan yang rasional, terstuktur, aktivitasnya khas atau spesifik, personal yang melakukannya juga khusus dan diorganisir secara terus menerus. Program ini merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh siswa), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang memberikan motifasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung jawab. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibandingkan pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler, dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001).

Pada masa remaja peran kelompok teman sebaya sangatlah berpengaruh. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak

dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film dan sebagainya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian konseling sebaya adalah :

1. Konseling sebaya adalah suatu proses tatap muka dimana orang yang menjadi narasumber/konselor adalah berasal dari kelompok sebaya yang berusaha membantu untuk memecahkan masalah.

2. Konseling sebaya dilakukan oleh klien (seorang/beberapa orang) dengan konselor (yang sebaya).

3. Proses konseling sebaya menganut sistem ; a. Hubungan saling percaya

b. Komunikasi yang terbuka

c. Pemberdayaan klien agar mampu mengambil keputusan sendiri Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan peer

konselor atau konselor sebaya di sekolah sangatlah diperlukan untuk membantu teman sebayanya mencapai kepribadian yang optimal. Disamping itu, dengan adanya peer-counselor, guru BK (Bimbingan dan Konseling) sebagai konselor di sekolah akan semakin maksimal dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling untuk siswa.

Ketika peran teman sebaya menjadi sangat berpengaruh pada remaja bukan berarti peran keluarga menjadi boleh dianggap sebelah mata. Justru keberadaan dan dukungan keluarga pada remaja juga menjadi modal dasar tumbuhnya pribadi-pribadi remaja yang optimal. Pada masa remaja, perkembangan identitas diri menjadi isu sentral pada masa remaja yang akan memberikan dasar bagi masa berikutnya yaitu masa dewasa. Pada tahap ini akan terjadi identity vs role confused

(kebingungan akan identitas diri), jika remaja telah berhasil menemukan jati dirinya maka dia akan memiliki identity, tetapi apabila dia gagal mengintegrasikan aspek-aspek kehidupannya dan tidak mampu memilih,

41

Peran Orang Tua dan Peer Counselor dalam menyikapi Masalah Kenakalan Remaja

maka remaja akan mengalami kebingungan (role confused).

Seringkali masalah keluarga yang broken home (orang tua yang bercerai atau bermasalah) menjadi akar dari permasalahan anak-anak. Keluarga merupakan hal yang penting sebagai pedoman hidup remaja. Bila mereka kehilangan pedoman hidup, maka mereka akan susah untuk melewati masa kritis dalam hidupnya. Masa kritis tersebut diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, dan cita-cita serta keinginan yang tinggi tetapi sulit untuk diwujudkan, sehingga menimbulkan stress dan frustasi.

Perlu kita ingat kembali bahwa keluarga adalah kehidupan dimana seorang anak pertamakali berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Oleh sebab itu, pendidikan dalam keluarga sangatlah penting untuk menjadi dasar dan arah anak mencapai kedewasaan mereka yang menuntut tanggung jawab. Anak adalah generasi muda yang nantinya akan meneruskan generasi tua sehingga pendidikan sangatlah perlu untuk diperhatikan dan ditekankan.

Pengendalian untuk kenakalan remaja dapat dilakukan dengan bersikap preventif (mencegah) dan bersifat represif. Anak-anak perlu ditanamkan sikap disiplin oleh orangtua, diberikan kasih sayang dan rasa keamanan bagi anak, serta orangtua dapat menjadi sahabat bagi anak. Sebaiknya orangtua tidak bersikap terlalu overprotective (proteksi yang berlebihan). Akan tetapi, anak perlu diberikan kebebasan untuk memilih apa yang dia suka dan tidak dia suka, karena dengan berjalannya waktu, anak juga dituntut untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab terhadap hidup dan pilihan mereka. Oleh sebab itu, orangtua perlu membiasakan diri untuk memberikan pengertian terhadap diri mereka dan percaya kepada anak-anaknya. Tentu saja, orangtua juga tidak boleh memberikan kebebasan yang berlebihan, tetapi tetap menjadi pengawas dan guru bagi mereka untuk mengarahkan mereka ke jalan yang benar apabila arah mereka terlihat melenceng/tak sesuai.

Orang tua juga dapat terlibat dalam organisasi sosial yang bertujuan menanggulangi kenakalan remaja. Dengan banyak ikut serta dan mengenal kehidupan remaja, orang tua dapat menjadi sahabat yang baik bagi anak-anaknya serta dapat menjadi tempat berkeluh kesah bagi sang anak. Dengan menanamkan arti kepercayaan, hubungan cinta dan rasa tenteram dalam keluarga antara anak dan orang tua akan tercipta, serta akhirnya dapat turut mengurangi kenakalan remaja.

Setelah menelaah pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang erat hubungannya dengan perkembangan fisik, kognitif, otak, dan perkembangan psikososial remaja. Dimana perkembangan fisik, kognitif, otak, dan psikososial remaja membawa dampak pada perilaku remaja, kepribadian dan sikap remaja.Adapun sebagai orang tua perlu memahami apa saja yang dialami dan dirasakan oleh remaja mereka, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat serta pandangan antara orang tua dan anak. Antara orang tua dan anak remajanya perlu terjalin komunikasi timbal balik yang harmonis.

Peran orang tua sangat besar pada munculnya kenakalan remaja, karena bagaimanapun remaja adalah bagian dari keluarga. Apabila fungsi-fungsi keluarga tidak berjalan semestinya, maka peluang untuk terjadinya berbagai persoalan semakin besar, apalagi bila mereka memiliki anak remaja yang kita ketahui berada pada masa storm and stress, masa badai dan tekanan. Remaja memerlukan dukungan keluarga lebih dari sebelumnya.

Demikian pula peran konselor sebaya sebagai sahabat remaja yang dapat menjadi tempat berbagi cerita suka dan duka sangatlah diperlukan, sehingga ketika seorang remaja berada di sekolah, mereka memiliki teman-teman yang baik dan mampu mengajak teman-temannya ke arah yang positif. Dengan demikian, remaja mampu mengatasi masalah yang dihadapinya, menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter dan jauh dari segala hal–hal yang mengarah pada kenakalan remaja.Jadi, peran orang tua dan teman sebaya dalam hal ini konselor sebaya (peer counselor) sangatlah diperlukan untuk menghindari remaja terjerumus dalam kenakalan remaja.

43

Ketergantungan Siswa terhadap Penggunaan Smartphone Berdampak pada pribadi dan Interaksi Sosial

43

KETERGANTUNGAN SISWA TERHADAP PENGGUNAAN SMARTPHONE

Dalam dokumen MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B (Halaman 61-69)