• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamat Pendidikan, Penulis Lepas

Dalam dokumen MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B (Halaman 157-163)

Tantangan bonus demografis Indonesia yang didominasi oleh kelompok muda usia produktif sudah menjadi sebuah keniscayaan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang berjumlah 400 juta jiwa (perkiraan per-Oktober tahun 2016) pertumbuhan penduduk telah melahirkan fenomena berupa permasalahan yang erat kaitannya dengan pendidikan baik di dalam sekolah, keluarga maupun luar sekolah yang termaktub dalam gagasan Ki Hadjar Dewantara yakni Tri-Pusat Pendidikan. Permasalahan bonus demografis itu perlu disikapi sebagai sebuah tantangan dalam kehidupan pada khususnya dunia pendidikan pada tingkatan Sekolah Dasar (SD). Hill (2015:224) memberi sebuah ulasan bahwa generasi muda merupakan bonus yang memberi kemajuan pada sebuah negara, yang akan berbahaya apabila terlalu banyak generasi tua dibanding dengan generasi muda.

Fenomena yang memegang peranan strategis adalah dunia yang sudah dipenuhi oleh media massa arus utama dan media sosial yang terdiri dari jejaring sosial dan blog sosial. Kedua media massa tersebut baik media massa arus utama yang terdiri dari televisi, radio, koran dan berbagai media lain dan media sosial juga memegang peranan yang memerlukan sebuah evaluasi yakni penyebaran gagasan dan ide-ide yang pada akhirnya bisa mempengaruhi perilaku warga lebih khususnya peserta didik yang masih duduk di bangku SD. Sejalan dengan itu pemikiran dari Kim dan Lowrey (2015:290) mengutarakan bahwa digital media yang berkembang saat ini menjadi alternatif sebagai alat untuk menyampaikan ide dan gagasan.

Gagasan berkenaan globalisasi semakin menjadi-jadi seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam menyikapi laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seorang peserta didik tentu dituntut untuk mampu mengembangkan gagasan yang

memiliki manfaat dalam kehidupan dikalangan warga secara mendetail, baik yang dilakukan secara fisik maupun yang dilakukan secara mental. Dalam hal tersebut seorang peserta didik meski perlu dibimbing oleh guru pada tingkat SD agar memiliki akhlak (perilaku) yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada komunitas warga.

Kondisi demografis Indonesia memerlukan masukan yang berkaitan dengan sistem perilaku secara umum. Pokok permasalahan ini adalah berbagai macam garis kebijakan yang sesuai dengan berbagai prinsip yang sesuai dengan garis-garis dasar kebijakan pendidikan karakter yang digagas oleh Kemendikbud pada tahun 2011. Dalam gagasan tersebut jika dilakukan sintesa dengan kondisi media penyampai informasi akhir- akhir ini bisa dicapai sebuah simpulan bahwa kesepahaman akan membawa kepada kemampuan untuk mengembangkan gagasan pada diri sendiri.

Pada masa yang lalu, pernah ada sistem pencegahan pernikahan dini dalam bentuk film atau sinetron. Dalam konteks ini kasus pernikahan dini bisa dicegah dengan mengadakan sistem pencegahan berupa sosialisasi dampak pernikahan dini dengan mendatangkan cerita atau fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, yang dibintangi oleh tokoh-tokoh atau pemeran pada masa itu. Untuk itulah gagasan ini perlu dikembangkan lagi dengan gaya lebih segar dan isu-isu kekinian untuk mensosialisasikan ulang dampak pernikahan dini yang dipicu oleh perilaku sendiri. Hal ini menjadi sebuah titik tolak untuk mengembangkan gagasan yang pada akhirnya bermanfaat dalam sosialisasi remaja.

Kriteria Film Berkarakter untuk Pernikahan Dini

Film-film yang ditujukan untuk melakukan pencegahan atas pernikahan dini memiliki karakter-karakter yang khusus yang meski dikaji secara kreatif untuk kepentingan pengembangan diri peserta didik yang terutama duduk di bangku SD. Konflik-konflik yang ada dalam pernikahan dini merupakan langkah-langkah kongkrit untuk mengembangkan kriteria tokoh-tokoh yang sesuai untuk film pernikahan dini. Kesesuaian ini didadasarkan atas kemampuan untuk mengembangkan karakter film yang sesuai dengan perilaku kemanusiaan yang sesuai dengan pengembangan kemampuan diri maupun keterampilan untuk bermasyarakat.

133

Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alterknatif

Dalam memegang peranan ini diperlukan karakter yang sesuai dengan perilaku yang ingin dikembangkan untuk membangun individu yang memiliki karakter yang sesuai dengan film pernikahan dini. Rauch (2016:760) menuturkan bahwa penyebaran gagasan tidak hanya berasal dari media massa yang sifatnya arus utama, melainkan media massa alternatif bisa dijalankan sebagai media penyebaran film selama dikelola dengan sistem yang identik dengan media massa arus utama.

Atas dasar itulah film-film yang memiliki karakter pernikahan dini meski disesuaikan dengan tingkatan perilaku. Apalagi film-film yang sesuai dengan tingkat perilaku meski disesuaikan dengan perilaku yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan keberadaan perilaku ini diharapkan seorang peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan berbagai macam perilaku yang sesuai dengan karakter bangsa. Dengan keberadaan hal ini diharapkan berbagai macam sistem bisa melahirkan semangat untuk membangun keberagaman yang sesuai dengan sistim perilaku warga. Dengan demikian sistem perilaku yang sesuai dengan warga yang meski dirancang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Tokoh dan Penokohan Film Berkarakter untuk Mendiskusikan Pernikahan Dini

Dalam pengembangan film seringkali tidak bisa dilepaskan dari tokoh dan penokohan yang ada di dalam berbagai kegiatan. Dalam tokoh dan penokohan tidak sekadar membangun jati diri kehidupan maupun perilaku kehidupan melainkan sebuah sistim perilaku yang sesuai dengan perilaku yang ada dalam bermasyarakat. Dengan demikian sistem perilaku yang ada meski disesuaikan dengan berbagai macam perilaku yang ada di kalangan warga. Kopeliovich (2013:251) menyatakan bahwa perancangan tokoh sekaligus membuat penokohan meski disesuaikan dengan berbagai macam perilaku yang sesuai dengan sistem untuk membangun kemandirian yang pada akhirnya adalah kemampuan untuk mengembangkan diri.

Kemampuan untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang menyesuaikan dengan berbagai macam teknis dan langkah-langkah menjadi semakin dominan serta menjadi sebuah katalisator dalam mengembangkan kehidupan yang sifatnya keekonomian. Sejalan dengan hal tersebut sudah meski disesuaikan dengan berbagai macam tindakan yang pada gilirannya mampu mengembangkan diri untuk membangun

jati diri serta kehidupan yang lebih baik bagi warga yang lebih khususnya keadaan yang lebih membuat baik. Dengan pengembangan diri maka diharapkan keberadaan ini semakin menyesuaikan dengan keterampilan yang sesuai dengan sesama serta membentuk perilaku yang wajar dan terukur. Dengan demikian, pengembangan jati diri warga diperlukan untuk membangun kemampuan yang sesuai dengan sistem perilaku yang ada. Untuk itulah diperlukan gagasan yang sesuai dengan sistem yang sesuai dengan perilaku yang diharapkan.

Tokoh-tokoh yang ada dalam film yang membahas pernikahan dini meski disesuaikan dengan sistem perilaku yang ada dalam mengembangkan gagasan serta kemandirian serta tidak lupa membangun kemampuan diri untuk mengembangkan gagasan. Dengan demikian sistem perilaku ini lebih mencerminkan perilaku yang sesuai dengan data yang ada. Sistem yang ada lebih banyak mengandalkan kemampuan untuk menyesuaikan diri serta membangun kemandirian dalam mendesain semangat serta keterampilan dalam berkarya. Fauzi (2016:3) menuturkan bahwa tokoh dan penokohan meski dirancang untuk menyesuaikan dengan perilaku yang mandiri serta menguraikan masa depan. Dengan penguaraian itu diharapkan perancangan terhadap berbagai macam fenomena akan semakin optimal.

Perancangan untuk menerapkan sistem yang ideal memerlukan gagasan yang utuh. Dengan keberadaan hal tersebut maka dapat dimaklumi sistem perilaku yang terbangun semakin membangun kemandirian yang ideal. Dengan pengembangan sistem tersebut maka dipastikan berbagai macam sistem yang dibangun menjadi semakin ideal serta mampu untuk menyesuaikan diri untuk mengembangkan citra diri dan keterampilan yang sifatnya dominan. Keterampilan tersebut semakin memegang peranan strategis seiring dengan laju pengembangan data yang memberikan tambahan kemampuan atas berbagai perilaku untuk kemandirian warga.

Langkah-Langkah Kongkrit untuk Mensosialisasikan Film “Pernikahan Dini”

Dalam mengembangkan film dan pendidikan karakter diperlukan perancangan sistem yang ideal serta sesuai dengan kemandirian. Sistem yang memandirikan warga diperlukan untuk mengembangkan diri serta mendesain keterampilan untuk membangun jati diri yang sesuai dengan

135

Film Berkarakter “Pernikahan Dini” Via Media Arus Utama dan Media Arus Alterknatif

keterampilan warga. Dengan keberadaan sistem maka diharapkan kemampuan warga untuk mengembangkan gagasan semakin utuh seiring dengan laju arus gagasan dan pengembangan diri. Dengan demikian kemampuan untuk mengembangkan diri semakin dominan dalam kehidupan serta mengembangkan jati diri warga.

Kemampuan warga untuk membangun jati diri inilah yang menjadi dominan di tengah keperluan untuk tampil dan mendominasi setiap percaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan prinsip tersebut maka diperlukan membangun keberagaman yang sesuai dengan kemampuan warga untuk membangun sebuah film yang bersosialisasi. Dengan keberadaan yang sesuai dengan prinsip keberagaman serta gagasan.

Untuk mengembangkan hal itu maka diperlukan sebuah sistem yang sesuai dengan keberagaman dan kemanusiaan. Untuk itulah diperlukan sistem yang sesuai dengan keberagaman yakni mengajarkan konsekuensi atas tindakan dalam pernikahan dini. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gold dan Nash (2013:11) yang menjelaskan bahwa fenomena pernikahan dini erat kaitannya dengan kesiapan kondisi fisik ibu maupun kondisi mental ibu yang ada kaitannya dengan faktor ekonomi dan sosial politik.

KESIMPULAN

Untuk mengembangkan diri maka diperlukan sistem yang sesuai dengan warga. Kemampuan yang memberikan persepsi. Keyakinan bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa diubah menjadi sebuah fakta yang agak sulit untuk dimengerti. Untuk itulah diperlukan kampanye massif tentang dampak dan konsekuensi pernikahan dini dimulai dari cara pengasuhan bayi, cara memperoleh uang dengan bekerja dan berbagai macam teknik untuk mengembangkan diri dalam bentuk pengembangan start-up (usaha rintisan).

Untuk itulah maka film-film yang ditujukan untuk mendidik karakter menjadi penting di tengah arus globalisasi yang semakin lama perlu disaring yang sesuai dengan nilai-nilai keIndonesiaan. Permasalahan sekarang adalah ada berapa hal yang perlu dikaji sebagai objek film berkarakter yang salah satunya adalah fenomena pernikahan dini yang dipicu tidak hanya karena perilaku melainkan lebih dikarenakan ketidaktahuan atas dampak perilaku yang memicu pernikahan dini.

Perilaku yang disebabkan ketidaktahuan malah-malah akan menjerumuskan diri sendiri maupun individu yang bersangkutan kepada permasalahan-permasalahan seperti destabilitas emosi hingga permasalahan ekonomi yang sering menjadi pemicu tindak kejahatan yang lain seperti tindak pidana kejahatan yang oleh pihak aparatur didefinisikan sebagai “masalah asmara dan keuangan”.

DAFTAR RUJUKAN

Fauzi, Y. 2016. The Analysis Of Character Building Values In Big Hero 6 Movie (Doctoral dissertation, Universitas Muria Kudus).

Gold, R. B., & Nash, E. 2013. TRAP laws gain political traction while abortion clinics—and the women they serve—pay the price. Guttmacher Policy Review,16(2): 7-12.

Hill, H. 2015. Comment on “Population Ageing and Social Security in Asia”.Asian Economic Policy Review, 10(2): 223-224.

Kim, Y., & Lowrey, W. 2015. Who are Citizen Journalists in the Social Media Environment? Personal and social determinants of citizen journalism activities.Digital Journalism, 3(2): 298-314.

Kopeliovich, S. 2013. Happylingual: A family project for enhancing and balancing multilingual development. In Successful family language policy (pp. 249-275). Springer Netherlands.

Rauch, J. 2016. Are There Still Alternatives? Relationships Between Alternative Media and Mainstream Media in a Converged Environment.Sociology Compass, 10(9) : 756-767.

137

Dalam dokumen MENYELAMATKAN MASA DEPAN GENERASI EMAS B (Halaman 157-163)