RESUME
BIMBINGAN DAN KONSELING
PENGERTIAN SAMPAI DENGAN ASAS-ASAS
BIMBINGAN DAN KONSELING
Resume ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Nur Ainy Sa’diyah, P. Si., M. Si.
Oleh
Dwi Septiyani Rahayu 1510631080040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Untuk menafsir pengertian bimbingan dan konseling, maka kita harus melihat dari segi penafsiran asal kata bimbingan dalam bahasa Inggris yaitu “guidance” dan “counseling”, secara harfiah istilah kata “guidance” berarti mengarahkan, memandu, mengelola, dan menyetir. Sehingga dapat kesimpulan bahwa bimbingan merupakan pemberi bantuan, pertolongan, nasihat, pembelajaran, arahan, pencerahan, dan pendidikan. Dan secara luas, kesimpulan dari kata bimbingan adalah bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu atau beberapa orang dengan memberikan pengetahuan tambahan untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh individu atau seseorang tersebut dengan cara terus-menerus dan sistematis. Lalu kata konseling merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh konselor yang dilakukan secara khusus dengan cara tatap muka dengan klien guna mengatasi masalah yang dihadapi klien.
2. Ragam Bimbingan dan Konseling
a. Bimbingan keagamaan, merupakan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk membantu siterbimbing supaya memiliki religious reference (sumber pegangan keagamaan) dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini, pembimbing bertindak sebagai pendidik Agama yang pendekatannya secara individual terhadap siterbimbing. Namun demikian perlu diingat bahwa dalam bimbingan konseling tidak ada unsur paksaan atau desakan, melainkan sebaliknya perlu ditimbulkan pada diri terbimbing kemampuan self-direktif (pengarahan terhadap dirinya sendiri) kepada al-hal yang dibimbingkan / dinasihatkan kepadanya agar menjadi manusia yang mempunyai moral spiritual yang baik, sehingga menghasilkan generasi-generasi yang mempunyai akhlakul karimah yang selalu amanah di dalam kehidupannya.
c. Bimbingan karir, merupakan salah satu aspek dari bimbingan dan konseling dalam artian bahwa seseorang akan bekerja dengan senang hati dan penuh kegembiraan apabila apa yang dikerjakan itu memang sesuai dengan keadaan dirinya. Oleh karena itu, peranan bimbingan konseling bertujuan meningkatkan siswa/siswi baik tingkat menengah maupun tingkat perguruan tinggi di dalam orientasi karirnya. d. Bimbingan sosial pribadi, merupakan bimbingan untuk membantu para individu
dalam memecahkan masalah sosial pribadinya seperti, masalah yang berhubungan dengan Tuhannya. Bahwa ketika manusia lupa dengan keyakinannya, individu tersebut tidak dapat mengetahui mana yang baik dan buruk. Begitu juga hubungan dan penyesuaian dirinya dengan tetangga, kerabat karib, maupun masyarakat. e. Bimbingan karakter, merupakan bimbingan individu atau kelompok di dalam
masalah-masalah prilaku sosial pribadi yang menyimpang. Tujuannya adalah menciptakan individu-individu yang mempunyai mental spiritual baik serta berkarakter.
f. Bimbingan keluarga, merupakan upaya pemberi bantuan kepada para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan atau berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia. Oleh karena itu, bimbingan keluarga muncul untuk memberikan bantuan layanan guna mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah, serta membentuk karakter keluarga yang baik demi memunculkan generasi-generasi yang baik pula.
3. Tujuan Bimbingan dan Konseling
a. Tujuan Umum Bimbingan dan Konseling di Sekolah
muncullah upaya-upaya bimbingan yang selanjutnya disebut bimbingan formal. Bentuk isi dan tujuan, serta aspek-aspek, penyelenggaraan bimbingan dan konseling tersebut mempunyai rumusan yang nyata.
b. Tujuan Khusus Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Tujuan khusus bimbingan dan konseling di sekolah, diuraikan H. M. Umar, dkk., (1998: 20-21) sebagai berikut:
1. Membantu siwa-siwa untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar, serta kesempatan yang ada.
2. Membantu siwa-siwa untuk mengembangkan motif-motif dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti.
3. Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.
4. Membantu siwa-siwa untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat.
5. Membantu siwa-siwa untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental, dan sosial.
4. Fungsi Bimbingan dan Konseling
a. Fungsi Pemahaman
Mengaitkan fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling yaitu, klien dengan berbagai permasalahannya dan dengan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal tersebut, pemahaman yang perlu dihasilkan oleh layanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahn oleh klien dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman lingkungan klien oleh klien.
1. Pemahaman tentang klien, merupakan titik tolak upaya memberikan bantuan terhadap klien. Seorang konselor terlebih dahulu memahami individu yang akan dibantu yaitu dengan, pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi klien kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.
terungkap, selesai, dan berhasil membantunya. Usaha pemecahan masalah berikutnya akan ditangani oleh klien itu sendiri.
3. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas. Siswa perlu diberi kesempatan untuk memahami berbagai informasi yang berguna dan berkenaan dengan pendidikan yang sedang dijalani dan yang akan dijalani. Dengan berbagai informasi yang mereka dapat, siswa dapat menjangkau dunia luar sekolah. b. Fungsi Pencegahan
Bagi konselor professional yang misi tugasnya dipenuhi dengan perjuangan untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi berbagai individu, upaya pencegahan tidak sekadar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah sesuatu keharusan yang bersifat etis (Horner & McElhaney).
1. Pengertian Pencegahan
Pencegahan didefinisikan sebagai upaya memengaruhi dengan cara yang positif dan bijaksana, lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kerugian dan kesulitan itu benar-benar terjadi (Horner & McElhaney, 1993).
2. Upaya Pencegahan
Sejak lama telah timbul dua sikap yang berbeda terhadap upaya pencegahan, khususnya dalam bidang kesehatan mental yaitu, sikap skeptic dan optimistic (Horner & McElhaney, 1993). Sikap skeptic dianggap gangguan mental emosional yang tidak dapat dicegah. Sebaliknya, golongan yang bersifat
optimistic menganggap bahwa upaya pencegahan sangatlah penting dan
pelaksanaannya harus diusahakan, sangat menekankan pengaruh hubungan timbal balik antara lingkungan dan organism (individu) terhadap individu yang bersangkutan.
Upaya pencegahan yang perlu dilakukan oleh konselor adalah:
1. Mendorong perbaikan lingkungan yang jika diberikan akan berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan.
2. Mendorong perbaikan kondisi dari pribadi klien.
3. Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan memengaruhi perkembangan dan kehidupannya.
5. Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengentasan
Orang yang mengalami masalah dianggap berada salam suatu keadaan yang tidak mengenakan sehingga harus dibantu untuk keluar dari keadaan tersebut. Ia perlu dientas dari yang tidak ia sukai. Upaya yang dilakukan tersebut untuk mengatasi permasalahan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyelenggarakan fungsi pengentasan. a. Langkah-langkah Pengentasan Masalah
Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan secara personal, sebab setiap masalah adalah unik. Untuk itu, konselor harus memiliki ketersediaan bahan dan keterampilan untuk menangani masalah yang beraneka ragam.
b. Pengentasan Masalah Berdasarkan Diagnosis
Klien adalah unik. Pengklasifikasian masalah cenderung menyamaratakan masalah setiap klien satu dengan yang lainnya. Perkembangan lebih lanjut menggaris bawahi bahwa model diagnosis yang diterima adalah masalah bimbingan dan konseling.
Adapun model diagnosis pemahaman seperti:
a. Diagnosis mental atau psikologi, artinya mengarah pada pemahaman tenteang kondisi mental atau psikologi klien seperti; kemampuan-kemampuan dasar, harapan, tempramen, kematangan emosional, sikap, dan kebiasaannya.
b. Diagnosis sosio-emosional, artinya mengacu pada hubungan sosial klien dengan orang-orang yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan klien seperti; orangtua, guru, teman sebaya (bagi siswa), suami/istri, mertua (bagi pasangan suami/istri), pejabat yang menjadi atasan langsung (bagi karyawan), hubungan antara klien dengan orang-orang tersebut, dan lingkungan sosial pada umumnya.
c. Pengentasan Masalah Berdasarkan Teori Konseling
Pelaksanaannya tidak hanya melalui bentuk layanan konseling perorangan saja, tetapi dapat pula dengan menggunakan bentuk layanan lainnya seperti; layanan konseling kelompok, program orientasi, informasi, dan program-program lainnya yang disusun secara khusus bagi klien. Sehingga konselor dituntut untuk dapat menguasai teori dan praktek bimbingan dan konseling dengan baik.
d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik pembawaan maupun hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini seperti; intelegensi, minat, bakat, sikap/kebiasaan sehari-hari, cita-cita, kesehatan/kebugaran jasmani, hubungan sosial yang harmonis harus dipelihara untuk kepentingan individu dan orang lain.
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Beberapa prinsip penyelenggaraan bimbingan dan konseling, diantaranya: a. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat
membantu dirinya sendiri dalam penyelesaian masalah yang dihadapinya. b. Hendaknya bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing. c. Bimbingan diarahkan pada setiap individu dan memiliki karakteristik
tersendiri.
d. Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya diserahkan pada ahli atau lembaga yang berwenang untuk menyelesaikannya.
e. Bimbingan di mulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
f. Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
6. Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
a. Layanan Orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan seseorang atau siswa baru terhadap lingkungan yang harus dimasukinya.
1. Layanan Orientasi di Sekolah
Individu yang memasuki lingkungan baru perlu memahami lingkungan barunya tersebut. Hal-hal yang perlu diketahui itu pada garis besarnya adalah keadaan lingkungan fisik (gedung-gedung, peralatan, dan kemudahan-kemudahan fisik), materi dan kondisi kegiatan (jenis kegiatan, lamanya kegiatan berlangsung syarat-syarat bekerja, dan suasana kerja), peraturan dan berbagai ketentuan lainnya (disiplin hak dan kewajiban), jenis personal yang ada, tugas masing-masing, dan saling hubungan di antara mereka.
2. Metode Layanan Orientasi Sekolah
Keluasan dan kedalaman masing-masing pokok materi disampaikan kepada siswa sesuai dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak. Untuk anak-anak yang baru memasuki kelas 1 SD, tentu materi tersebut tidak perlu (dan tidak dapat) disampaikan kepada anak-anak. Pokok-pokok materi sebaiknya disampaikan kepada orangtua murid. Pemahaman orangtua terhadap berbagai materi akan membantu mereka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada anak mereka untuk dapat mengikuti pendidikan di SD dengan sebaik-baiknya.
3. Layanan Orientasi di Luar Sekolah
b. Layanan Informasi
Layanan orientasi dan informasi dapat menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi dan informasi dengan permasalahan individu. Ada tiga alasan utama pemberian informasi perlu diselenggarakan. Pertama, membekali individu dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar, pendidikan, jabatan, maupun sosial budaya. Kedua, memungkinkan individu dapat menentukan “kemana dia akan pergi”. Dan ketiga, setiap individu adalah unik. Keunikan itu akan membawakan pola-pola pengambilan keputusan dan bertindak yang berbeda-beda disesuaikan dengan aspek-aspek kepribadian individu masing-masing.
1. Jenis-jenis Informasi
a. Informasi pendidikan
Dalam bidang pendidikan banyak individu yang berstatus siswa atau calon siswa yang dihadapkan pada kemungkinan timbulnya masalah atau kesulitan. Berhubungan dengan (a) pemilihan program studi, (b) pemilihan sekolah, fakultas, dan jurusannya, (c) penyesuaian diri dengan program studi, (d) penyesuaian diri terhadap suasana belajar, dan (e) putus sekolah. Mereka membutuhkan adanya keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan secara bijaksana. b. Informasi jabatan
Dalam penyesuaian diri dengan suasana kerja yang baru dimasuki, mereka membutuhkan banyak pengetahuan dan penghayatan tentang pekerjaan atau jabatan yang akan dimasuki tersebut. Adapun klasifikasi informasi jabatan atau pekerjaan ke dalam empat tingkat yaitu, tingkat SD, SLTP, SLTA, dan pasca SLTA.
1. Tingkat SD
ataupun kecenderungan positif/negatif terhadap jenis pekerjaan tertentu.
2. Tingkat SLTP
Informasi jabatan atau pekerjaan di SLTP menyajikan bahwa informasi dengan tujuan agar para siswa mampu merencanakan secara umum masa depannya dan tidak merencanakan pekerjaan tertentu secara khusus.
3. Tingkat SLTA
Informasi jabatan pada tingkat ini agaknya mengandung makna yang baru bagi siswa SLTA mengingat mereka adalah lebih mendekati lagi masa penetapan pilihan pekerjaan atau bahkan masa pencarian pekerjaan. Makna dan manfaat informasi pekerjaan pada tingkat ini amat tergantung pada mutu dan penekanan-penekanan yang diberikan pada penyajian informasi pekerjaan ditingkat SLTP lebih jauh.
4. Pasca SLTA
Mereka memerlukan informasi tentang pekerjaan-pekerjaan baru dengan berbagai kondisi dan syarat-syaratnya. Informasi baru tersebut berguna bagi penyesuaian pilihan pekerjaan, sekaligus pilihan program-program pendidikan dan latihan yang relevan. c. Informasi Sosial-Budaya
Perbedaan-perbedaan (suku bangsa, agama, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan) yang dimiliki hendaknya tidak mengakibatkan masyarakat tercerai-berai antara satu dengan yang lainnya.
2. Metode Layanan Informasi di Sekolah
3. Layanan Informasi di Luar Sekolah
Peranan berbagai lembaga yang ada di masyarakat baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta atas prakarsa masyarakat sendiri, termasuk didalamnya LBH, puskesmas, biro perjalanan, kursus-kursus, pusat-pusat perkembangan keterampilan dan pemberian jasa perlu ditonjolkan. Peranan konselor di luar sekolah dapat derada di dalam lembaga-lembaga tersebut, atau membentuk lembaga sendiri, seperti “biro pelayanan orientasi dan informasi.”
4. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Di sekolah banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bakat, keterampilan, dan minat serta hobi seperti, kegiatan kepramukaan, palang merah remaja (PMR), kelompok pecinta alam, kegiatan kesenian, olahraga, kelompok-kelompok belajar, dan sebagainya.
5. Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah
Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa; penempatan siswa di dalam kelas, penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan ke dalam jurusan atau program studi yang sesuai.
6. Layanan Bimbingan Belajar
Pengalaman menunjukan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya intelegensi. Melainkan disebabkan karena mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai. Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahapan-tahapan yaitu, pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan pemberian bantuan pengentasan masalah belajar. 7. Layanan Konseling Perorangan
tuntas telah mencakup sebagian fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliaraan, dan pengembangan.
8. Layanan Konseling Diselenggarakan Secara Resmi
Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah, terkontrol, dan tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerimaan layanan), tujuan, kondisi, dan metodologi penyelenggaraan layanan telah digariskan dengan jelas.
9. Pengentasan Masalah Melalui Konseling
Langkah-langkah umum upaya pengentasan masalah melalui konseling adalah:
a. Pemahaman masalah.
b. Analisis sebab-sebab timbulnya masalah. c. Aplikasi metode khusus.
d. Evaluasi. e. Tindak lanjut.
10. Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah
a. Tahap pertama, di mulai ketika klien menyadari bahwa dirinya mengalami masalah. Apabila klien menyadari bahwa ia tidak bermasalah (padahal bermasalah), maka konseling yang diberikan kepada klien yang merasa dirinya tidak bermasalah tidak akan menghasilkan apa-apa.
b. Tahap kedua, timbulnya kesadaran bahwa individu memerlukan bantuan orang lain.
11. Pendekatan dan Teori Konseling
a. Konseling direktif, yang karena proses dan dinamika pengentasan masalahnya mirip “penyembuhan penyakit”, pernah juga disebut “konseling klinis” (clinical counseling). Pendekatan ini dipelopori oleh E. G. Williamson dan J. D. Darley yang berasumsi bahwa klien tidak mampu mengatasi sendiri permasalahan yang dihadapinya. Oleh karena itu, klien membutuhkan bantuan dari orang lain yaitu konselor. Dalam konseling direktif, klien bersifat pasif dan yang aktif adalah konselor.
b. Konseling nondirektif, sering juga disebut “client centered therapy.” Pendekatan ini diperoleh Carl Rogers dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat. Konseling nondirektif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien. Pendekatan ini berasumsi bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Tetapi karena suatu hambatan, potensi, dan kemampuannya tidak dapat berkembang atau berfungsi sebagaimana mestinya. c. Konseling elektrik, merupakan gabungan dari konseling direktif dan
konseling nondirektif. Artinya yang satu lebih menekankan peranan konselor, sedangkan yang lain menekankan perasaan klien. Masing-masing berdiri pada dua kutub yang berlawanan, satu kutub direktif dan yang lain kutub nondirektif.
12. Konseling di Lingkungan Kerja yang Berbeda
Dengan berbagai pendekatan, teori, dan metodologi yang dimiliki (terlebih dalam kaitannya dengan pendekatan elektrik) konselor diharapkan mampu memenuhi runtutan setiap lingkungan kerja.
13. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok
a. Ciri-ciri Kelompok
Sekumpulan orang akan menjadi kelompok jika mereka mempunyai tujuan untuk melakukan kegiatan yang tertuju pada capaian bersama.
b. Bimbingan Kelompok
homogenitas dalam kelompok. Pertama adalah siswa (satu kelas atau satu tingkat kelas yang sama), kedua adalah kesamaan “masalah” yang dialami oleh anggota kelompok, ketiga tindak lanjut dari diterimanya informasi yang sama guna menyusun rencana dan membuat keputusan, dan keempat adalah proses pemerian informasi yang relatif sama seperti mendengarkan, mencatat, dan bertanya).
c. Konseling Kelompok
Dinamika interaksi sosial yang dapat berkembang dengan intensif dalam satu kelompok, justru tidak dapat dijumpai dalam konseling perorangan. Itulah keunggulan konseling kelompok. Konseling kelompok dicoba dientaskan melalui dinamika interaksi sosial yang terjadi di antara anggota kelompok dan masalah yang dialami masing-masing individu.
7. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Asas-asas yang dimaksud adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tutwuri handayani (Prayitno, 1987). a. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konselor. Jika asas ini dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapatkan kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan.
b. Asas Kesukarelaan
Klien diharapkan suka dan rela tanpa ragu ataupun terpaksa dalam menyampaikan masalah yang dihadapinya dan konselor hendaknya memberi bantuan dengan suka rela.
c. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik dari konselor maupun klien.
d. Asas Kekinian
mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain. Jika konselor (benar-benar) memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberi bantuan kini, maka ia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan justru untuk kepentingan klien.
e. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien agar dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada konselor maupun orang lain. f. Asas Kegiatan
Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sampai ia mau dan mampu melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyesuaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
g. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebik baik.
h. Asas Keterpaduan
Konselor harus memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta sebagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling. i. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma-norma agama, norma-norma adat, norma-norma hukum/Negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari.
j. Asas Kealian
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan professional yang diselenggarakan oleh tenaga ahli. Oleh karena itu, seorang konselor harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling dengan baik.
k. Asas Alih Tangan
l. Asas Tutwuri Handayani
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konselingpun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.