BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam), dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cair (setengah padat) , dapat pula disertai defekasi yang meningkat.12 Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3
kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 garm/hari) dan konsistensi
feses cair. 2
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare kronik yaitu buang air
besar denganfrekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek
atau cair, berlangsung selama 2 minggu atau lebih. 12
Gastroenteritis adalah peradangan yang teradi pada lambung dan usus.
Maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi
pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih
banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang
2.2. Etiologi dan Patogenesis Diare 2.2.1 Etiologi Diare
Agen penyebab diare dapatdikelompokkan menjadi infeksi dan non infeksi,
yaitu :
a. Infeksi
a.1. Virus
1. Rotavirus
Rotavirus merupakan virus berukuran antara 60-80 nm, mengandung
double-stranded RNA dengan struktur simetri kubikal, terdiri dari 10-12 segmen. Virus yang
ikosahedral ini mempunyai kapsid dengan banyak lapisan (inner dan outer capsid).
Rotavirus yang mempunyai bentuk seperti roda dapat menyebabkan penyakit
gastroenteritis pada manusia.14
2. Adenovirus
Virion Adenovirus terdiri dari sebuah inti dan satu lapis kapsid. Kapsid virus
tidak berselubung, bulat dan simetri ikosahedral. Kapsid isometrik mempunyai
diameter antara 70 nm dan 90 nm, mengandung double-stranded DNA yang
menunjukkan simetri kubikal dan mempunyai 252 kapsomer, 240 hexon, dan
sejumlah penton yang mempunyai tonjolan terminal. Terdapat 47 serotipe
Adenovirus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Adenovirus tipe 40 dan
a.2. Bakteri
1. Escherichia coli
E. Coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang
2,0 –6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga
membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora.E. Coli,batang
gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek,
biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif. E.
Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi.15
2. Shigella sp
Shigella merupakan batang gram negatif yang tipis, bentuk coccobacilli
terjadi pada perbenihan muda. Shigella merupakan fakultatif anaerob, tetapi tumbuh
baik secara aerob. Koloni Shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter
sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Shigella terdiri dari 40 serotipe dan 4
diantaranya bersifat patogenik.16
3. Vibrio cholera
Vibrio cholera berbentuk koma, batang kurva dengan panjang 2-4 µm.
Organisme ini merupakan motil aktif dikarenakan memiliki flagella polar. Vibrio
cholera mengahsilkan koloni yang cembung, halus dan bulat yang keruh dan
bergranul bila disinari. Tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC pada berbagai jenis
media, temasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin
sebagai sumber karbon dan nitrogen. Ciri khas yang lainnya, Vibrio cholera tumbuh
a.3. Parasit
1. Entamoeba histolytica
Ukurannya bervariasi antara 12-35 µm (biasanya 3 atau 4 x besar sel darah
merah). Bila tidak bergerak, bentuknya bulat sedangkan bila bergerak bentuknya
berubah memanjang. Pada bentuk yang bergerak (motil), inti sukar dilihat, tetapi bila
dicat dengan larutan iodin akan tampak jelas membrane dengan butir kromatin yang
teratur dan kromosom kecil, padat, terletak sentral (bintik hitam). Ada 2 bentuk yang
dapat ditemukan pada tinja cair atau tinja diare yaitu yang pertama bentuk magna,
berukuran 20-35 µm, vakuola mengandung sel darah yang tercerna, yang
menunjukkan aktivitas haemotophagus (makan darah) dan sifat patogen. Yang kedua,
bentuk minuta, ,berukuran 12-20 µm tidak patogen, berada di dalam rongga usus,
memakan bakteri atau bahan lain yang tampak di dalam vakuola.17
2. Giardia lamblia
Giardia lambliamerupakan flagelata yang paling panjang, memiliki stadium
tropozoid dengan ukuran panjang 12-15 µm dan kista yang berbentuk seperti
jambu mete dengan ukuran panjang 8-12 µm. Bentuknya sedikit memanjang,
pandangan depan tampak seperti buah pir, pandangan samping seperti sendok.
Dinding sel tipis tetapi sangat kuat dengan dua nukleus di bagian anterior. Di
bagian anterior juga terdapat flagella satu di kanan dan satu di kiri sedangkan di
bagian posterior terdapat flagella satu berkas dengan arah membujur mengikuti
arah tubuh. Giardia lamblia hidup di rongga usus kecil yaitu yeyenum bagian
a. Non Infeksi
Selain infeksi, diare juga disebabkan oleh beberapa faktor non infeksi.
Diantaranya terjadinya malabsorbsi dimana yang sering terjadi adalah malabsorbsi
karbohidrat,lemak, dan protein. Selain itu, diare juga dapat disebabkan karena
adanya alergi terhadap makanan tertentu misalnya alergi susu tertentu, jenis
protein tertentu ataupun alergi makanan lainnya. Keracunan makanan juga dapat
menyebabkan terjadinya diare, keracunan makanan dapat disebabkan karena
masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh bersama pangan, dapat juga
disebabkan karena memakan bahan beracun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan
atau hewan.. Penurunan daya tahan tubuh (imunodefisiensi) pada penderita AIDS
juga dapat menyebabkan terjadinya diare.3
2.2.2. Patogenesis dan Masa Inkubasi Diare
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus
ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak . Setelah terpapar
dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan
dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan
akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel
yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel
epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus.
Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat
menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan
terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.19
Masa inkubasi diare berbeda-beda, sesuai dengan virus, bakteri, ataupun
parasit yang menjadi penyebabnya (infeksi) dan diare yang disebabkan
kejadian-kejadian non enfeksi lainnya juga akan memiliki masa inkubasi yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, diare yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Bacillus cereus masa inkubasinya antara 1-6 jam. Clostridium perpringens 8-16
jam dan Vibrio cholera > 16 jam. 20
2.3. Gejala dan Tanda Diare 3
Adapun yang menjadi gejala dan tanda diare, meliputi :
2.3.1. Gejala Umum
1. Tinja cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangn kulit menurun, apatis, gelisah atau
cengeng, selaput lendir mulut dan bibir kering
5. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
2.3.2. Gejala Spesifik
1. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena becampur dengan empedu
dan berbau amis
2. Tinja berlendir dan berdarah
3. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam
a. Dehidrasi (kekurangan cairan) tergantung dari persentase cairan tubuh yang
hilang, dehidrasi dapat tejadi ringan, sedang, atau berat.
b. Gangguan sirkulasi pada diare akut, kehilangan cairan dapat tejadi dalam waktu
yang singkat. Bila kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah
(hipovolemia).
c. Gangguan asam basa (asidosis), Hal ini diakibatkan oleh terjadinya kehilangan
cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh
akan bernapas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri.
d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah), Hipoglikemia sering terjadi pada anak
yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat
mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena
cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler
sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
e. Gangguan gizi, Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan
output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat jika sebelumnya penderita
sudah mengalami kekurangan gizi.
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain
seperti biasa. Dikarenakan diarenya tidak terlalu berat, anak masih mau makan
dan minum seperti biasa. Turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata
sedikit cekung, turgor kulit kembali dengan lambat jika dicubit, kehilangan
cairan sebesar 2-7%. Mulut atau lidah mulai tampak kering dan tampak kehausan.
Penurunan berat badan antara 5-10%.
3. Dehidrasi berat, anak menjadi apatis, mata cekung, pada cubitan kulit turgor
kembali sangat lambat, napas cepat, anak terlihat lemah, kehilangan cairan
sebesar 8-10%. Mulut atau lidah tampak sangat kering dan tampak sangat
kehausan. Penurunan berat badan >10%.
2.4. Cara Penularan Diare 3
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus
dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme
berikut ini :
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang mengkonsumsi air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan samapai ke rumah penduduk, atau
tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi apabila
tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar
menyentuha air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap di makanan maka makanan itu dapat
menularkan diare ke orang yang memakannya.
2.5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Orang
Menurut Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II 2011
yang diterbitkan oleh Kemenkes RI, bila dilihat per kelompok umur diare tersebar
di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita
(1-5 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan
perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.4
Di luar negeri angka kejadian diare lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki sedangkan angka kematian akibat diare lebih tinggi
pada kalangan laki-laki yang terjadi pada semua golongan umur. Untuk Indonesia
masih perlu dipelajari lebih lanjut karena beberapa penelitian memberikan hasil
yang tidak sama tentang hal ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jurnalis
jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan (75,9% : 24,1%).
Sedangkan berdasarkan penelitian Mahalini pada tahun 2004 di Bali juga
mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (60% : 40%).21 2.5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tempat
Prevalensi diare lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, yaitu
sebesar 10% di pedesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi
pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh.
Sementara jika ditinjau dari provinsi-provinsi di Indonesia, yang tertinggi di NAD
dengan prevalensi 18,9% dan terendah di DIY dengan prevalensi 4,2%.
Namun dari beberapa penelitian jumlah kejadian diare juga masih
ditemukan tergolong tinggi di daerah perkotaan. Pada tahun 2007 prevalensi
2009 dan 2010. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Depok 2008 angka
kesakitan diare mencapai 22,44%. Data di Puskesmas Depok Jaya, jumlah kasus
diare sepanjang tahun 2008 mencapai 1.603 kasus. 22
2.5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun
2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit
Diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1.000 penduduk, tahun
2006 naik menjadi 423 /1.000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang, CFR 2,94%. Tahun 2009 terjadi
KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100
orang, CFR 1,74%, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73 orang, CFR 1,74 %. 4
2.6. Determinan Penyakit Diare 3 a. Host (Penjamu)
Beberapa faktor pada penjamu bisa mempengaruhi terjadinya kejadian
diare. Faktor-faktor tersebut antara lain :
Menurut hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa diare merupakan
penyebab utama kematian pada anak balita. Bila dilihat per kelompok umur diare
tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak
balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.23
Hasil penelitian Shintamurniwaty di Kabupaten Semarang (2005) dengan
jenis penelitian studi observasional dan rancangan kasus kontrol didapatkan
proporsi diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur <24 bulan
(58,68%).24
a.2. Jenis Kelamin
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih
besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.25 Menurut Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II 2011 yang
diterbitkan oleh Kemenkes RI, insidensi diare menurut jenis kelamin hampir sama,
yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.4
Penelitian Hamzah B,dkk (2012) tentang di Kecamatan Belawa Kabupaten
Wajo, Makassar dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare
berdasarkan jenis kelamin pada balita laki-laki (53,7%) lebih tinggi dari pada
proporsi diare pada balita perempuan (46,3%).26
a.3. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain sekalipun air
putih sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan
mendapat ASI sampai 6 bulan lebih sehat daripada bayi yang sudah diberikan
makanan tambahan sebelum 6 bulan, dan frekuensi terkena diare jauh lebih kecil.27 Hasil penelitian Eka Putri Rahmadani,dkk (2011) tentang Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1
Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang yang menggunakan desain cross
sectionalmenunjukkan diare akut lebih sering pada bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif (74,3%) dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif (26,5%)
dengan uji statistik sangat bermakna (p<0,5). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan
antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi usia 0-1
tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang.28
a.4. Status Imunisasi
Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada terjadinya penyakit diare
adalah status imunisasi.2 Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis
kejadian diare pada anak balita di Keluarahan Tanjung Sari Kecamatan Medan
Selayang yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadia diare dengan nilai p = 0,014.
Artinya tidak mendapatkan imunisasi lengkap merupakan faktor risiko terjadinya
diare. 29
a.5. Status Gizi
Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih
lama. Diare merupakan salah satu gambaran klinis yang penting pada kwashiorkor.
Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang
kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan dan penyerapan makanan di
usus.2
Menurut penelitian Budiono (2011) tentang Hubungan antara Diare dengan
Status Gizi Balita di Dusun Morotanjek dan Perumahan Singhasari Desa
Purwosari Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, tidaka ada hubungan antara
kejadian diare dengan status gizi dimana nilai p = 0,063.30
b.Agent2
Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi :
1. Infeksi
a. Bakteri, seperti : Escherichia coli, Shigella sp , Vibrio cholera.
b. Parasit, seperti : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia.
c. Virus, seperti : Rotavirus , Adenovirus.
2. Non Infeksi
a. Keracunan makanan : masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh
bersama pangan, bahan beracun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan
atau hewan
b. Malabsorbsi : karbohidrat, lemak, dan protein
c. Alergi : makanan, susu sapi
d. Immunodefisiensi : AIDS
c. Environment (Lingkungan)
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
berakumulasi dengan kuman manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan
minuman dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.31 c.1. Pengelolaan sampah
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun alam. Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase
materi padat, cair, dan gas. Secara sederhana sampah dapat dibagi berdasarkan
sifatnya, yaitu sampah organic dan sampah non organic. Sampah organic yaitu
sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur,
sampah ini mudah terurai. Sampah non organic yaitu sampah kering yang tidak
dapat terurai.32Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian
kegiatan yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan sampah. Hal ini
merupakan tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga sebelum pada
akhirnya sampah akan diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah.32
Menurut hasil penelitian Oktania Kusmawati, dkk di desa Tegowanu
Wetan Kecamatan Tegowanu Grobogan dengan menggunakan desain cross
sectional didaptkan bahwa responden yang memiliki pengelolaan sampah tidak
sehat balitanya diare sebanyak 22 orang (84,6%), dan yang tidak diare sebanyak 4
(15,4%). Responden yang memiliki pengelolaan sampah sehat balitanya diare
sebanyak 8 orang (38,1%) dan yang tidak diare sebanyak 13 orang (61,9%). Hasil
uji statistic diperoleh nilai p = 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara
pengelolaan sampah dengan kejadian diare.33
Menurut penelitian Defin Riski Suryani di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo
Kota Semarang tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada
hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada anak
balita, dengan nilai p= 0,014.34 c.3. Penyediaan Air Bersih
Menurut penelitian Yeri Kurniawan, dkk di Desa Klopo Sepuluh
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2008 dengan penelitian yang
bersifat deskriptif didapatkan bahwa untuk kualitas air minum yang dimasak
terdapat 38% yang mengalami diare dan 62% tidak diare. Sementara untuk
kualitas air minum yang tidak dimasak terdapat 55,89% mengalami diare dan
44,11% yang tidak diare.35 c.4. Ketersediaan Jamban
Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih
rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri
dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi
prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses
air bersih dan yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau. (18,4%).7 c.5. Higiene Perorangan
Higiene perorangan atau sering disebut Personal Hygiene adalah upaya
seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh
kesejahteraan fisik dan psikologis. Laporan Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi
Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih sering terjadi dengan
perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB
diare.4
Menurut penelitian Andriyana Ruchiyat di SD Negeri Babakan Sentral
Kota Bandung Jawa Barat tahun 2007 dengan desain penelitian cross sectional
dapat dilihat bahwa dari 31 responden dengan higiene perorangan kurang, terdapat
13 responden (32,5%) diantaranya mengalami diare dalam tiga bulan terakhir.
Sedangkan 53 responden dengan higiene perorangan baik, terdapat 27 responden
(67,5%) diantaranya mengalami diare dalam tiga bulan terakhir. Berdasarkan uji
hipotesis menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0,425, yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara higiene perorangan dengan kejadian diare. Untuk
mengetahui kekuatan hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian diare
dilakukan uji korelasi dan diperoleh hasil bahwa hubungan higiene perorangan
dengan kejadian diare menunjukkan hubungan yang sangat lemah (r = 0.025).36
2.7. Pencegahan Diare 37
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi
2.7.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
2.7.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan
pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping
dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan
oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang
membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan
mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan
menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai
petunjuk dokter.
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa diare meliputi20 : 1. Pemeriksaan Tinja
b. pH dan kadar gula dalam tinja denga kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga terdapat intoleransi gula
c. Bila diperlukan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
2. Pemeriksaan Darah
a. pH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan asam
basa
b. Darah perifer lengkap
c. Analisis gas darah dan elektrolit (Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang
disertai kejang)
3. Duodenal Intubation
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif,
terutama dilakukan pada penderita kronik. Sedangkan klasifikasi diare dapat
dibedakan atas :
1. Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
2. Diare kronik yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, berlangsung selama 2 minggu atau
lebih
2.7.3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan
terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan
kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman
sepermainan.
2.8. Program Pemberantasan Diare3
1. Tujuan Umum
a. Balita : menurunkan CFR dan prevalensi
b. Semua umur : menurunkan prevalensi, menurunkan CFR di rumah sakit,
menurunkan CFR pada KLB
2. Kebijaksanaan
Meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan dengan meningkatkan
kerjasama lintas program (LP) dan lintas sektor (LS).
3. Strategi
a. Tata laksana pasien di rumah
1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (CRT) seperti air tajin, larutan
gula garam, dan air kelapa.
2. Meneruskan pemberian makanan lunak dan tidak bersifat merangsang
3. Membawa pasien ke sarana kesehatan apabila : buang air besar semakin
sering dan semakin banyak, semakin kehausan, tidak dapat makan atau
minum, demam, ditemukan darah pada tinja, kondisi makin memburuk dalam
24 jam.
b. Tata laksana penderita di sarana kesehatan
1. Rehidrasi oral
2. Memberi infus dengan Ringer laktat (RL)
3. Menggunakan obat yang rasional
4. Memberi nasihat tentang makanan, rujukan, dan pencegahan
c. Pencegahan Penyakit
1. Menanamkan higiene pribadi (perilaku mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah buang air)
2. Merebus air minum sebelum digunakan
3. Menjaga kebersihan lingkungan (WC dan SPAL)
4. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan di atas diperlukan
Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan :
a. Kerjasama lintas program (LP) dan lintas sektor (LS)
b. Pelatihan atau penyegaran tentang diare
c. Pemantapan manajemen serta pencatatan dan pelaporan kasus diare
d. Pemantapan manajemen persediaan oralit
e. Peningkatan sistem kewaspadaan dini (SKD) dalam kejadian luar biasa (KLB)
f. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
a. Penemuan dan pengobatan pasien sedini mungkin
1. Penemuan pasien oleh sarana kesehatan (penemuan pasif)
2. Penemuan pasien oleh kader dan petugas (penemuan aktif)
3. Pemberian oralit kepada pasien oleh kader
b. Penanggulangan pasien saat KLB
1. Jangka pendek : menemukan dan mengobati pasien, melakukan rujukan
dengan cepat, melakukan kaporisasi sumber air dan disinfeksi kotoran
yang tercemar, memberi penyuluhan tentang higiene dan sanitasi
lingkungan, melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor.
2. Jangka panjang : memperbaiki faktor lingkungan, mengubah kebiasaan
tidak sehat menjadi kebiasaan sehat.
2.9. Kerangka Konsep
-
KARAKTERISTIK ANAK
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. ASI Eksklusif
4. Status Imunisasi
5. Status Gizi
Kejadian Diare Pada
Anak
KARAKTERISTIK IBU
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
FAKTOR LINGKUNGAN
1. Pengelolaan Sampah
2. Saluran Pembuangan Air Limbah
3. Penyediaan Air Bersih