• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari perkembagan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat menjadi sangat tinggi (Sadono Sukirno). Pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih merata.Pertumbuhan ekonomi sering kali diikuti dengan perubahan struktur pendapatan.

Williamson (1965) meyatakan bahwa tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi didaerah-daerah tertentu. Dan pada tahap yanglebih maju, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak bahwa keseimbangan antar daerah berkurang dengan signifikan.

2.1.1 Ketimpangan Pembangunan

(2)

yang memiliki barang modal (capital stock) akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang memiliki sedikit sumber daya.

Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna meningkatkan kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro,2003).

Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang. Terjadinya ketimpangan ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembagunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Sjafrizal,2008).

2.1.2 Penyebab Ketimpangan Pembangunan

(3)

pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.

Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris dalam Arsyad (2010) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang :

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

(4)

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.

8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal (2012) yaitu :

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam

(5)

2. Perbedaan kondisi demografis

Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4. Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi daerah

(6)

5. Alokasi dana pembangunan antar daerah

Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

2.1.3 Dampak Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan pembangunan memberikan dampak terhadap daerah dan masyarakat. Berikut adalah dampak dari ketimpangan pembangunan terhadap masyarakat dan daerah (Bappenas) :

1. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan

(7)

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain :

a. Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif maju

b. Kepadatan penduduk relative rendah dan tersebar

c. Kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia.

d. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan daerah secara langsung.

e. Belum kuatnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah wilayah ini

2. Belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh

Banyak wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis belum dikembangkan secara optimal. Sebenarnya, wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara lebih cepat, karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah berkembang, wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang miskin sumber daya dan masih terbelakang.

(8)

Wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, serta merupakan wilayah yang sangat strategis bagi pertahanan dan keamanan negara. Namun demikian, pembangunan di beberapa wiayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga negara tetangga. Hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerawanan sosial. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah. Sementara itu daerah-daerah pedalaman yang ada juga sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau.

4. Kesenjangan pembangunan antar kota dan desa

Ketimpangan pembangunan mengakibatkan adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dengan pedesaan, yang diakibatkan oleh : (a) investasi ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan; (b) kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di pedesaan; (c) peran kota yang diharapakan dapat mendorong perkembangan pedesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan.

(9)

Dampak ini merupakan dampak turunan dari kurangnya lapangan kerja di suatu daerah bersangkutan, yang disebabkan kurangnya investasi baik dari pemerintah maupun swasta, dan mengakibatkan terjadinya pengangguran. Jika pengangguran terjadi maka biasanya disusul terjadinya kemiskinan. Kemiskinan mengakibatkan kualitas sumber daya manusia (generasi berikutnya) cenderung rendah, karena terbatasnya kemampuan untuk menikmati pendidikan akibat rendahnya pendapatan masyarakat bahkan cenderung tidak ada sama sekali, sehingga masyarakat lebih fokus untuk memenuhi kebutuhan yang paling krusial yaitu makanan dan minuman.

2.2 Disribusi Pendapatan

(10)

Para ahli ekonomi pada umumnya membedakan antara dua ukuran utamadari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun kuantitatif, yaitu:

a. Distribusi pendapatan perorangan

Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu atau rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang tidak dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu atau rumah tangga yang mencari penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya. Selain itu juga diabaikan sumber-sumber pendapatan yang menyangkut lokasi (apakah di wilayah desa atau kota) dan jenis pekerjaannya.

b. Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi. Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah atau sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan fungsinya seperti buruh menerima upah, pemilik tanah memerima sewa dan pemilik modal memerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan kontribusinya pada produksi nasional, tidak lebih dan tidak kurang.

(11)

pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam:

1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji dan besarnya tergantung tingkat produktifitas.

2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau warisan. Sayangnya relevansi teori fungsional tidak mempengaruhi pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan kekuatan di luar pasar (faktor-faktor non-ekonomis) misalnya kekuatan dalam menentukan faktor-faktor harga (Todaro, 2003).

2.2.1 Indikator Mengukur Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan mencerminkan merupakan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan dikalangan penduduknya. Ada beberapa cara yang dijadikan sebagai indikator untuk mengukur kemerataan distrbusi pendapatan, yaitu:

1. Kurva lorenz

(12)

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan sempurna), maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. 2. Indeks Gini atau Rasio Gini

Gini Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Semakin kecil nilai Gini Ratio, mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendapatan, sebaliknya semakin besar nilai Gini Ratio mengindikasikan distribusi pendapatan yang semakin timpang (senjang) antar kelompok penerima pendapatan. Secara khusus dapat diartikan bahwa jika nilai Gini Ratio sebesar 0 berarti terdapat kemerataan sempurna atau setiap orang memperoleh pendapatan yang sama persis dan jika nilai Gini Ratio sebesar 1 berarti terjadi ketidakmerataaan sempurna dimana satu orang mampu memiliki serta menguasai seluruh pendapatan total di suatu daerah, sementara lainnya tidak memperoleh pendapatan sama sekali.

Rumus untuk menghitung Gini Ratio :

k Pi ( Qi + Qi – 1)

(13)

G = Gini Ratio

Qi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi-1 = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i-1 Pi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Pi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i-1

K = Banyaknya kelas pendapatan

Nilai gini ratio antara 0 dan 1, yaitu: G < 0,3 adalah ketimpangan rendah 0,3 ≤ G ≤ 0,5 adalah ketimpangan sedang G > 0,5 adalah ketimpangan tinggi 3. Kriteria Bank Dunia

Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tinggi. Ketidakmerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan dinyatakan lunak atau dianggap cukup merata apabila 40% penduduk yang berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional. Ketimpangan dianggap sedang atau moderat jika 40% penduduk miskin menikmati antara 12%-17% pendapatan nasionla. Sedangkan jika 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional, maka kesenjangan atau ketimpangan dikatakan parah atau tinggi.

2.3 Konsep Kesejahteraan

(14)

berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

Todaro (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat.

Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 yang dilakukan oleh BPS membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan dari pada untuk bukan makanan. Ini berarti semakin kecil jumlah anggota keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan, dengan demikian jumlah anggota keluarga secara langsung mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga.

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek, yaitu;

1. Dilihat pada tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya

(15)

Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain : (1) social ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakat, (3) potensi regional (sumberdaya alam, lingkungan dan insfrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional dan global (Taslim, 2004).

2.3.1 Indikator Tingkat Kesejahteraan

Menurut Kolle (1974) dalam Bintaro (1989), indikator kesejahteraan dilihat dari beberapa aspek kehidupan yaitu :

1. Segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya; 2. Segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;

3. Segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya; 4. Segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.

Menurut BPS (2005) dalam penelitian Eko Sugiharto (2007) indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan, yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak kejenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

(16)

b. Sedang (Rp. 5.000.000) c. Rendah (< Rp. 5.000.000)

2. Indikator pengeluaran digolongkan menjadi 3 item yaitu: a. Tinggi (> Rp. 5.000.000)

b. Sedang (Rp. 1.000.000 – Rp. 5.000.000) c. Rendah (< Rp. 1.000.000)

3. Indikator tempat tinggal yang dinilai ada 5 item yaitu jenis atap rumah, dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai. Dari 5 item tersebut kemudian akan digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

a. Permanen

Kriteria permanen ditentukan oleh kualitas dinding, atap dan lantai. Bangunan rumah permanen adalah rumah yang dindingnya terbuat dari tembok/kayu kualitas tinggi, lantai terbuat dari ubin/keramik/kayu kualitas tinggi dan atapnya terbuat dari seng/genteng/sirap/asbes (BPS, 2012). b. Semi Permanen

Rumah semi permanen adalah rumah yang dindingnya setengah tembok/bata tanpa plaster/kayu kualitas rendah, lantainya dari ubin/semen/kayu kualitas rendah dan atapnya seng/genteng/sirap/asbes (BPS, 2012)

c. Non Permaen

(17)

daun-daunan atau atap campuran genteng/seng bekas dan sejenisnya (BPS, 2012).

4. Indikator fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 12 item, yaitu pekarangan, alat elektronik, pendingin, penerangan, kendaraan yang dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, fasilitas MCK, dan jarak MCK dari rumah. Dari 12 item tersebut kemudian akan digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

a. Lengkap b. Cukup c. Kurang

5. Indikator kesehatan anggota keluarga digolongkan menjadi 3 item yaitu: a. Bagus (< 25% sering sakit)

b. Cukup (25% - 50% sering sakit) c. Kurang (> 50% sering sakit)

6. Indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan terdiri dari 5 item yaitu jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, harga obat-obatan, dan alat kontrasepsi. Dari 5 item tersebut kemudian akan digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

(18)

7. Indikator kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3 item yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah, dan proses penerimaan. Dari 3 item tersebut kemudian akan digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

a. Mudah b. Cukup c. Sulit

8. Indikator kemudahan mendapatkan transportasi terdiri 3 item, yaitu ongkos kendaraan, fasilitas kendaraan, dan status kepemilikan kendaraan. Dari 3 item tersebut kemudian akan di digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

a. Mudah b. Cukup c. Sulit

2.4 Penelitian Terdahulu

(19)

Hasyim (2012) melakukan penelitian tentang analisis tingkat ketimpangan pendapatan dan kemiskinan petani padi (Studi Kasus: Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang). Hasil penelitian menunjukkanbahwa tingkat ketimpangan petani padi sawah berdasarkan nilai Gini Ratio sebesar 0,32 berada dalam kategori rendah, dan menurut kriteria World Bank juga berada dalam kategori rendah. Sumber pendapatan petani padi sawah di luar usaha tani padi sawah cukup beragam dimana pendapatan dari usaha tani padi sawah memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan yaitu, sebesar 67,56%. Tingkat kemiskinan menurut kriteria BPS (2011) tidak terdapat petani padi sawah yang berada pada kategori miskin, dan petani padi sawah yang berada pada kategori miskin menurut UMR (2012) sebanyak 37,21%.

Fahmi Husein (2015) melakukan penelitian dengan judul Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan di Kota Medan (Studi Kasus: Kecamatan Medan Deli). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Deli relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,32. Berdasarkan kriteria Bank Dunia tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli tergolong rendah. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik bahwa masyarakat di Kecamatan Medan Deli memiliki tingkat kesejahteraan sedang.

(20)

tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Labuhan relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,39. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Labuhan tergolong sedang. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik, masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan memiliki tingkat kesejahteraan yang sedang.

2.5 Kerangka Konseptual

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Pendapatan Rendah

Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Tingkat Kesejahteraan Tinggi, Sedang, Rendah Pendapatan

Sedang

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Lorenz
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mengatasi ketidakakuratan tersebut maka akan dilakukan analisa dan pengidentifikasian citra objek tulang manusia dengan beberapa tahapan analisa yaitu proses threshold,

Pada tanggal 31 Desember 2015 dan 2014, Kelompok Usaha hanya memiliki liabilitas keuangan yang diukur dengan biaya perolehan diamortisasi yang terdiri dari hutang usaha,

Adapun perangkat yang digunakan pada tahapan pembuatan program adalah Java 2 Micro Edition (J2ME) bahasa pemrograman untuk aplikasi yang akan dijalankan pada handphone.Aplikasi

Evaluasi terhadap sertifikat ISPO yang sudah diterbitkan selama ini harus dilakukan, hal ini diperlukan untuk dapat memastikan bahwa tidak ada perusahaan yang

Dari total US$ 240 juta kontrak yang berhasil dibukukan tersebut, 52% merupakan kontribusi dari unit bisnis seismik zona transisi ( transition zone seismic )dan unit bisnis

Prestasi tersebut di atas tentunya tidak terlepas dari dukungan dan kerja keras kita semua dalam bekerja, dan ini tentunya menjadi modal yang sangat berarti bagi perusahaan

(“Elnusa”), salah satu perusahaan nasional terkemuka penyedia jasa migas, berhasil mencetak pertumbuhan laba yang signifikan pada kuartal ketiga tahun

Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT Dahana (Persero)