• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan Terhadap Human Error Paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan Terhadap Human Error Paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan Pustaka

2.1.1 Seleksi

2.1.1.1Pengertian Seleksi

Pentingnya pelaksanaan program seleksi mengakibatkan kegiatan tersebut harus dilaksanakan dengan tepat dan benar. Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang pengertian seleksi. Menurut Hasibuan (2008:47), seleksi adalah suatu kegiatan pemilihan dan penentuan pelamar yang diterima atau ditolak untuk menjadi karyawan perusahaan.

Bangun (2012:159), menyatakan bahwa seleksi karyawan adalah proses memilih calon karyawan yang terbaik untuk ditempatkan pada pekerjaan yang lowong.

Sedangkan, Sunyoto (2012:108), menyatakan seleksi tenaga kerja adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seseorang pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu instansi tertentu setelah menjalani serangkaian tes yang dilaksanakan.

(2)

2.1.1.2 Tujuan Pelaksanaan Seleksi

Dalam menyeleksi calon tenaga kerja sebelum diterima menjadi karyawan, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Hasibuan (2008:49), mengemukakan beberapa tujuan seleksi karyawan, yaitu:

1) Untuk mendapatkan karyawan yang qualifed dan potensial. 2) Untuk mendapatkan karyawan yang jujur dan berdisiplin.

3) Untuk mendapatkan karyawan yang cakap dengan penempatannya yang tepat. 4) Untuk mendapatkan karyawan yang terampil dan bersemangat dalam bekerja. 5) Untuk mendapatkan karyawan yang memenuhi persyaratan undang-undang

perburuhan.

6) Untuk mendapatkan karyawan yang dapat bekerja sama secara vertikal maupun horizontal.

7) Untuk mendapatkan karyawan yang dinamis dan kreatif.

8) Untuk mendapatkan karyawan yang inovatif dan bertanggung jawab sepenuhnya.

9) Untuk mendapatkan karyawan yang loyal dan berdedikasi tinggi.

(3)

2.1.1.3 Karakteristik Tes dalam Seleksi

Menurut Sofyandi (2008: 106), karakteristik tes dalam seleksi sebuah tes atau instrumen seleksi yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Standarisasi, sebuah tes yang baik harus memiliki keseragaman prosedur dan kondisi bagi semua peserta.

2. Objektivitas, untuk setiap jawaban yang sama harus diberikan hasil/nilai tes tidak boleh didasarkan atas subjektivitas terhadap aspek-aspek tertentu dari peserta tes.

3. Norma, setiap tes harus memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk membandingkan prestasi pelamar. Tanpa norma, hasil seorang peserta tidak dapat diklasifikasikan: apakah nilainya baik atau buruk, apakah ia lulus atau tidak, apakah nilainya lebih baik atau lebih buruk dibandingkan peserta lain. 4. Reliabilitas, berarti bahwa sebauh alat seleksi (biasanya sebuah tes)

memberikan hasil yang konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini. 5. Validitas, berarti bahwa alat seleksi (biasanya sebuah tes) berhubungan secara

(4)

2.1.1.4 Kualifikasi Pelaksanaan Seleksi

Setiap perusahaan yang melaksanakan seleksi selalu mempunyai tujuan untuk mendapatkan pegawai yang tepat dalam mengisi jabatan yang diperlukan perusahaan. Untuk itu perusahaan perlu mendapatkan beberapa kualifikasi yang dijadikan dasar dalam memilih tenaga kerja untuk mengisi lowongan yang tersedia. Dengan demikian diharapkan proses seleksi yang dilakukan perusahaan mencapai tujuan yang maksimal. Adapun syarat perseorangan yang umum menjadi kualifikasi dasar seleksi menurut Martoyo (2006:43) terbagi atas dua dimensi yaitu, antara lain:

1. Persyaratan Umum

Persyaratan umum merupakan kualifikasi dasar atau persyaratan awal yang harus dipenuhi oleh para pelamar. Persyaratan umum dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

a. Umur, perhatian dalam proses seleksi juga bertujuan pada masalah “umur” pelamar. Usia muda dan usia lanjut tidak menjamin diterima atau tidaknya seorang pelamar.

b. Jenis Kelamin, sebagai dasar seleksi, jenis kelamin memang sering pula diperhatikan, terlebih-lebih untuk jabatan tertentu.

c. Pendidikan, kualifikasi pelamar merupakan cermin dari hasil pendidikan dan pelatihan sebelumnya.

(5)

2. Persyaratan Khusus

Persyaratan khusus merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pelamar setelah persyaratan umm dipenuhi. Persyaratan khusus dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

a. Keahlian, merupakan salah satu kualifikasi yang utama yang menjadi dasar dalam proses seleksi, kecuali bagi jabatan yang tidak memerlukan keahlian sebagaimana dimaksud.

b. Pengalaman, dalam proses pelamaran suatu pekerjaan, pengalaman cukup penting artinya dalam proses seleksi. Karena suatu organisasi akan lebih cenderung memilih pelamar yang berpengalaman dari pada yang tidak berpengalaman, karena mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang nantinya akan diberikan.

c. Tampang atau penampilan, dalam jabatan tertentu, tampang juga merupakan salah satu kualifikasi yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam melaksanakan tugasnya.

d. Bakat atau keterampilan, keterampilan seorang pelamar turut pula memegang kunci sukses dalam proses seleksi.

e. Temperamen atau emosi, merupakan pembawaaan seseorang yang tidak dapat dipengaruhi oleh pendidikan, yang berhubungan langsung dengan emosi seseorang.

(6)

sedangkan karakter adalah faktor eksogen. Suatu karakter seseorang dapat diubah melalui pendidikan, sedangkan temperamen tidak dapat diubah.

Meskipun semua kualifikasi itu penting, namun tetapi harus dicatat, bahwa tidak seluruh kualifikasi tersebut harus dimiliki seseorang pelamar atau calon pegawai. Kualifikasi itu memang amat tergantung pada “job description” dari jabatan tertentu, berarti pula tergantung pada jabatan yang lowong dan perlu diisi. Menurut Manullang (2011:102) juga mengemukakan bahwa ada beberapa kualifikasi yang mendasari atau menjadi dasar dalam proses seleksi, yaitu :

1. Keahlian

Keahlian merupakan salah satu kualifikasi utama yang menjadi dasar dalam proses seleksi. Keahlian itu dapat digolongkan ke dalam tiga macam yaitu: a. Technical skill

b. Human skill

c. Conceptual skill

2. Pengalaman

Pengalaman penting artinya dalam proses seleksi pegawai. Pengalaman dapat menunjukkan apa yang dikerjakan oleh calon pegawai pada saat dia melamar. Keahlian dan pengalaman merupakan dua kualifikasi yang selalu diperhatikan dalam proses seleksi.

3. Umur

(7)

4. Jenis kelamin

Jenis kelamin sering diperhatikan sebagai dasar dalam mengadakan seleksi, terlebih lagi untuk jabatan tertentu. Dewasa ini terbuka lowongan untuk kaum wanita bukan saja untuk menjabat sebagai sekretaris, tetapi pula untuk menjadi manajer, mandor, dan ada pula menjadi buruh. Namun, tidaklah berarti bahwa segala macam jabatan dapat diisi oleh kaum wanita, ada jabatan yang memang tertutup bagi kaum wanita. Jabatan yang tertutup itu bukan saja karena tenaga fisik yang kuat, tetapi juga pula ditinjau dari sudut moral kurang tepat bagi kaum wanita.

5. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu.

2.1.1.5 Prosedur Seleksi

(8)

1. Pengisian formulir lamaran

Formulir lamaran adalah catatan formal lamaran kerja seseorang. Tujuan utama formulir lamaran adalah memberikan informasi kepegawaian yang berarti yang membantu mengambil keputusan-keputusan pengangkatan yang akurat. Formulir lamaran memberikan informasi yang berhubungan mengenai individu yang akan digunakan dalam wawancara pekerjaan dan pengecekan referensi atau latar belakang. Perusahaan harus mengevaluasi formulir lamaran untuk mengetahui apakah ada kecocokan antara pelamar dengan posisi yang lowong.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan atau interaksi verbal, secara umum antara dua orang, untuk maksud tertentu. Tujuan wawancara adalah mengeksplorasi subyek bidang tertentu. Sedangkan wawancara pekerjaan adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penerimaan pelamar pekerjaan.

3. Tes seleksi

(9)

4. Pemerikasaan referensi

Sebelum perusahaan membuat keputusan hasil seleksi, biasanya diadakan terlebuh dahulu penyelidikan tentang latar belakang pelamar. Penyelidikan latar belakang ini disebut pengecekan referensi (reference checks), dan dapat mencakup penelitian pekerjaan sebelumnya, surat keterangan pendidikan, aktivitas kriminal, dan karakter umum lainnya. Tujuan pengecekan referensi adalah mengorek informasi mengenai perilaku pelamar pada masa lalu dan verifikasi terhadap informasi yang diberikan di dalam formulir lamaran.

5. Pemeriksaan fisik

(10)

2.1.2 Penempatan

2.1.2.1 Pengertian Penempatan

Setelah selesai melaksanakan kegiatan seleksi, proses selanjutnya adalah penempatan. Namun, akan dipaparkan terlebih dahulu beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian penempatan.

Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:189), penempatan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian personalia untuk menentukan seorang pegawai masih tetap atau tidak ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau kualifikasi tertentu.

Menurut Ibrahim (dalam Jackson, dkk, 2010), penempatan berkaitan dengan pencocokan seseorang dengan jabatan yang dipegangnya berdasarkan pada kebutuhan dan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kepribadian karyawan tersebut.

Sedangkan, menurut Bangun (2012:159), penempatan karyawan adalah proses penempatan karyawan sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dengan persyaratan pekerjaan.

(11)

2.1.2.2 Tujuan Penempatan Pegawai

Salah satu tujuan organisasi dalam menempatkan pegawainya secara tepat adalah agar pegawai tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Fadilah, dkk (dalam Sastrohadiwiryo, 2005) mengungkapkan bahwa “maksud dan tujuan dari penempatan pegawai adalah untuk menempatkan pegawai sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada posisi yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan, dan keahliannya. Tujuan ini harus didukung oleh prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman.”

(12)

2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penempatan

Sebelum menempatkan tenaga kerja di tempat mereka harus bekerja, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, berikut ini beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam menempatkan karyawan (Suwatno, 2009:129):

1. Pendidikan

Pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, pendidikan minimum yang disyaratkan meliputi:

a. Pendidikan yang disyaratkan.

b. Pendidikan alternatif, seperti pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti.

2. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sejenis hendaknya menjadi pertimbangan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Pengalaman seorang karyawan yang dapat menjadi pertimbangan untuk penempatan tenaga kerja, adalah:

a. Pengalaman kerja sebelumnya. b. Lamanya masa kerja sebelumnya. 3. Keahlian/Keterampilan Kerja

Kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang harus diperoleh dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:

(13)

b. Keterampilan fisik, yaitu tingkat kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, seperti produktivitas dalam bekerja yang tinggi.

c. Keterampilan sosial, seperti kemampuan berkomunikasi dengan baik, mempengaruhi orang lain, menawarkan barang atau jasa dan lain-lain. 4. Pengetahuan Kerja

Pengetahuan yang yang harus dimiliki oleh seorang karyawan dengan wajar yaitu pengetahuan kerja ini sebelum ditempatkan dan yang baru diperoleh pada waktu karyawan tersebut bekerja dalam pekerjaan tersebut.

Menurut Sastrohadiwiryo (2005:162) dalam melakukan penempatan karyawan hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kesesuaian kemampuan akademis, merupakan kesesuaian latar belakang pendidikan karyawan sesuai dengan bidang pekerjaan yang dimilikinya serta kesesuaian dengan pelatihan yang pernah diikuti.

2. Kesesuaian pengalaman, merupakan kesesuaian pengalaman yang dimiliki karyawan sebelumnya serta lamanya masa kerja sebelumnya.

3. Kesesuaian karakteristik individu, merupakan kesesuaian antara riwayat kesehatan fisik dan mental, sifat kepribadian, serta kesesuaian dengan usia pegawai.

4. Kesesuaian keterampilan, keterampilan kerja dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

(14)

b. Keterampilan sosial, seperti mempengaruhi orang lain, berkomunikasi dan lain-lain.

2.1.2.4 Cara Penempatan

Terdapat beberapa cara dalam menempatkan karyawan. Berikut ini terdapat dua cara penempatan karyawan (Rivai, dkk 2014:154), antara lain:

1. Karyawan baru dari luar perusahaan, dan

2. Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement

atau penempatan internal, terbagi atas 4 yaitu: a. Promosi

Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah (reward system) atas usaha dan prestasinya di masa lampau. Pada umunya, pekerja senior akan dipromosikan terlebih dahulu. Maksud senior disini adalah pekerja yang mempunyai masa kerja yang paling lama di perusahaan tersebut dan mempunyai kinerja yang baik.

b. Transfer

(15)

c. Demosi

Demosi terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari suatu posisi ke posisi lainya yang lebih rendah tingkatannya, baik tingkat gaji, tanggung jawab, maupun tingkat strukturalnya. Biasanya demosi terjadi karena kinerja yang tidak baik, atau karena ketidaktaatan terhadap disiplin kerja seperti terlalu sering absen/tidak hadir, dan tindakan undiscipliner lainnya.

d. Job Posting Programs

Job posting programs memberikan informasi kepada karyawan tentang pembukaan lowongan kerja dan persyaratannya. Pengumuman tentang lowongan kerja tersebut biasanya diumumkan melalui bulletin atau surat kabar perusahaan baik surat kabar biasa maupun elektronik.

2.1.2.5 Prosedur Penempatan

Menurut Sastrohadiwiryo (2005:167), prosedur penempatan tenaga kerja merupakan urutan kronologis untuk menempatkan tenaga kerja yang tepat pada posisi yang tepat pula. Prosedur penempatan tenaga kerja yang diambil merupakan keluaran pengambilan keputusan (decision making) yang dilakukan manajer tenaga kerja, khususnya bagian penempatan tenaga kerja, baik yang telah diambil berdasarkan pertimbangan rasional maupun objektif ilmiah.

(16)

keputusan dalam penempatan tenaga kerja tersebut atas dasar hasil seleksi yang telah dilakukan oleh manajer tenaga kerja, khususnya bagian seleksi tenaga kerja.

Pertimbangan objektif ilmiah berdasarkan data dan keterangan tentang pribadi tenaga kerja, baik atas dasar referensi dari seseorang maupun atas hasil seleksi tenaga kerja yang pelaksanaannya tanpa mengesampingkan metode-metode ilmiah.

Apabila seleksi selesai dilaksanakan, hasilnya harus segera diinformasikan agar yang bersangkutan mengetahui. Pelaksanaannya dapat disampaikan melalui media massa cetak maupun media massa elektronik, bergantung pertimbangan yang paling menguntungkan.

Pelamar yang lulus seleksi harus segera diberi informasi, begitu juga bagian penempatan tenaga kerja perlu mengetahui agar dikondisikan dengan keadaan perusahaan sehingga tenaga kerja dapat ditempatkan berdasarkan kualifikasi yang bersangkutan. Laporan bagian seleksi tenaga kerja merupakan kunci bagi penempatan tenaga kerja. Tanpa laporan, bagian penempatan tenaga kerja, tidak dapat berbuat apa-apa. Sebaliknya, bagian seleksi tenaga kerja memiliki hubungan horizontal dengan bagian penempatan tenaga kerja.

(17)

Sumber: Sastrohadiwiryo (2005:167)

Gambar 2.1

Mekanisme Kerja Bagian Penempatan Tenaga Kerja Keterangan:

1. Manajer tenaga kerja mendelegasikan kekuasaannya (delegation of authority) kepada bagian seleksi tenaga kerja untuk melaksanakan seleksi tenaga kerja guna mengisi formasi yang telah tersedia berdasarkan kualifikasi tertentu; 2. Atas pelaksanaan seleksi tenaga kerja, bagian seleksi tenaga kerja

melaporkan/mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka seleksi tenaga kerja, kepada manajer tenaga kerja yang merupakan atasan langsung;

3. Setelah menerima laporan seleksi (selection report), manajer tenaga kerja mendelegasikan kekuasaannya kepada bagian penempatan tenaga kerja untuk menempatkan tenaga kerja yang telah lulus seleksi berdasarkan kondisi yang ada, dan berdasarkan laporan bagian seleksi tenaga kerja;

4. Bagian seleksi tenaga kerja atas dasar pelaksanaan fungsi horizontal memberikan laporan hasil seleksi (calon tenaga kerja yang lulus seleksi)

Manajer Tenaga

Kerja

Bagian Seleksi Tenaga Kerja

Bagian Penempatan

Tenaga Kerja Implementasi

fungsi sebelumnya

(18)

kepada bagian penempatan tenaga kerja untuk menempatkan tenaga kerja tersebut pada posisi yang tepat;

5. Atas pelaksanaan fungsi dalam penempatan tenaga kerja, bagian penempatan tenaga kerja melaporkan/mempertanggungjawabkan segala kegiatannya kepada manajer tenaga kerja yang merupakan pihak yang mendelegasikan kekuasaan/atasan langsung kepada bagian penempatan tenaga kerja.

Dalam mekanisme kerja tersebut, bagian seleksi tenaga kerja sangat bergantung pada fungsi manajer tenaga kerja sebelumnya. Demikian juga bagian penempatan tenaga kerja, sangat bergantung pada fungsi manajer tenaga kerja selanjutnya.

2.1.3Pelatihan

2.1.3.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan merupakan kegiatan yang sangat penting baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan. Berikut ini beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli.

(19)

Menurut Dessler (2009:126), pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru atau karyawan yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka.

Sedangkan, menurut Rivai, dkk (2014:163), pelatihan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang.

Dari pengertian para ahli diatas, maka penyusun menyimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu program yang diselenggarakan perusahaan dalam kurun waktu relatif singkat untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan para karyawannya dalam mengerjakan pekerjaan mereka secara lebih efektif dan efisien.

2.1.3.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Sofyandi (2008:114) mengatakan tujuan diadakannya pelatihan yang diselenggarakan perusahaan terhadap karyawan dikarenakan perusahaan menginginkan adanya perubahan dalam prestasi kerja karyawan sehingga dapat sesuai dengan tujuan perusahaan. Yusuf (dalam Sunyoto, 2012:140) mengemukakan tujuan dari pelatihan tenaga kerja, antara lain:

1. Memperbaiki kinerja. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan kinerja dan produktivitas dari karyawan akan semakin meningkat dikarenakan peningkatan keterampilan dan pengetahuan.

(20)

3. Mengurangi waktu belajar. Diharapkan dengan pelatihan akan mengurangi waktu belajar atau proses adaptasi dari karyawan baru maupun karyawan lama pada posisi yang baru.

4. Memecahkan permasalahan operasional. Serangkaian pelatihan dalam berbagai bidang yang diberikan oleh perusahaan akan membantu karyawan dalam memecahkan masalah organisasional dan melaksanakan pekerjaan secara efektif.

5. Promosi karyawan. Salah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program pengembangan karier yang sistematik.

6. Orientasi karyawan terhadap organisasi. Hal ini sebagai upaya untuk memberikan kesamaan visi dan misi perusahaan di antara sesama karyawan sehingga memiliki pandangan yang sama terhadap organisasi dan pekerjaan. 7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Pelatihan dan pengembangan

dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas yang menghasilkan efektivitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan di dalam perusahaan.

Yusuf (dalam Sunyoto, 2012:141) menyatakan manfaat pelatihan tenaga kerja, antara lain:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.

2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan agar mencapai standar kinerja yang dapat diterima.

(21)

5. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja.

6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.

2.1.3.3 Metode Pelatihan

Darodjat (dalam Notoatmodjo, 2009:23) menyatakan bahwa metode pelatihan terbagi menjadi dua, yaitu pelatihan di luar pekerjaan (off the job training) dan pelatihan di dalam pekerjaan (on the job training).

a. Pelatihan di luar tugas (off the job training). Pelatihan dengan menggunakan

off the job training mengirim karyawan sebagai peserta pelatihan ke luar sementara dari pekerjaannya untuk mengikuti pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

(22)

2.1.3.4 Tahap-Tahap Pelatihan

Terdapat beberapa tahapan dalam pelatihan tenaga kerja. Yusuf (2015:148) mengemukakan tiga tahap utama pelatihan tersebut, antara lain:

1. Penerimaan kebutuhan pelatihan (assessing training needs)

Tahap pertama yang dilakukan ialah menentukan kebutuhan pelatihan bagi para karyawan. Pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan, yaitu:

a. General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memerhatikan data mengenai kinerja dari pegawai.

b. Observable performance discrepancies, yaitu jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil kerjanya sendiri.

c. Future human resources needs. Jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi lebih berkaitan dengan keperluan SDM untuk waktu yang akan datang.

2. Desain program pelatihan

Penyelia harus memutuskan program pelatihan yang tepat dan bagaimana yang harus dilaksanakan. Terdapat dua jenis sasaran pelatihan, yakni:

(23)

sikap. Sedangkan, jenis yang kedua mencakup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode/teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan, dan sebagainya.

3. Evaluasi program pelatihan

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam pencapaian sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. Program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan: reactions, learning, behaviours, organizational results, dan cost effectivity.

Untuk mengetahui dampak dari pelatihan itu secara keseluruhan terhadap kinerja seseorang atau kelompok tertentu, umumnya terdapat dua pilihan model penilaian pelatihan, yaitu:

a. Uncontrolled model, model ini biasanya tidak memakai kelompok pembanding dalam melakukan penilaian dampak pelatihan terhadap hasil dan/atau performansi kerjanya. Untuk melihat efektivitas membandingkan antara hasil dari pre-test dan hasil dari post-test.

(24)

2.1.3.5 Pengukuran Efektivitas Pelatihan

Secara garis besar ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah program pelatihan. Antariksa, (dalam Sullivan, 2005) mengemukakan dasar-dasar dalam mengukur efektivitas pelatihan, yaitu diantaranya adalah:

1. Monitoring pelaksanaan program pelatihan

Di fase ini perusahaan akan melaksanakan pengawasan dan penelitian mengenai pelaksanaan pelatihan dengan mengamati:

a. Tingkat antusias karyawan selama mengikuti program pelatihan b. Keaktifan karyawan selama proses pelatihan berlangsung c. Kemampuan instruktur pelatihan dalam menyampaikan materi d. Isi materi yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan

2. Monitoring efektivitas pelatihan

Dalam sebuah pelaksanaan pelatihan, tidak semua karyawan akan bisa langsung mempraktekkan materi pelatihan yang baru saja didapat. Diprediksi akan ada tenggang waktu tertentu antara perubahan yang diharapkan oleh perusahaan dengan waktu berakhirnya masa pelatihan. Maka, tugas dari perusahaan harus menilai:

(25)

f. Peningkatan hasil kinerja karyawan setelah pelaksanaan pelatihan

2.1.4 Human Error

2.1.4.1 Pengertian Human Error

Menurut Peters (2005), human error adalah suatu penyimpangan dari standar performansi yang telah ditentukan sebelumnya sehingga menyebabkan adanya penundaan akibat dari kesulitan, masalah, insiden, dan kegagalan.

Supangat, dkk (dalam Sanders dan McCormick, 2010) yang menyatakan bahwa “human error didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku manusia yang tidak tepat dimana dapat mengurangi atau berpotensi mengurangi efektifitas, keselamatan maupun performa sistem”.

Pasaribu (dalam Johan de Haan, 2012) menyatakan bahwa kesalahan manusia dalam proses produksi disebut sebagai human error yang didefinisikan bahwa kegagalan manusia untuk mencapai hasil yang dimaksudkan dalam melaksanakan urutan perencanaan dari kegiatan mental ataupun fisik.

(26)

2.1.4.2 Tipe-Tipe Human Error

Tipe-tipe human error yang dikemukakan oleh Rooney, dkk (2012), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kesalahan diagnosa. Kesalahan dalam mendiagnosa pasien yang dapat terjadi, antara lain:

a. Tidak melakukan standard operating procedure (SOP) dalam memberikan diagnosa.

b. Kesalahan dalam membaca/ menginterpretasi hasil pemeriksaan. c. Kesalahan penulisan diagnosa dalam formulir-formulir resume medis. 2. Kesalahan pengobatan. Kesalahan pengobatan atau kesalahan dalam

memberikan tindakan medis yang dapat terjadi, antara lain: a. Kesalahan dalam memberikan obat kepada pasien. b. Kesalahan dalam melakukan prosedur penginfusan.

c. Kesalahan dalam memberian diet (makanan) kepada pasien. d. Kesalahan dalam memberian transfusi darah kepada pasien. e. Kesalahan pengambilan darah.

f. Kesalahan dalam pemberian terapi medis.

(27)

Reason (2004) juga mengemukakan bahwa tipe-tipe human error dapat dilihat berdasarkan aspek teknis dan berdasarkan proses terjadinya. Tipe human error berdasarkan aspek teknis dibedakan atas:

1. Error of mission, yaitu tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Tipe error ini contohnya adalah keterlambatan dalam penanganan pasien atau tidak meresepkan obat untuk indikasi yang jelas.

2. Error of commission, yaitu melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan. Tipe error ini contohnya adalah kesalahan dalam memutuskan pilihan terapi dengan memberikan obat yang salah, atau obat diberikan melalui cara yang salah.

Jika dilihat berdasarkan proses terjadinya, human error dapat dibedakan atas:

1. Diagnostic error, kesalahan atau keterlambatan dalam menegakkan diagnosis, tidak melakukan suatu pemeriksaan padahal ada indikasi untuk itu, penggunaan uji/pemeriksaan atau terapi yang sudah tergolong tidak dianjurkan lagi.

2. Treatment error, kesalahan atau error dalam memberikan obat, dosis terapi yang keliru, atau melakukan terapi secara tidak tepat (bukan atas indikasi). 3. Preventive error, memberikan profilaksi untuk siatuasi yang memerlukan

(28)

4. Lainnya (system error), pemakaian alat medis yang tidak sesuai atau kesalahan akibat kegagalan sistem, dan tidak terstandarnya alat medis yang digunakan untuk perawatan medis.

2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Human Error

Kumar dan Sinha (2008:185) dalam jurnal “Human Error Control in Railways” mengungkapkan bahwa faktor-faktor human error terbagi atas 3, yaitu sebagai berikut:

1. Dilihat dari sisi fisiologis, sumber kesalahan yang terjadi, meliputi:

a. Lingkungan kerja - keributan, pencahayaan, waktu kerja, pengaturan shift, suhu, ventilasi udara, dll.

b. Stess- reaksi dari stess.

c. Kapasitas perhatian-lebih perhatian atau kurangnya perhatian, kebingungan persepsi.

d. Beban mental-kelelahan, stress.

2. Dari sisi anatomis, sumber kesalahan yang terjadi berasal dari kesehatan fisik, meliputi:

a. Ketidakmampuan/cacat. b. Usia.

c. Sakit atau terluka.

d. Koordinasi terhadap fisik yang buruk.

3. Faktor human error yang terakhir, dilihat dari sisi sosial & pribadi, sumber kesalahan yang terjadi berasal dari anggota keluarga, meliputi:

(29)

b. Ketidakharmonisan sosial/situasi yang stress.

Selain itu, Meister dan Enderwich (2008) juga mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya human error adalah, sebagai berikut:

1. Pelatihan dan kecapakapan sumber daya yang kurang memadai. 2. Rancangan peralatan yang kurang baik.

3. Kebisingan di area kerja yang tinggi. 4. Tempat kerja yang kurang representatif. 5. Motivasi rendah.

6. Prosedur operasi dan maintenance yang kurang baik. 7. Kompleksitas pekerjaan yang tinggi.

2.1.4.4 Klasifikasi Human Error

Dhillon dan Liu (2006:21) mengelompokkan human error kedalam enam kelompok, antara lain:

1. Kesalahan operasi (operating errors), kesalahan jenis ini terdiri dari dua kategori, yaitu kategori pertama meliputi kesalahan karena kurang perhatian (error of attention) dan kesalahan karena lupa (error of memory), sedangkan kategori kedua meliputi kesalahan operasi (error of operation), kesalahan identifikasi (error of identification) dan kesalahan interpretasi (error of interpretation).

(30)

3. Kesalahan perancangan (design errors), jenis kesalahan ini dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: kegagalan dalam mengimplementasikan kebutuhan manusia dalam desain, penugasan fungsi yang tidak sesuai pada seseorang, dan kegagalan dalam efektifitas interaksi manusia-mesin.

4. Kesalahan inspeksi (inspection errors), merupakan kesalahan yang berhubungan dengan inspeksi dimana kesalahan ini muncul karena inspeksi tidak 100% akurat.

5. Kesalahan instalasi (installation errors), kesalahan ini terjadi selama tahapan instalasi dan merupakan kesalahan sementara. Kesalahan ini muncul karena proses instalasi dilaksanakan tidak sesuai dengan instruksi yang ada.

6. Kesalahan perawatan (maintenance errors), kesalahan ini diakibatkan oleh tidak tepatnya perbaikan terhadap suatu item.

Klasifikasi human error untuk mengidentifikasi penyebab kecelakaan sehingga bisa menjadi tindakan preventif yang dikemukakan oleh Sutalaksana, dkk (2005), adalah sebagai berikut :

1. Sistem Induced Human Error

Dimana mekanisme suatu sistem memungkinkan manusia melakukan kesalahan, misalnya manajemen yang tidak menerapkan disiplin secara baik dan ketat.

2. Desain Induced Human Error

(31)

3. Pure Human Error

Suatu kesalahan yang terjadi murni berasal dari dalam manusia itu sendiri, misalnya karena skill, pengalaman, dan psikologis.

2.1.4.5 Langkah-Langkah dalam Meminimalisir Human Error

Dari jenis kesalahan yang ada, dilakukan standarisasi untuk meminimalisir kesalahan tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain dapat dirangkum dalam 5 langkah utama (Rooney, dkk, 2012).

Langkah 1: Menerapkan human factor engineering

Human factor engineering fokus kepada desain yang terintegrasi antara mesin, lingkungan, dan faktor manusia sehingga manusia dapat menyelesaikan pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang ergonomis.

Langkah 2: Menyediakan standard operational procedure (SOP)

(32)

Langkah 3: Memberikan pelatihan kerja yang relevan

Adanya pelatihan kerja akan memastikan petugas kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang esensial dan diperlukan untuk secara efektif menjalankan fungsi mereka sehingga akan meminimisasi terjadinya human error

dalam eksekusi.

Langkah 4: Adanya prosedur untuk mendeteksi human error

Banyak kesalahan manusia dalam bidang kesehatan dapat dicegah dengan adanya prosedur pengendalian administrasi dan sistem. Misalnya, petugas kesehatan bekerja secara berpasangan untuk kegiatan tertentu sehingga sistem berpasangan ini memungkinkan bagi partner untuk mendeteksi human error

sebelum konsekuensi yang tidak diinginkan terjadi. Pengecekan secara berulang juga diperlukan seperti misalnya, setelah tenaga farmasi yang mengambil obat resep dari dokter dicek kembali kesesuaiannya dengan resep oleh tenaga farmasi bagian penyerahan kepada pasien.

Langkah 5: Membantu pekerja mencapai kebutuhan sosial dan psikologis

Motivasi pekerja cenderung fluktuatif. Adanya langkah khusus untuk pendekatan secara sosial dan psikologis akan membantu menjaga motivasi tetap tinggi sehingga faktor human error dapat diminimumkan.

Bakar (2007) juga mengemukakan tiga pendekatan untuk mengurangi terjadinya kesalahan manusia(human error), antara lain:

1. Pemilihan personil

(33)

kebutuhan pekerjaan. Hal-hal seperti kemampuan persepsi, intelektual dan skill

motorik harus dipertimbangkan dalam pemilihan personil. Pendekatan ini memiliki keterbatasan, antara lain :

a. Tidak selalu mudah menentukan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.

b. Tidak selalu tersedia metode tes yang handal dan valid untuk mengukur kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan.

c. Kemungkinan tersedianya sumber daya yang berkualitas sangat terbatas.

2. Pelatihan

Pelatihan yang cocok dengan kebutuhan personil dapat mengurangi terjadinya human error, namun pada kenyataannya orang tidak selalu menunjukkan performansi sebagaimana yang telah diberikan dalam pelatihan, hal ini disebabkan karena kebiasaan pada saat sebelum diberikan pelatihan.

3. Perancangan

(34)

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

I Gusti di Rumah Sakit Umum Pusat

pengaruh negatif dan signifikan Events at Hospital

in Lombok, Human Factors

Independen:

yaitu kinerja

organisasi

karyawan dan faktor-faktor

(35)

(Lanjutan)

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

I Putu Individu Terhadap Tingkat Kesalahan Kerja Perawat Kontrak

STIKes Wira Medika PPNI Bali

Independen:

Tindakan Medis di RS Tugu Ibu

signifikan antara variabel pelatihan sebesar 2,9% dan sisanya

Terhadap Medical

Error pada Rumah

Sakit Setia Mitra

Independen: terhadap medical

Error sebesar

32,94%,

(36)

(Lanjutan)

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

(37)

(Lanjutan)

Peneliti Judul Variabel

Penelitian

Metodologi

Penelitian Hasil Penelitian

Gunawan Kerja Pada Rumah Sakit 1. Prestasi Kerja

Karyawan seleksi terhadap prestasi kerja

negatif dan tidak signifikan terhadap

The Effects of Nurse Staffing on Adverse Events, Pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani Parung Bogor.

Independen: 1. Seleksi Calon

Apoteker

(38)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu, seleksi, penempatan, dan pelatihan, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah human error paramedis.

Peters (2011), menyatakan bahwa fenomena human error dapat diantisipasi mulai dari kualifikasi persyaratan perekrutan tenaga kerja yang semakin ketat, penempatan tenaga kerja yang lebih teliti sampai dengan pengaturan sistem kerja oleh manajemen. Pada dasarnya, human error tidak mungkin hilang sepenuhnya namun bisa diantisipasi agar tidak sering terjadi. Di sinilah peranan dari pihak manajerial sangat dibutuhkan. Mulai dari melakukan monitoring, evaluasi, serta memberikan pelatihan-pelatihan yang bersifat personal skill, seperti communication skill, public speaking, outbond training, serta seminar. Peters (2011), juga menambahkan bahwa pada saat sudah menjadi pegawai maka yang bersangkutan masih perlu dibantu agar ia dapat bekerja secara optimal dan bertahan untuk waktu yang lama. Pegawai yang bersangkutan harus dimonitor dan dinilai kinerjanya secara teratur, serta diberikan pelatihan dan pengembangan. Pada tahap ini petugas seleksi perlu mengkaji ulang cara-cara yang dipakai dalam menyeleksi pegawai, serta ketepatan dalam menempatkan pegawainya, hal ini sangat penting demi mencegah masalah-masalah yang mungkin timbul setelah pegawai diterima bekerja.

(39)

saat seseorang mengoperasikan alat kerja atau produksi, yaitu karena pekerja yang bersangkutan tidak terampil dan tidak mengetahui cara mengoperasikan alat-alat tersebut. Tidak terampilnya pekerja tersebut disebabkan karena kurangnya pengalaman dalam mengikuti pelatihan-pelatihan kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010) yang menunjukkan bahwa

training dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian, pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kejadian yang membahayakan.

Harnadini (2012) berpendapat bahwa rekrutmen dan seleksi berpengaruh terhadap tingkat kesalahan dalam upaya meminimasi human error yang terjadi di rumah sakit, yang dipaparkan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Rekrutmen dan Seleksi Terhadap Tingkat Kesalahan Dalam Upaya Meminimasi

Human Error (Studi Kasus Pada RS Tologorejo Semarang)”.

Kemudian, pada penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Proses Rekrutmen Dan Seleksi Tenaga Kerja Keperawatan Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan Guna Mencegah Kesalahan Medis Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan”, Nainggolan (2011) menyatakan bahwa proses rekrutmen dan seleksi tenaga kerja keperawatan berpengaruh dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan guna mencegah kesalahan medis.

Cho Sung-Hyun, dkk (2010) juga menyatakan bahwa susunan keperawatan

mempengaruhi kejadian merugikan, morbiditas, mortalitas, dan biaya medis, yang

terdapat dalam penelitian berjudul “The Effects of Nurse Staffing on Adverse Events,

(40)

Penelitian yang dilakukan oleh Rohimah (2010) juga ikut melengkapi bahwa seleksi calon apoteker berpengaruh terhadap tingkat pencegahan

medication error, yang dinyatakan dalam penelitian berjudul “Pengaruh Seleksi Calon Apoteker Terhadap Tingkat Pencegahan Medication Error Pada Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani Parung Bogor”

Selanjutnya, pada variabel penempatan, Prayanto (2014) menyatakan bahwa sistem penempatan tenaga keperawatan dan karakteristik individu berpengaruh terhadap tingkat kesalahan kerja perawat kontrak, yang dipaparkan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Sistem Penempatan Tenaga Keperawatan dan Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Kesalahan Kerja Perawat Kontrak STIKes Wira Medika PPNI Bali”.

Pada penelitiannya yang berjudul “The Effect of Placement Practices on Employee Error in Small Service Firms in the Information Technology Sector in

Kenya”, Linge dan Kiruri (2013) juga menyatakan bahwa praktik penempatan berpengaruh terhadap kesalahan karyawan.

Dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Peran Penempatan Tenaga Teknis Kefarmasian Terhadap Angka Kejadian Medication Error di RS XYZ Jember”, Simamora (2012) juga memaparkan bahwa peran penempatan tenaga teknis kefarmasian berpengaruh terhadap angka kejadian medication error.

(41)

menurunkan tingkat kesalahan kerja di rumah sakit. Sementara, penempatan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prestasi kerja karyawan dalam menurunkan tingkat kesalahan kerja di rumah sakit.

Terakhir, pada variabel independen ketiga yaitu pelatihan, Sukadarma (2015) berpendapat bahwa coaching keperawatan sangat berpengaruh terhadap kejadian medication error, yang dipaparkan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Coaching Keperawatan Terhadap Kejadian Medication Error di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar”.

Menap, dkk (2015) juga menyatakan bahwa pelatihan perawatan keselamatan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam mengurangi kejadian merugikan, yang terdapat dalam penelitiannya yang berjudul “Safety-Care Training Effects on Nurses’s Performance to Reduce Adverse Events at Hospital

in Lombok, Indonesia”.

Pada penelitiannya yang berjudul “The Effect of Coaching in Employees Organizational Performance and Human Factors”, Nunez, dkk (2015) menyatakan bahwa pelatihan memiliki pengaruh terhadap kedua variabel tersebut yaitu kinerja organisasi karyawan dan faktor-faktor manusia.

(42)

Suheni (2013) juga ikut melengkapi pernyataan tersebut yang menyatakan bahwa pelatihan cukup berpengaruh terhadap medical error, yang dipaparkan dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Terhadap Medical Error pada Rumah Sakit Setia Mitra”.

Maka, dari uraian diatas dapat diduga bahwa seleksi, penempatan, dan pelatihan berpengaruh signifikan terhadap human error paramedis. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini secara sederhana digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Peters (2011), Ismail (2010), dan Simanjuntak (2005).

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Seleksi (X1)

Pelatihan (X3)

(43)

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012:84), dalam penelitian hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Human Error

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Kerja Bagian Penempatan Tenaga Kerja
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Adanya Dukungan Pemerintah Kabupaten melalui jaminan kelancaran operasional USB melalui penyediaan Kepala Sekolah, Guru dan Staf administrasi sesuai dengan kualifikasi

disiapkan dibagikan oleh tuan rumah kepada para tamu, atau tamu tetap duduk dan mengambil sendiri hidangan yang diestafetkan mulai dari tamu yang berada di sebelah kanan

Pengkajian tentang hubungan antara pendidikan Islam dengan masyarakat telah lama dilakukan, namun pembicaraan itu tetap relevan, dalam rangka perkembangan potensi masyarakat

Pemberian kredit berdasarkan total aset mempunyai pengaruh sebesar 14,9% terhadap kenaikan jumlah pegawai usaha mitra binaan, total aset ≤ Rp 100 juta

Dalam Penulisan Ilmiah ini Masalah Aliran Maksimal yang dibahas adalah mengenai suatu masalah yang dihadapi oleh sebuah perusahaan yang ingin mendapat hasil yang maksimal dalam

[r]

 Rencana pengembangan sekolah kami tidak didukung dengan informasi yang didapat dari hasil evaluasi diri sekolah.  Sejumlah staf di sekolah

1) Pelabuhan Ambon, Bitung dan Sorong melakukan penataan zonasi dengan memisahkan kegiatan petikemas, penumpang dan general cargo, sehingga diharapkan dapat meraih pangsa pasar.