• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark Dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Cerita Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story Of The Swordless Samurai” Karya Tim Clark Dan Mark Cunningham Dilihat Dari Pendekatan Objektif"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “STRATEGI HIDEYOSHI : ANOTHER STORY OF THE SWORDLESS SAMURAI”, PENDEKATAN

OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1. Definisi Novel

Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella (yang dalam bahasa Jerman disebut novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Menurut Depdikbud dalam http://www.anneahira.com/tentang-novel.htm, novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

(2)

dalam Pujiono (2002:3) novel merupakan sesuatu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat meskipun kejadiannya tidak nyata.

Selanjutnya Sayuti dalam http://nesaci.com/jenis-dan-pengertian-novel/ mengatakan bahwa novel cenderung expand (meluas) dan menitikberatkan complexity (kompleksitas). Meluas dan kompleksitas yang dimaksudkannya

adalah dalam hal perwatakan, permasalahan yang dialami sang tokoh, serta perluasan dari latar cerita tersebut.

Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat ditemukan diantaranya:

1. Novel menampilkan unsur-unsur cerita paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas.

2. Bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat.

Karya-karya modern klasik dalam kesusastraan, kebanyakan berisi karya-karya novel. Novel merupakan bentuk karya-karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.

(3)

1. Fielding dalam Atmaja (1986:44) mengatakan bahwa novel merupakan modifikasi dunia modern paling logis, dan merupakan kelanjutan dari dunia epik. Pernyataan ini tidak saja terbukti kebenarannya namun relevan untuk situasi kini, suatu masa dimana novelis tidak lagi menampilkan tokoh-tokoh hero di dalam karya sastra mereka, tetapi lebih banyak menampilkan segi-segi sosial dan psikologis di dalam permasalahan masyarakat biasa.

2. Wellek dan Warren (1995:282) novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis yang bersifat realistis dan mengacu pada realitas yang lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam.

3. Djacob Sumardjo (1999:11-12) novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicernakan, juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya.

Setiap karya sastra fiksi (novel) mempunyai unsur-unsur yang mendukung, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar (unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.

2.2 Unsur-Unsur Pembangun Novel

(4)

unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Unsur-unsur-unsur yang terkandung dalam novel adalah unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.

2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur instrinsik sebagai berikut:

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasati persoalan yang muncul.

(5)

telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Sedangkan Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapakan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan langkah berikut secara cermat:

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

(6)

7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini mengangkat tema yang menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang. Berawal dari perbincangan dua orang pemuda yang berasal dari Desa Miwa yaitu Jiro dan Gonsuke, yang ingin memperoleh nasihat dan petuah bagaimana mencapai sebuah jalan kesuksesan. Dan kemudian tercetuslah ide mereka untuk belajar dari Toyotomi Hideyoshi, seorang samurai tertinggi yang mereka anggap telah berhasil mencapai kesuksesannya dari seorang petani miskin, tidak berpendidikan dan tidak ahli ilmu beladiri namun dapat menjalani rangkaian usaha dan kerja keras untuk menjadi seorang Shogun.

(7)

Dalam novel tersebut dikisahkan sepanjang perjalanan kisah hidupnya, Toyotomi Hideyoshi merangkum kiat-kiat kesuksesannya menjadi 5 bagian, yaitu: (1). Terbayangkan berarti terjangkau. (2).Rasa syukur mengundang keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4).Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama melahirkan keberhasilan.

b. Plot / Alur Cerita

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot. Dalam analisis cerita plot sering juga disebut dengan alur. Alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).

Menurut Suroto (1989:89), alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa setiap cerita tidak berdiri sendiri.

Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot / alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

(8)

2. Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.

3. Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.

4. Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.

6. Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.

Dalam pengertiannya elemen plot / alur hanyalah didasarkan pada paparan mulai peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.

Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nila estetik cerita, maka identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis plot yang meliputi:

(9)

2. Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan.

3. Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi.

Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflik-konflik yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul memang seharusnya dijalani oleh para tokohnya. Dalam plots of action terjadi pada perilaku yang ingin mengabdi dan membela klannya dari musuh. Plots of character fokus utama terjadinya perubahan moral, karakter atau emosi tokoh

cerita. Untuk mengetahui jalinan plots of character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi dari tokoh. Pada plot of thought, penekanan utama yang menyebabkan perubahan emosi atau perasaan tokoh didasari pada situasi yang dihadapi secara langsung.

Menurut Hariyanto (2000:39), Jenis alur dapat dikelompokkan dengan menggunakan berbagai kriteria.

Berdasarkan kriteria urutan waktu:

1. Alur maju

(10)

2. Alur mundur

Alur mundur disebut juga alur tak kronologis, sorot balik, regresif, atau flash-back. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru

kemudian tahap awalnya.

Berdasarkan kriteria jumlah:

1. Alur tunggal

Dalam alur tunggal biasanya cerita drama hanya menampilkan seorang tokoh protagonis. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut.

2. Alur jamak

Dalam alur jamak, biasanya cerita drama menampilkan lebih dari satu tokoh protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh ditampilkan.

Berdasarkan kriteria hubungan antar peristiwa:

1. Alur erat

Alur erat disebut juga alur ketat atau padat. Dalam drama yang beralur cepat, susul menyusul, setiap bagian terasa penting dan menentukan.

2. Alur longgar

(11)

tambahan. Pembaca atau penonton dapat meninggalkan atau mengabaikan adegan tertentu yang berkepanjangan dengan tanpa kehilangan alur utama cerita.

Berdasarkan kriteria cara pengakhirannya:

1. Alur tertutup

Dalam drama yang beralur tertutup, penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau secara jelas.

2. Alur terbuka

Dalam drama yang beralur terbuka, penampilan kisahnya diakhiri secara tidak pasti, tidak jelas, serba mungkin. Jadi akhir ceritanya diserahkan kepada imajinasi pembaca atau penonton.

Selanjutnya menurut Hariyanto (2000:38-39) Karya sastra yang lengkap mengandung cerita, pada umumnya mengandung delapan bagian alur. Bagian-bagian tersebut adalah:

1. Eksposisi

(12)

2. Rangsangan

Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan.

3. Konflik atau tikaian

Bagian ini merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Konflik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia dengan dirinya sendiri (batin), dan manusia dengan penciptanya.

4. Rumitan atau komplikasi

Komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya. Gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.

5. Klimaks

Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini merupakan pengubah nasib tokoh. Ini merupakan puncak rumitan dan puncak ketegangan penonton.

6. Krisis atau titik balik

(13)

7. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks, merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda.

8. Penyelesaian

Ini merupakan bagian akhir alur drama. Dalam tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Kesimpulan terpecahkannya masalah dihadirkan dalam tahap ini.

c. Tokoh

Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema; dan menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Fananie, 2001: 86). Istilah “tokoh’ menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan

(14)

Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang pada umunya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Menurut Nurgiyantoro (1995:173-174), jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut;

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya

a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung dan

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh

a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca

(15)

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai”, tokoh utama ialah Toyotomi Hideyoshi yang banyak disoroti tentang

perjalanan kehidupannya dalam mewujudkan mimpinya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dalam kehidupannya hingga ia menjadi seorang Shogun Jepang dengan penuh kerja keras yang telah ia lakukan.

Sedangkan tokoh-tokoh tambahan dalam novel ini yaitu : Jiro dan Gonsuke (dua pemuda yang pada awalnya ingin belajar dan meminta nasihat dari Toyotomi Hideyoshi); Daizen (seorang ronin yang ikut bersama dengan Jiro dan Gonsuke); seorang nenek, Benjiro dan Shin (tokoh yang dujumpai oleh Jiro dan gonsuke menuju kota Nagahama); Gempa Bumi (seorang Koroku pengawal Toyotomi Hideyoshi), Naganori dan Lord Oda Nobunaga (samurai yang menjadi majikan Hideyoshi); Fernao, Manzo, Hanshiro, Handa dan Goro (beberapa murid di kuil Songaji yang belajar pada Hideyoshi dan juga berbagi kisah yang memuat pesan moral yang mereka ketahui).

Selain itu, di dalam beberapa kisah yang diceritakan terdapat beberapa tokoh yaitu : Kichibei, Takeo, Paman Kokichi, Taro, Masahide, Lord Sasaki, Jun (Kembo/Mumon/Soshin-daizenji), Lord Tokitaka, Kuronosuke, Fumio, Ryu, Fransisco, Antonio dan Wufeng,

(16)

fakta sejarah; (2) fiksi biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis dan; (3) fiksi sains (science fiction) atau novel sains; jika yang menjadi dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark Cunningham yang merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel historis karena terikat oleh beberapa fakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagai sumber oleh penulis novel tersebut.

d. Sudut pandang

Menurut Aminuddin (2000:90) sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Ada empat macam sudut pandang yaitu :

1. Omniscient point of view ( sudut pandang yang berkuasa).

(17)

2. Objective point of view

Hampir sama dengan dengan omniscient hanya saja pengarang tidak memberikan komentar apa pun mengenai kelakuan tokohnya.

3. Sudut pandang orang pertama

Tehnik ini ditandai dengan menggunakan kata “aku” dalam penceritaannya, persis seperti menceritakan pengalaman sendiri.

4. Sudut pandang peninjau

Dalam tehnik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Sudut pandang peninjau ini lebih dikenal dengan sudut pandang orang ketiga.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” adalah sudut pandang Objective point of view dimana pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, serta mengatur jalan pikiran tokoh dan tidak memberikan komentar apapun terhadap para tokoh.

e. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. Hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

f. Amanat

(18)

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

2.2.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.

2.3 Setting Novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai”

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat peristiwa-peristiwa yang diceritakan , Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216).

(19)

perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.

Nurgiyantoro (1995:227) mengatakan setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan ataupun tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis penting untuk memberi kesan pada pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh ada dan terjadi di tempat seperti yang terdapat dalam cerita.

Adapun latar tempat yang dibahas dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini adalah di Negara Jepang dengan mengambil beberapa tempat yaitu Desa Miwa, kota Nagahama, Istana Nagahama dan kuil Songaji yang ada dalam novel tersebut.

2. Latar Waktu

(20)

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial karena pada kenyataanya memang saling berkaitan.

Latar waktu yang digambarkan oleh Tim Clark dan Mark Cunningham dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini adalah saat Toyotomi Hideyoshi sudah menjadi seorang Shogun Jepang dengan umur berkisar 40 tahunan antara tahun 1582 hingga 1592. Ia menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya dimulai dari kecil hingga sampai menjadi seorang Shogun.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan lingkup yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau atas.

(21)

dapat menguasai wilayah lain. Retaknya persatuan membuat Jepang terbagi menjadi enam puluh kerajaan yang masing-masing dipimpin oleh seorang pemimpin pasukan. Di antaranya adalah seorang samurai Oda Nobunaga, yang berniat menaklukan semua kerajaan dan menyatukan Jepang kembali di bawah “satu pedang”. Ia tidak berhasil mewujudkan cita-citanya, namun Jepang

mengalami perubahan melalui kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang menggantikan Oda Nobunaga di tahun 1582 dan pada tahun 1590 Hideyoshi berhasil mengendalikan sebagian besar wilayah Jepang.

2.4 Definisi Pendekatan Objektif dan Pendekatan Semiotik dalam Kajian Sastra

Dalam menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan objektif.

(22)

Hal serupa disampaikan oleh Teeuw (1984: 135) pendekatan objektif mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Menurut Abrams dalam Pradopo (2002:54) pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koheresi intrinsik.

Selain itu Junus dalam Siswanto (2008:183), pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra. Karya sastra menjadi sesuatu yang inti.

Dari kodratnya, karya sastra merupakan refleksi pemikiran, perasaan, dan keinginan pengarang lewat bahasa. Bahasa itu sendiri bukan sembarang bahasa, melainkan bahasa yang khas. Yakni bahasa yang memuat tanda-tanda atau semiotik. Bahasa itu akan membentuk sistem ketandaan yang dinamakan semiotik dan ilmu yang mempelajari masalah ini adalah semiologi.

Semiotik berasal dari kata Yunani yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.

(23)

masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Model struktural semiotik muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap kajian objektif. Jika objektif sekedar menitikberatkan aspek intrinsik, semiotik tidak demikian halnya, karena paham semiotik mempercayai bahwa karya sastra memiliki sistem sendiri. Itulah sebabnya muncul kajian struktural semiotik, artinya penelitian yang menghubungkan aspek-aspek struktur dengan tanda-tanda.

Dengan menggunakan teori pendekatan objektif tersebut penulis dapat menganalisis karakter tokoh utama dengan unsur lainnya seperti alur. Sehingga unsur-unsur yang ada di dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of The Swordless Samurai” memiliki hubungan yang baik, dan dengan pendekatan semiotik penulis membahas tanda-tanda yang berkaitan dengan perwatakan tokoh utama dan alur.

2.5 Biografi Pengarang

Tim Clark adalah wirausahawan, penulis dan guru yang berbasis di di Portland, Oregon. Sepuluh tahun dilewatinya di Jepang dengan bekerja sebagai penerjemah dan komentator industri teknologi sebelum ia mendirikan sebuah lembaga konsultasi yang terdaftar dalam NASDAQ. Sekarang Clark memberikan kursus kewirausahaan dan tengah mengejar gelar doktoral bisnis internasional di Unversitas Hitotsubashi. Silakan kunjugi TimClark.net.

(24)

of Asher Witherbrow terpilih sebagai salah satu “Buku Barat Terbaik” oleh Salt Lake Tribune dan menjadi salah satu karya yang terpilih dalam BookSense Book of the Year Award di tahun 2005. Cunningham telah menerbitkan banyak cerita

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan langkah yang sama seperti pada tahap yang pertama pada saat kita membuat tombol <First.. Klik kanan kemudian anda

Definisi inquiry Tujuan.

[r]

Carilah nilai yang berikut ini dengan sudut istimewa ( tidak dengan kalkulator

[r]

[r]

[r]

Sedangkan mo- dum fold-out fire escape ladder juga tergolong praktis karena dapat dipasang pada facade bangunan sehing- ga pada saat darurat dapat langsung dipakai dari lantai