• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 1960-1992

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suku Batak Toba di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, 1960-1992"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Gambaran Umum Penelitian

2.1 Letak Geografis

Tanah Jawa terletak di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun

Provinsi Sumatera Utara pada 02º 55′ LU dan 99 º 05′ dengan luas wilayahnya

mencapai 647.74 (tahun 1960) dan 491.75 (1992) yang berada pada 260 m

di atas permukaan laut (dpl).14 Daerah kecamatan Tanah Jawa memiliki topografi

perbukitan dengan konstur tanah yang bergelombang, yang berbatasan di sebelah

utara dengan Kecamatan Siantar, sebelah selatan dengan Kabupaten Asahan/Tapanuli

Utara, sebelah barat dengan Kecamatan Dolok Panribuan, sebelah timur

dengan Kecamatan Hutabayu Raja. Wilayah topografi perbukitan merupakan

sumber aliran sungai yang cukup potensial yang dimiliki Kecamatan Tanah Jawa

untuk mengairi lahan petanian bahkan perkebunan rakyat.

(2)

Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara (Sumut)

adalah Desa Bah Jambi II, Desa Tangga Batu, Desa Buntu Turunan, Desa Baja

Dolok, Desa Saribu Asih, Desa Balimbingan, Desa Tonduhan, Desa Bosar Galugur,

Desa Maligas Tongah, Desa Marubun Jaya, Desa Panombean Marjanji, Desa Pagar

Jambi, Desa Totap Majaya, Kelurahan Pematang Tanah Jawa, Desa Tanjung Pasir,

Desa Jawa Tongah, dan Desa Muara Mulia. Tanah Jawa berjarak ± 50 Km dari kantor

Bupati Simalungun dengan waktu tempuh ± 1 jam, sedangkan dengan kotamadya

Pematang Siantar hanya berjarak ± 21 Km dengan waktu tempuh ± 30 menit.

Jaringan jalan pada umumnya lurus-lurus dan sudah ada yang di aspal, diperkeras,

jalan tanah dan jalan setapak. Lebar jalan utama sekitar 4-5 m, sedangkan jalan-jalan

cabang hanya sekitar 3 m. Untuk menuju ibukota kabupaten sendiri dan beberapa

kabupaten lainnya masyarakat kecamatan tanah jawa melalui Kotamadya Pematang

Siantar. Awal jaringan jalan di Kecamatan Tanah Jawa adalah Pematang Siantar -

Pematang Tanah Jawa - Pasir Mandoge. Jalan ini juga membuka daerah

simanuk-manuk yang sulit dicapai dan menjadi bagian dari sambungan jalan ke Kuta Cane

(Tanah Alas), Kaban Jahe (Tanah Karo), Pematang Siantar, Asahan Hulu, Bila, Pane

Rokan, dan Pekan Baru. Adanya lalu-lintas yang padat, pasar yang ramai, perkebunan

dan juga irigasi yang terdapat di wilayah Tanah Jawa sanagat berpengaruh pada

perkembangan daerah ini ditambah dengan pengangkutan hasil bumi dan

perdagangan berkembang dengan baik.16

(3)

(I-2.2 Sistem Kemasyarakatan

Kecamatan Tanah Jawa adalah salah satu kecamatan yang terdapat di

Kabupaten Simalungun. Suku asli dari kecamatan ini adalah suku Simalungun.

Kecamatan Tanah Jawa dulunya adalah kerajaan tradisional yang dikenal dengan

kerajaan Tanah Jawa, termasuk kerajaan yang termasyur di zamannya hingga berita

ini sampai kepada pemerintah kolonial Belanda di Tanah Batak (Tapanuli Utara).

Menurut J Tideman17 mengenai asal-usul keturunan Raja Tanah Jawa, di Urat

(Samosir) pada masa lalu hidup Nai Heong (Nadi Hoyong) yang memiliki tiga putera

(si Mula Raja dan kedua saudaranya). Mereka pergi ke simalungun dan berhenti di

danau Toba dan mendarat di Sipolha, kemudian mereka terus ke timur melalui darat.

Bertemu dengan seorang Minangkabau yang mengumpulkan getah pohon Jorlang

untuk dijual sehingga dikenal dengan Jorlang Hataran. Saudara tertua tinggal disini

yang menjadi leluhur Tuan Jorlang Hataran, sedangkan Si Muha Raja, dia tidak

memerintah di wilayah ini, karena dia memutuskan untuk meninggalkan Jorlang

Hataran dan pergi bersama pengumpul rotan Minangkabau. Dia berkelana juga ke

Jawa. Dari pulau ini Si Muha Raja membawa serta tanah dan air, dengan tujuan

setelah kembali ke Sumatera dia akan di mengusir saudaranya dari Jorlang Hataran.

Di Tanjung Bale, si Muha Raja meninggalkan temannya dan pergi ke barat menuju

daerah Tanah Jawa.

Gambaran Geografi), www.simeloengoen.com, 24 November 2015.

17

(4)

Si Muha Raja dihadapkan kepada Raja Sitanggang dan bertanya dari mana ia

tiba. Dia menjawab dia adalah orang asing dan tersesat dalam hutan. Raja Sitanggang

mengajaknya untuk mencari bagot (tuak) di hutan. Pada suatu hari Si Muha Raja

melihat Tupai yang memanjat aren dan berhasil menangkapnya, dia mendekat

ternyata hewan ini berbicara dengan suara manusia “tor gotok, tor gotok, ada bambu

besar yang melengkung, yang ditarik ke atas dan ditekan kebawah dan terikat”.

Karena hewan ini meminum semua tuaknya menjelang sore dia kembali tanpa

membawa minuman kepada Raja yang akan dipersembahkan kepada Raja.18 Raja

Sitanggang sangat marah dengan hal ini dan menduga dia berbohong. Saat itu Raja

Sitanggang bersumpah apabila benar ada Tupai yang berbicara, Si Muha Raja akan

diangkat menjadi Raja Tanah Jawa, tetapi bila dia berbohong dia akan dibunuh. Raja

Sitanggang kemudian mengirim seorang hulubalang kepercayaan yang menegaskan

kata-kata Si Muha Raja, tetapi masih tetap belum percaya. Setelah itu dia

mengirimkan permaisurinya (Puang Bolon) tetapi dengan hasil yang sama sampai

Raja Sitanggang akhirnya pergi dan tidak lagi membantah kebenaran itu. Sebelumnya

Sitanggang mengikatkan sebuah ranting sehingga tampak seperti ular lalu berkata

apabila itu bukan ular maka Si Muha Raja akan terbunuh, tetapi apabila memang ular

maka dia akan menjadi Raja. Dia menyuruh menebang sebuag cabang membuat kain

itu jatuh tetapi berubah menjadi ular, ini disebut dengan ulok sawah. Si Muha Raja

mengingatkan pada janji Sitanggang dengan berkata “Tanah dimana saya berdiri

18

(5)

adalah Tanah Jawa dan Airnya adalah Air Jawa”. Sitanggang terlalu kuat dan dia

mengajaknya berkelahi, dia terbunuh. Si Muha Raja menjadi Raja di daerah itu yang

disebut Tanah Jawa. Desas-desus bahwa Si Muha Raja menjadi raja Tanah Jawa

beredar di Dolok Panribuan dimana saudaranya menjadi raja disana. Tuan Dolok

Panribuan menyampaikan laporan itu kepada raja Hatahunan, leluhur Tuan Girsang

dan Simpangan Bolon agar mereka membawa kerbau ke Tanah Jawa untuk dipotong

di sana sebagai saksi raja baru.

Tuan Dolok Panribuan memiliki lopo di rumah penguasa otonom dan harus

ada kursi baginya. Tuan Jorlang Hataran hanya memiliki sebuah rumah yang terpisah

di Pematang Tanah Jawa, seperti para kepala Girsang dan Sipangan Bolon. Lopo ini

disebut dengan lopo ujung, rumah para kepala Girang dan Sipangan Bolon disebut

Bale Siporling.19 Akan tetapi kini tidak ada lagi.

Pada abad-20 daerah simalungun memasuki era baru, dengan kedatangan

kolonial Belanda ke wilayah Simalungun yang bertujuan untuk memenuhi

kepentingannya, serta adanya perubahan yang terjadi, disamping itu juga Zending

(Penyebaran Injil) ikut memperluas misinya demi menghempang masuknya pengaruh

Islam yang semakin meluas di kalangan suku Simalungun. Para missionaris dari

eropa yang telah terlebih dahulu bekerja di wilayah Tapanuli berusaha juga untuk

menyebarkan Injil ke wilayah Simalungun dengan dengan memanfaatkan tenaga

putera daerah Tapanuli (sebagai penyeimbang populasi dan malahan melampaui

19

(6)

populasi penduduk asli). Disamping itu faktor kedatangan suku Batak Toba ke

Simalungun juga berasal dari dirinya sendiri. Dengan potensi tanah yang subur di

wilayah ini menarik perhatian Batak Toba dan untuk mencari lapangan kerja baru

karena faktor keterbatasan lahan produktif di wilayah toba, adanya perkawinan antara

masyarakat yang tinggal di Tapanuli Utara dengan yang ada di Kecamatan Tanah

Jawa serta adanya penempatan PNS di Tanah Jawa.

Suku pendatang dari Tapanuli Utara sebagian besar bekerja sebagai petani20,

namun ada juga yang bekerja di instansi pemerintah (bagi mereka yang telah

mendapatkan pendidikan). Suku Batak Toba yang datang tidak hanya bertani tetapi

mereka juga melakukan perluasan budaya dan agama yang telah didapatkannya dari

daerah asal yang telah diberitakan para zending dari Eropa (I.L. Nomensen missioner

dari Jerman). Suku Batak Toba memiliki Filosofi yang sudah diterapkan

bertahun-tahun yakni berpedoman pada Dalihan Natolu dan mewujudkan misi budaya batak

yang sering disebut dalam 3H (hagabeon, hasangapon, hamoraon). Pedoman dalam

Dalihan Natolu adalah somba marhula-hula, manat mardongan tubu dan elek

marboru. Somba marhula-hula, hula-hula adalah keluarga laki-laki dari pihak istri

atau ibu, yang selalu disebut Tulang oleh anak dan yang harus selalu di hormati

(pihak yang dirajakan). Manat mardongan tubu, dongan tubu adalah kelompok

masyarakat dalam satu rumpun marga. Elek marboru, boru adalah saudara

20

(7)

perempuan dari marga kita. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah

elek marboru yang artinya agar saling mengasihi supaya mendapat berkat

(pasu-pasu), istilah boru dalam adat batak tidak memandang status, jabatan, kekayaan dan

oleh sebab itu mungkin saja seorang pejabat harus sibuk dalam satu pesta adat batak

karena posisinya saat itu sebagai boru. Pedoman filsafat inilah yang dibawa

masyarakat Batak Toba dimanapun mereka tinggal. Banyaknya Suku Batak Toba

yang datang ke wilayah Kecamatan Tanah Jawa menyebabkan adanya percampuran

budaya. Percampuran budaya ini terjadi karena ada perkawinan antara suku yang satu

dengan suku yang lain (misalnya Suku Batak Toba dan Batak Simalungun, Batak

Toba dan Batak Karo dan Batak Simalungun dan Batak Karo). Budaya batak toba

yang lebih dikenal di Tanah Jawa dan penggunaan bahasa batak toba sebagian besar

disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil RMG

yang menyebarkan agama Kristen pada suku ini. Sedangkan Batak Karo yang

bermigrasi ke wilayah ini juga melakukan pesta rakyat agar tidak lupa akan adat

istiadat mereka yang dibawa dari daerah asal yakni pesta rakyat etnis Goro-Goro

Aron Mburo Ate Tedeh Merga Silima dengan berbagai pertunjukan diantaranya

tarian Roti Manis dan Piso Surit. 21 Pesta rakyat ini memiliki makna dan

mencerminkan kebersamaan bagi etnis batak karo ditengah masyarakat yang ada di

Kecamatan Tanah Jawa. Pesta ini yang selalu dilakukan di Pasar Baru Jalan Mandoge

Kampung Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.

21Wawancara

(8)

2.3 Penduduk

Asal usul masyarakat Kecamatan Tanah Jawa merupakan kebanyakan dari

suku pendatang dari Pulau Jawa dan Suku Batak Toba yang merantau ke daerah

Simalungun. Suku Jawa sendiri datang dengan program pemerintah kolonial yang

banyak memperkerjakan mereka di perkebunan-perkebunan yang terdapat di

Simalungun. Sedangkan kedatangan Suku Batak Toba ke wilayah ini awalnya

disebabkan 3 faktor yakni dari pihak pemerintah kolonial Belanda sendiri, pihak

missionaris dan dengan keinginan merantau atau sering disebut transmigrasi mandiri

untuk lebih meningkatkan taraf hidup karena lahan pertanian yang semakin sempit

dan kesuburan tanah yang menurun. Sektor pertanian mendominasi sumber

pendapatan daerah dibandingkan dengan sektor lain. Oleh sebab itu masalah

pertanian menjadi suatu faktor strategis yang penting mendapat perhatian dari

penulisan skripsi ini.

Banyaknya masyarakat yang datang ke wilayah ini menyebabkan daerah

Simalungun Bawah seperti Tanah Jawa bisa dikatakan berubah menjadi kediaman

orang Toba, sedangkan Dataran Tinggi (Simalungun Atas) kediaman orang

Simalungun.22 Akibatnya peningkatan dalam jumlah penduduk yang bekerja pada

sektor pertanian maupun non pertanian. Pada tahun 1962 jumlah penduduk di

kecamatan Tanah Jawa adalah 95.576 jiwa, penduduk mengalami peningkatan pada

22

(9)

tahun 1977 sebanyak 116.843 jiwa23 hal ini terjadi dikarenakan banyaknya migrasi yang datang untuk mencari lahan yang cocok untuk diusahakan dan ada yang datang

dengan ikut saudara dan terutama adalah faktor ekonomi, tidak jauh berbeda dengan

tahun 1977 pada tahun 1983 juga mengalami peningkatan penduduk, dimana

penduduk tahun 1983 adalah 120.845 orang dan jumlah rumah tangganya mencapai

22.434 rumah tangga dengan kepadatan penduduk 187 orang/ (lihat tabel 2.1).

Pada tahun 1983 data kependudukan terdapat dua kelurahan atau nagori yang

memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih besar dibandingkan Desa/nagori

lainnya, yaitu: Desa Bah Jambi I dan Desa Maligas bayu. Hal ini didukung oleh letak

wilayah yang dekat dengan pusat perkebunan dan pasar/perdagangan, serta jarak

tempuh ke kantor pemerintahan kecamatan. Mayoritas penduduknya juga banyak

melakukan kegiatan harian sebagai pedagang, pegawai pemerintahan, jasa

transportasi, guru, dan juga buruh bangunan/buruh tani/buruh perkebunan.

Tabel 2.1 : Jumlah Penduduk Warga di Kecamatan Tanah Jawa,

Kabupaten Simalungun pada tahun 1983.

No. Nagori/Kelurahan Jumlah Penduduk L + P

Laki Perempuan

(10)

4. Mariah Jambi 2321 2224 4545

(11)

dan jumlah rumah tangga mencapai 23.857 rumah tangga.24 Namun pada tahun 1992 penduduk di kecamatan tanah jawa berkurang mencapai 68.749 orang dengan

kepadatan penduduk 140 orang/ (dapat kita lihat pada tabel 2.2). hal ini terjadi

karena adanya pemekaran kecamatan hutabayu raja yang mana wilayah ini dulunya

masuk dalam kecamatan tanah jawa.

Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk, Luas, dan Kepadatan Penduduk di

Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun pada tahun 1992

No Desa/Kelurahan Luas

(12)

Kecamatan Tanah Jawa ini dulunya adalah kerajaan tanah jawa yang bersifat

tradisional dan otonom. Setelah Kerajaan Tanah Jawa dihapuska, Tanah Jawa

dipimpin oleh Asisten Wedana (setara dengan Camat), namun pada tahun 1970 istilah

dengan Asisten Wedana dihapuskan dan dipakai dengan nama Camat. Wilayah

Kecamatan Tanah Jawa dipimpin sebanyak tiga orang mulai tahun 1970-1996. (nama

camat di kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat dalam tabel 2.3)

Tabel 2.3 : Camat di Kecamatan Tanah Jawa

No Camat Masa Jabatan

1 Aged Sinaga 1970-1980

2 Budiman Simarmata 1980-1990

3 Tumpul Sinaga, Ba 1990-1996

Sumber : Kantor Kecamatan Tanah Jawa

Selain keberagaman dari kelompok etnis, masyarakat di kecamatan Tanah

Jawa juga memiliki keragaman agama, berdasarkan sensus penduduk, mayoritas

penduduk Kecamatan Tanah Jawa beragama kristen. Pada tahun 1977 jumlah

penganut agama Kristen Protestan 56.061 orang, Kristen Khatolik 6.109 orang, Islam

53.838 orang, Hindu 6 orang dan Budha 191 orang. Pada tahun 1983 jumlah

penganut agama kristen protestan 56.560 orang, kristen khatolik 9.463 orang, Islam

53.418 orang, Budha 133 orang dan lain-lainnya 1281 orang25 dengan rumah ibadah

Masjid 93, Mushola 37, Gereja Protestant 127, Gereja Khatolik 46, dan vihara 126.

25

BPS, Kabupaten Simalungun Dalam Angka Tahun 1983, hlm. 98.

26

(13)

Pada tahun 1992 jumlah sarana ibadah berkurang karena pemekaran kecamatan

hutabayu raja dari kecamatan tanah jawa, akan tetapi berbeda dengan penganut

agama Islam yang lebih banyak dibanding tahun 1983. Dimana rumah ibadah Masjid

56, Mushola 34, Gereja 11227 dan jumlah penduduk yang menganut agama dapat

dilihat dalam tabel 2.4.28

Tabel 2.4 : Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Tahun 1992.

No Desa/Kelurahan Islam Khatolik Kristen

(14)

2.4 Kecamatan Tanah Jawa sebelum 1960

a. Masa pemerintah kolonial Belanda

Sebelum ke wilayah Tanah Jawa, Belanda sudah berada di Tanah Batak

(Tapanuli Utara). Tujuan kedatangan dari kolonial Belanda adalah untuk memperluas

tanah jajahannya. Selama di tanah batak belanda mendengar berita tentang tanah

simalungun yang diperintah oleh kerajaan yang bersifat tradisional. Kontrolir Belanda

yang tiba di Kerajaan Tanah Jawa adalah kontrolir DA Kroesen dan Pale Van Dijk.29

Belanda mencoba masuk dan mempengaruhi yang ada dalam kerajaan.

Pada awal abad 20 wilayah Simalungun mengalami perubahan dengan

hadirnya kolonial Belanda. Pada tahun 1889 Tanah Jawa berada dalam pengaruh

Belanda 30 ketika salah satu dari anggota kerajaan meminta bantuan kepada

Pemerintah Kolonial Belanda. Pemerintah Belanda menerimanya dan dengan begitu

telah membuka jalan bagi Belanda untuk memperluas pengaruhnya di wilayah

Kerajaan Tanah Jawa. Pada tahun 1891 kerajaan-kerajaan yang ada di simalungun

takluk kepada Pemerintah kolonial dan diperkuat lagi dengan perjanjian Korte

Verklaring (Plakat Pendek)31 pada tahun 1907 yang ditandatangani setiap kerajaan termasuk kerajaan Tanah Jawa (10 september 1907). Kolonial Belanda mulai

(15)

menerapkan bentuk pemerintahan baru, dimana dengan memberikan pengakuan

kekuasaan terhadap raja-raja yang terdapat di Simalungun dan tetap dalam

pengawasan kolonial Belanda. Namun, sistem kemasyarakatan atau adat istiadat

yang telah dijalankan selama ini tetap berjalan atau tidak dihapuskan oleh kolonial

Belanda. Kedatangan penjajah Belanda ke Simalungun membawa perubahan dalam

struktur ekonomi dan sosial yang besar di Simalungun lewat kehadiran para planters

(tuan-tuan kebun). Dimana dengan potensi tanah yang terdapat diwilayah Simalungun

merupakan daerah yang sangat subur dan cocok untuk membuka perkebunan.

Adanya pembukaan perkebunan di wilayah Tanah Jawa secara otomatis akan

membutuhkan banyaknya para tenaga kerja mengingat suku asli simalungun tidak

mau bekerja kepada belanda karena masyarakat juga memiliki lahan yang luas untuk

dikelola dan juga penduduknya masih tergolong sedikit. Untuk memenuhi kebutuhan

perkebunan akan pekerja, Belanda mendatangkan migran dalam jumlah yang sangat

besar. Dengan kesempatan ini semakin banyak para migrasi ke wilayah ini baik suku

jawa dari luar Sumatera Timur (sebagai buruh kuli kontrak), suku mandailing

(sebagai pedagang) serta suku Batak Toba (yang dominan sebagai petani). Akan

tetapi Suku Batak Toba tidak tinggal dan bekerja di dalam perkebunan, mereka

sengaja didatangkan untuk mengatasi persediaan pangan 32 karena terbatasnya

32

(16)

sumber-sumber beras di daerah tanah jawa dan untuk dipekerjakan di administrasi

perkantoran.

Bahkan, orang-orang Toba diberi wilayah dan hak khusus oleh pemerintah

kolonial, hal ini dilakukan oleh Belanda demi menunjang kelanggengan usaha para

planters yang menguntungkan keuangan kolonial Belanda. Para migrasi Batak Toba

yang berhasil membawa beberapa keluarga akan diberikan Jabatan. Hal ini menarik

perhatian dan banyak dimanfaatkan orang Batak Toba terutama bagi masyarakat yang

tidak memiliki Jabatan di daerah asal dengan membawa beberapa keluarga ke

wilayah ini akan mendapatkan Jabatan ditempat yang baru ditujunya.

Dalam mengusahakan swasembada pangan, pihak Belanda juga memfasilitasi

usaha pertanian orang Batak Toba dengan membuka lahan-lahan pertanian dan

membuka irigasi seperti di Juma Saba telah dibangun tali air permanen pada tahun

1910. Disamping itu, meluasnya penyebaran penduduk batak toba ke sumatera timur

akibat adanya perkembangan ekonomi. Kehadiran mereka juga telah dijelaskan

diatas. Dengan demikian diperlukan adanya perluasan tanah-tanah pertanian. Migrasi

Batak Toba secara berangsur-angsur mendesak Batak Simalungun menjadi kelompok

minoritas.

Kehadiran mereka juga menimbulkan berbagai masalah karena tanah-tanah

(17)

perkebunan asing tetapi juga oleh para petani Batak Toba.33 Dampak lain dari masuknya pemerintahan kolonial belanda adalah berkembangnya lembaga pendidikan

atau sekolah. Pada tahun 1936 berdiri Kesatuan Simalungun (Simalungun

Sapariahan) yang bertujuan untuk mengembangkan kebudayaan Simalungun.

Sentimen anti-Toba tampak kuat di daerah Simalungun karena perampasan tanah oleh

migrasi Batak Toba. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Belanda menyediakan

1.500 hektar tanah sawah untuk kepentingan penduduk asli simalungun.34

b. Masa Pemerintahan Jepang

Jepang mulai masuk di daerah Simalungun pada bulan Februari 1942, mereka

masuk bukan dari Medan akan tetapi dari Pantai Cermin dan dari Tanjung Balai.35

Setelah kekalahan belanda, jepang berhasil menduduki wilayah sumatera. Pada masa

pemerintahan jepang, jepang mengambil suatu tindakan bahwa seluruh tanah

perkebunan adalah milik kekaisaran Jepang dan semuanya dibawah kontrol

pemerintahan Jepang.36 Namun sistem kerajaan yang terdapat di simalungun tidak

dihapuskan oleh pihak Jepang, karena Jepang memanfaatkan hal ini untuk

Proyek pengembangan Permuseuman Sumatera Utara Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Monografi Kebudayaan Suku Batak Simalungun di Kabupaten Simalungun, Medan, 1980/1981, hlm 231.

36

(18)

kepentingannya.37 Dan segera perlahan-lahan, Jepang memperalat raja-raja untuk menjalankan keinginannya untuk mengumpulkan bahan pangan dari rakyat. Lama

kelamaan kedudukan raja-raja dan bangsawan sangat ditekan dan sebagai akibatnya

penghormatan pada golongan ini semakin lama semakin berkurang, karena

kelemahan atas golongan ini yang tidak mampu memimpin setiap masyarakatnya.

Pemerintahan jepang memerintahkan agar tanah kosong di Sumatera Timur dan

sebagian tanah perkebunan segera ditanami padi, jagung. Adanya kebijakan ini

menyebabkan para pendatang segera berdatangan dan membuka tanah-tanah kosong

dan hutan lebat banyak dijadikan persawahan, bahkan menganggap sebagai miliknya

sendiri. Tindakan ini memang jelas memberikan kerugian kepada pihak suku asli dan

kerajaan. Mereka tidak hanya kehilangan tanah tetapi mereka menyaksikan

bagaimana tanah tersebut diambil alih oleh sejumlah besar kaum pandatang.

Pada tahun 1943, Jepang membentuk Shu Sangikai (Dewan Penasihat). Di

wilayah Sumatera Timur ini di dominasi oleh kaum kerajaan.38 Jepang membentuk

suatu Organisasi yakni BOEMPA (Badan Oentoek Membantoe Pertahanan Asia) dan

Heiho.39 Pada masa pemerintahan Jepang ini membawa suatu perubahan, masyarakat

semakin berpikiran radikal dan kesadaran nasionalis. Pada 14 Agustus 1945 jepang

37

Nazief Chatib, dkk, Sejarah Daerah Sumatera Utara, Medan : Proyek Penelitian Dan Pencatatan Kebudayaan Daerah 1976/1977, 31 Desember 1976, hlm 142.

38 Ibid

, hlm 49.

39

(19)

mengalami kekalahan dan pada 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan

kemerdekaan Indonesia.

c. Revolusi Sosial

Revolusi adalah wujud perubahan sosial sebagai tanda perpecahan mendasar

dalam proses historis. Revolusi muncul akibat adanya ketidakpuasan yang

selanjutnya disampaikan oleh agitasi dan provokasi dari pihak-pihak yang

berkepentingan dengan menunjukkan kelemahan atau rasa kebencian pada rezim

yang akan dijatuhkan. Artinya suatu revolusi tidak pernah berjalan spontan, dia

berada dalam posisi direncanakan secara rapi dengan memanfaatkan situasi

ketidakpuasan publik. Dengan mengatasnamakan menjunjung tinggi kedaulatan

rakyat, kelompok Revolusioner melakukan pemberontakan yang berujung dengan

pembunuhan dan perampokan pada orang-orang bangsawan.

Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak menghapuskan

sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme dan yang tidak begitu antusias terhadap

kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut

semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para

buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan

hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan Belanda/NICA, sehingga semakin

menjauhkan diri dari pihak pro-republik. Sementara itu pihak pro-republik mendesak

(20)

istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya

dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan

kemerdekaan. Revolusi melibatkan mobilisasi rakyat yang berujung pada

pembunuhan anggota keluarga yang dikenal dengan pro-Belanda. Sebelum Revolusi

Sosial di Simalungun terjadi, pada 3 februari 1946 diadakan muasyawarah di gedung

KNI Medan. T.M.Hasan mendesak agar raja-raja memutuskan hubungannya dengan

Belanda dan melakukan proses demokratisasi dan mendukung Republik Indonesia.40

Dalam musyawarah Loet Siregar secara lebuh tegas menyatakan bahwa

pemerintahan Republik yang berdasarkan kepada rakyat semua yang berbau feodal

akan dilenyapkan. Rakyat menginginkan semua wilayah kerajaan di

demokratisasikan. Memasuki bulan Maret, Republik terombang-ambing antara

revolusi dan evolusi.41 Kondisi ini menghambat proses pemerintahan di Sumatera

Timur. Semangat revolusioner yang berkecamuk di Sumatera Timur pada 3 Maret

1946 sulit untuk dibendung. Belanda sendiri sebagai tuan besar penyelamat yang

diharapkan pihak kerajaan tidak dapat berbuat apa-apa. Kekerasan yang terjadi

selama bulan maret 1946 telah melenyapkan semua kerajaan di Sumatera Timur,

hanya dalam tempo beberapa hari, kerajaan runtuh disapu ganasnya revolusi sosial.

Setelah revolusi sosial terjadi, semua hak istimewa atas tanah dicabut. Tanah-tanah

perkebunan dibagikan kepada buruh-buruh dan petani. Dalam Revolusi Sosial,

40

Suprayitno, op.cit, hlm 71.

41

(21)

anggota kerajaan Tanah Jawa banyak yang dibunuh dan Jones Sihombing

mengatakan bahwa anggota kerajaan yang dibunuh mayatnya dipotong-potong dan

ada yang diperkosa.42

Dengan dihapuskannya pemerintahan kerajaan, ribuan petani menduduki

tanah-tanah perkebunan. Revolusi sosial dengan tiba-tiba telah mengubah keadaan

sebelumnya. Dalam analisa Cunningham, akibat daerah Sumatera Timur mengalami

revolusi sosial berdarah yang mengubah keadaan, pada tahun 1950 hampir 50%

penduduk di wilayah Tapanuli bermigrasi ke Simalungun. Mereka melihat keadaan

kacau Simalungun sebagai kesempatan bagi mereka dan menyebut momen itu

sebagai hadiah revolusi yang telah terjadi.43

42

Wawancara dengan Jones Sihombing, 6 Agustus 2015.

43

Gambar

Tabel 2.1 : Jumlah Penduduk Warga di Kecamatan Tanah Jawa,
Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk, Luas, dan Kepadatan Penduduk di
Tabel 2.3 : Camat di Kecamatan Tanah Jawa
Tabel 2.4 : Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Tahun 1992.

Referensi

Dokumen terkait

Dari 37 responden yang memiliki sikap positif terhadap gizi seimbang diperoleh data responden yang memiliki sikap yang positif baik sebelum maupun sesudah

masyarakat meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat, keadaan yang seperti ini yang dapat mempengaruhi hasil

Pelayanan yang diterapkan PT Serasi Transportasi Nusantara (Orenztaxi) yaitu dengan memberikan standard grooming senyum, salam, sapa (3S) kepada setiap pelanggan

juga akan menghasilkan anak yang baik karena sering. orang tua memberikan perhatian berlebihan,

Kesimpulannya adalah masyarakat sangat setuju bahwa pegawai di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan bersikap adil dalam melayani masyarakat Pada pernyataan kedua

nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman terhadap luka dekubitus). Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

Annual Working Plan and Company's Budgeting is a management contract between directors and the commissioners as the supervisory body, in order to protect interests

[r]