• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis fakta dan sarana cerita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis fakta dan sarana cerita"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTA DAN SARANA CERITA

Memenuhi tugas pengganti UTS matakuliah Apresiasi Prosa yang diampu oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal, M.Pd.

Oleh Nurul Hidayati NIM 125110706111001

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif pengarang yang menampilkan kehidupan di dalamnya, yang tidak hanya berisi imajinasi tetapi juga realita sosial. Karya sastra contohnya prosa memiliki beberapa jenis, seperti cerpen, novel, drama, dan novelet. Karya sastra seperti novel dan cerpen menurut pandangan tradisional memiliki dua unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra tersebut.

Stanton (2012:20-47) membedakan unsur pembangun novel atau karya fiksi ke dalam tiga macam yaitu fakta, tema dan sarana pengucapan. Fakta meliputi karakter atau penokohan, plot (alur), dan setting (latar) ketiganya secara fakta dan nyata bisa dibayangkan peristiwa dan eksistensinya. Tema adalah dasar cerita atau makna yang disampaikan pengarang, yang bersinonim dengan ide cerita. Pengucapan atau sarana sastra (literary devices) adalah teknik yang digunakan pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana sastra pada umumnya meliputi sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Metode atau sarana pengucapan ini bertujuan agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita yang disampaikan pengarang

(3)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Fakta cerita apa yang terdapat dalam cerpen “Orde Lama” karya A.A. Navis?

1.2.2 Sarana cerita apa yang terdapat dalam cerpen “Orde Lama” karya A.A. Navis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Menjelaskan dan menganalisis fakta cerita yang terdapat dalam cerpen “Orde Lama” karya A.A. Navis.

(4)

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Fakta Cerita

Stanton (2012:20-47) membedakan unsur pembangun novel atau karya fiksi ke dalam tiga macam yaitu fakta, tema dan sarana pengucapan. Fakta meliputi karakter atau penokohan, plot (alur), dan setting (latar), ketiganya merupakan unsur yang secara nyata atau factual dapat dibayangkan peristiwa dan eksistensinya dalam prosa fiksi.

2.1.1.1 Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita yang berhubungan sebab akibat (Stanton, 2012:26).

Tahap-tahap perkembangan alur secara rinci dikemukakan oleh Tasrif (dalam Nurgiantoro, 2010:149) sebagai berikut:

Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita.Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan

peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan.

Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak.

Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation.

Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa.

2.1.1.2 Latar

(5)

dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.

2.1.1.3 Karaker atau Penokohan

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau yang bertindak atau bersikap dalam berbagai peristiwa dalam cerita. sedangkan penokohan atau karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. 2.1.2 Sarana Cerita

Pengertian Sarana Cerita menurut Stanton (2012:46) adalah metode pengarang memilih dan menyusun detail-detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Dengan tujuan penggunaan sarana cerita agar pembaca dapat melihat fakta cerita melalui kacamata tokoh yang dibuat pengarang. Sarana cerita pada umumnya meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada.

2.1.2.1 Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abram, dalam Nurgiantoro, 2010:248).

Secara garis besar ada dua macam sudut pandang, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.

 Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Walau demikian, sudut pandang ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku”. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya?

(6)

narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat.

2.1.2.2 Gaya atau Style

Stile pada hakikatnya merupakan teknik, teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan (Nurgiantoro, 2010:277). Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya (Stantont, 2012:61).

2.1.2.3 Judul

Judul adalah bagian dari total impresi karangan yang diciptakan oleh pengarangnya. Hubungan judul terhadap keseluruhan cerita secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

 Sebagai pembayang cerita  Berkaitan dengan tema cerita

 Berkaitan dengan tokoh cerita yang berupa nama,watak dan sikap  Berkaitan dengan latar, tempat dan waktu

 Berkaitan dengan teknik penyelesaian  Sebagai titik tolak antar pelaku

 Sering dinyatakan dalam bentuk kiasan atau simbol  Sering dinyatakan dalam bentuk pepatah

 Menunjuk suasana

(7)

2.2.1 Analisis Fakta Cerita 2.2.1.1 Alur

Alur yang digunakan dalam cerpen “Orde Lama” karya A.A. Navis adalah alur maju yang dapat dilihat dari analisis dan penjelasan di bawah ini:

Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh dalam cerita. Penggambaran dan pengenalan latar dalam cerpen “Orde Lama” adalah bahwa di saat pagi hari di desa di pinggir danau, bunyi canang digunakan sebagai pemberitahuan atau pengumuman kepada warga desa dari kepala desa. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

Di kala fajar dengan sinarnya mulai mengambang di puncak bukit sebelah timur danau, bunyi canang pun kedengaran bertalu-talu menembus telinga penduduk meski tinggal jauh di pinggang bukit. Canang pemberitahuan dari kepala desa (A.A. Navis, 1976:229).

Penggambaran dan pengenalan tokoh dalam dalam cerpen “Orde Lama” adalah ketika canang dibunyikan Leman sedang menyiangi ladang cabenya ia ingat bahwa hari itu hari Jumat tidak diadakan gotong royong karena merupakan hari pendek karena ada sholat Jumat. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

“Tentu bukan canang gotong royong. Sebab kini hari Jumat,” pikir Leman selagi menyiangi ladang cabe (A.A. Navis, 1976:229).

Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa tahap situation yang terdapat dalam cerpen “Orde Lama” adalah penggambaran dan pengenalan latar di desa yang menggunakan canang sebagai tanda pemberitahuan dan pengumuman untuk warga. Leman yang sedang menyiangi ladang cabe mendengar bunyi canang tersebut tetap tenang, karena pikirnya hari Jumat tidak diadakan gotong royong maka berarti bunyi canang tersebut bukan tanda pemberitahuan gotong royong atau pemberitahuan apa pun.

(8)

semakin mantap untuk pergi ke kecamatan meminta surat izin pernikahan Ramalah anaknya. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

.... Leman merasa lega juga. Meski ada canang, ditabuh, pastilah tidak akan mengganggu rencananya hari itu. Karena hari itu ia bermaksud ke kecamatan untuk minta surat izin menikahkan Ramalah, anak gadisnya yang sulung (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa rencana Leman pergi ke kecamatan untuk meminta surat izin tidak ada gangguan karena hari itu tidak ada kegiatan gotong royong seperti biasa karena hari Jumat. Terlebih lagi rencana tersebut menjadi sangat penting dan mendesak. Pikirannya memang hanya berisi bagaimana caranya agar Ramalah bisa segera menikah. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

... Pernikahan itu harus segera dilaksanakan. Kalau tidak, akan sangat terlambat jadinya. Laki-laki yang bakal jadi suami Ramalah akan mempunyai kesempatan untuk berhelah lagi (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa rencana Leman ke kecamatan sangat penting dan mendesak, kalau tidak, bisa terlambat, dan lelaki yang telah menghamili Ramalah bisa mungkir dan berkelah lagi untuk tidak menikahi Ramalah anaknya. Dari kutipan di atas juga dapat diketahui bahwa Leman sebagai seorang ayah sangat takut jika anaknya nanti melahirkan tanpa suami, dan cucunya akan lahir tanpa seorang ayah.

Ramalah telah hamil tiga bulan. Sedang laki-laki itu menolak menikahkannya. Dalihnya, Ramalah tidak perawan lagi sebelum dengan dia. Tetapi, Ramalah bersikeras, bahwa laki-laki itulah satu-satunya yang telah menidurinya (A.A. Navis, 1976:230).

(9)

... Dijanjikan akan dibelikan sebuah sepeda asal mau menikahi Ramalah. Sungguh pun begitu, masih ada syarat laki-laki itu lagi. Ia hanya mau menikahi saja, tapi ia takkan pulang untuk serumah (A.A. Navis, 1976:230).

Rising action merupakan tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan Leman yang ketika melewati jalanan diteriaki orang agar tidak pergi ke kecamatan karena akan diadakan razia. Namun Leman yang merasa telah membawa surat-surat keterangan yang cukup tidak takut akan terkena razia, dan tetap melanjutkan perjalanannnya ke kecamatan. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

Di kala matahari telah muncul di puncak bukit. Leman sudah menapaki jalan raya ke kecamatan. Di lapau simpang desa, ia diteriaki orang agar Leman jangan ke kecamatan hari itu, karena akan ada razia. Tapi, Leman tidak peduli. Ia tak perlu takut kena razia. Sebab ia telah punya surat keterangan yang cukup (A.A. Navis, 1976:230-231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman yang tidak memperdulikan teriakan orang yang melarangnya pergi ke kecamatan karena ada razia. Keinginannya yang terlalu besar dan kuat agar Ramalah bisa menikah hari itu membuatnya lupa dan tak sadar atau merasa aneh dan ingin bertanya kenapa orang melarangnnya pergi. Bahkan ketika ia melihat keanehan pada keadaan desa seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

Jalan raya demikian sepi. Tidak seperti biasanya hari Jumat yang jadi hari pasar di Desa Kapur. Tetapi, itu tidak menjadi pikiran Leman (A.A. Navis, 1976:231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman tidak sadar, atau bertanya kenapa jalan raya begitu sepi, padahal hari Jumat biasanya merupakan hari pasar desa. Pikirannya yang terlalu fokus pada pernikahan Ramalah, membuatnya tidak sadar dan memikirkan atau memperhatikan hal lainnya.

(10)

terfokus pada rencananya ke kecamatan untuk meminta surat izin menikahkan Ramalah, membuatnya hanya mendengar bunyi canang. Sedangkan suara ronda yang berseru agar semua orang yang buta huruf disuruh masuk hutan oleh kepala desa tidak dengarnya. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

Dan, kepala desa memerintahkan pada orang ronda. “Bunyikan canang. Suruh semua orang yang buta huruf masuk hutan.”

Dan, Leman hanya mendengar bunyi canang. Tidak mendengar suara orang ronda yang berseru. Maka, tiba-tiba saja Leman dicegat di ambang Desa Kapur oleh petugas yang melakukan razia (A.A. Navis, 1976:232).

Leman yang buta huruf hanya bisa terdiam dan memohon mukjizat pada Tuhan ketika petugas razia menyuruh bahkan membentaknya untuk membaca. Ia berteriak dalam hati apa yang terjadi pada Ramalah anaknya. Karena ia tidak bisa ke kecamatan. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

“Ya Allah bencana apa yang akan menimpa Ramalah anakku?” teriaknya dalam hati sambil melirik-lirik kiri kanan mencari celah lowong tempat lari (A.A. Navis, 1976:232).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Leman bingung dan khawatir pada nasib Ramalah selanjutnya karena ia tidak bisa lari agar bisa pergi ke kecamatan untuk meminta surat izin menikahkan Ramalah. Terlebih, ia pun sangat ingin bayi Ramalah nantinya lahir dengan mempunyai seorang ayah yang sah.

Lidahnya menjadi kelu. Bukan hanya karena kecut oleh bentakan itu, melainkan karena memang ia tidak bisa membaca huruf-huruf yang ditunjuk petugas itu. Selintas ia ingat Tuhan dan ingin berdoa semoga ia diberi mukjizat. Tetapi ia tidak tahu doa apa yang harus dibacanya ketika itu (A.A. Navis, 1976:232).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Leman yang memang buta huruf sangat bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena ia tidak dapat membaca huruf-huruf yang disuruh petugas dan ia tidak dapat pergi ke kecamatan karena hal itu. Karena kebingungan itu Leman tidak dapat berpikir, bahkan berdoa pun ia lupa harus berdoa seperti apa.

(11)

satu minggu ke pintu air yang sedang dibangun di kaki bukit Sarahan. Tempatnya sangat jauh, yaitu dua jam perjalanan melalui pematang sawah dan tidak ada jalan atau kendaraan lain yang bisa. Sehingga ia pun harus membayar orang untuk melakukan hal itu, karena ia tidak mampu melakukannya sendiri. Sehingga uang untuk membeli sepeda untuk calaon suami Ramalah akan gagal. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

Dan, jatuh pingsan ketika camat memberi ia hukuman mengangkat 40 karung semen dalam waktu seminggu ke pintu air yang tengah dibangun di kaki bukit Sarahan. Leman jatuh pingsan karena tahu letak pintu air dua jam perjalanan melalui pematang sawah dan tak ada kendaraan bisa ke sana. Dan, ia tak bisa mengangkat sendiri. Ia harus mengupah orang lain. Kalau ia mengupah itu artinya sepeda untuk calon suami Ramalah tak jadi dibeli (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Leman sudah tidak dapat berpikir lagi, hingga akhirnya pingsan. Sepeda yang harusnya dibeli untuk calon suami Ramalah akan gagal karena hukuman yang diberikan camat sangat berat, sehingga ia harus mengupah orang untuk melakukannya. Ia akhirnya hanya bisa menyerahkan nasib Ramalah pada suratan takdir yang telah di berikan Tuhan padanya. Seperti yang terkihat dalam kutipan di bawah ini:

Tak ada jalan lain baginya kini, selain menyerahkan Ramalah pada suratan nasibnya sendiri (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Leman telah berputus asa. Walau pun awalnya, ia memiliki keinginan yang sangat besar dan kuat untuk menikahkan Ramalah sang anak, sampai ia bersedia menyetujui persyaratan yang diajukan calon suami Ramalah yang memberatkan dan merugikan dirinya dan keluarganya. Namun pada akhirnya manusia hanya bisa berencana Tuhanlah yang menentukan. Karena walau pun rencana dan keinginan Leman sangat besar kuat, ternyata Tuhan memilki rencana yang lain.

(12)

Dan, ketika presiden mengumumkan Indonesia telah bebas BH pada Hari Proklamasi seperti yang direncanakan, berteriaklah seorang bayi yang baru saja keluar dari rahim ibunya. Kelahirannya terlalu cepat dua bulan. Tetapi, Leman merasa lebih tua sepuluh tahun lagi, ketika memikirkan pertanyaan si bayi kelak; “siapa ayahnya?” (A.A. Navis, 1976:235).

2.2.1.2 Latar

Latar Tempat

 Puncak bukit sebelah timur danau

Di kala fajar dengan sinarnya mulai mengambang di puncak bukit sebelah timur danau, bunyi canang pun kedengaran bertalu-talu menembus telinga penduduk meski tinggal jauh di pinggang bukit. Canang pemberitahuan dari kepala desa (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa latar yang digunakan pengarang adalah sebuah tempat di sekitar bukit dan danau yang menunjukkan cerpen menceritakan tentang kehidupan di desa yang masih menggunakan canang untuk melakukan pemberitahuan atau pengumuman kepada warga desa.

 Ladang cabe

“Tentu bukan canang gotong royong. Sebab kini hari Jumat,” pikir Leman selagi menyiangi ladang cabe (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa latar ladang cabe digunakan mengingat latar tempat yang digunakan pengarang adalah bukit dan danau yang merupakan tempat pertanian yang bagus. Sehingga penggunaan ladang cabe sebagai salah satu latar tempat dalam cerpen merupakan keputusan yang benar dan tepat.

 Jalan raya

Leman sudah menapaki jalan raya ke kecamatan (A.A. Navis, 1976:230-231).

(13)

trotoar atau setapak untuk menuju ke kecamatan. Penggunaan latar ini juga berhubungan dengan alur di dalam cerpen.

 Desa Kapur

Jalan raya demikian sepi. Tidak seperti biasanya hari Jumat yang jadi hari pasar di Desa Kapur (A.A. Navis, 1976:231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa penggunaan latar nama Desa Kapur karena berkaitan dengan konflik atau masalah dalam cerpen mengenai pemberantasan Buta Huruf yang membuat rencana Leman gagal. Razia buta huruf yang dilakukan dengan cara petugas menuliskan huruf-huruf dengan kapur di papan untuk dibaca warga yang terkena razia.

 Kaki bukit Sarahan

Dan, jatuh pingsan ketika camat memberi ia hukuman mengangkat 40 karung semen dalam waktu seminggu ke pintu air yang tengah dibangun di kaki bukit Sarahan(A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa penggunaan latar kaki bukit Sarahan karena berkaitan dengan alur atau rangkaian peristiwa dalam cerpen yang mengambil latar di pinggir atau sekitar bukit dan danau sehingga pemberian hukuman mengangkut semen ke kaki bukit Sarahan menunjukkan kesesuaian dengan alur yang terdapat dalam cerpen.

Latar Waktu  Pagi hari

Di kala fajar dengan sinarnya mulai mengambang di puncak bukit sebelah timur danau, bunyi canang pun kedengaran bertalu-talu menembus telinga penduduk meski tinggal jauh di pinggang bukit. Canang pemberitahuan dari kepala desa (A.A. Navis, 1976:229).

(14)

 Hari Jumat

“Tentu bukan canang gotong royong. Sebab kini hari Jumat,” pikir Leman selagi menyiangi ladang cabe (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas di atas diketahui bahwa penggunaan latar hari Jumat karena hari itu tidak dilakukan kegiatan gotong royong seperti hari biasanya yang berkaitan dengan alur atau rangkaian peristiwa yang tersebab-akibat dalam cerpen.

 Hamil tiga bulan

Ramalah telah hamil tiga bulan. Sedang laki-laki itu menolak menikahkannya. Dalihnya, Ramalah tidak perawan lagi sebelum dengan dia. Tetapi, Ramalah bersikeras, bahwa laki-laki itulah satu-satunya yang telah menidurinya (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa penggunaan waktu hamil Ramalah tiga bulan karena berkaitan dengan alur atau rangkaian peristiwa yaitu konflik atau masalah karena ia telah hamil tiga bulan namun belum memiliki suami.

 Siang hari

Di kala matahari telah muncul di puncak bukit. Leman sudah menapaki jalan raya ke kecamatan (A.A. Navis, 1976:230-231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa penggunaan latar siang hari karena setelah perjalanan dari rumahnya menuju ke kecamatan Leman telah sampai di jalan raya yang menunjukkan keterkaitan dengan alur atau rangkaian peristiwa yang tersebab-akibat dalam cerpen.

 Satu minggu

Dan, jatuh pingsan ketika camat memberi ia hukuman mengangkat 40 karung semen dalam waktu seminggu ke pintu air yang tengah dibangun di kaki bukit Sarahan (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa penggunaan latar waktu seminggu untuk menunjukkan penokohan pada camat seperti yang terdapat dalam cerpen.

 Hari Proklamasi (17 Agustus)

(15)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengumuman presiden Indonesia bebas BH pada Hari Proklamasi berjalan sesuai rencana merujuk pada alur atau rangkaian peristiwa yang tersebab- akibat dalam cerpen.

 Dua bulan dan sepuluh tahun lagi

Kelahirannya terlalu cepat dua bulan. Tetapi, Leman merasa lebih tua sepuluh tahun lagi, ketika memikirkan pertanyaan si bayi kelak; “siapa ayahnya?” (A.A. Navis, 1976:235).

Dari kutipan di atas diketahui penggunaan latar dua bulan kelahiran lebih cepat karena untuk menegaskan konflik atau penyelesaian konflik, dan sepuluh tahun lagi merujuk pada alur atau rangkaian peristiwa kausalitas dalam cerpen.

 Latar Sosial

 Bunyi canang sebagai tanda pemberitahuan

Di kala fajar dengan sinarnya mulai mengambang di puncak bukit sebelah timur danau, bunyi canang pun kedengaran bertalu-talu menembus telinga penduduk meski tinggal jauh di pinggang bukit. Canang pemberitahuan dari kepala desa (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa keadaan kemasyarakat dalam cerpen menggunakan bunyi canang untuk pemberitahuan kepada warga desa.

 Gotong royong

“Tentu bukan canang gotong royong. Sebab kini hari Jumat,” pikir Leman selagi menyiangi ladang cabe (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat dalam cerpen adalah gotong royong yang selalu dilakukan kecuali hari Jumat.

 Ramalah telah hamil tiga bulan. Sedang laki-laki itu menolak menikahkannya. Dalihnya, Ramalah tidak perawan lagi sebelum dengan dia. Tetapi, Ramalah bersikeras, bahwa laki-laki itulah satu-satunya yang telah menidurinya (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui sikap dan perilaku tokoh yang menyimpang karena telah hamil sebelum menikah. Keadaan kehidupan kemasyarakatan yang salah dan melanggar adat istiadat serta keyakinan agama.

(16)

Dari kutipan di atas diketahui keadaan kehidupan kemasyarakatan yang harus meminta izin ke kecamatan yaitu KUA terlebih dahulu sebelum menikah.

 Diskriminasi terhadap orang kecil

“Kau yang menyulitkan aku, menyulitkan bupati, menyulitkan gubernur. Malah menyulitkan presiden, tahu? Tambah 10 karung semen lagi,” kata camat sebelum Leman habis menceritakan kesulitannya (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa peraturan, sistem atau kebijakan yang dilakukan atau dibuat pemerintah pada akhirnya hanya akan menyulitkan orang-orang kecil, karena yang menjadi pejabat atau yang memilki kedudukan tinggi orang-orang yang tidak mau repot dan tidak bijaksana. Yang mereka pentingkan hanya pencitraannya di mata publik (masyarakat) atau atasan tetap baik.

Dari kutipan di atas juga terlihat jelas bahwa yang seharusnya kesalahan pemerintah, dilimpahkan pada orang kecil. Merupakan kesalahan pemerintah Leman buta huruf. Maka kewajiban pemerintah untuk memberantasnya, bukan sebaliknya, menyembunyikan orang yang buta huruf dengan menyuruhnya masuk hutan hanya untuk mendapatkan sebuah pencitraan yang baik di mata atasan dan publik (masyarakat).

 Baiklah. Pokoknya Ramalah pernah menikah, meski kemudian ia akan menjanda seumur hidupnya. Soalnya, anak yang dalam perut Ramalah telah punya ayah yang sah (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui kedaan kehidupan kemasyarakatan seorang tokoh yang mempunyai berpandangan sempit. Yaitu yang terpenting Ramalah pernah menikah dan punya suami, dan anak dalam rahimnya nanti punya ayah yang sah walau hanya sekedar formalitas terhadap masyarakat. Ia tidak berpikir ke depan bagaimana keadaan hidup Ramalah dan anaknya jika tanpa suami dan ayah untuk anaknya.

2.2.1.3 Karakter atau Penokohan  Leman

 Ayah dari Ramalah

(17)

 Penyayang

Baiklah. Pokoknya Ramalah pernah menikah, meski kemudian ia akan menjanda seumur hidupnya. Soalnya, anak yang dalam perut Ramalah telah punya ayah yang sah (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman secara tersirat memberi makna ia menyayangi anaknya, sebab ia tak ingin Ramalah melahirkan nanti tanpa pernah berstatus menikah, dan anaknya juga harus memiliki ayah yang sah. Bahkan karena sayangnya ia rela dan bersedia menerima persyaratan yang memberatkan dan merugikan keluarganya, asalkan lelaki itu bersedia menikahi Ramalah. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

... Dijanjikan akan dibelikan sebuah sepeda asal mau menikahi Ramalah. Sungguh pun begitu, masih ada syarat laki-laki itu lagi. Ia hanya mau menikahi saja, tapi ia takkan pulang untuk serumah (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan diketahui persyaratan yang diberikan calon suami Ramalah sangat merugikan keluarga Leman. Lelaki itu selain mendapatkan sepeda nantinya, juga hanya menikah tanpa harus hidup dan menafkahi Ramalah dan anaknya sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah.

 Bertanggung jawab pada keluarga (anak)

.... Leman merasa lega juga. Meski ada canang, ditabuh, pastilah tidak akan mengganggu rencananya hari itu. Karena hari itu ia bermaksud ke kecamatan untuk minta surat izin menikahkan Ramalah, anak gadisnya yang sulung (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman merupakan orang tua yang bertanggung pada anaknya. Ia mengurus semua keperluan untuk pernikahan Ramalah anaknya dengan sungguh-sungguh dan ikhlas karena rasa tanggung jawabnya pada keluarga.

 Patuh pada peraturan

Kata ulama yang menjadi ikutan Leman, yang berkewajiban menikahkan anak perempuan ialah bapaknya. Kadi hanya sebagai saksi saja.

***

(18)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman yang walau pun sadar dan merasakan peraturan yang menyulitkan, tetapi karena memang itu peraturan dan harus ditaati, sulit atau tidak tetap harus dilakukan dan dijalani.

 Bodoh (buta huruf)

Lidahnya menjadi kelu. Bukan hanya karena kecut oleh bentakan itu, melainkan karena memang ia tidak bisa membaca huruf-huruf yang ditunjuk petugas itu. Selintas ia ingat Tuhan dan ingin berdoa semoga ia diberi mukjizat. Tetapi ia tidak tahu doa apa yang harus dibacanya ketika itu (A.A. Navis, 1976:232).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Leman merupakan warga yang bodoh karena masih buta huruf.

 Teguh pendirian

Baiklah. Pokoknya Ramalah pernah menikah, meski kemudian ia akan menjanda seumur hidupnya. Soalnya, anak yang dalam perut Ramalah telah punya ayah yang sah (A.A. Navis, 1976:230).

Sulit atau tidak, ia mesti ke Kantor Urusan Agama hari itu juga (A.A. Navis, 1976:231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa begitu teguh pendirian dan keinginan Leman untuk menikahkan Ramalah hari itu, karena takut calon suami Ramalah mungkir jika pernikahan tidak dilaksanakan hari itu seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

... Pernikahan itu harus segera dilaksanakan. Kalau tidak, akan sangat terlambat jadinya. Laki-laki yang bakal jadi suami Ramalah akan mempunyai kesempatan untuk berhelah lagi (A.A. Navis, 1976:230).

 Ramalah

 Anak Leman

.... Leman merasa lega juga. Meski ada canang, ditabuh, pastilah tidak akan mengganggu rencananya hari itu. Karena hari itu ia bermaksud ke kecamatan untuk minta surat izin menikahkan Ramalah, anak gadisnya yang sulung (A.A. Navis, 1976:230).

 Teguh pendirian

(19)

Dari kutipan di atas diketahui bahwa Ramalah berpendirian bahwa lelaki yang telah menidurinya hanya lelaki itu, walau pun lelaki mengatakan sebaliknya bahwa Ramalah sudah tidak perawan sebelum dengan dia. Namun di dalam kutipan di atas disebutkan bahwa Ramalah tetap bersikeras bahwa hanya lelaki itu yang telah menidurinya.

 Laki-laki

 Calon suami Ramalah

... Pernikahan itu harus segera dilaksanakan. Kalau tidak, akan sangat terlambat jadinya. Laki-laki yang bakal jadi suami Ramalah akan mempunyai kesempatan untuk berhelah lagi (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa laki-laki yang disebutkan dalam kutipan di atas adalah calon suami Ramalah.

 Tidak bertanggung jawab

... Pernikahan itu harus segera dilaksanakan. Kalau tidak, akan sangat terlambat jadinya. Laki-laki yang bakal jadi suami Ramalah akan mempunyai kesempatan untuk berhelah lagi (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa calon suami Ramalah bukan lelaki yang bertanggung karena setelah membuat Ramalah hamil, ia tidak mau menikahinya dengan alasan sudah tidak perawan sebelum dengan dia. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini:

Ramalah telah hamil tiga bulan. Sedang laki-laki itu menolak menikahkannya. Dalihnya, Ramalah tidak perawan lagi sebelum dengan dia. Tetapi, Ramalah bersikeras, bahwa laki-laki itulah satu-satunya yang telah menidurinya (A.A. Navis, 1976:230).

 Kepala Desa  Licik

Dan, kepala desa memerintahkan pada orang ronda. “Bunyikan canang. Suruh semua orang yang buta huruf masuk hutan” (A.A. Navis, 1976:232).

(20)

dan kemajuan Indonesia sendiri. Sehingga jika masih terdapat orang buta huruf haruslah diberantas, bukan malah disembunyikan.

 Camat

 Egois

Dan, jatuh pingsan ketika camat memberi ia hukuman mengangkat 40 karung semen dalam waktu seminggu ke pintu air yang tengah dibangun di kaki bukit Sarahan. Leman jatuh pingsan karena tahu letak pintu air dua jam perjalanan melalui pematang sawah dan tak ada kendaraan bisa ke sana. Dan, ia tak bisa mengangkat sendiri. Ia harus mengupah orang lain. Kalau ia mengupah itu artinya sepeda untuk calon suami Ramalah tak jadi dibeli (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa sebagai seorang pemimpin, camat terlalu berlebihan dalam memberikan hukuman pada Leman. Walau pun ia buta huruf dan hal tersebut membuat malu gubernur, bupati, camat, dan kepala desa. Tentu hal tersebut bukan murni kesalahan Leman yang tidak mendengar suara ronda, tetapi juga kesalahan guberbur, bupati, camat, dan kepala desa yang ingin menyembunyikan kenyataan bahwa masih banyak orang buta huruf. Buta huruf yang dialami Leman seharusnya diberantas. Namun sebaliknya, karena hal itu Leman harus menanggung hukuman berat dari camat.

Padahal sebelumnya camat telah sanggup dalam tiga bulan Leman tidak buta huruf lagi. Seperti yang terlihat dari kutipan di bawah ini:

Musyawarah singkat yang dilakukan oleh pejabat-pejabat: yang mengikuti jalan razia itu memutuskan bahwa buta huruf yang masih ada pada Leman harus diberantas. Tuga itu diberikan pada camat dan akan diawasi oleh bupati. Dan, camat menyanggupi, bahwa dalam waktu tiga bulan, Leman tidak buta huruf lagi (A.A. Navis, 1976:234).

Selain itu, tidak adanya kebijaksanaan dalam diri camat membuatnya memberikan hukuman tersebut pada Leman.

2.1.2 Sarana Cerita 2.1.2.1 Sudut pandang

(21)

Dan, jatuh pingsan ketika camat memberi ia hukuman mengangkat 40 karung semen dalam waktu seminggu ke pintu air yang tengah dibangun di kaki bukit Sarahan. Leman jatuh pingsan karena tahu letak pintu air dua jam perjalanan melalui pematang sawah dan tak ada kendaraan bisa ke sana. Dan, ia tak bisa mengangkat sendiri. Ia harus mengupah orang lain. Kalau ia mengupah itu artinya sepeda untuk calon suami Ramalah tak jadi dibeli (A.A. Navis, 1976:234).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang menggunakan nama dalam menyebutkan tokohnya yaitu Leman atau kata ganti orang ketiga seperti “Ia” dan pengarang juga mampu menceritakan sesuatu baik yang bersifat fisik, yaitu keadaan fisik atau tenaga Leman yang tidak mampu mengangkat karung semen tersebut sendiri sehingga ia harus membayar orang lain.

Di kala fajar dengan sinarnya mulai mengambang di puncak bukit sebelah timur danau, bunyi canang pun kedengaran bertalu-talu menembus telinga penduduk meski tinggal jauh di pinggang bukit. Canang pemberitahuan dari kepala desa (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu menceritakan sesuatu yang bersifat diindera yaitu bunyi canang tanda pemberitahuan dari kepala desa.

Baiklah. Pokoknya Ramalah pernah menikah, meski kemudian ia akan menjanda seumur hidupnya. Soalnya, anak yang dalam perut Ramalah telah punya ayah yang sah. – Leman menegaskan dalam hatinya, ketika laki-laki itu mengajukan syarat tambahan itu (A.A. Navis, 1976:230).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu menceritakan sesuatu yang bahkan hanya terjadi dalam hati dan pikiran tokoh seperti suara hati Leman yang menegaskan menerima syarat yang diajukan calon suami Ramalah. Karena yang terpenting Ramalah pernah menikah, dan anak dalam rahimnya nanti memiliki ayah yang sah.

“Kau yang menyulitkan aku, menyulitkan bupati, menyulitkan gubernur. Malah menyulitkan presiden, tahu? Tambah 10 karung semen lagi,” kata camat sebelum Leman habis menceritakan kesulitannya (A.A. Navis, 1976:234).

(22)

Dari analisis kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pengarang yang menggunakan teknik sudut pandang orang ketiga mahatahu yang mana pengarang menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh seperti Leman. Pengarang juga mampu menceritakan sesuatu baik yang bersifat fisik, dapat diindera, maupun sesuatu yang hanya terjadi dalam hati dan pikiran tokoh, bahkan lebih dari satu tokoh.

2.1.2.2 Style

Style bahasa yang digunakan pengarang dalam menceritakan adalah bahasa yang denotatif atau lugas, namun karena ini merupakan karya fiksi unsur estetisnya yang ditonjolkan pengarang tidak melupakan penggunaan bahasa-bahasa yang konotatif unsur penonjolan unsur estetisnya.

Jalan raya demikian sepi. Tidak seperti biasanya hari Jumat yang jadi hari pasar di Desa Kapur (A.A. Navis, 1976:231).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa style yang digunakan adalah bahasa yang cenderung lugas seperti pada kutipan di atas. Dari kata-kata di atas tidak terdapat kata yang memiliki makna konotatif. Kutipan di atas hanyalah salah satu contoh kutipan dalam cerpen yang cenderung menggunakan bahasa yang lugas. Karena hampir semuanya menggunakan bahasa yang lugas.

Kulit wajah gubernur yang kehitam-hitaman menjadi kelabu karena naik pitam, ketika Leman digiring orang ke tempat para pejabat mengawasi razia itu (A.A. Navis, 1976:232).

Dari kutipan di atas diketahui walau pun secara garis besar cerpen “Orde Lama” cenderung menggunakan style yang berupa bahasa-bahasa yang lugas. Namun terdapat penggunaan bahasa-bahasa yang bermakna konotatif, salah satunya ketika gubernur marah karena terdapat seorang warga yang buta huruf yaitu Leman yang digambarkan atau diceritakan dengan wajah yang berubah kelabu karena naik pitam.

2.1.2.3 Judul

(23)

Semenjak desa sekitar danau itu dibebaskan dari pasukan PRRI, hampir setiap hari penduduk dikerahkan bergotong royong. Kalau tidak memeperbaiki jalan, tentu menebas pohon-pohon pisang di sekitar perkampungan, krena pohon pisang dapat dijadikan perlindungan oleh pasukan PRRI jika menyerang desa (A.A. Navis, 1976:229).

Dari kutipan di atas diketahui bahwa waktu ketika masyarakat masih takut dan penurut pada peraturan pemerintah yang otoriter. Hal ini juga terlihat ketika akan diadakan razia buta huruf. Warga begitu mematuhi perintah untuk masuk ke hutan jika masih buta huruf seperti yang diperintahkan kepala desa. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini:

Dan, kepala desa memerintahkan pada orang ronda. “Bunyikan canang. Suruh semua orang yang buta huruf masuk hutan.” (A.A. Navis, 1976:232).

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran disiplin kerja karyawan yang lain adalah melihat pada tingkah laku karyawan, atau yang lebih tepat disebut dengan moral kerja karyawan, sebab tingkah laku

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sebagaimana keterangan saksi-saksi dihubungkan dengan keterangan Terdakwa bahwa barang-barang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan sebuah simpulan yaitu pelaksanaan program pendidikan inklusif di SDN 20 Mataram menggunakan kurikulum 2013,

Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan... Ciri-ciri ini

sistem modern dengan resolusi waktu yang lebih tinggi (sekitar 3 nanodetik) juga menggunakan teknik (disebut "Time-of-flight") di mana mereka lebih

Bone lengthening merupakan teknik pemanjangan tulang dengan suatu metode pembedahan berdasarkan penemuan Illizarov yang mengemukakan bahwa tulang dan jaringan lunak dapat

Lampiran Surat

Koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, yang berarti semakin tinggi kualitas jaminan pelayanan