• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengertian produktivitas kerja

Produktivitas merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap perusahaan. Produktivitas dalam perusahaan tergantung pada keefektifan kerjasama antara individu dan kelompok. Dalam arti bahwa orang yang bekerja di perusahaan turut mengambil tugas. Untuk itu sangat diperlukan adanya perhatian yang sebaik-baiknya tentang sumber daya manusia secara efektif, karena

merupakan kunci kearah adanya suatu peningkatan produktivitas kerja. Menurut Mathis dan Jackson (2001:82) produktivitas adalah ukuran dari

kuantitas dan kualitas dari pekerjaan yang telah dikerjakan dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan. Menurut Sedarmayanti (2001:58) pengertian produktivitas memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Menurut Mudiartha Utama, Mujiati, dan Komang Ardana (2001:446) produktivitas adalah suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai

(2)

pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini.

Dalam penelitian ini pengertian produktivitas yang dipergunakan adalah pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kerja.

2.1.2 Pengukuran produktivitas

Istilah produktivitas sering dikacaukan dengan istilah produksi. Produksi berkaitan dengan aktivitas menghasilkan barang atau jasa, sedangkan produktivitas berkaitan dengan pemanfaatan sumber-sumber secara efisien dalam memproduksi barang atau jasa (keluaran). Jika dilihat secara kuantitatif, produksi adalah jumlah keluaran yang dihasilkan, sedangkan produktivitas adalah rasio keluaran yang dihasilkan terhadap masukan yang digunakan. Bila efisiensi berorientasi pada masukan yang lebih sedikit, dan efektivitas berorientasi pada keluaran yang lebih baik, maka produktivitas berorientasi pada keduanya. Menurut Husein Umar (2004:10), formulasi untuk perhitungan produktivitas yang umumnya dipergunakan yaitu.

Produktivitas = (input) Masukan (output) Keluaran = digunakan yang daya Sumber dicapai yang Hasil

2.1.3 Faktor-faktor penentu keberhasilan upaya peningkatan produktivitas Dalam upaya peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk

(3)

mengatasi hal itulah perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua orang dalam organisasi. Menurut Siagian (2002:10) faktor-faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Perbaikan terus-menerus

Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat dalam mengelola organisasi dengan baik, akan tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir.

2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan

Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. Jika secara tradisional ditekankan pentingnya orientasi hasil untuk dianut oleh manajemen, dewasa ini lebih ditekankan lagi orientasi hasil kerja dengan mutu yang semakin tinggi.

3. Pemberdayaan sumber daya manusia

Dapat dinyatakan secara aksiomatis bahwa sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi. Tidak ada pilihan lain bagi manajemen kecuali menerima aksioma tersebut. Karena itu memberdayakan sumber manusia merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen dalam hierarki organisasi.

(4)

Memberdayakan sumber daya manusia mengandung berbagai kiat seperti diuraikan berikut ini.

1) Mengakui harkat dan martabat manusia

Dalam segi-segi tertentu, manusia berbeda dengan makhluk lain. Manusia merupakan makhluk yang paling mulia di muka bumi ini. Ia mempunyai harga diri, daya nalar, memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang sangat beraneka ragam.

2) Manusia mempunyai hak-hak yang bersifat asasi dan tidak ada manusia lain termasuk manajemen yang dibenarkan untuk melanggar hak-hak tersebut. Misalnya, hak menyatakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak memperoleh imbalan yang wajar, hak menentukan nasib sendiri, hak memperoleh perlindungan agar merasa aman, baik dalam arti fisik maupun psikologis. Tentunya berbarengan dengan hak tersebut, manusia sebagai makhluk sosial, sebagai warga masyarakat serta selaku anggota berbagai organisasi mempunyai kewajiban yang harus ditunaikannya. Kiat yang harus diterapkan dalam kaitan ini ialah terciptanya kesadaran dalam diri manusia bahwa harus terjamin adanya keseimbangan antara hak dan kewajibannya.

3) Satu kiat yang terbukti ampuh dalam pemberdayaan sumber daya manusia dalam organisasi ialah, penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses demokratisasi dalam kehidupan berorganisasi.

(5)

Artinya, mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan berbagai keputusan, terutama yang menyangkut nasibnya, kariernya, penghasilannya, dan mutu kekaryaannya. Dengan kata lain, menciptakan iklim dalam organisasi sedemikian rupa sehingga ”letak pengendalian nasib” seseorang berada dalam diri yang bersangkutan. 4) Perkayaan mutu kekaryaan

Meskipun mungkin tidak berlaku untuk semua orang, pada umumnya manusia ingin memperkaya mutu kinerja dan kekaryaannya. Kebenaran pernyataan ini terlihat pada pandangan bahwa berkarya dewasa ini tidak lagi dilihat sekedar sebagai upaya untuk mencari nafkah meskipun hal ini tetap penting akan tetapi sebagai tindakan untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang.

4. Filsafat organisasi

Sesungguhnya titik tolak perumusan etos kerja bersifat filsafat yang pada mulanya mungkin dirumuskan oleh para pendiri (founding fathers) organisasi yang bersangkutan. Salah satu bentuknya yang dewasa ini dikenal makin meluas di kalangan bisnis ialah ”Total Quality Management” (TQM), suatu kredo manajemen yang menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh atau holistik dalam mengelola suatu organisasi. Empat hal yang menonjol dalam filsafat manajemen tersebut dibahas secara singkat berikut ini.

1) Fokus perhatian pada kepuasan pelanggan

Dalam dunia bisnis, terdapat berbagai ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya kepuasan para pelanggan terjamin dan terpelihara,

(6)

seperti : ”pelanggan adalah raja”, ”jika anda tidak puas dengan pelayanan kami beritahukan kepada kami, tetapi jika anda puas beritahukanlah kepada teman-teman anda” dan ”kepuasan anda merupakan sumber kebahagiaan kami”, dan ungkapan-ungkapan lain sejenis. Makna berbagai ungkapan tersebut ialah bahwa organisasi yang dikelola dengan baik akan berupaya sekuat mungkin agar dalam berinteraksi dengan para pelanggan, organisasi akan selalu berusaha untuk memperoleh kepercayaan para pelanggannya dalam mendapatkan produk perusahaan yang bersangkutan, baik berupa barang maupun jasa.

2) Pemupukan loyalitas

Pemupukan loyalitas kepada organisasi sangat penting mendapat perhatian karena apabila manajemen berhasil menumbuhkan dan memupuk perasaan loyal di kalangan para anggotanya ; dapat diperkirakan bahwa para anggota organisasi tersebut tidak akan menampilkan perilaku negatif yang dapat merusak citra organisasi di mata orang lain. Alasannya antara lain ialah karena para karyawan merasa menjadi pemilik dari organisasi. Pada gilirannya loyalitas akan mendorong para anggota organisasi untuk bersedia membuat komitmen yang diperlukan yang lebih menjamin keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya.

3) Perhatian pada budaya organisasi

Telah umum diakui bahwa setiap organisasi mempunyai kepribadian khas yang membedakannya dengan organisasi-organisasi lain, termasuk organisasi yang bergerak dalam bidang kegiatan yang sejenis. Diakui pula

(7)

bahwa kekhasan kepribadian organisasional itu tercermin pada budaya yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan. Memang benar bahwa dalam hal-hal tertentu terdapat kesamaan dalam budaya berbagai organisasi dalam satu negara atau masyarakat, karena budaya organisasi pada dasarnya ”diangkat” dari budaya nasional suatu masyarakat.

4) Pentingnya ketentuan formal dan prosedur

Salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian ialah perumusan berbagai ketentuan formal yang harus ditaati oleh semua orang dalam organisasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa berbagai ketentuan formal itu mencakup semua segi kehidupan berkarya dalam organisasi. Kesediaan untuk taat kepada ketentuan formal itulah yang merupakan salah satu kewajiban para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk memperoleh haknya.

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja yang berhubungan dengan tenaga kerja. Menurut Sedarmayanti (2001:72) faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja diantaranya adalah sebagai berikut. (1) Sikap mental berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja. (2) Pendidikan

Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dan wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun

(8)

nonformal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif.

(3) Keterampilan

Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.

(4) Manajemen

Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola, memimpin dan mengendalikan staff atau bawahannya. Apabila manejemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif.

(5) Hubungan Industrial Pancasila (HIP)

Dengan penerapan industrial pancasila akan dapat.

1) Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktivitas dapat meningkat.

2) Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas.

(9)

3) Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong diwujudnya jiwa yang berdedikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas.

(6) Penghasilan

Apabila penghasilan yang memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.

(7) Gizi dan kesehatan

Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apabila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.

(8) Tingkat kesejahteraan yang berupa jaminan sosial

Tingkat kesejahteraan yang berupa jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

(10)

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas.

(10) Sarana produksi

Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik, maka dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.

(11) Teknologi

Apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya akan dapat memungkinkan terjadinya.

1) Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi

2) Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu 3) Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa

Dengan memperhatikan hal tersebut, maka penerapan teknologi dapat mendukung peningkatan produktivitas.

(12) Kesempatan berprestasi

Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi.

Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

(11)

2.1.5 Sumber informasi yang dapat dipakai untuk mengetahui ada tidaknya masalah produktivitas kerja di perusahaan

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat dinamis selalu berubah-ubah mempunyai akal dan perasaan serta motivasi, untuk menganalisis apakah di suatu perusahaan terdapat masalah produktivitas tidaklah mudah. Beberapa hal yang dapat digunakan sumber informasi untuk menilai produktivitas tenaga kerja adalah sebagai berikut (Mudiartha Utama, Mujiati, dan Komang Ardana, 2001:447)

1) Job satisfaction, dapat diketahui tingkat kepuasan atau tidak puasan karyawan. Semakin banyak yang tidak puas berarti ada persoalan produktivitas pada tenaga kerja.

2) Waste and scraft, yakni ada tidaknya pemborosan atau yang tak ada gunanya seperti barang sisa yang tidak bermanfaat selama proses produksi. Semakin banyak barang-barang sisa tersebut mengindikasikan adanya persoalan pada produktivitas.

3) Quality record, yaitu catatan kualitas barang yang dihasilkan. Makin baik mutu makin tinggi produktivitas, makin rendah mutu makin jelek produktivitas.

4) Absenteeism and tardness, yaitu catatan hari tidak masuk kerja terlambat pulang lebih awal. Makin tinggi angka tersebut makin rendah produktivitas karyawan di perusahaan tersebut.

5) Report from counselor, makin sering karyawan ke konselor, makin rendah produktivitas karyawan tersebut. Makin banyak yang ke konselor berarti ada masalah pada produktivitas karyawan di perusahaan yang bersangkutan.

(12)

6) Grievances, yakni keluhan karyawan kepada teman, atasan atau yang dinyatakan secara tertulis, sebagai indikator ketidakpuasan kerja. Makin banyak keluhan, makin tidak puas karyawan itu mengindikasikan adanya persoalan pada produktivitas kerja.

7) Accident report (catatan kecelakaan), makin sering terjadi kecelakaan kerja berarti banyak karyawan yang tidak produktif di perusahaan tersebut.

8) Medical report, catatan kunjungan karyawan ke dokter perusahaan atau ke dokter lain dapat dipakai sebagai sarana untuk mengetahui persoalan produktivitas di perusahaan. Semakin banyak kunjungan tersebut menunjukkan banyak karyawan yang tidak sehat dan itu mengindikasikan ada masalah produktivitas.

9) Suggestion, makin sering karyawan memberi saran, makin besar sumbangannya terhadap produktivitas.

2.1.6 Cara meningkatkan produktivitas

Menurut Haryani (2002:108) pada dasarnya semua perusahaan menginginkan mempunyai produktivitas yang tinggi, namun dalam kasus-kasus tertentu atau dalam waktu-waktu tertentu perusahaan mendapati bahwa produktivitas perusahaan relatif rendah. Menghadapi situasi seperti ini manajemen perusahaan akan mencari strategi untuk meningkatkan produktivitas.

1. Desain ulang lingkungan kerja

Produktivitas banyak dipengaruhi oleh variabel-variabel yang berhubungan dengan lingkungan kerja, beban kerja yang tidak dapat diprediksi, perubahan perintah kerja setelah suatu pekerjaan hampir selesai, peralatan yang

(13)

tidak memadai, dan aliran kerja yang tidak efisien. Hal ini akan menurunkan produktivitas kerja, meskipun tenaga kerja tersebut merupakan tenaga kerja yang handal. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk menjamin pekerjaan di desain untuk memaksimumkan produktivitas.

Beberapa strategi dalam desain ulang lingkungan kerja adalah.

1) Work site redesign

Work site redesign atau sering disebut ergonomic merupakan suatu kegiatan untuk mendisain pekerjaan dan peralatan sehingga sesuai dengan kemampuan fisik manusia.

2) Robotik

Penggunaan robot-robot di perusahaan dimaksudkan untuk menggantikan tenaga manusia, biasanya robot ini digunakan untuk menggantikan tenaga manusia bagian produksi.

3) Otomatisasi pekerjaan kantor

Sekarang ini banyak perusahaan yang sudah melakukan otomatisasi pekerjaan waktu, baik oleh perusahaan dengan skala besar maupun kecil.

4) Mengubah desain pekerjaan (job design)

Pengubahan desain kerja dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas melalui peningkatan motivasi dan kepuasan kerja. Disamping itu pengubahan dengan kerja juga dimaksudkan untuk menghilangkan kejenuhan atau kebosanan dalam bekerja.

(14)

Pada situasi dimana orang mempunyai kebebasan yang lebih besar untuk menggunakan waktunya apakah untuk bekerja atau non bekerja, banyak perusahaan yang menerapkan pengaturan kerja alternatif.

2. Peningkatan partisipasi karyawan

Peningkatan partisipasi karyawan dapat meningkatkan produktivitas melalui peningkatan motivasi dan kepuasan, dengan meningkatnya motivasi dan kepuasan maka karyawan akan lebih besar partisipasinya dalam mencapai tujuan perusahaan. Peningkatan partisipasi karyawan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti.

1) Dalam pengambilan keputusan

Apabila karyawan terlibat dan ikut serta dalam pengambilan keputusan untuk bekerja sama dengan pihak manajemen dalam melakukan keputusan yang telah diambil bersama.

2) Dalam identifikasi masalah

Disamping dengan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, peningkatan partisipasi karyawan juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah yang dihadapi perusahaan dan menyelesaikan masalah tersebut.

3) Untuk memberikan saran-saran

Hal terakhir yang bisa digunakan dalam meningkatkan partisipasi karyawan adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memberikan saran-saran kepada perusahaan secara umum.

(15)

Pemerintah berkepentingan untuk meningkatkan produktivitas makro, baik dalam skala industri maupun nasional, cara meningkatkan kemakmuran masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas nasional. Intervensi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dilakukan dengan beberapa cara seperti.

1) Kebijakan

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan, baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas. Beberapa kebijakan tersebut antara lain pendidikan, anggaran dalam bidang pendidikan investasi dan perizinan.

2) Program-program

Seperti halnya kebijakan pemerintah juga membuat program-program dalam upaya meningkatkan produktivitas. Program-program ini dilakukan dengan mendirikan balai-balai latihan seperti balai latihan kerja, dan multimedia training centre.

2.1.7 Pengertian budaya organisasi

Budaya organisasi kini menjadi pembicaraan baik dikalangan bisnis maupun dikalangan para eksekutif, karena budaya tersebut banyak yang berhasil membuat organisasi lebih stabil, maju dan lebih antisipasif terhadap perubahan lingkungan. Budaya organisasi mempengaruhi banyak aspek kehidupan baik organisasi maupun individu. Dalam literatur teori organisasi budaya telah didefinisikan dalam berbagai ragam oleh berbagai ahli.

(16)

Definisi budaya (culture) secara umum dikemukakan oleh Holsted seperti dikutip oleh Bourantas et al., (1988) sebagai “the collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group from another”. Menurut Peter F. Druicker dalam Pabundu Tika (2005:4) Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal kelompok yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas.

Menurut Phithi Amnuai dalam Pabundu Tika (2005 : 4) Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi internal.

Adanya kesamaan dengan definisi budaya yang dikemukakan oleh Edgar H. Schein (2000). Dari 3 (tiga) definisi yang dikemukakan oleh para tokoh budaya organisasi di atas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi sebagai berikut.

1) Asumsi dasar

Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. 2) Keyakinan yang dianut

Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang

(17)

dapat berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha. 3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.

Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut.

4) Pedoman mengatasi masalah

Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi.

5) Berbagi nilai (sharing of value)

Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.

6) Pewarisan (learning proses)

Asumsi dasar keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut.

7) Penyesuaian (adaptasi)

Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan.

Menurut Monday and Noe III (1993:321), terdapat 3 (tiga) faktor membentuk budaya dalam organisasi yaitu. (1) Komunikasi, (2) Motivasi dan

(18)

(3) Kepemimpinan. Komunikasi merupakan transfer informasi, ide, pemahaman dan perasaan diantara para anggota organisasi. Manajer yang ingin berhasil dalam organisasi harus mampu berkomunikasi secara efektif. Motivasi merupakan kemauan untuk berusaha dalam mengejar tujuan organisasi sebelumnya manajer tidak dapat secara langsung memotivasi bawahan karena memotivasi adalah masalah internal masing-masing individu. Tugas manajemen adalah menghadirkan budaya organisasi yang mendorong perilaku positif dari bawahannya manajemen organisasi perlu memahami faktor-faktor yang memicu perilaku bawahan dan mengembangkan serta mempertahankan lingkungan yang produktif dalam organisasi, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi anggota organisasi untuk bertindak sesuai dengan keyakinan pimpinan. Para manajer organisasi menggunakan pendekatan yang beragam dalam mempengaruhi anggota organisasi dan hal ini sangat mempengaruhi budaya organisasi berdampak signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka panjang. Penelitian mereka menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang memiliki budaya yang mementingkan pelanggan, pemegang saham dan karyawan terbukti memiliki kinerja yang jauh lebih baik dibandingkan dengan organisasi-organisasi yang tidak berbudaya seperti itu. Budaya organisasi diprediksi menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi di masa mendatang. Walaupun budaya relatif sulit dirubah, tetapi budaya organisasi dapat dibuat agar lebih meningkatkan kinerja.

(19)

Berkaitan dengan dimensi budaya, Robbins and Coulter (2004) juga mengemukakan 10 (sepuluh) faktor yang merupakan dasar atau karakteristik dari suatu budaya organisasi. Adapun kesepuluh faktor itu adalah.

1) Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, kemandirian dan kesempatan yang dimiliki individu untuk menggunakan inisiatifnya dalam perusahaan.

2) Risk tolerance, yaitu seberapa jauh tingkat resiko yang boleh atau mungkin diambil oleh anggota dalam perusahaan.

3) Direction, yaitu seberapa jauh perusahaan memberikan penjelasan tentang tujuan yang ingin dicapai dan kinerja yang diharapkan.

4) Integration, yaitu sejauh mana unit-unit kerja dalam perusahaan didorong untuk bekerja dalam suatu sistem yang terkoordinasi.

5) Management support, yaitu sejauh mana manajer-manajer dalam perusahaan memberikan pengarahan, dukungan dan berkomunikasi dengan bawahannya. 6) Control, yaitu sejumlah aturan kebijaksanaan dan pengawasan langsung yang

digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan.

7) Identity, yaitu sejauh mana anggota mengidentifikasi diri pada perusahaan. 8) System, yaitu bagaimana tingkat penghargaan yang diberikan perusahaan

kepada karyawan.

9) Conflict tolerance, yaitu tingkat toleransi terhadap konflik yang muncul dalam perusahaan.

10) Communication patterns, yaitu sejauh mana komunikasi dalam perusahaan dibatasi berdasarkan susunan wewenang secara formal.

(20)

Supranto (1997) juga mengemukakan sepuluh faktor yang isinya sama dengan Robbins, yang dinamakan sepuluh karakteristik budaya organisasi/perusahaan. Menurut kesepuluh karakteristik tersebut dapat dijadikan ukuran kekuatan dari setiap organisasi untuk mencapai sasarannya dan menjadi patokan Sumber Daya Manusia dalam memandang perusahaan tempat mereka bekerja. Budaya organisasi bukan hanya gambaran dan sikap dan kepribadian anggotanya, tetapi lebih dari itu, budaya sentralisasi atau desentralisasi, tingkat interdependensi wewenang dan lain-lain.

2.1.9 Fungsi dan peran budaya organisasi

Budaya melakukan sejumlah fungsi penting dalam sebuah organisasi, karena budaya perusahaan sebagai nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama memberikan beberapa fungsi penting. L. Smircich yang dikutip oleh Kreitner dan Kinichi (2003) mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki fungsi sebagai berikut.

1) Membawa suatu perasaan identitas sebagai anggota organisasi.

2) Sebagai sarana untuk membangun komitmen akan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

3) Budaya perusahaan meningkatkan stabilitas sistem sosial.

4) Budaya organisasi merupakan suatu sense-making devies yang dapat memberikan pedoman dan mempertajam perilaku.

Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan, yang terdiri atas sekumpulan individu dengan latar belakang kebudayaan yang khas, meningkatkan dan memelihara kohesi

(21)

diantara anggota perusahaan. Pengendalian melalui budaya perusahaan melihat manusia itu emosional, pencinta symbol, butuh untuk dimiliki oleh suatu identitas yang superior ataupun kolektivitas. Manifestasi atas budaya organisasi telah menjadi suatu alternatif bentuk pengendalian yang mungkin paling efektif.

(22)

Menurut Robbins (2004) fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut. 1) Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan

perusahaan yang lain.

2) Menentukan tujuan bersama yang lebih besar dari sekedar kepentingan individu.

3) Menjaga stabilitas social perusahaan, yang membantu mempersatukan organisasi.

4) Meningkatkan identitas bagi anggota perusahaan.

5) Memberi pengertian dan mekanisme control yang membantu membentuk sikap dan perilaku karyawan.

2.1.10 Tolak ukur budaya organisasi

Menurut Taliziduhu dalam Pabundu Tika (2005:114) berpendapat dalam mengukur budaya organisasi kuat sebagai budaya organisasi yang dipegang semakin intensif (semakin mendasar dan kokoh), semakin luas dianut dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan. Tolak ukur budaya organisasi tersebut antara lain.

1) Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan (Clarity of Ordering)

Nilai-nilai keyakinan yang disepakati oleh anggota organisasi dapat ditentukan secara jelas. Kejelasan nilai-nilai ini ditentukan dalam bentuk filosofi usaha, slogan/moto perusahaan, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, dan prinsip-prinsip yang menjelaskan usaha.

(23)

2) Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan (Extent of Ordering)

Penyebarluasan nilai-nilai ini terkait dengan beberapa banyak orang/anggota organisasi yang menganut nilai-nilai dan keyakinan budaya organisasi. Penyebarluasan nilai tergantung dari sistem sosialisasi atau pewarisan yang diberikan oleh pimpinan organisasi kepada anggota-anggota organisasi khususnya anggota-anggota baru.

3) Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti (Core Values Being Intensely Held) Intensitas dimaksudkan seberapa jauh nilai-nilai budaya organisasi dihayati, dianut, dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota-anggota organisasi. Disamping itu, intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi/perusahaan memperlakukan anggota-anggota organisasi (karyawan) yang secara konsekuen menjalankan nilai-nilai budaya organisasi dan anggota organisasi yang hanya separuh atau sama sekali tidak menjalankan nilai-nilai budaya.

2.1.11 Menciptakan dan mempertahankan budaya organisasi

Robbins (2004 : 146) mengatakan bahwa budaya organisasi tidak muncul dari ruang yang hampa atau dari langit. Jadi suatu kekuatan dapat mempengaruhi terciptanya suatu budaya organisasi. Asal mula budaya organisasi adalah membangun nilai tertentu diorganisasinya, kemudian dikembangkan dan dipakai sebagai rujukan oleh anggota organisasi berikutnya. Kekuatan yang berperan dalam mempertahankan budaya organisasi adalah praktek seleksi dalam keputusan final, manajemen puncak dan sosialisasi para karyawan pada budaya organisasi itu.

(24)

2.1.12 Pengertian disiplin kerja

Menurut Gorda (2004 : 106), disiplin kerja adalah sikap dan perilaku seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan dengan penuh kesadaran, dan ketulusiklasan atau dengan paksaan untuk mematuhi dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya memberi sumbangan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan perusahaan. Apabila disiplin kerja sudah dapat dilaksanakan dengan baik oleh para karyawan, maka secara tidak langsung usaha pencapaian tujuan perusahaan akan dapat dilaksanakan dengan efektif.

Menurut Nitisemito (1999 : 118) disiplin kerja diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Menurut Hornby yang dikutip oleh Gouzali (2002 : 198) disiplin kerja adalah pelatihan khususnya pelatihan pikiran dan sikap untuk mengendalikan diri dan kebiasaan-kebiasaan mentaati peraturan yang berlaku.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan perusahaan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Menurut Simamora (1997 : 755) disiplin akan berlangsung dengan baik apabila memenuhi 4 (empat) prinsip yang disebut “Prinsip Tungku Panas” (The Hot Stove Rule). Keempat prinsip itu adalah.

1) Adanya pemberitahuan awal sebelum pekerja terdorong melakukan tindakan indisipliner (melanggar), berupa hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 2) Segera, yang artinya dampak dari tindakan indisipliner yang dilakukan oleh

(25)

3) Konsisten berarti tindakan yang adil dan diberikan secara konsisten pada pelaku tindakan indisipliner akan berpengaruh terhadap efektivitas pendisiplinan kerja.

4) Tindakan disiplin sebaliknya melihat kepada apa yang dilakukan oleh pekerja, bukan kepada siapa yang melakukannya.

2.1.13 Pentingnya disiplin kerja

Disiplin kerja memiliki arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, dengan tingkat disiplin kerja yang tinggi maka perusahaan dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan dengan efektif dan efisien. Sebaliknya apabila perusahaan dalam kondisi dimana kondisi disiplinnya rendah, maka perusahaan akan mengalami hambatan dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Kondisi disiplin karyawan memiliki implikasi langsung atas sikap mental dan moral karyawan sehingga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Implikasi disiplin kerja karyawan yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini mendorong tumbuh kembangnya semangat kerja karyawan dan pada gilirannya akan mendorong meningkatnya kinerja karyawan. Ini berarti pembinaan disiplin adalah perlu dan penting bagi pencapaian tujuan perusahaan (Gorda 2004 : 109). Disamping perusahaan menuntut karyawan untuk berdisiplin, yang harus diperhatikan perusahaan adalah.

1) Tiap suatu tindakan terhadap karyawan harus memiliki dasar yang sudah diketahui oleh karyawan.

(26)

2) Memberi kompensasi yang tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan jasa yang sudah mereka berikan.

3) Taat azas (konsisten) dan selalu menepati janji.

Untuk mengukur seberapa jauh disiplin kerja karyawan dapat dilihat dari ketidakhadiran dan tingkah laku karyawan .

1. Ketidakhadiran/Absensi

Dalam mengadakan analisis terhadap disiplin kerja karyawan maka dalam perusahaan ini dipakai tingkat absensi karyawan sebagai tolak ukurnya, sehingga dengan demikian akan dikemukakan juga pengertian dari absensi sebagai berikut. Absensi adalah apabila seseorang tidak hadir pada tempat kerja ia dikatakan absen. Tingkat absen yang semakin besar, dengan kata lain makin banyak karyawan yang tidak masuk kerja akan semakin menyulitkan perusahaan mencapai target produksi. Tinggi tingkat absensi akan merugikan perusahaan meskipun karyawan tersebut tidak dibayar waktu kerja. Menurut Heidjrahman dan Suad Husnan (2000:33), tingkat absensi merupakan perbandingan antara hari-hari yang hilang dengan keseluruhan hari yang tersedia untuk bekerja. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumus.

Absensi = bekerja tidak karyawan bekerja karyawan Hari hilang yang kerja hari Jumlah  x 100%... (1)

Untuk menekan tingkat absensi, menurut Heidjrachman dan Suad Husnan (2000 : 34) ada enam tahap dalam menekan tingkat absensi karyawan yaitu. 1) Mencatat nama karyawan yang absen

Dengan mencatat karyawan yang sering absen kita mempunyai dasar untuk melakukan tindakan pendisiplinan.

(27)

2) Mencatat sebab-sebab ketidakhadiran

Biasanya alasan-alasan yang sering terjadi adalah faktor sakit, kesulitan transportasi, keperluan pribadi dan anak-anak. Untuk alasan sakit misalnya perusahaan biasanya memberikan tunjangan kesehatan.

3) Memperhatikan kelompok umur

Pada umumnya karyawan dalam usia muda mempunyai kecenderungan untuk sering tidak hadir. Sedangkan bagi karyawan yang cukup umur, biasanya mereka jarang tidak masuk kerja. Tetapi untuk karyawan golongan tua absensinya sering dalam waktu lama karena sebab-sebab kesehatan.

4) Kelompok jenis kelamin yang sering absen. 5) Hari-hari tidak masuk.

6) Kondisi kerja. 2. Tingkah laku karyawan

Ukuran disiplin kerja karyawan yang lain adalah melihat pada tingkah laku karyawan, atau yang lebih tepat disebut dengan moral kerja karyawan, sebab tingkah laku karyawan atau manusia pada umumnya ditentukan oleh moral manusia tersebut. Jika moral manusia yang bersangkutan baik, dalam keadaan kecewa sekalipun ia akan tetap baik. Akan tetapi jika moral manusia tersebut jelek meskipun dalam keadaan senang atau bahagia maka sifat jeleknya kadang-kadang muncul yang ditunjukkan dengan tingkah lakunya yang buruk.

(28)

Pembinaan disiplin dalam perusahaan dengan cara-cara yang baik, efisien dan efektif. Oleh karena itu perlu diketahui apa hakekat dari disiplin itu sendiri, faktor-faktor yang menunjang pembentukan dan pembinaannya serta segala sesuatu yang mempunyai hubungan atau kaitan yang erat dengan disiplin itu.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pembinaan disiplin merupakan hal yang sangat penting sebab disiplin yang ada menentukan efisien dan efektifnya pelaksanaan pekerjaan karyawan.

2.1.14 Tipe-tipe disiplin

Keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sangat tergantung pada kesediaan untuk berkorban dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau golongan. Karenanya setiap karyawan perlu memiliki kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut Gorda (2004:107), ada 2 (dua) tipe disiplin yaitu.

1) Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pimpinan perusahaan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti dan mematuhi serta melaksanakan berbagai standar dan aturan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga pelanggaran-pelanggaran dapat dihindari atau dicegah. 2) Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil oleh kalangan pimpinan

perusahaan untuk menanggulangi pelanggaran-pelanggaran terhadap standar aturan dan kebijaksanaan perusahaan serta berupaya untuk menghindari pelanggaran lebih lanjut dengan kesalahan yang sama.

(29)

2.1.15 Pedoman dalam pendisiplinan

Di dalam melaksanakan tindakan disiplin perlu diperhatikan beberapa pedoman seperti yang diungkapkan dari berbagai hasil penelitian dan pendapat pada pakar manajemen Gorda (2004 : 119) antara lain.

1) Tindakan disiplin hendaknya dilakukan secara pribadi, tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan dihadapan orang banyak. Hal ini akan membuat bawahan merasa malu sehingga bisa mengakibatkan dendam.

2) Penerapan sanksi hukuman terhadap karyawan yang melanggar perusahaan selalu bersifat membangun.

3) Tindakan disiplin hendaknya dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. Jangan menunda-nunda waktu pengambilan keputusan terhadap pelanggaran peraturan perusahaan oleh karyawan. Ketepatan waktu sangatlah penting dalam tindakan disiplin.

4) Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula. Jangan melakukan pendisiplinan pilih kasih.

5) Pimpinan tidak seharusnya memberi pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.

6) Setelah pendisiplinan sikap dan pimpinan haruslah wajar kembali. Tidak dibenarkan apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap benci terhadap bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa benci hanya akan menimbulkan perlakuan yang tidak adil.

(30)

2.1.16 Faktor-faktor yang menunjang pembinaan disiplin

Menurut Gorda (2004:114) faktor-faktor yang dapat menunjang pembinaan disiplin adalah sebagai berikut.

1) Kesadaran karyawan

Timbul dari karyawan sendiri untuk mempelajari, memahami, menghayati dan meramalkan peraturan perusahaan.

2) Komunikasi yang cepat

Yaitu suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain agar timbul pengertian yang sama terhadap informasi.

3) Kepemimpinan

Adalah sifat seseorang didalam upaya membimbing dan menggerakkan orang lain agar bersedia melaksanakan suatu kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang dikehendaki. Jadi dalam penegakan disiplin kerja karyawan banyak faktor yang harus diperhatikan guna pencapaian tujuan perusahaan yang maksimal.

Menurut Hasibuan (2002:194) faktor-faktor yang dapat menunjang pembinaan disiplin adalah sebagai berikut.

1) Tujuan dan kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seorang karyawan harus sesuai dengan

(31)

kemampuan karyawan yang bersangkutan agar dapat bekerja sungguh-sungguh dan berdisiplin dalam melaksanakan pekerjaan.

2) Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin yang baik, jujur, adil, serta bijaksana. Dengan keteladanan pimpinan yang baik maka kedisiplinan bawahan akan ikut baik.

3) Balas jasa

Balas jasa (pemberian motivasi) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan, karena balas jasa yang diterima akan menyebabkan karyawan mampu memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sehingga akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Jika kecintaan semakin baik terhadap pekerjaannya maka kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Jadi balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan artinya semakin besar balas jasa, maka semakin baik kedisiplinan karyawan.

4) Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan karena sifat manusia selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan karyawan yang lainnya. Apabila dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa maka merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.

(32)

5) Sangsi hukum

Sangsi hukum berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, karena dengan sangsi hukum yang semakin berat karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan.

6) Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sangsi hukum yang telah ditetapkan.

7) Hubungan kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan karyawan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan itu baik yang bersifat vertikal maupun horizontal.

2.1.17 Pengertian lingkungan kerja

Manajemen yang baik adalah memikirkan bagaimana tentang lingkungan kerja yang baik dan menyenangkan, karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kerjanya. Lingkungan kerja diduga mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan prilaku karyawan. Secara umum lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Menurut Nitisemito (2002 : 109) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan mempunyai peranan penting untuk kelancaran proses produksi,

(33)

karena lingkungan kerja yang baik bukan saja dapat memuaskan karyawan dalam melaksanakan tugas, tetapi berpengaruh juga dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

Lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan sangat penting untuk diperhatikan oleh pimpinan organisasi, karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan yang bekerja. Menurut Ahyari (2005:121), lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja. Secara umum lingkungan kerja di dalam perusahaan merupakan lingkungan dimana karyawan tersebut melaksanakan tugas dan pikirannya sehari-hari. Menurut Manuaba (2005:130), lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman.

Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di dalam ruangan atau di sekitar para pekerja sebagai tempat kerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

2.1.18 Indikator-indikator lingkungan kerja

Lingkungan kerja merupakan kondisi fisik dalam perusahaan yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan, yang meliputi penerangan (sinar) yang cukup, suhu udara yang tepat, suara bising yang dapat dikendalikan, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan serta keamanan kerja karyawan, beberapa

(34)

faktor yang dapat menentukan terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan produktivitas kerja karyawan adalah.

1) Penerangan atau cahaya

Penerangan menurut Ahyari (2005 : 149) adalah cukup sinar yang masuk ke ruang kerja masing-masing karyawan perusahaan. Penerangan untuk ruang kerja karyawan merupakan faktor penting jika dikaitkan dengan produktivitas kerja karyawan.

2) Temperatur atau suhu udara

Menurut Santoso (2004:52) agar tetap sehat pada pertahanan suhu yang stabil core-temperatur sekitar 37oC. Perbedaan suhu didalam dan diluar tidak lebih dari 4oC. Untuk mengatasi permasalahan suhu maka perlu diadakan pengaturan suhu dan sirkulasi udara yang dilakukan dengan memilih beberapa alternatif seperti yang dikemukakan oleh Ahyari (2005:172), antara lain : ventilasi yang cukup pada gedung, pemasangan kipas angin, pemasangan air conditioning dan pemasangan humidifier.

3) Tata warna

Warna di tempat kerja perlu dipelajari, dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Karena pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi dan pemantulan cahaya. Menurut Manuaba (2005:7), mengenai penggunaan warna yang harus dipilih sesuai dengan keperluannya, karena warna yang dipergunakan memiliki tiga kesan bagi yang melihatnya. Untuk mengetahui bermacam-macam warna dengan kesan yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 2.1

(35)

Tabel 2.1 Jenis-jenis warna dengan kesan yang ditimbulkannya

Jenis warna Kesan jarak Kesan

temperatur Kesan psikis Biru Hijau Merah Jingga Kuning Coklat Ungu Jauh/luas Jauh/luas Dekat Sangat dekat Dekat Sangat dekat Sangat dekat Dingin Sangat dingin Hangat Sangat hangat Sangat hangat Netral Dingin Lembut Sangat lembut Mengganggu Merangsang Merangsang Merangsang Agresif Sumber : Manuaba (2005 : 7)

Penggunaan warna dalam ruang kerja akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap semangat kerja karyawan. Oleh karena itu masalah penggunaan warna harus memperhatikan pilihan warna dan hubungan warna-warna yang dipakai dalam masalah penyinaran.

4) Ruang gerak

Ruang gerak juga perlu diperhatikan perusahaan karena dengan ruang gerak yang mencukupi karyawan dapat bekerja dengan baik dan dapat berpengaruh terhadap keselamatan karyawan tersebut. Ruang gerak yang disediakan mencukupi dalam arti seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya tanpa merasa terganggu, pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan secara mudah, lancar dan aman serta ekonomis dalam pembiayaan.

Ahyari (2005 : 183) mengatakan perusahaan perlu memperhatikan ruang gerak yang tersedia dalam perusahaan untuk para karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut. Terlalu sempitnya ruang gerak yang

(36)

disediakan oleh perusahaan untuk karyawan dalam perusahaan tersebut, akan dapat mengakibatkan para karyawan perusahaan tersebut tidak dapat bekerja. 5) Kebisingan

Menurut Santoso (2004:33), kebisingan adalah suara yang tidak diketahui (unwanted/undersired soundi). Menurut Kepmennaker yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004:38), kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Tarwaka, dkk (2004:42) juga mengatakan dengan adanya kebisingan ini, dapat mengakibatkan (1) stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur, (2) kehilangan konsentrasi, (3) gangguan komunikasi antar lawan bicara, (4) penurunan perfomansi kerja.

6) Kebersihan

Kebersihan di ruang tempat kerja dan kebersihan di lingkungan tempat kerja harus dijaga dan dipelihara agar dalam keadaan yang tetap bersih. Karena kebersihan lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan kejiwaan seseorang. Menurut Nitisemito (2002:114), lingkungan kerja yang bersih akan menimbulkan rasa senang. Rasa senang ini dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat bekerja lebih bersemangat dan lebih bergairah. Lingkungan kerja yang penuh debu, sampah dan bau yang tidak enak jelas akan menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan bahkan dapat mengganggu kesehatan. Apalagi pekerjaan tersebut memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi, maka karyawan tersebut akan merasa terganggu sehingga

(37)

pekerjaan tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk menjaga kebersihan ini pada umumnya diperlukan petugas umum, akan tetapi kebersihan bukan semata-mata kewajiban petugas khusus tersebut melainkan setiap karyawan harus ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan lingkungan tempat kerja mereka. Disamping itu perusahaan harus menyediakan peralatan-peralatan kebersihan seperti tempat sampah pada tempat-tempat yang mudah dijangkau dan terlihat oleh karyawan.

7) Keamanan

Pengaturan faktor lingkungan kerja yaitu keamanan perlu mendapatkan perhatian. Keamanan lingkungan kerja ini adalah keamanan terhadap keseluruhan jiwa dan harta benda. Menurut Nitisemito (2002:116), bahwa masalah keamanan dalam lingkungan kerja ini juga menyangkut keamanan terhadap keselamatan diri setiap karyawan, keamanan harta benda karyawan, kontruksi gedung. Keadaan ini akan menimbulkan kegelisahan pada saat bekerja, semangat kerja karyawan menurun dan konsentrasi yang berkurang sehingga kerusakan semakin bertambah. Ahyari (2005:186), mengatakan bahwa keamanan kerja ini erat hubungannya dengan usaha peningkatan semangat dan kegairahan kerja dan disiplin kerja dari para karyawan. Dengan keamanan kerja yang baik maka karyawan akan menjadi lebih tenang dan memiliki gairah yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya.

Sedangkan menurut Sedarmayanti (2006:30), guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu

(38)

diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga satuan petugas keamanan (satpam).

Secara fisik yang mempengaruhi lingkungan tempat kerja, tata ruang kerja, peralatan kerja, sarana untuk melakukan kegiatan berkumpul, halaman kantor, dan tempat istirahat. Tempat kerja harus cukup luas untuk bergerak dan bersih dengan udara segar serta gangguan harus sesedikit mungkin. Oleh karena itu, pentingnya lingkungan kerja untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman, maka sudah menjadi kewajiban organisasi atau perusahaan untuk memperhatikan lingkungan kerja karyawan dengan baik dan berkelanjutan, sehingga dapat dicapai sesuai dengan harapan karyawan dan perusahaan.

2.1.19 Pengaruh budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai Menurut Siagian (2002:187) menyatakan bahwa hubungan antara produktivitas kerja pegawai dengan budaya organisasi dapat dijelaskan dari teori budaya organisasi dan produktivitas kerja, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya ialah budayanya. Hal-hal tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh manajemen dengan pendekatan yang memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu dan ruang. Dengan kata lain, diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang bersangkutan. Berbicara tentang budaya organisasi, biasanya yang dimaksud ialah adanya persepsi yang sama

(39)

dikalangan seluruh anggota organisasi tentang makna hakiki kehidupan bersama. Pengertian sederhana tersebut sesungguhnya berarti, bahwa dalam lingkungan suatu organisasi mutlak diperlukan pemahaman yang tepat tentang ‘cara-cara bertindak dan berperilaku yang akseptabel bagi organisasi’ (the way things are done in this organization). Implikasinya yang sangat sederhana ialah, bahwa kehadiran dan keberadaan seseorang sebagai anggota organisasi hanya akan diterima oleh berbagai pihak lain, seperti atasan langsung, manajemen termasuk manajemen puncak, dan rekan-rekan setingkat apabila yang bersangkutan mau, mampu, dan bersedia melakukan berbagai jenis penyesuaian dalam tindakan dan perilakunya sehingga mencerminkan penerimaannya tentang budaya organisasi. Bahkan, keberhasilannya sebagai anggota organisasi pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kemauan, kemampuan, dan kesediaan tersebut. Dengan kata lain, setiap orang yang pada mulanya datang ke suatu organisasi atau perusahaan dengan ‘budaya pribadi’, harus dengan segera mempelajari budaya organisasi bersangkutan untuk melihat penyesuaian-penyesuaian apa yang perlu dan harus dilakukannya. Keharusan itulah yang dimaksud apabila dikatakan pada bagian lain teori ini, bahwa salah satu sasaran proses seleksi ialah perolehan gambaran apakah seseorang akan mampu dan mau melakukan penyesuaian yang diperlukan atau tidak. Meskipun benar bahwa manajemen akan mempertimbangkan ‘budaya pribadi’ yang dianut oleh para anggota organisasi, hal itu tidak berarti bahwa penyesuaian individual tidak diperlukan karena sesungguhnya, pada analisis terakhir, budaya organisasilah yang dominan; bukan budaya pribadi. Dengan pengantar singkat tersebut kiranya dapat diterima apabila dikatakan bahwa premis

(40)

mendasar dalam pembahasan budaya organisasi ialah kemauan, kemampuan, dan kesediaan seseorang menyesuaikan perilakunya dengan budaya organisasi, mempunyai relevansi tinggi dengan kemauan, kemampuan, dan kesediaannya meningkatkan produktivitas kerjanya. Jika hal-hal tersebut dapat terselenggara dengan baik, maka akan tercipta dan terpelihara budaya organisasi yang kuat, dan yang pada gilirannya akan mendorong seluruh anggota organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dan produktivitas kerja pegawai.

2.1.20 Pengaruh disiplin kerja terhadap produktivitas kerja pegawai

Menurut Sedarmayanti (2001:72) menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, karena disiplin kerja merupakan sikap mental yang selalu taat pada segala peraturan dan dapat melaksanakan pekerjaan secara tertib, lancar, dan aman sehingga produktivitas dapat tercapai.

2.1.21 Pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja pegawai Menurut Ahyari (2005:121) menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja secara umum lingkungan kerja di dalam perusahaan merupakan lingkungan dimana karyawan tersebut melaksanakan tugas dan pikirannya sehari-hari. Apabila lingkungan kerja di dalam suatu perusahaan baik maka secara tidak langsung akan menciptakan suasana nyaman bagi para pegawai sehingga produktivitas dapat tercapai.

(41)

2.2 Pengaruh Budaya Organisasi dan Disiplin Kerja serta Lingkungan Kerja terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

Maju atau mundurnya suatu perusahaan sangat tergantung pada produktivitas kerja pegawai yang bersangkutan. Karena pegawai yang memiliki produktivitas kerja yang baik berarti pegawai tersebut akan giat dan bergairah dalam melakukan pekerjaan. Menyadari betapa pentingnya peningkatan produktivitas kerja pegawai yang akan memberikan dampak positif dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka pihak manajemen selayaknya memahami hal-hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja pegawai.

Menurut Siagian (2002:187) menyatakan bahwa hubungan antara produktivitas kerja pegawai dengan budaya organisasi dapat dijelaskan dari teori budaya organisasi dan produktivitas kerja, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya ialah budayanya. Hal-hal tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh manajemen dengan pendekatan yang memperhitungkan secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu dan ruang. Dengan kata lain, diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang bersangkutan. Berbicara tentang budaya organisasi, biasanya yang dimaksud ialah adanya persepsi yang sama dikalangan seluruh anggota organisasi tentang makna hakiki kehidupan bersama. Pengertian sederhana tersebut sesungguhnya berarti, bahwa dalam lingkungan suatu organisasi mutlak diperlukan pemahaman yang tepat tentang ‘cara-cara bertindak dan berperilaku yang akseptabel bagi organisasi’ (the way things are done in this organization). Implikasinya yang sangat sederhana ialah, bahwa

(42)

kehadiran dan keberadaan seseorang sebagai anggota organisasi hanya akan diterima oleh berbagai pihak lain, seperti atasan langsung, manajemen termasuk manajemen puncak, dan rekan-rekan setingkat apabila yang bersangkutan mau, mampu, dan bersedia melakukan berbagai jenis penyesuaian dalam tindakan dan perilakunya sehingga mencerminkan penerimaannya tentang budaya organisasi. Bahkan, keberhasilannya sebagai anggota organisasi pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kemauan, kemampuan, dan kesediaan tersebut. Dengan kata lain, setiap orang yang pada mulanya datang ke suatu organisasi atau perusahaan dengan ‘budaya pribadi’, harus dengan segera mempelajari budaya organisasi bersangkutan untuk melihat penyesuaian-penyesuaian apa yang perlu dan harus dilakukannya. Keharusan itulah yang dimaksud apabila dikatakan pada bagian lain teori ini, bahwa salah satu sasaran proses seleksi ialah perolehan gambaran apakah seseorang akan mampu dan mau melakukan penyesuaian yang diperlukan atau tidak. Meskipun benar bahwa manajemen akan mempertimbangkan ‘budaya pribadi’ yang dianut oleh para anggota organisasi, hal itu tidak berarti bahwa penyesuaian individual tidak diperlukan karena sesungguhnya, pada analisis terakhir, budaya organisasilah yang dominan; bukan budaya pribadi. Dengan pengantar singkat tersebut kiranya dapat diterima apabila dikatakan bahwa premis mendasar dalam pembahasan budaya organisasi ialah kemauan, kemampuan, dan kesediaan seseorang menyesuaikan perilakunya dengan budaya organisasi, mempunyai relevansi tinggi dengan kemauan, kemampuan, dan kesediaannya meningkatkan produktivitas kerjanya. Jika hal-hal tersebut dapat terselenggara dengan baik, maka akan tercipta dan terpelihara budaya organisasi yang kuat, dan

(43)

yang pada gilirannya akan mendorong seluruh anggota organisasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dan produktivitas kerja pegawai.

Menurut Sedarmayanti (2001 : 72) menyatakan bahwa disiplin kerja merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, karena disiplin kerja merupakan sikap mental yang selalu taat pada segala peraturan dan dapat melaksanakan pekerjaan secara tertib, lancar, dan aman sehingga produktivitas dapat tercapai.

Menurut Ahyari (2005:121) menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja secara umum lingkungan kerja di dalam perusahaan merupakan lingkungan dimana karyawan tersebut melaksanakan tugas dan pikirannya sehari-hari. Apabila lingkungan kerja di dalam suatu perusahaan baik maka secara tidak langsung akan menciptakan suasana nyaman bagi para pegawai sehingga produktivitas dapat tercapai.

Dari uraian yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa budaya organisasi dan disiplin kerja serta lingkungan kerja mempengaruhi produktivitas kerja pegawai. Semakin baik budaya organisasi dan disiplin kerja pegawainya serta lingkungan kerja yang nyaman maka akan semakin tinggi pula produktivitas kerja pegawai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya organisasi dan disiplin kerja serta lingkungan kerja merupakan faktor yang dapat mendorong pegawai untuk menimbulkan produktivitas kerja yang tinggi.

(44)

2.3 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi adalah penelitian yang dilakukan oleh Thirtyawati (2007) dengan judul “Pengaruh Tingkat Kesejahteraan dan Disiplin Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada

Pelasa Hotel Legian-Kuta”. Dari hasil uji F-test dengan level of significant (α = 5), maka diperoleh F-table sebesar 4,26 dan nilai F-hitung sebesar 65,599

berarti ada pengaruh antara tingkat kesejahteraan, dan disiplin kerja secara bersama-sama terhadap produktivitas kerja karyawan. Dari hasil analisis determinasi berganda diperoleh sebesar 83,58% yang berarti produktivitas kerja karyawan 83,58% dipengaruhi oleh kesejahteraan dan disiplin kerja dan sisanya 16,42% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari determinasi parsial diketahui bahwa tingkat kesejahteraan memberikan sumbangan sebesar 35,54% sedangkan disiplin kerja memberikan sumbangan sebesar 63,52%. Ini berarti disiplin kerja lebih dominant pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas yaitu disiplin kerja, variabel terikat yaitu produktivitas kerja karyawan. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada dimensi waktu dan jumlah variabel yang digunakan.

Penelitian lain dilakukan oleh Sri Wahyuni (2008) dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Diklat serta Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh budaya organisasi dan diklat serta lingkungan kerja secara simultan maupun parsial terhadap kinerja pegawai pada

(45)

Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa secara simultan budaya organisasi, diklat dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali, dengan F-hitung (79,769) > F-tabel (2,76).

Secara parsial budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali, dengan t-hitung (5,267) > t-tabel (1,671), diklat berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali, dengan t-hitung (4,800) > t-tabel (1, 671), lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bali, dengan t-hitung (3,315) > t-tabel (1,671). Variabel yang berpengaruh lebih besar adalah budaya organisasi dengan melihat koefisien regresi beta tertinggi sebesar 0,436. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel bebas yaitu budaya organisasi dan lingkungan kerja. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada dimensi waktu dan jumlah variabel yang digunakan.

Selain itu penelitian lain yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahayuningsih (2006) pada Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia Partnership dengan Judul “Analisis Budaya Organisasi, Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Motivasi, Gender dan Latar Belakang Pendidikan dalam Produktivitas Kerja Staf Akunting : Studi Empiris”. Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk menguji dan mengidentifikasikan kembali hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan motivasi, hubungan

(46)

yang signifikan antara kepuasan kerja dengan motivasi, hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja, hubungan yang signifikan antara motivasi dengan produktivitas kerja, hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan kepuasan gaji, hubungan yang signifikan antara kepuasan gaji dengan motivasi, hubungan yang signifikan antara kepuasan gaji dengan produktivitas kerja, hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan budaya organisasi, hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kepuasan gaji, hubungan yang signifikan antara gender dengan kepuasan gaji dan hubungan yang signifikan antara gender dengan produktivitas kerja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya kepada manajemen perusahaan mengenai cara peningkatan produktivitas kerja karyawan ditinjau dari aspek-aspek keperilakuan. Sedangkan bagi staff akunting adalah agar memperoleh solusi dan wawasan dalam peningkatan produktivitas kerjanya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan Purposive Random Sampling Method yaitu mengambil sampel dengan kriteria : staff akunting yang bekerja pada perusahaan skala menengah kebawah di beberapa daerah Jakarta dan Tangerang. Sedangkan random dalam pengambilan sampel ini maksudnya adalah tidak membedakan usia, lama kerja, status pernikahan dan jenis perusahaan tempat responden bekerja total kuesioner yang dikirimkan berjumlah 157 dan yang kembali sejumlah 150 sedangkan yang dapat diolah adalah 135 kuesioner. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation

(47)

Modelling) dengan aplikasi Analysis of Moment Structure dari Arbucle (1997). Penggunaan AMOS mensyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, meliputi : 1) Degree of Freedom (DF) harus positif 2) Non Signifikan chi square diatas nilai yang disyaratkan yaitu dengan nilai p=0,05 dan diatas batas konservatif yang diterima sebesar p=0,10.3). Incremental fit yaitu GFI (Goodness not Fit Index), Adjusted GFI (AGFI), Tucker-Lewis Index (TLI), dan Normed Fit Index (NFI) diatas 0.90.4) nilai RMR (Root Mean Square Residual) dan RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation) yang rendah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa gambaran umum responden yaitu kuesioner dikirimkan melalui contact person dan mail survey kepada 157 staf akunting yang bekerja di beberapa perusahaan swasta di Jakarta dan Tangerang. Kuesioner yang kembali berjumlah 150 responden dan yang dapat diolah sebanyak 135 sampel dengan kriteria laki-laki berjumlah 35 dan perempuan berjumlah 100. Hasil penelitian terhadap uji normalitas yaitu masing-masing variabel mempunyai critical ratio dibawah 2,58 sehingga dapat dikatakan seluruh data NORMAL. Hasil penelitian terhadap Evaluasi Outlier yaitu dengan teknik mahalonobis dapat diketahui bahwa dengan chi square pada degree of freedom sebesar 9 yaitu jumlah variabel indikator pada tingkat signifikansi P<0,001. Nilai mahalonobis distance 2 (9,0,00) sebesar 29,58. Hal ini berarti kasus yang mempunyai mahalonobis distance yang lebih besar dari 29,58 adalah multivariate outliers. Hasil output menunjukkan tidak ada satupun kasus yang memiliki nilai mahalonobis distance diatas 29,58 maka dapat disimpulkan tidak ada multivariate outliers. Hasil penelitian terhadap uji model yaitu model ini dikatakan telah memenuhi kriteria model fit yaitu ditunjukkan

Gambar

Tabel 2.1  Jenis-jenis warna dengan kesan yang ditimbulkannya

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran dengan diskusi kelompok dan menggunakan LKS dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dapat membantu siswa kategori rendah dalam memahami materi larutan

Bahwa Pimpinan STIESIA dalam Rapat Pleno tanggal 14 September 2012 telah menerima konsep Rencana Strategis (Renstra) Prodi S3 Ilmu Manajemen Tahun 2012-2016, dan sesuai

konsumen dan menyediakan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah yang kecenderungannya naik dari

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan di dalam penelitian tentang meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode demonstrasi pada mata pelajaran matematika tentang

Krakteristik deformasi tanah lempung lunak di desa rawa urip kecamatan panganan kabupaten CIREBON yang diperbaki dengan menggunakan sement.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Hasil dan temuan dari bentuk-bentuk tuturan yang mengalami pergesaran kesan- tunan positif di atas berhubungan dengan ancaman muka serta skala kesantunan yang menjadi

Als vissen onder deze maat toch al niet aangeland worden, zoals voor de Poolse situatie wordt aangegeven, zal het invoeren van een MLS op deze lengtes geen directe gevolgen hebben.

Dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa ekspansi maksimum juga didapat pada proporsi campuran 30:70 antara aggregat C dan H, lalu diikuti dengan proporsi 40:60, proporsi