• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Pantai Lampuuk Berbasis Mitigasi Tsunami untuk Pengembangan Kawasan Wisata di Lhoknga Aceh Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Pantai Lampuuk Berbasis Mitigasi Tsunami untuk Pengembangan Kawasan Wisata di Lhoknga Aceh Besar"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI LAMPUUK BERBASIS

MITIGASI TSUNAMI UNTUK PENGEMBANGAN

KAWASAN WISATA DI LHOKNGA

ACEH BESAR

MUHAMMAD RIZKI MULYA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pantai Lampuuk Berbasis Mitigasi Tsunami untuk Pengembangan Kawasan di Lhoknga Aceh Besar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 2013

(3)

Mitigasi Tsunami untuk Pengembangan Kawasan Wisata di Lhoknga Aceh Besar. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Perencanaan lanskap daerah rawan bencana, seperti di Pantai Lampuuk dapat dipandang sebagai bagian dari mitigasi. Penggunaan vegetasi lokal merupakan elemen perencanaan sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pada umumnya studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak bencana tsunami dan meningkatkan ruang di lokasi tersebut. Khususnya penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspek biofisik, lingkungan, sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan mitigasi tsunami di Pantai Lampuuk, menganalisis potensi dan kendala dan membuat perencanaan lanskap kawasan wisata berbasis mitigasi bencana tsunami. Metode penelitian yang digunakan adalah proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode ini terdiri dari lima tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Penelitian dilakukan di Pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Penelitian dimulai dari Februari hingga April 2012. Hasilnya adalah konsep dasar sebagai pengembangan kawasan wisata berbasis mitigasi tsunami yang berfungsi sebagai evakuasi, mitigasi dan wisata. Konsep dan perencanaan terdiri dari dua kondisi, kondisi normal atau biasa sebagai tempat wisata, dapat beralih fungsi menjadi evakuatif ketika terjadi tsunami. Disimpulkan bahwa tapak dibagi menjadi tiga zona, (1) zona utama: terdiri dari ruang wisata, mitigasi, evakuasi, (2) zona semi utama: pengembangan ruang, dan (3) zona penyangga: budidaya, konservasi tumbuhan pantai, perkebunan dan pertanian. Perencanaan berupa rencana tapak yang terbagi dalam rencana aktivitas, fasilitas, sirkulasi dan vegetasi.

Kata kunci: bencana alam, mitigasi, Pantai Lampuuk, perencanaan lanskap, tsunami

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZKI MULYA. Landscape Planning of Lampuuk Beach Based on Tsunami Mitigation for The Development of Tourism Area at Lhoknga in Aceh Besar. Supervised by AFRA DN MAKALEW.

(4)

Besar Regency, Aceh Province. This study started from February to April 2012. As the result found that the basic concept of landscape planning is developing the tourist area based on tsunami mitigation which can serve as evacuation, mitigation and tourism space. The concept and plan consisting of two conditions. The first condition during normal conditions or as a regular tourist area, can be turned into evakuatif function when tsunami happen. It was concluded that the site is divided into three zones, (1) primary zone: consisting of space tourism, mitigation, evacuation; (2) semi primary zone: is development spaces; and (3) support zone: the cultivation, conservation of coastal vegetation, plantations and farm. The plan consist of siteplan which is devided into activity, facilities, circulation and vegetation plans.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(6)

ACEH BESAR

MUHAMMAD RIZKI MULYA

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Nama : Muhammad Rizki Mulya NRP : A44080002

Disetujui oleh

Dr Ir Afra D N Makalew, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Nurisjah, MSLA Ketua Departemen

(8)

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian dengan judul Perencanaan Lanskap Pantai Lampuuk Berbasis Mitigasi Tsunami untuk Pengembangan Kawasan Wisata di Lhoknga Aceh Besar ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat masukan, arahan dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta ayah dan mama, serta adikku Maya Riska dan Sarah Tiara yang memberikan doa, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat, dukungan penuh serta kasih sayang;

2. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberikan ilmu yang sangat berguna selama masa penelitian tugas akhir ini;

3. Prof. Dr. Ir. Wahyu Qamara Mugnisjah, M.Agr selaku Pembimbing Akademik, atas nasehat dan bimbingannya;

4. Segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan bimbingannya; segenap staf kependidikan Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuan dan kemudahan administrasi yang telah diberikan kepada penulis;

5. Segenap jajaran PEMDA Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh, BMKG Provinsi Aceh, pusat riset mitigasi tsunami Aceh (TDMRC) atas bantuan dan kemudahan pengambilan data serta masukan, kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis terkait judul penelitian;

6. Alfin, kamil, ikhsan, dayat, faisi, dimas, tjut, moko, afnan, andi, bang yasar, bang husnul, bang fahrul, endang, sayed, aris, sabrun, oki, subki, bukhari, dan teman seperjuangan dalam perantauan; dan teman-teman IMTR (Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong);

7. Teman-teman ARL 45 untuk pahit-manisnya pertemanan serta pertualangan dan perjuangan di ARL yang telah memberi makna dan warna dalam kehidupan;

8. Keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, permohonan maaf dan rasa terimakasih untuk semuanya.

Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk kelengkapan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, 2013

(9)

DAFTAR TABEL i

Waktu dan Tempat Studi 27

Metode Penelitian 29

Penutupan dan Penggunaan Lahan 39

(10)

Rencana Jalur Sirkulasi 75

Rencana Vegetasi 76

Rencana Daya Dukung 82

KESIMPULAN DAN SARAN 90

Kesimpulan 90

Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 92

(11)

1 Intensitas tsunami 12 2 Jenis data dan indikator pengamatan 28 3 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan wisata dan evakuasi

bencana 38

4 Jenis tanaman di lokasi penelitian 44

5 Konsep vegetasi 59

6 Rencana ruang, aktivitas dan fasilitas 60 7 Rencana jalur sirkulasi 75 8 Kapasitas daya dukung Pantai Lampuuk 82

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Model terjadinya tsunami akibat pergerakan sesar atau

gempa bumi 7

3 Sistem peringatan dini tsunami 15 4 Peta lokasi gempa bumi yang mengakibatkan tsunami

di Indonesia (tahun 1600-2004) 16 5 Hubungan panjang, tinggi dan kecepatan tsunami di laut 17 6 Jenis patahan (fault atau sesar) dan mekanisme terjadinya

tsunami 17

7 Ilustrasi pemecah gelombang tsunami 19 8 Berbagai bentuk tetrapod 20 9 Shelter di Shirahama dan Prefektur Tokushima, Jepang 20 10 Tanggul di Okushiri, Jepang 20 11 Contoh hutan di sepanjang Pantai Sanriku, Jepang 21 12 Contoh pintu air di Okushiri, Jepang 21 13 Ilustrasi inovasi penahan tsunami 22 14 Ilustrasi zonasi pada kawasan pesisir 26

15 Lokasi Studi 27

16 Peta administrasi Kemukiman Lampuuk Kecamatan Lhoknga 34 17 Peta lokasi studi Pantai Lampuuk 35 18 Sebelum dan sesudah tsunami di lokasi studi 36 19 Kawasan Pantai Lampuuk setelah diterjang tsunami, Mei 2005 36 20 Tinggi gelombang tsunami di Lampuuk 37 21 Peta topografi Kemukiman Lampuuk Kecamatan Lhoknga 40 22 Peta topografi Pantai Lampuuk Kecamatan Lhoknga 41 23 Peta kemiringan lahan Pantai Lampuuk Kecamatan Lhoknga 42 24 Peta penutupan lahan Pantai Lampuuk Kecamatan Lhoknga 43

25 Good view Pantai Lampuuk 45

26 Bad view pada lokasi studi 45

(12)

33 Peta hasil analisis potensi wisata 53 34 Peta komposit kesesuaian lahan 54 35 Diagram konsep ruang 55

36 Rencana blok 56

37 Matriks hubungan antar ruang 57 38 Diagram hubungan antar ruang 57 39 Diagram konsep sirkulasi 59 40 Diagram konsep vegetasi 60

41 Strategi mitigasi 62

42 Gaya-gaya pada bangunan akibat tsunami dan solusi desain

untuk pengaruh tsunami 62

43 Rencana tapak 63

44 Segmen wisata 64

45 Segmen evakuasi 65

46 Ilustrasi rumah anti gempa dan tsunami 66 47 Bangunan terapung anti gempa dan tsunami 67 48 Potongan bangunan terapung anti gempa dan tsunami 68 49 Kegiatan evakuasi horizontal dan vertikal 70

50 Menara sirene 73

51 Lokasi rambu pelarian 74 52 Contoh rambu evakuasi 75

53 Rencana sirkulasi 78

(13)

Latar Belakang

Kawasan pantai merupakan kawasan yang unik karena kawasan tersebut terdiri atas komponen daratan dan lautan. Komponen daratannya berubah-ubah tergantung dari pasang surut demikian juga komponen lautannya. Lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi beserta yang ada dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Karakter lahan serta kehidupan pantai sangat unik. Oleh karena keunikan tersebut, lanskap kawasan pantai sangat cocok dikembangkan untuk obyek wisata (Rachman, 1984)

Wisata dalam perencanaan lanskap kawasan pantai perlu memahami keinginan atau naluri manusia (keharmonisan dalam memanfaatkan pantai) dan karakter lanskapnya. Karakter lanskap merupakan wujud dari keharmonisan atau kesatuan yang muncul diantara elemen-elemen alam pantai tersebut. Tipe karakter lanskap kawasan pantai meliputi hutan bakau, tambak dan gumuk pasir. Alam pantai tersebut memiliki sifat, bentuk dan kekuatan yang berbeda-beda. Sifat alam pantai meliputi penguapan, suhu musiman dan salinitas estuarinya. Bentuk lanskap kawasan pantai antara lain: dataran pantai, danau, tambak dan topografinya. Sedangkan kekuatan alam pantai meliputi angin, pasut, ombak, arus laut, radiasi matahari, serta sinar bulan. Keindahan lanskap pantai dari bervariasi mulai yang halus, seperti hembusan angin laut. hingga yang dinamis dan keras seperti ombak.

Kerasnya ombak juga harus diperkirakan agar dapat menanggulangi kawasan pantai dari ombak besar (tsunami) akibat gempa vulkanik atau tektonik. Pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu terjadi tsunami yang merusak kawasan pantai di Provinsi Aceh, khususnya di daerah Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Pantai Lampuuk merupakan kawasan yang terkena tsunami, sehingga mitigasi bencana di kawasan pantai dapat dilakukan dengan melakukan usaha perlindungan pantai, salah satunya dengan perencanaan lanskap kawasan pantai. Daerah Pantai Lampuuk awalnya tidak memiliki tutupan lanskap yang dapat menghalangi gelombang tsunami ke arah daratan. Sehingga perludibangun jalur-jalur evakuasi dan penanaman beberapa jenis vegetasi tertentu.

(14)

Tujuan Penelitian

Studi perencanaan kawasan pantai berbasis mitigasi bencana tsunami bertujuan mengidentifikasi dampak dari bencana tsunami dan meningkatkan tata ruang di lokasi tersebut secara umumnya. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. mengidentifikasi aspek biofisik, lingkungan, sosial dan ekonomi pada kawasan Pantai Lampuuk yang berhubungan terhadap mitigasi bencana tsunami.

2. menganalisis potensi dan kendala di lokasi tersebut

3. membuat perencanaan lanskap pantai sebagai kawasan wisata berbasis mitigasi bencana tsunami.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan kawasan wisata pantai yang fungsional, aman, nyaman, indah, dan berguna bagi instansi terkait sebagai pertimbangan perencanaan maupun perancangan.

Kerangka Pikir

(15)

Gambar 1. Kerangka Pikir Pantai Lampuuk, Aceh Besar

Daerah rawan bencana tsunami

Kebutuhan ruang mitigasi

Aspek mitigasi Aspek wisata

Penutupan lahan Topografi

dan ketinggian

Penggunaan lahan

Objek wisata

Atraksi/kegiatan wisata

Zona mitigasi Zona wisata

Lanskap wisata pantai berbasis mitigasi bencana

Perencanaan lanskap Pantai Lampuuk berbasis mitigasi tsunami untuk pengembangan kawasan wisata di Kemukiman Lampuuk,

(16)

Perencanaan Lanskap

Perencanaan Lanskap adalah alat untuk mengelola dan mengendalikan pemanfaatan kawasan untuk pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia secara berkelanjutan berdasarkan azas kelestarian lingkungan hidup. Penyusunan perencanaan pengembangan wilayah adalah instrumen perencanaan pengelolaan sumber alam dan lingkungan dengan menetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan daya tampung atau carrying capacity kawasan budidaya, dalam menghadapi pertambahan penduduk dan penyebaran penduduk yang tidak merata serta kondisi permintaan (kebutuhan) yang terus meningkat. Maka perencanaan harus memperhatikan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang lestari (Subroto, 2003).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan lanskap adalah: 1. identifikasi potensi ruang;

2. identifikasi faktor penghambat pengembangan ruang; 3. identifikasi kebutuhan dan kepentingan pengembangan;

4. identifikasi spesifikasi kegiatan pembangunan dan dampaknya terhadap komponen lanskap;

5. identifikasi koneksitas antar kegiatan dengan daya dukung ruang;

6. identifikasi dan analisis kebijakan dan peraturan yang relevan mendukung pemanfaatan ruang secara sustainable (Subroto, 2003).

Perencanaan sebagai suatu kegiatan dasar manusia. Banyak orang yang memandang perencanaan sebagai suatu kegiatan dasar yang terkandung dalam tingkah laku manusia pada semua tingkatan masyarakat. Perencanaan adalah suatu proses, pemikiran dan tindakan manusia berdasarkan pemikiran tersebut dalam kenyataannya, pemikiran ke masa depan yang merupakan suatu kegiatan manusia yang sangat umum (Subroto, 2003).

Perencana dapat dilihat sebagai kemampuan untuk mengendalikan konsekuensi masa depan daripada tindakan-tindakan yang dilakukan sekarang. Semakin banyak yang dapat dikendalikan, semakin besar sukses perencanaan. Maksud (perencanaan) adalah untuk membuat masa depan yang berbeda daripada yang akan terjadi tanpa perencanaan itu (Anthony dan James 1986).

Menurut Simonds (2006), proses perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap.

(17)

1. Pendekatan sumber daya, dimana dalam hal ini sumber daya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas pada tapak. Pertimbangan terhadap lingkungan akan menentukan perolehan dan penyelamatan ruang dimana kebutuhan pemakai atau sumber dana tidak terlalu dipertimbangan.

2. Pendekatan aktivitas, dimana aktivitas yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana dan prasarana dalam tapak di masa yang akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan dimana faktor sosial lebih dipertimbangkan dari pada faktor lainnya.

3. Pendekatan ekonomi, dimana tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe dan lokasi yang potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini faktor ekonomi merupakan pertimbangan utama.

4. Pendekatan perilaku, dimana dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan dan dampak aktivitas tersebut terhadap seseorang.

Wisata Pantai

Kriteria kawasan sempadan pantai adalah wilayah daratan sepanjang tepian laut yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimum 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Dan untuk kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah wilayah yang minimal mempunyai 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat (Subroto, 2003).

Wilayah pantai merupakan badan air alami yang dilindungi oleh bantuan pasir yang terbentuk oleh pemukulan dan pencucian ombak yang dikendalikan oleh angin (Simonds, 1983). Wilayah pantai dapat menjadi tempat tinggal bagi spesies amfibia dan organisme-organisme laut yang bersifat bentik (tinggal di permukaan atau di dalam tanah). Bagi manusia, lanskap pantai dimanfaatkan untuk rekreasi, penelitian, dan edukasi. Masyarakat banyak memanfaatkan daerah pantai sebagai tempat tinggal (Molles, 2005).

Bencana Alam

Bumi adalah planet yang aktif, dengan berbagai sumber energi sebagai bahan bakarnya. Bencana alam terjadi bilamana manusia dan segala bangunan buatan manusia diatas bumi terpengaruh oleh proses energi bumi. Proses alami bumi ini berupa pengumpulan energi dan melepaskan energi tersebut, lalu menyebabkan kematian dan kehancuran dipermukaannya. Disebut bencana karena berkaitan dengan energi yang mempengaruhi manusia dengan dampak negatif dan merugikan (Abbot, 2004).

(18)

internal bumi dan (4) panas eksternal matahari. Perut bumi mengandung energi panas besar yang berasal dari tabrakan yang telah membentuk bumi dan dari panas tersebut terlepas elemen radioaktif. Energi panas internal dari perut bumi mengalir ke permukaan dan membentuk energi berupa ledakan gunung berapi dan gempa bumi.

Abbot (2004) menambahkan, Banyak bagian bumi yang menunjukkan tanda-tanda yang jelas akan bahaya (hazard), tapak-tapak tersebut memiliki natural hazards. Sebagai contoh, manusia berpindah tempat dan membangun rumah di dekat sungai yang dapat mengalami banjir, bermukim di garis pantai yang dapat mengalami badai besar atau tsunami, dan bermukim di lereng gunung yang suatu saat akan meletus. Puluhan atau bahkan ratusan tahun akan berlalu tanpa bencana alam namun bahaya alam akan selalu ada. Tapak dengan bahaya alam harus dipelajari dan dipahami lebih dalam. Resikonya harus dievaluasi terlebih dahulu agar dapat merencanakan dan merancang tindakan untuk mencegah bahaya alam berubah menjadi bencana alam, atau sering disebut proses mitigasi bencana. Dalam proses mitigasi kita dapat merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengurangi ancaman kematian dan kehancuran dikemudian hari ketika bahaya alam meningkat dan menjadi ancaman besar. Mitigasi ini perlu pula dilaksanakan setelah bencana terjadi, karena penduduk biasanya kembali membangun bangunan yang sama (rekonstruksi) di atas tapak yang telah hancur akibat bencana tersebut. Upaya mitigasi pra bencana dan pasca bencana memerlukan data dan informasi spasial yang akan mempermudah pemantauan dan analisa tindakan prefentif maupun rekonstruksi.

Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, name = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km/jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami (Hanim U, 2012).

(19)

karena desakan lempeng Australia yang bergerak ke utara menabrak pulau Sumatera atau disebut rebound yang mengakibatkan gempa dibawah laut dan mengakibatkan tsunami atau dalam bahasa Aceh di sebut smong.

Tsunami adalah suatu sistem gelombang gravitasi yang terbentuk akibat tubuh air laut mengalami gangguan dalam skala besar dan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Ketika gaya gravitasi berperan dalam proses air laut mencapai kembali kondisi equilibrium, suatu seri gerakan osilasi tubuh air laut terjadi baik pada permukaan laut maupun di bawahnya dan tsunami terbentuk dengan arah rambat keluar dari daerah sumber gangguan (Gambar 2).

Kebanyakan tsunami dihasilkan oleh gempa bumi, yakni pada saat pergeseran tektonik vertikal dasar laut di sepanjang zona rekahan pada kulit bumi menyebabkan gangguan vertikal tubuh air. Sumber mekanisme lainnya adalah letusan gunung api yang berada di dekat atau di bawah laut, perpindahan sedimen dasar laut, peristiwa tanah longsor di daerah pesisir yang bergerak ke arah air laut, ledakan buatan manusia dan tumbukan benda langit atau meteor yang terjadi di laut.

Sumber: www.geocities.ws

Gambar 2. Model terjadinya tsunami akibat pergerakan sesar atau gempa bumi

(20)

Pada daerah pesisir, tsunami dapat memiliki berbagai bentuk ekspresi tergantung pada ukuran dan periode gelombang, variasi kedalaman dan bentuk garis pantai, kondisi pasang-surut dan faktor-faktor lainnya. Pada beberapa kasus tsunami dapat berupa gelombang pasang naik yang terjadi sangat cepat yang langsung membanjiri daerah pesisir rendah. Pada kasus lainnya tsunami dapat datang sebagai bore yaitu suatu dinding vertikal air yang bersifat turbulen dengan daya rusak tinggi. Arus laut yang kuat dan tidak lazim biasanya juga terdapat pada tsunami berskala kecil. Berdasarkan jarak sumber penyebab tsunami dan daerah yang terancam bahaya, tsunami dapat dikelompokkan menjadi dua: tsunami lokal (jarak dekat) dan tsunami distan (jarak jauh). Daya hancur tsunami tergantung pada tiga faktor: inundasi (penggenangan), kekuatan bangunan atau struktur dan erosi. Tsunami dapat menyebabkan erosi pada fondasi bangunan, menghancurkan jembatan dan seawall (struktur penahan gelombang yang sejajar garis pantai). Daya apung dan daya seret dapat memindahkan rumah dan membalik mobil-mobil. Kebakaran bisa pula terjadi sebagai bahaya sekunder dan meyebabkan kerugian yang lebih besar lagi. Kerusakan sekunder lainnya adalah polusi fisik atau kimia akibat kerusakan yang telah terjadi.

Menurut Beni (2006), Tsunami adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang kini telah menjadi istilah internasional. Tsunami adalah istilah untuk menyatakan gelombang besar luar biasa yang datang menyerang tiba-tiba menghempas ke pantai dan mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih dari 900 km/jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut. Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsunami sangat dikenal oleh bangsa Jepang, karena Jepang adalah Negara yang daerahnya rawan terkena tsunami. Tsunami telah dikenal sejak abad ke-18. Hal itu tampak dari lukisan paling terkenal tentang tsunami yang dibuat pada abad ke-18 oleh pelukis Jepang bernama Hokusai, yang menggambarkan tsunami dengan latar belakang Gunung Fuji. Dalam literatur bahasa inggris, tsunami kadang-kadang disebabkan pula sebagai tidal wave dan sering diterjemahkan secara harfiah sebagai gelombang pasang. Istilah ini sebenarnya tidak tepat karena tidak memiliki hubungan dengan pasang surut air yang ditentukan oleh gaya tarik menarik benda-benda astronomi.

Berbeda dengan gempa tektonik yang hingga kini belum dapat diprediksi waktu kejadiannya, tsunami dapat diperkirakan kedatangannya beberapa saat sebelumnya dengan melihat gejala alam di daerah pantai. prediksi tsunami dapat dilakukan dengan menerapkan sistem Tremors (Tsunami Risk Evaluation through Seismic Moment from Realtime System) dan pengukuran pasang surut air laut analisis gempa dan tsunami. Jika terpasang lima sistem Tremors yang terintegrasi dengan sistem pemantauan lainnya itu maka dalam waktu 15 menit prediksi akan datangnya tsunami dapat dikeluarkan. Saat ini, BMG hanya memiliki satu sistem Tremors yang terpasang di Tretes Jawa Timur. Selain itu dari segi jumlah dan kemampuan stasiun pengamat gempa yang dimiliki BMG masih jauh dari ideal. Jumlah sistem pengamat gempa baik yang manual maupun telemetri di seluruh Indonesia hanya berjumlah 57, namun seharusnya dua kali lipat dari itu.

(21)

yang muncul sebelum terjangan tsunami dapat menjadi petunjuk bagi penduduk di pantai untuk menyelamatkan diri dari bencana itu. Ketika terjadi gempa tektonik yang terasa getarannya di kawasan itu penduduk hendaknya bergegas menjauhi pantai. Demikan pula jika air laut di pantai tiba-tiba surut. Jika topografi di dasar laut berupa lereng, sebelum tsunami sampai ke pantai akan terdengar bunyi ledakan seperti bom. Adapun jika strukturnya landai, suara gelombang yang muncul seperti gendering. Bau garam yang terbawa angin dan udara yang dingin juga pertanda datangnya tsunami. Gelombang tsunami biasanya akan datang dua hingga tiga kali. Gelombang pertama masih relatif kecil, namun 10 hingga 15 menit kemudian akan datang gelombang yang lebih besar.

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), gempa bumi tektonik yang terjadi di Aceh terjadi Minggu, 26 Desember 2004 berkekuatan 8.8 Scala Richter Bangladesh, Maladewa, Thailand dan Malaysia. Tsunami, menurut Kementrian Ristek, merupakan gelombang laut yang disebabkan oleh gempa bumi atau letusan gunung api atau longsoran di dasar laut, namun sebagian besar atau 90 persen tsunami disebabkan oleh gempa bumi.

Kementrian Ristek mengatakan, sejumlah program untuk mengurangi akibat (mitigasi) bencana tsunami sudah dilakukan di Indonesia. Program yang baik setidaknya didukung oleh riset komprehensif tentang tsunami, sistem pemantau gempa, sistem peringatan dini tsunami, pengembangan peta zonasi tsunami, pengembangan teknologi proteksi pantai dan sosialisasi pada masyarakat. Namun masih banyak hal yang perlu ditingkatkan agar program tersebut memperoleh hasil yang optimal. Mengacu pada kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya manusia, sarana dan institusi di Indonesia, program mitigasi bencana tsunami agar diarahkan pada pembuatan peta zonasi tsunami yang lebih representatif, membangun sistem peringatan dini yang lebih baik dan meningkatkan tingkat kesiapan masyarakat dengan melakukan program pelatihan dan sosialisasi.

Sistem GPS (Global Positioning System) yang dipasang di Kepulauan Batu dan Mentawai di perairan sebelah barat Sumatera berupa antena GPS. Antena ini akan mengeluarkan sinyal. Sinyal kemudian ditangkap dan dicatat oleh satelit GPS. Dengan data yang tercatat dari waktu ke waktu dapat diukur pergerakan muka bumi dengan akurat. Rekaman sistem ini menunjukkan bahwa pulau-pulau di barat Sumatera mengalami proses tenggelam atau penurunan permukaan dan bergerak mendekat ke arah pulau Sumatera. Hal ini berarti kita berada dalam masa pemampatan bumi yang dimulai setelah kejadian gempa besar dimasa lalu.

(22)

tsunami, sepanjang pantai hendaknya ditanami pohon bakau. Keberadaan hutan bakau sedikitnya akan memecah gelombang tsunami sehingga gelombang tidak akan langsung mencapai daratan.

Suatu jaringan sensor yang mampu mendeteksi gempa bumi bawah laut dan kehadiran tsunami di Samudra Hindia bukanlah hal yang sulit dipasang, kata para ahli. Akan tetapi, sistem itu tidak ada gunanya jika tidak didukung infrastruktur komunikasi yang memadai. Seperti diketahui, jumlah korban dan besarnya kerusakan akibat tsunami 26 Desember 2004 lalu telah membuat banyak pihak menyerukan adanya sistem peringatan dini di daerah-daerah rawan bencana. Indonesia sebagai Negara yang daerahnya rawan bencana dan penduduknya menjadi korban paling banyak sudah menyetujui dibangunnya sistem seperti itu. Negera-negara korban lain serta Negara pendonor juga telah membicarakan sistem peringatan dini dalam suatu konferensi di Jakarta.

Sistem peringatan dini tsunami sudah diterapkan di Samudra Pasifik. Sistem ini terdiri atas rangkaian seismograf dan pengukur gelombang yang terhubung dengan satelit. Seismograf adalah senjata paling depan dalam sistem. Ia akan memperingatkan adanya gempa bumi bawah laut yang bisa menimbulkan tsunami. Karena tidak tiap gempa menghasilkan gelombang besar, untuk memastikan telah terbentuknya tsunami digunakanlah pengukur gelombang yang mampu mendeteksi perubahan ketinggian air. Permasalahan sistem ini adalah banyaknya kekeliruan sinyal. Tiga dari empat peringatan yang dikirimkan oleh sistem ternyata bukan tsunami. Padahal evakuasi yang dilakukan karena kasus seperti ini membutuhkan banyak biaya dan bisa membuat orang menjadi kurang percaya lagi jika tsunami benar-benar muncul.

Sebuah sistem monitor yang lebih akurat telah dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) AS yang dimulai digunakan tahun 2003. Sensor bernama Deep Ocean Assessment and Reporting (DART) ini menggunakan detektor tekanan laut dalam yang bisa mengukur perubahan kedalaman air ketika tsunami lewat di atasnya. Sensor ini kemudian mengirim informasi ke sebuah pelampung di permukaan yang kemudian meneruskannya ke stasiun pengawas lewat satelit. DART dianggap lebih tahan menghadapi guncangan gempa dibanding pengukur gelombang, namun para ilmuwan bersikeras untuk juga menggunakan sistem lama selain yang baru agar data lebih meyakinkan.

(23)

Sebagai salah satu Negara yang paling rawan gempa, Jepang mempunyai banyak pengalaman menghadapi tsunami. Latihan menghadapi gempa bumi dan tsunami. Di salah satu universitas di Jepang bahkan terdapat fakultas khusus yang mempelajari tsunami. Selain itu terdapat Jasa Peringatan Tsunami yang dibentuk pada tahun 1952 oleh Masyarakat Meteorologi Jepang (JMA). Enam kantor regional menghubungkan 300 sensor di seluruh Kepulauan Jepang, temasuk 80 sensor di dalam air yang secara terus menerus memantau getaran bumi. Kalau sebuah gempa bumi terlihat mempunyai potensi menimbulkan tsunami, dalam waktu tiga menit JMA akan mengeluarkan peringatan. Peringatan itu disiarkan di semua stasiun radio dan televisi, dan jika perlu peringatan evakuasi akan diberikan. Target JMA adalah memberi waktu 10 menit bagi masyarakat yang berada dalam jalur tsunami untuk melakukan evakuasi. Pemerintah lokal, pemerintah pusat dan organisasi bantuan juga mendapat peringatan lewat saluran khusus agar bisa cepat memberi tanggapan.

Jaringan JMA ini begitu canggih sehingga mampu meramal ketinggian, kecepatan, tujuan dan waktu datangnya tsunami di wilayah Jepang. Dasar dari sistem peringatan mutakhir ini adalah izin pendirian bangunan yang ketat sebagai perlindungan dari tsunami dan gempa bumi. Selain itu terdapat perencanaan anti bencana alam yang bagus, sehingga korban bencana alam di Jepang relatif kecil.

Ketika tsunami setinggi 30 meter menghantam pulau Hokkaido di Jepang Utara pada tahun 1993, hanya 293 orang meninggal akibat tsunami dan gempa bumi. Warga Jepang telah membangun tembok tsunami, bangunan-bangunan yang kokoh dan kesadaran atas bahaya tsunami. Pada bencana tahun 1993, meski JMA sudah mengeluarkan peringatan dalam waktu lima menit, gempa bumi itu sangat dekat sehingga begitu peringatan dikeluarkan, gelombang sudah menghantam. Sistem peringatan di Jepang diperbaiki terus-menerus. Pada tahun 1999, Negara itu memperkenalkan model prakiraan tsunami yang baru. Sistem baru ini memang mahal, biaya pemakaiannya sekitar $20 juta per tahun.

Di Prefektur Shizuoka yang terletak di Pantai Timur Jepang yang rawan tsunami, terdapat 258 tempat perlindungan anti tsunami dan gempa di sepanjang pantai. Kota-kota pesisir lainnya sudah membangun tanggul anti banjir agar air dari tsunami tidak masuk ke pedalaman melalui sungai dan menimbulkan kerusakan. Tembok-tembok tsunami juga mengelilingi bagian pantai lainnya untuk mencegah timbulnya kerusakan. Akan tetapi, tembok-tembok ini biasanya hanya beberapa meter tingginya sehingga tidak akan melindungi sepenuhnya dari tsunami seperti terjadi di Lautan Hindia 26 Desember 2004 lalu. Jadi, meski Jepang memiliki segala macam sistem perlindungan dan peringatan, Negara itu tetap menghadapi resiko tsunami. Menurut perkiraan pemerintah, dalam skenario terburuk di mana terjadi tiga gempa bumi kuat secara simultan, 12.700 orang bisa tewas akibat tsunami yang timbul kemudian. Karena sebagian gempa bumi bawah laut terjadi hanya beberapa kilometer dari lepas pantai, tsunami bisa menghantam daratan hanya dalam waktu lima menit. Sistem yang tercanggih sekarang tidak akan bisa berbuat apa-apa menghadapi kejadian semacam itu.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2009, Secara tipikal tsunami terbagi atas:

(24)

Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa tsunami di sekitar pantai, sehingga waktu tempuhnya mulai dari awal sumber ke tempat masyarakat pantai dapat berlangsung antara 5 sampai 30 menit. Lokasi di atas daerah episentrum, akan menerima peringatan tsunami kira-kira 5 menit setelah kejadian gempa, yang merupakan waktu peringatan paling sesuai dengan teknologi terkini. Korban jiwa dan yang terluka akan berkurang, jika masyarakat dapat lari berevakuasi ke tempat yang lebih tinggi segera setelah merasakan gempa tanpa menunggu peringatan dari petugas setempat. Oleh karena itu, diperlukan informasi dan program pelatihan masyarakat secara efektif.

2. Tsunami berjarak

Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di sepanjang Pantai Pasifik dari Amerika Serikat. Contohnya gelombang di daerah Pasifik yang melintasi lautan sehingga energinya agak berkurang sebelum menghempas pesisir pantai Amerika Serikat. Dampak gabungan dari gempa dan tsunami regional yang berpusat di kepulauan Filipina pada tanggal 16 Agustus 1976 telah menewaskan kira-kira 8000 korban jiwa. Namun di Jepang pada tahun 1983 dan 1993 tidak menimbulkan gelombang yang lebih besar ke daerah Lautan Pasifik. Jarak untuk mencapai pantai bervariasi antara 5.5 jam sampai 18 jam, bergantung pada pusat tsunami, magnitudo tsunami, jarak sumber dan arah pendekatan.

Skala intensitas yang sering digunakan adalah skala intensitas magnitudo tsunami Abe (1993). Abe memperkenalkan suatu cara empirik untuk menaksir magnitudo tsunami berjarak (distant tsunami) dengan data tsunami yang terjadi di Samudera Pasifik dan Jepang. Skala intensitas tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Intensitas tsunami

hanya terdeteksi pada catatan pasang surut

1 kali tiap 4 bulan

II 1 Kecil. Gelombang terlihat oleh orang yang

tinggal disekitar pantai dan mengenal keadaan laut. Pada gelombang tersebut mudah terlihat

1 kali tiap 4 bulan

III 2 Agak besar Jenis data dan indikator

(25)

Tabel 1. Intensitas tsunami (lanjutan)

IV 4 Besar. Terjadi banjir di daerah pantai.

Penggerusan ringan pada tanah. Tanggul rusak. Bangunan ringan dekat pantai rusak. Bangunan permanen mengalami kerusakan kecil. Perahu besar terhempas kedaratan atau terbawa ke laut. Pantai terkotori oleh debris yang mengapung

1 kali per tahun

V 8 Amat besar. Seluruh pantai tergenang.

Dermaga dan struktur berat dekat laut

rusak. Bangunan ringan hancur.

Penggerusan dahsyat pada tanaman di

darat. Pantai dikotori oleh benda

mengapung, ikan dan binatang-binatang laut. Dengan pengecualian kapal besar, semua perahu terdampar ke daratan atau terhempas ke lautan. Muara mengalami pengikisan berat. Manusia tenggelam dan gelombang disertai suara gemuruh

1 kali per 3 tahun

VI 16 Menghancurkan. Semua struktur bangunan

mengalami kerusakan total atau sebagian untuk jarak yang jauh dari daratan. Banjir di pantai cukup dalam. Kapal-kapal besar

mengalami kerusakan. Pohon-pohon

tercabut atau hancur oleh gelombang. Jumlah kematian pada penduduk pantai luar biasa banyak

1 kali per 10 tahun

Sumber: Menpu, 2009

Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah suatu tindakan untuk mengurangi kerusakan dan kehilangan nyawa dengan cara memperkecil dampak dari bencana. Hal ini diperoleh melalui analisis resiko yang menghasilkan berbagai macam informasi sebagai bahan acuan untuk tindakan mitigasi dalam mengurangi resiko (FEMA, 2000).

(26)

pelanggar peraturan tersebut dan informasi serta komunikasi pada publik mengenai resiko yang mungkin terjadi.

Dalam mengukur penaggulangan tsunami, alat sederhana untuk mengukur tsunami dirancang dan disebarkan ke Ho’okena oleh Dr. Dan Walker yang terdiri atas pipa dan kaleng-kaleng diikat ke pohon kelapa. Pada tahun 1946 terjadi tsunami di Hilo, sehingga gagasan untuk membuat dinding pelindung dan tembok penahan ombak sebagai pertahanan tsunami. Gagasan tersebut menjadi pembangunan yang efektif di Hilo, walaupun ide tersebut ditinggalkan oleh ide-ide yang baru, dinding atau tembok penahan tsunami tersebut tetap digunakan secara luas di Jepang.

Pada tahun 1896, dinding penahan tsunami telah direncanakan di daerah Tarou, tetapi baru dirasakan dampaknya pada tahun 1933 yang menunjukkan daerah yang diperkirakan terkena tsunami telah menjadi bangunan-bangunan. Dinding tersebut disempurnakan pada masa perang dunia II dan telah dibangun dengan tinggi 33 kaki dan panjang 4500 kaki, dikenal dengan “The Great Wall”. Turis dari Jepang berdatangan untuk melihat detail konstruksinya, namun tidak seorangpun yakin bila terjadi tsunami dengan gelombang yang melebihi tinggi tembok tersebut.

Pengukuran dan penanggulangan yang lebih terjangkau seperti penanaman pepohonan rendah berbaris telah dilakukan dan beberapa diantaranya berhasil. Pohon efektif dalam penyerapan energi dari gelombang tsunami. Dan dilakukan pembuatan

green border yang nyaman untuk komunitas disekitar kawasan pantai.

Jika metode atau cara-cara penaggulangan tsunami di atas gagal, maka pilihan satu-satunya ialah relokasi atau pemindahan. Seperti yang terjadi di Kamchatka, semenanjung Rusia, banyak yang di relokasi atau dipindahkan dari Kota Petropavlovsk ke dataran yang lebih tinggi untuk menghidari kerusakan dimasa yang akan datang. Di Hilo, setelah hampir rusak total diterjang tsunami dua kali dalan 14 tahun, pusat kota dan kabupaten dibangun kembali lebih jauh dari pinggir pantai. Daerah yang terkena tsunami kini menjadi ruang terbuka yang besar sebagai taman umum dan ruang publik. Para turis banyak yang berkomentar dan memuji terhadap perencanaan kota yang baik dan menjadikan kawasan pantai sebagai ruang terbuka hijau dan digunakan untuk rekreasi. Sehingga mereka sadar terhadap alasan nyata dibalik pembukaan ruang terbuka hijau (Walter dan Min Lee, 1989).

Mitigasi bisa diartikan sebagai segala tindakan yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan karena faktor alam. Mitigasi bencana harus dilakukan oleh pemerintah dan warga, tidak bisa hanya pemerintah atau warga sendiri. Mitigasi bencana ini memerlukan perencanaan yang tepat. Hal-hal yang harus direncanakan adalah: mengatur sumber daya, mempelajari dampak dan resiko, mengembangkan rencana mitigasi, menerapkan rencana dan memantau proses.

(27)

Sumber: siskakodong.wordpress.com

Gambar 3. Sistem peringatan dini tsunami

Sistem kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Gempa terjadi di dasar laut kemudian air surut secara drastis

2. Hasil pengukuran gempa oleh tsunameter dikirim melalui sinyal acoustiq ke buoy

3. Buoy meneruskan hasil pengukuran gempa ke satelit 4. Satelit meneruskan data ke Tsunami Warning Center

5. Jika gempa memenuhi syarat terjadinya tsunami maka BMG akan memerintahkan pejabat lokal membunyikan sirine.

Syarat terjadinya tsunami adalah letusan gunung api, gempa bumi (gempa bumi yang berpusat pada tengah laut dangkal 0-30 km, berkekuatan minimal 6.5 SR, dengan pola sesar naik atau sesar turun) dan longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi.

Selain TEWS ada beberapa hal yang dapat membantu dalam menangani tsunami yaitu SIG (Sistem Informasi Geografis). Sistem Informasi Geografis (SIG) menyediakan platform yang tepat dalam perolehan data dan manajemen informasi dalam mitigasi bencana tsunami. Citra satelit dan elevasi digital digunakan sebagai layer dalam SIG mitigasi tsunami dan dikombinasikan dengan geodata dan data tematik yang berbeda (Taymaz dan Willige, 2006).

Menurut Erlingsson (2005) sistem informasi geografis dapat digunakan untuk berbagai macam bencana dalam fase pencegahannya, namun hal yang harus kita pertimbangkan adalah kegunaan dari sistem informasi geografis dalam perencanaan fisik untuk fase mitigasi, jadi selama kita mempertimbangkan resiko bencana seperti fasilitas umum, hal ini termasuk menentukan kegunaan tempat, menyediakan fasilitas shelter dan rute evakuasi.

(28)

informasi mengenai bencana dan daerah yang akan terkena dampak dari bencana untuk keseluruhan wilayah dalam negara. Skala pemetaan, dapat ditentukan dengan skala 1:1.000.000 atau lebih kecil.

Pada tingkat menengah dan tingkat aplikasi, SIG dapat digunakan untuk studi pengembangan mitigasi tiap kota yang mengalami kerusakan akibat bencana, beberapa areal dari wilayah kota dipetakan dengan skala 1:25.000 sampai dengan 1:10.000 hingga skala besar, dari skala 1:25.000-1:5000. Detail dari informasi harus tinggi, data bencana harus lebih kuantiatif dan berdasarkan model deterministik atau probabilistik bencana. Informasi mengenai elevasi dari wilayah juga dibutuhkan untuk model elevasi digital dan jenis lainnya seperti peta lereng dan kemiringan. Kemampuan analisa SIG untuk zonasi bencana tsunami juga digunakan secara ekstensif. Masih banyak ilmu-ilmu yang dapat kita pelajari untuk membantu dalam mitigasi bencana alam khususnya tsunami, salah satunya adalah Teknologi Geospasial (Siskakodong, 2011).

Sesuai dengan kondisi geografis dan geologisnya, Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Mulai dari gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, letusan gunung api, kekeringan, epidemi dan hingga bencana-bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia. Oleh karena itu upaya penanggulangan harus dilakukan secara sistematis, terencana dan terkoordinasi. Peta lokasi gempa bumi yang mengakibatkan tsunami di Indonesia disajikan pada Gambar 4.

Sumber: diskanlut-jateng.go.id

Gambar 4. Peta lokasi gempa bumi yang mengakibatkan tsunami di Indonesia (tahun 1600-2004)

(29)

Sumber: diskanlut-jateng.go.id

Gambar 5. Hubungan panjang, tinggi dan kecepatan tsunami di laut

Penanggulangan bencana adalah segala upaya terencana dan terorganisasi yang diwujudkan dalam rangkaian yang dilakukan untuk meniadakan sebagian atau seluruh bahaya atau kerugian akibat bencana, serta menghindari resiko bencana yang terjadi agar akibat yang ditimbulkannya dapat diminimalkan, dikurangi dan diperkecil, bahkan bila memungkinkan dapat dihilangkan.

Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi-fungsi manajemen klasik, dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dalam lingkup siklus penanggulangan bencana yang berunsur kejadian bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi, pencegahan, mitigasi (pengurangan dampak) dan kesiapsiagaan.

Khusus menghadapi tsunami, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian mengingat kekhasan dari akibat yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Tsunami merupakan gelombang laut besar yang terjadi karena adanya gerakan tektonik (pergeseran lempeng bumi) atau gerakan vulkanik (gunung api bawah laut) yang menimbulkan kekuatan merusak yang sangat besar di daratan. Gelombang laut tersebut dapat mencapai puluhan meter tingginya, melaju dengan kecepatan tinggi dan kekuatan mendorong yang sangat besar. Demikian pula pada saat gelombang tersebut surut ke laut akan membawa serta semua benda yang ada di permukaan tanah.

Sumber: diskanlut-jateng.go.id

(30)

Tanggap darurat yang dilakukan adalah manajemen dan koordinasi, evakuasi, pendataan, penyediaan air bersih, tempat penampungan sementara, transportasi dan logistik, pelayanan kesehatan. Beberapa Pengaruh kerusakan yang diakibatkan oleh bencana tsunami dapat berupa:

1. Kerusakan fisik

Kejadian tsunami biasa berlangsung sangat singkat antara 20-40 menit setelah terjadi gempa dan gelombang pasang tersebut akan merusak semua sarana dan prasarana, rumah, gedung dan jembatan. Perpaduan gempa bumi yang mengakibatkan robohnya bangunan dan tsunami yang menghanyutkan semua benda, mengakibatan bekas areal yang terlewati tsunami menjadi rata dengan tanah.

2. Korban Manusia

Pada umumnya korban akibat tsunami ini meninggal akibat tenggelam dan hanyut ke laut. Jumlah korban biasanya meliputi satu wilayah desa, kecamatan bahkan satu kota. Beberapa yang masih hidup biasanya mengalami luka memar karena benturan dengan puing-puing dan paru-parunya terganggu karena menghirup air yang kotor.

3. Kerusakan Lingkungan

Tsunami mengakibatkan terkontaminasinya air di wilayah yang terkena bencana, sehingga sumber air bersih (sumur) di wilayah tersebut menjadi tercemar dan tidak dapat digunakan sebagai air bersih. Demikian juga lahan-lahan pertanian mengalami kerusakan karena gelombang air laut telah membawa lumpur dan tanah pertanian terkena air laut sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Bersamaan dengan gelombang tersebut juga mengakibatkan hanyutnya tanaman pertanian (Yuliati S, 2010).

Mitigasi Tsunami

Tsunami pada ilmu kebumian terminologi dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, seperti terjadinya gempa bumi, erupsi vulkanik, atau oleh

land slide (longsoran). Tsunami bisa terjadi kapan saja baik itu malam maupun siang, tsunami bisa terjadi karena ada pergerakan lempeng. Dampaknya sangat besar, seperti; Banjir dan gelombang pasang yang tinggi, kerusakan pada sarana dan prasarana di sekitar kawasan pesisir dan pencemaran sumber-sumber air bersih.

(31)

menjadi skema UNESCO standar untuk 22 negara yang berbeda. Pada tahun 1983, foto dan video dari tsunami di Laut Jepang mengungkapkan banyak wajah tsunami seperti fisi soliton. Tahun 1993 tsunami menghancurkan sebuah kota yang dilindungi oleh sea walls setinggi 4.5 m. Pengalaman ini diperkenalkan kembali gagasan penanggulangan yang komprehensif, terdiri atas struktur pertahanan, pengembangan kota tahan tsunami, dan evakuasi berdasarkan peringatan (Krembesz, 2011).

Krembesz. 2011 menambahkan, Gempa dan tsunami susah untuk diprediksi kedatangannya, namun manusia harus tetap berusaha untuk menjawab tantangan alam ini, Negara secanggih Jepang dengan berbagai pengalaman menghadapi gempa dan tsunami membuat Jepang terus belajar untuk mengurangi dampak yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami. Berikut adalah beberpa usaha yang telah dilakukan oleh negara matahari terbit ini untuk menangkal datangnya tsunami :

1. Break Water

Pemecah gelombang tsunami adalah struktur lepas pantai yang membatasi masuknya gelombang tsunami dan badai ke pelabuhan dengan mempersempit pintu masuk. Seperti pemecah gelombang yang dapat ditemukan di Ofunato Bay Pantai Sanriku dan di Iwate, Jepang Utara. Pemecah gelombang dibangun sebagai tanggul bawah air untuk menghilangkan energi gelombang datang. Ilustrasinya disajikan pada Gambar 7.

Sumber: www.kaskus.co.id

Gambar 7. Ilustrasi pemecah gelombang tsunami

2. Tetrapod

(32)

Sumber: www.kaskus.co.id

Gambar 8. Berbagai bentuk tetrapod

3. Shelter

Shelter (Gambar 9) ini dibangun disebuah resor pantai di Shirahama, Prefektur Tokushima, Jepang. Shelter ini dapat diisi sampai dengan 700 orang di area seluas 7535 m2. Dipertimbangkan pembangunan dengan menanamkan pipa sedalam 66 kaki, karena pada gempa terjadi liquifikasi tanah. Ketinggian bangunan ini adalah 11.5 meter.

Sumber: www.kaskus.co.id

Gambar 9. Shelter di Shirahama dan Prefektur Tokushima, Jepang

4. Tanggul

Tanggul (Gambar 10) adalah tanah tinggi buatan. Tanggul pada Gambar 10 dibangun di Aonae Pulau Okushiri di Jepang.

Sumber: www.kaskus.co.id

(33)

5. Hutan

Perencanakan untuk hutan antara pantai dan bagian kota. Pohon-pohon dari hutan bertindak sebagai penyangga dan membantu untuk menangkal energi gelombang. Sepanjang Pantai Sanriku di Jepang, pohon cemara lebih efektif untuk counter tsunami. Contoh hutan tersebut disajikan pada Gambar 11.

Sumber: www.kaskus.co.id

Gambar 11. Contoh hutan di sepanjang Pantai Sanriku, Jepang

6. Pintu air

Pintu air (Gambar 12) ini digunakan untuk melindungi kawasan terhadap gelombang tsunami di Pulau Okushiri, Jepang. Pintu gerbang mulai menutup secara otomatis dalam hitungan detik setelah gempa memicu sensor seismik tersebut. Di Numazu, Jepang, sebuah tembok setinggi 3,6 meter (6 meter dari permukaan laut) memisahkan ruang antara laut dengan perumahan untuk mencegah Tsunami.

Sumber: www.kaskus.co.id

Gambar 12. Contoh pintu air di Okushiri, Jepang

(34)

Sumber: www.dutchwatersector.com, 2012

Gambar 13. Ilustrasi inovasi penahan tsunami

Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.

Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut adalah: 1) penilaian bahaya (hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan 3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung adalah penelitian terkait (tsunami related research).

Menurut Ella dan Usman, 2008. Bencana alam seperti tsunami tidak dapat dihindari tapi resiko dari bencana tersebut dapat dikurangi. Semua orang, dengan kemampuan masing-masing, baik secara individu ataupun kelompok dapat berperan aktif untuk mengurangi resiko tsunami. Kurangnya pengetahuan kita tentang tsunami, seperti tentang sebab-sebab, ciri-ciri, atau tanda-tanda akan terjadinya tsunami, ditambah dengan kurangnya perencanaan pengembangan kawasan pantai yang tidak tahan gempa dan tsunami menyebabkan timbulnya korban. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah berikut:

1. Perlindungan garis pantai

Perlindungan garis pantai terhadap serangan tsunami dapat dilakukan dengan cara: Penetapan peraturan tentang pembangunan wilayah pantai, membangun tembok-tembok penahan dan pemecah gelombang laut, melestarikan hutan mangrove; menanamnya di pesisir dengan baik dan tidak menebangnya sembarangan, atau tidak juga mengubah lahan-lahan mangrove untuk membuat tambak dan tidak mencemari sungai dengan limbah karena akan merusak laut

2. Sistem peringatan dini

(35)

getaran-getaran lainnya. Sistem ini selanjutnya memberikan informasi dan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dan kemudian kepada penanggungjawab pada tingkat lapangan atau masyarakat yang mungkin akan terkena bencana. Informasi disebarluaskan lewat radio dan saluran televisi.

Pihak-pihak penanggungjawab keadaan darurat bertanggungjawab atas pelaksanaan rencana-rencana evakuasi untuk daerah-daerah yang berada di bawah peringatan tsunami. Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS) merupakan bagian penting dari peringatan dini tsunami di Samudera Hindia yang sedang dibangun. Ina TEWS terjalin atas kerjasama 16 instansi di Indonesia, termasuk BMG. Ina TEWS memiliki dua komponen utama, komponen struktur dan kultur. Komponen struktur adalah bagian tugas pemerintah pusat dalam pemasangan peralatan deteksi, pengolahan data yang dihasilkan dan penyampaian peringatan dini kepada berbagai institusi dan pemerintah daerah (pemda) serta media. Sementara komponen kultur menjadi tanggung jawab pemda dalam menyiapsiagakan masyarakat terhadap bencana dan penyampaian peringatan evakuasi bencana ke masyarakat.

3. Pemetaan kawasan rawan dan tempat evakuasi

Memetakan daerah-daerah yang paling rawan dan daerah-daerah yang layak untuk menjadi tempat evakuasi dan rute-rute penyelamatan jika terjadi bencana. Secara tata ruang wilayah dibagi atas dua kategori, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Sedangkan kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

Kawasan lindung memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian alam dan keberlangsungan ekosistem. Namun dalam implementasinya hal ini sering terkesan diabaikan oleh pemangku kepentingan sehingga terjadi kerusakan lingkungan di kemudian hari. Hal ini terjadi akibat kawasan lindung dianggap sebagai lahan yang kurang produktif sehingga pemerintah menekan luas kawasan lindung sampai batas minimal yang disyaratkan, bahkan ada yang kurang dari luas yang disyaratkan yaitu 30% dari luas wilayah.

Dalam undang-undang kebijakan penataan ruang kawasan lindung terbagi kedalam dua hal yaitu: pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan kebijakan ini terdapat beberapa strategi diantaranya adalah:

1. Menetapkan kawasan lindung di darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi.

2. Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam suatu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

(36)

4. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.

5. Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana pada kawasan rawan bencana.

Kawasan lindung terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu: kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat; kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; kawasan rawan bencana alam; kawasan lindung geologi; dan kawasan lindung lainnya. Diantara beberapa kategori ini kawasan rawan bencana alam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini penting mengingat Indonesia secara geografis berada pada pertemuan beberapa lempeng yang mengakibatkan intensitas kejadian gempa sangat tinggi pada kawasan ini. Untuk itu harus ada sistem pengelolaan bencana yang bersifat komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah dampak negatif dari hal ini.

Kawasan pesisir sebagai ruang utama kehidupan masyarakat Indonesia menjadi kawasan yang sangat penting dalam pengelolaan bencana. Menurut Asian Development Bank (2005), sekitar 22% penduduk Indonesia hidup di pesisir dan sekitar 66% di dataran pesisir. Selain itu diperkirakan bahwa sekitar 14 juta hingga 16 juta orang bekerja dalam kegiatan di pesisir dan kelautan. Kontribusi kegiatan tersebut berjumlah antara 20-25% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini membuat peluang terjadinya resiko yang tinggi terhadap bencana alam khususnya tsunami.

Menurut Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Sedangkan bencana pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik atau hayati pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta dan kerusakan di wilayah pesisir. Untuk itu diperlukan upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir untuk mengurangi resiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami atau buatan, nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir.

Sesuai dengan kebijakan dan strategi penataan ruang kawasan lindung dan pengelolaan kawasan pesisir upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir khususnya pada kawasan rawan tsunami bisa dilakukan dengan mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana pada kawasan rawan bencana. Mitigasi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan menanam mangrove sebagai proteksi alami untuk menahan arus gelombang pasang, erosi pantai dan gelombang tsunami. Hal ini merupakan pilihan yang tepat untuk mereduksi resiko bencana di kawasan rawan tsunami.

(37)

tangguh dalam menghalangi gelombang tsunami namun karena proses pembentukan yang dipengaruhi oleh hembusan angin maka upaya ini tidak bisa dijadikan patokan dalam mitigasi bencana di wilayah pesisir.

Penanaman terumbu karang bisa menahan terjadinya erosi pantai yang tinggi. Namun struktur ini tidak cukup kuat dalam menahan gelombang tsunami. Sedangkan penghijauan pantai dengan vegetasi pantai cukup mampu menahan gelombang tsunami, namun dari segi ekonomi kurang menguntungkan. Untuk itu diperlukan metode yang secara ekologi mengutungkan dan secara ekonomi memberikan dampak yang positif. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa daun-daun mangrove yang telah gugur, jatuh ke dalam air dan akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan fungi, juga sekaligus berfungsi membantu proses pembusukan daun menjadi detritus. Detritus digunakan oleh pemakan detritus seperti amphipoda, mysidaceae dan lain-lain. Pemakan detritus dimakan oleh larva-larva, ikan, kepiting, udang dan lain-lain-lain. Dengan kata lain, detritus organik merupakan sumber energi yang esensial bagi sebagian besar hewan estuaria (hamdiirza.wordpress.com, 24 Oktober 2012).

Tsunami hakekatnya adalah gelombang laut raksasa. Oleh karena itu, kerusakan yang disebabkannya hanya terjadi di daerah pesisir yang dapat dijangkau oleh gelombang tersebut. Berdasarkan peta geologi dan seismik kepulauan Indonesia wilayah selatan dan tengah Indonesia sangat berpotensi untuk timbulnya gempa. Mayoritas potensi titik epicentrum itu berada pada perairan Indonesia. Hal ini menjadi potensi timbulnya tsunami.

Manajemen bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada saat sebelum dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana, yang bertujuan (1) mencegah kehilangan jiwa, (2) mengurangi penderitaan manusia, (3) memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, serta (4) mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue

(SAR), bantuan darurat dan pengungsian;

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

(38)

bentuk penggunaan lahan. Pada Gambar 14 dijelaskan ilustrasi zonasi pada kawasan pesisir (Adipandang, 2012).

Sumber: adipandang.wordpress.com

(39)

Waktu dan Tempat Studi

Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk, Kemukiman Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Studi dilakukan selama kurang lebih empat bulan, dari Februari hingga Juni 2012. Adapun peta lokasinya disajikan pada Gambar 15.

Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Besar

Kecamatan Lhoknga Pantai Lampuuk

Sumber: Tsunami and Disaster Mitigation Research Centre (2012)

(40)
(41)

Tabel 1. Jenis data dan indikator pengamatan (lanjutan)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kawasan rekreasi yang dikemukakan oleh Gold (1980). Metode ini terdiri atas empat tahap, yaitu inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan. Studi ini mencakup hingga tahap perencanaan.

Inventarisasi

Pada tahap inventarisasi dilakukan pencarian data dan informasi terhadap tujuan perencanaan dari instansi terkait yakni: Pemda, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Aceh. Pengumpulan informasi terhadap aspek yang berhubungan dengan pariwisata, pengelolaan dan aspek sosial dari kawasan Pantai Lampuuk sebelum maupun setelah peristiwa tsunami pada tahun 2004. Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data kondisi awal dari tapak sebelum dan sesudah tsunami. Data yang dikumpulkan berupa data fisik dan non-fisik. Tahap ini dilakukan melalui pengamatan atau survey lapang, wawancara dan studi pustaka agar dapat diketahui keadaan tapak yang sebenarnya. Data yang diperoleh dengan pengamatan berupa data vegetasi, satwa, kualitas visual, aktivitas pengunjung dan pengelolaan tapak. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait dengan kawasan tersebut seperti: pemilik, pengelola, masyarakat sekitar, maupun pengunjung untuk memperoleh data sosial dan informasi yang dapat menunjang pengembangan kawasan tersebut. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan dan bahan bacaan lainnya yang mendukung untuk mendapatkan data iklim, tanah, topografi dan hidrologi. Adapun jenis data dan indikator pengamatan disampaikan pada Tabel 2.

Analisis

(42)

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) merupakan batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi, ketika jumlah populasi tersebut tidak dapat lagi didukung oleh sumberdaya alam dan lingkungan yang ada (Zoera’aini, 1997). Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997, disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk lainnya. Lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Eugenia, 2000).

Daya dukung atau daya tampung menjadi indikator penting dalam merencanakan kebutuhan ruang dan kebutuhan fasilitas. Secara umum rumus daya dukung (Boulon dalam Nurisjah, 2003):

daya t ampung = luas area ( m2) standar kebutuhan ( m2

orang)

Pengukuran kenyamanan iklim diperlukan untuk mengetahui tingkat kenyamann kawasan yang berpengaruh kepada pengunjung. Ukuran kenyamanan tersebut dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut.

Thermal Humidity Index (THI)

THI = 0,8 + ( ) 500

dengan

T = suhu udara (oC) dan

RH = kelembaban nisbi udara (%)

(43)

Sintesis

Tahap sintesis diperoleh dari hasil analisis yang di overlay, kemudian dilakukan pemecahan masalah atau solusi terhadap masalah dan kendala, juga dilakukan perencanaan pemanfaatan potensi tapak yang didapat pada tahap analisis. Sintesis menghasilkan blockplan atau rencana blok.

Perencanaan

(44)

Data dan Analisis

Keadaan Umum

Pantai Lampuuk merupakan kawasan wisata yang berupa tepian pantai dengan luasan 780 hektar, secara geografis berada pada 5.2-5.8º LU dan 95-95.8º BT. Secara administrasi kawasan ini termasuk dalam wilayah Kemukiman atau Kelurahan Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Peta Kecamatan Lhoknga disajikan pada Gambar 16. Kondisi Morfologi merupakan dataran pantai dengan kemiringan pantai 0-8% dengan lebar pantai bervariasi antara 8 dan 15 meter. Lokasi Pantai Lampuuk dapat dilihat pada Gambar 17.

Kawasan wisata Pantai Lampuuk yang menjadi lokasi studi dibatasi oleh Pantai Empee Nulu atau kawasan perbukitan batu gamping di sebelah utara, sebelah selatan oleh Sungai Krueng Raba, sebelah barat oleh Samudera Hindia dan sebelah timur oleh lapangan golf Seulawah dan Kemukiman Lamlhom. Pasir pantai berwarna putih kecoklatan dan umumnya pada saat angin barat sering tercampur oleh terumbu, cangkang dan material karbonat yang berasal dari laut. Tingkat abrasi di daerah ini termasuk ringan, dengan penggerusan tebing pantai tidak terlalu parah.

Lokasi studi berjarak 17 km dari Kota Banda Aceh, dengan jarak tempuh sekitar 30 menit dari pusat Kota Banda Aceh menggunakan angkutan umum. Akses menuju lokasi melalui Jalan Raya Banda Aceh-Meulaboh dan Jalan Raya Lampuuk.

Kawasan Pantai Lampuuk dikelola oleh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Aceh. Tapak merupakan areal pengembangan wisata yang sudah ada dan direncanakan untuk dikembangakan dengan memperhatikan sistem mitigasi bencana tsunami melalui penambahan fasilitas dan peningkatan fungsionalnya.

Menurut BPS Kabupaten Aceh Besar tahun 2011, Kecamatan Lhoknga terdiri atas 4 mukim dan 28 gampong dengan luas kecamatan 98.95 km2 (9895 ha), batas-batas kecamatan yaitu sebelah utara berbatas-batasan dengan Kecamatan Peukan bada, sebelah selatan Kecamatan Leupung, sebelah barat Samudra Hindia dan sebelah timur dengan Kecamatan Darul Imarah. Lampuuk yang dijadikan ruang lingkup studi merupakan gabungan dua gampong yakni Gampong Meunasah Mesjid Lampuuk dan Gampong Meunasah Lambaro.

(45)

juga terdapat satu mesjid dan dua meunasah atau mushola dan terdapat sarana olahraga berupa sebuah lapangan sepak bola dan lapangan voli. Sumber air minum sebagian besar penduduk di Kecamatan Lhoknga maupun Kemukiman Lampuuk adalah sumur.

Jenis permukaan jalan utama antar gampong dalam Kecamatan Lhoknga beraspal dan dapat dilalui kendaraan roda empat. Sedangkan jenis penerangan jalan utama antar gampong (desa) memakai listrik yang diusahakan pemerintah. Kemudian dalam bidang perekonomian, jumlah sarana perekonomian dalam Kecamatan Lhoknga tahun 2010 terdapat tiga pasar, 117 toko atau kios dan 100 kedai makan atau kedai kopi.

Keadaan Pra-Pasca Tsunami

Dilihat dari letak geologisnya, Aceh berada pada zona pertemuan dua lempeng goetektonik aktif dunia, yaitu Lempeng Benua Eurasia (bergerak ke tenggara dengan kecepatan sekitar 0.4 cm/tahun) dan Lempeng Samudra Indo-Australia (bergerak ke utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun). Sehingga sudah saatnya Indonesia khususnya Aceh memiliki informasi kebencanaan dalam bentuk peringatan melalui Peta Rawan Bencana sebagai alat informasi untuk dapat disebar luaskan ke masyarakat terhadap kerentanan terhadap kebencanaan.

(46)
(47)

Gambar

Gambar 15. Lokasi Studi
Tabel 2. Jenis data dan indikator pengamatan
Gambar 16. Peta administrasi Kemukiman Lampuuk, Kecamatan Lhoknga
Gambar 17. Peta lokasi studi Pantai Lampuuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi ini bertujuan untuk membuat suatu rencana lanskap kawasan rekreasi Pantai Widarapayung, salah satu dari serangkaian obyek wisata pantai di Cilacap yang akan

Kawasan rekreasi pantai Lampu'uk direncanakan dapat menampung pengunjung sebanyak 5.545 orang pada saat yang bersamaan, dengan ruang yang digunakan untuk

Selain itu, hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tersebut adalah jalur interpretasi lanskap kawasan wisata sejarah, karena situs- situs yang berada pada kawasan

Selain Pantai Lhoknga, pantai apalagi yang pernah anda kunjungi?.... Memancing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan objek wisata di pantai Lampuuk adalah dengan terlibat secara langsung dalam

Data yang dibutuhkan adalah karakteristik lanskap pesisir di Kota Palu yang terdiri atas land use dan land cover, morfologi teluk, elevasi, kemiringan lahan, jarak dari

Lanskap wisata Pantai Puteh pada hakikatnya penciptaan ruang publik yang dibuat untuk memenuhi ke- butuhan masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung

Kesesuaian Lahan Lanskap Wisata Pantai Lenggoksono Analisis kesesuaian lahan lanskap wisata pantai Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kabupaten Malang dilakukan berdasarkan hasil overlay