• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS JUNIAR ADI NUGRAHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS JUNIAR ADI NUGRAHA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

JUNIAR ADI NUGRAHA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI TANJUNG BARU SEBAGAI KAWASAN WISATA BERBASIS EKOLOGIS

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Maret 2011

Juniar Adi Nugraha A44060181

(3)

Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis. Di bawah bimbingan AFRA D.N. MAKALEW dan VERA DIAN DAMAYANTI

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada posisi 5o56 - 6o34LS dan 107o02 - 107o40BT.

Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas wilayah administratif dengan lima kabupaten, yaitu Purwakarta, Subang, Bekasi, Bogor, dan Cianjur. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat dan terbagi menjadi 30 (tiga puluh) kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 297 dan 12 kelurahan.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu wilayah yang sedang mengalami pergeseran pola pembangunan dan kebijakan yang lebih mengarah ke sektor riil. Salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah penduduk sebagai tenaga kerja yang tentu berimbas kepada terjadinya alih fungsi tata guna lahan.

Hal ini merupakan salah satu keuntungan dibidang ekonomi tetapi akan berdampak negatif pada aspek lainnya. Salah satunya akan terjadi alih guna lahan pertanian maupun area pesisir/pantai.

Jumlah tenaga kerja di suatu daerah tentu membutuhkan sarana pendukung bagi kegiatan di waktu luangnya misalnya waktu untuk berwisata. Area wisata merupakan salah satu pendukung ekonomi bagi wilayah tersebut, tetapi fenomena yang kurang baik adalah kurang seimbangnya penataan aspek wisata dengan aspek lingkungan/ekologi kawasan wisata tersebut. Salah satu contohnya adalah pada kawasan wisata Pantai Tanjung Baru (PTB). Area yang terletak di sebelah utara Kabupaten Karawang ini merupakan salah satu andalan wisata pantai. Tetapi kurang diperhatikannya aspek lingkungan/ekologi pantai berdampak terhadap bencana abrasi yang telah terjadi dan menjadi salah satu faktor menurunnya jumlah kunjungan disamping aspek pengelolaan yang kurang baik.

Agar keseimbangan aspek ekologi dan aspek wisata dapat terjalin dengan baik, maka rencana pengembangan kawasan ini perlu didukung dengan perencanaan lanskap wisata pantai yang baik serta searah dengan program pemerintah daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, perencanaan lanskap wisata Pantai Tanjung Baru berbasis ekologi perlu dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan pengalaman wisata yang menarik dan menyenangkan bagi pengunjung, serta secara tidak langsung menjaga kelestarian lingkungan di kawasan itu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan proses perencanaan ekologi yang terdiri dari studi literatur, wawancara dengan narasumber, dan pengamatan lapang (survey). Adapun tahapan kerjanya didasarkan pada tahapan perencanaan menurut Gold (1980). Tahapan-tahapan perencanaan tersebut antara lain persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan, tetapi dalam penelitian ini hanya dibatasi sampai tahap perencanaan dengan penambahan tahap penyusunan konsep sebelum tahap perencanaan.

Terdapat dua aspek yang digunakan sebagai dasar analisis perencanaan lanskap ini, yaitu aspek ekologi (kualitas terestrial dan akuatik) dan aspek wisata.

(4)

dengan bobot antara aspek ekologi dan aspek wisata yaitu 60:40. Kategori area yang didapatkan pada peta komposit ada empat, yaitu zona kualitas ekologi dan wisata baik, sedang, kurang, dan buruk. Selanjutnya dalam tahap sintesis dibuat peruntukan ruang berupa block plan (rencana ruang) untuk masing-masing kategori tersebut.

Konsep dasar perencanaan ini adalah menjadikan PTB sebagai kawasan wisata pantai berbasis ekologis berupa mangrove. Penataan kawasan ini dilakukan dengan mengembangkan atraksi wisata dan sarana pengunjung wisata tanpa mengurangi nilai ekologis dari tapak. Hal ini diharapkan dapat berdampak terhadap kepuasan pengunjung dan kelestarian lingkungan.

Perencanaan lanskap wisata pantai berbasis ekologi di kawasan Pantai Tanjung Baru bertujuan agar wisatawan mendapatkan pengalaman dan pemahaman tentang arti penting ekosistem mangrove sesuai dengan fungsi ekologisnya. Untuk memenuhi tujuan tersebut dibuat jalur wisata yang dapat mengakomodir tujuan dan kepuasan wisatawan pada saat mengunjungi kawasan ini. Secara garis besar pembagian ruang wisata dibagi menjadi tiga, yaitu ruang wisata utama, ruang wisata penunjang, dan ruang pendukung wisata. Pada zona wisata utama pembangunan diminimalkan karena lebih diarahkan pengembangan kawasan bernuansa alami hutan mangrove. Pembangunan fasilitas pun diarahkan yang bersifat alamiah. Adapun pada zona wisata penunjang selain terdapat kompilasi tambak dengan mangrove (sistem tambak silvofishery) juga terdapat ruang pembibitan serta pusat pengembangan/penelitian dan area outbond. Zona wisata pendukung lebih diarahkan pada aspek sarana pendukung wisata.

Hasil akhir dari studi ini adalah rencana lanskap wisata Pantai Tanjung Baru berbasis ekologi yang terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana daya dukung. Rencana ruang dibagi menjadi ruang pendukung wisata, ruang wisata penunjang, dan ruang wisata utama. Rencana sirkulasi dibagi menjadi dua, yaitu jalur wisata dan jalur non-wisata wisata. Rencana vegetasi terdiri dari rencana vegetasi konservasi pantai dan vegetasi non-konservasi pantai. Rencana aktivitas dan fasilitas terdiri dari rencana aktivitas dan fasilitas wisata berbasis konservasi serta aktivitas dan fasilitas wisata berbasis non-konservasi. Rencana daya dukung kawasan disesuaikan dengan daya tampung maksimum yang diperbolehkan sesuai dengan hasil penghitungan.

Kata kunci: perencanaan lanskap, ekologi, wisata, mangrove

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tujuan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(6)

JUNIAR ADI NUGRAHA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(7)

EKOLOGIS

Nama Mahasiswa : JUNIAR ADI NUGRAHA

NIM : A44060181

Disetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.Ir. Afra D.N. Makalew, MSc Vera Dian Damayanti, SP, MLA NIP. 19650119 198903 2 001 NIP. 19740716 200604 2 004

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

Tanggal Lulus:

(8)

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Perencanaan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

1. Orangtua, Mamah, Papah dan dua kakakku tersayang Sindy dan Shinta serta keponakanku Rama atas segala doa, perhatian, serta dukungan materil kepada penulis.

2. Dr.Ir. Afra D.N. Makalew, MSc dan Vera D. Damayanti, SP, MLA sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan dorongan, arahan dan masukan, serta nasehat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing akademik atas perhatian dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap.

4. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan masukannya.

5. Seluruh dosen, staf, dan pegawai di Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu, bimbingan, dan bantuannya.

6. Keluarga besar Dinas Pertanian dan Kehutanan, DKP, DLH, Dinas Cipta Karya, Disbudpar, serta aparat Desa Pasirjaya Kabupaten Karawang atas dukungan data dan morilnya.

7. Teman-teman seperjuangan (Kaka dan Nita) terimakasih atas segala bantuan, dukungan, dan perhatiannya.

8. Teman-teman seperjuangan di Lanskap 43, pengurus Himaskap 2009 semoga kita semua selalu diberi rahmat dan berkah.

9. Teman-teman lanskap lainnya dari angkatan 40, 41, 42, 44,45.

10. Keluarga Ijo Royo-royo Nurseries (IRR) atas ilmu dan pengalamannya.

11. Teman-teman satu komunitas lainnya (Kelas TPB A3 dan A4, DPM-A 2008, Omda Karawang).

(9)

13. Pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Bogor, Maret 2011

Juniar Adi Nugraha

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Juni 1987. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan E. Koswara dan Diah Dharmawati.

Penulis menghabiskan masa kecilnya di Karawang dan mulai mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1993 di TK Aisyiah 2 Benda, kemudian melanjutkan tingkat pendidikan dasar pada tahun 1994 di SDN 2 Sukamanah, pada tahun 1995 pindah ke SDN 1 Pinayungan dan pada tahun 1998 pindah ke SDN 2 Sukaharja sampai lulus pada tahun 2000, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat SLTP di SLTPN 2 Karawang.

Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di SMAN 1 Karawang dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun 2006.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dimasa Tingkat Persiapan Bersama. Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun 2007 dan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap pada tahun 2009 serta aktif mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI dan berhasil meloloskan dua proposal PKM-Penelitian untuk didanai oleh DIKTI pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teori Desain Lanskap.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii 

DAFTAR TABEL ... iii 

DAFTAR GAMBAR ... iv 

DAFTAR LAMPIRAN ... vi 

I. PENDAHULUAN ... 1 

1.1. Latar Belakang ... 1 

1.2. Tujuan ... 3 

1.3. Manfaat ... 3 

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 

2.1. Lanskap Pesisir dan Pantai ... 5 

2.2. Ekologi dan Ekosistem Pantai ... 6 

2.3. Wisata Pantai... 8 

2.4. Kriteria Kesesuaian Ekologis dan Wisata Pantai ... 9 

2.4.1. Kriteria Kesesuaian Ekologis ... 9 

2.4.2. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai ... 9 

2.4.3. Daya Dukung ... 10 

2.5. Perencanaan Lanskap ... 12 

III. METODOLOGI ... 14 

3.1. Lokasi dan Waktu ... 14 

3.2. Batasan Studi... 15 

3.3. Alat dan Bahan ... 15 

3.4. Metode dan Pendekatan Perencanaan ... 16 

3.4.1. Tahapan Studi/Penelitian ... 16 

IV. KONDISI UMUM WILAYAH ... 25 

4.1. Kabupaten Karawang ... 25 

4.1.1. Administratif dan Geografis ... 25 

4.1.2. Kondisi Fisik ... 26 

4.1.3. Pola Penggunaan Lahan ... 30 

4.1.4. Demografi ... 31 

(12)

4.2. Pariwisata di Kabupaten Karawang ... 32 

4.2.1. Potensi Wisata Bahari ... 32 

4.2.2. Potensi Pengunjung ... 32 

4.2.3. Kebijakan Sektor Wisata ... 33 

4.3. Desa Pasirjaya ... 33 

4.3.1. Administrasi dan Geografis ... 33 

4.3.2. Demografi ... 33 

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36 

5.1. Data dan Analisis ... 36 

5.1.1. Kondisi Tapak ... 36 

5.1.2. Aspek Ekologi ... 42 

5.1.3. Aspek Wisata ... 57 

5.1.4. Hasil Analisis ... 75 

5.2. Sintesis ... 78 

5.3. Konsep Perencanaan ... 81 

5.3.1. Konsep Dasar Perencanaan ... 81 

5.3.2. Pengembangan Konsep ... 82 

5.4. Perencanaan Lanskap ... 97 

5.4.1. Rencana Ruang ... 97 

5.4.2. Rencana Sirkulasi ... 104 

5.4.3. Rencana Vegetasi ... 105 

5.4.4. Rencana Aktivitas dan Fasilitas ... 106 

5.4.5. Rencana Daya Dukung ... 112 

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 119 

6.1. Kesimpulan ... 119 

6.2. Saran... 120 

DAFTAR PUSTAKA ... 121 

LAMPIRAN ... 124 

(13)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kriteria aspek ekologis (kualitas terestrial)... 9 

2. Kesesuaian lahan untuk wisata pantai ... 10 

3. Alat pengambilan data beserta kegunaan dan keluarannya ... 15 

4. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data ... 18 

5. Standar kriteria penilaian/skoring aspek ekologi dan aspek wisata ... 21 

6. Perbandingan penutupan lahan tahun 2006-2008 ... 31 

7. Tingkat pendidikan penduduk Desa Pasirjaya ... 33 

8. Mata pencaharian penduduk Desa Pasirjaya ... 35 

9. Potensi dan kendala sarana/fasilitas wisata di PTB ... 59 

10. Data jumlah dan rata-rata pengunjung Pantai Tanjung Baru ... 65 

11. Pembagian zona pada sintesis ... 78 

12. Tema jalur interpretasi ... 86 

13. Deskripsi rute jalur wisata ... 89 

14. Matriks hubungan jenis vegetasi dengan fungsi ... 94 

15. Alternatif vegetasi berdasar ruang dan fungsinya ... 105 

16. Rencana fasilitas... 112 

17. Kebutuhan ruang per orang dalam melakukan program tertentu ... 113 

18. Daya dukung pada setiap area ... 118 

(14)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Kerangka Pikir Studi ... 4 

2. Pola Zonasi Mangrove dan Asosiasinya dengan Hewan Air Lainnya ... 8 

3. Peta Orientasi Lokasi Penelitian ... 14 

4. Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980) ... 16 

5. Overlay Data Peta Komposit ... 19 

6. Peta Kabupaten Karawang ... 25 

7. Gosong Karang (Patch reef) ... 27 

8. Peta Batimetri Kabupaten Karawang dan Lokasi Terumbu Karang ... 28 

9. Kurva Pasang Surut Air Laut di Perairan Karawang ... 29 

10. Peta Pergerakan Arus Laut Sepanjang Tahun di Kabupaten Karawang ... 29 

11. Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Karawang ... 31 

12. Lokasi Wisata Pantai di Kabupaten Karawang ... 32 

13. Peta Administrasi Desa Pasirjaya ... 34 

14. Kondisi Permukiman Warga PTB dan Pencari Udang Rebon ... 35 

15. Peta Batas Kawasan Studi ... 37 

16. Grafik Fluktuasi Suhu Tahun 2005-2009 ... 38 

17. Grafik Fluktuasi RH Tahun 2005-2009 ... 39 

18. Grafik Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009 ... 39 

19. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009 ... 40 

20. Peta Sebaran Sedimen Dasar Laut Kabupaten Karawang Tahun 2004 ... 43 

21. Sisa Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 44 

22. Peta Sejarah Luasan Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 45 

23. Peta Persebaran Sisa Mangrove di Pantai Tanjung Baru ... 46 

24. Abrasi Pantai ... 47 

25. Peta Analisis Bahaya Abrasi ... 48 

26. Penggunaan Lahan di Pantai Tanjung Baru ... 49 

27. Peta Analisis Penggunaan Lahan ... 51 

28. Peta Analisis Penutupan Lahan (Aspek Ekologi) ... 52 

29. Peta Overlay Kualitas Terestrial ... 55 

30. Peta Overlay Kesesuaian Kualitas Ekologi ... 56 

31. Peta Analisis Visual ... 58 

32. Diagram Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru (PTB) ... 61 

33. Kondisi Jalan Menuju PTB ... 62 

34. Peta Alternatif Aksesibilitas menuju Pantai Tanjung Baru ... 63 

35. Grafik Fluktuasi Jumlah Pengunjung Pantai Tanjung Baru ... 64 

36. Tipe Pantai di PTB ... 67 

37. Peta Analisis Tipe Pantai ... 68 

38. Peta Analisis Penutupan Lahan Pantai (Aspek Wisata) ... 71 

39. Peta Analisis Sebaran Variasi Kegiatan ... 72 

40. Peta Overlay Kesesuaian Aspek Wisata ... 74 

41. Peta Komposit (Overlay Aspek Ekologi dan Aspek Wisata)... 77 

42. Block Plan ... 79 

(15)

43. Diagram Konsep Wisata Berbasis Ekologis di Kawasan PTB ... 81 

44. Konsep Ruang ... 85 

45. Konsep Sirkulasi ... 87 

46. Konsep Jalur Wisata ... 88 

47. Konsep Vegetasi ... 95 

48. Rencana Lanskap Pantai Tanjung Baru ... 99 

49. Detail Plan Segmen 1 ... 100 

50. Detail Plan Segmen 2 ... 101 

51. Detail Plan Segmen 3 ... 102 

52. Gambar Ilustrasi Kawasan ... 103 

53. Ilustrasi Tampak Potongan Zona Vegetasi ... 106 

54. Ilustrasi Gerbang Masuk Utama Kawasan ... 108 

55. Pola Parkir 90° dan 45° ... 109 

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Karakteristik dan persepsi pengunjung terhadap PTB……… 125 

2. Kuisioner penelitian (penduduk)……… 128 

3. Kuisioner penelitian (wisatawan)……… 130 

4. Model-model sistem tambak silvofishery (Saparinto, 2007)………...133 

5. Struktur pelindung mangrove……….. 134 

6. Karakteristik ekosistem mangrove……….. 135 

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Karawang adalah salah satu kabupaten dengan tingkat produktivitas padi terbesar di Jawa Barat. Pada zaman dulu kabupaten ini terkenal sebagai lumbung padi Jawa Barat. Pergeseran pola pembangunan dan kebijakan yang lebih mengarah ke sektor riil mengakibatkan terjadinya alih fungsi tata guna lahan di kabupaten ini. Hal ini dapat terlihat dengan semakin berkembangnya Karawang sebagai salah satu kota dengan jumlah kawasan industri yang banyak di Indonesia (seperti Karawang International Industrial City/KIIC, Suryacipta, dan lain-lain).

Pertumbuhan ke arah peningkatan kota industri berakibat kepada kebutuhan tenaga kerja yang meningkat. Hal ini dapat berimbas terhadap peningkatan tenaga kerja dan peningkatan jumlah pendatang ke Kabupaten Karawang (sebagai tenaga kerja). Dampak dari hal tersebut adalah peningkatan populasi di Kabupaten Karawang yang membutuhkan pembangunan infrastruktur dan fasilitas pengakomodasi kebutuhan masyarakat (lokal dan pendatang).

Pembangunan tersebut pada akhirnya akan berdampak pada okupasi dan konversi lahan yang semakin meningkat. Perubahan tata guna lahan dapat terjadi pada area terbuka hijau dan bisa jadi pada lahan pesisir/pantai. Selain membutuhkan peningkatan infrastruktur dan fasilitas, peningkatan populasi penduduk perlu ditunjang oleh objek wisata yang memadai. Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Karawang akan memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang mungkin timbul seperti berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, sedangkan dampak negatif dari fenomena ini yaitu alih guna lahan pertanian bahkan lahan pesisir/pantai.

Kebutuhan masyarakat akan area wisata seharusnya dapat diakomodir oleh pemerintah daerah setempat. Pemda dapat menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk menghasilkan Penghasilan Asli Daerah (PAD) kabupaten yang bersangkutan. Selain itu, dengan adanya kegiatan wisata akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Jumlah tempat wisata yang belum terlalu banyak menjadikan pilihan masyarakat akan terfokus pada beberapa titik

(18)

area wisata. Hal ini akan berbahaya karena dapat melebihi daya dukung maksimal yang dapat disediakan oleh kawasan tersebut. Untuk itu perlu adanya perencanaan tempat wisata baru atau perbaikan area wisata yang telah ada agar dapat mendukung lebih banyak kebutuhan masyarakat akan area wisata khususnya pada hari libur dan akhir pekan.

Wisata pantai adalah salah satu potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Karawang. Jajaran pantai sepanjang batas utara kawasan ini merupakan potensi yang dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Karawang.

Salah satu wisata pantai yang berada di Kabupaten Karawang yaitu Pantai Tanjung Baru (PTB) di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon. Kawasan tersebut merupakan salah satu tujuan wisata baik bagi warga Kabupaten Karawang maupun dari luar Kabupaten Karawang. Permasalahan yang timbul dari keberadaan kegiatan wisata di area ini adalah alih tata guna lahan (walaupun sebelumnya sudah terjadi alih tata guna lahan mangrove menjadi tambak) yang mendorong degradasi lingkungan. Hal tersebut berdampak terhadap jumlah kunjungan yang terus menurun dan ancaman alam (abrasi) yang akan merugikan masyarakat dan lingkungan itu sendiri. Tentu dalam perencanaan sebuah area pantai sebagai tujuan wisata harus diperhatikan fungsi ekologis dan fungsi wisata dari kawasan tersebut. Permasalahan yang ada di kawasan pantai salah satunya adalah alih guna lahan kawasan hutan bakau/mangrove menjadi area tambak/sawah dan fasilitas wisata yang berdampak negatif serta berbahaya bagi kelangsungan kawasan wisata yang dikembangkan maupun terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar kawasan tersebut.

Kerusakan lingkungan PTB menuntut kesadaran masyarakat sekitar dan peran serta pemda terkait isu pemanasan global yang dapat berdampak terhadap peningkatan ketinggian air laut. Ancaman abrasi/reduksi daratan akan merugikan masyarakat itu sendiri. Untuk menunjang pengembangan kawasan pantai sebagai salah satu alternatif wisata bagi masyarakat perlu adanya perencanaan tata ruang yang dapat mengakomodir fungsi ekologi dan wisata serta keberlanjutan kawasan tersebut. Berdasarkan uraian maka dibutuhkan perencanaan kawasan wisata yang berbasis ekologis dan diharapkan dapat meningkatkan dan menjaga keseimbangan ekologis kawasan di samping fungsinya sebagai area wisata.

(19)

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. mengidentifikasi keadaan bio-fisik di kawasan wisata PTB Kecamatan Cilamaya Kulon Karawang,

b. mengidentifikasi potensi wisata di kawasan PTB,

c. menganalisis keadaan bio-fisik terkait fungsi ekologis dan fungsi wisata di kawasan wisata PTB,

d. menyusun konsep dan rencana wisata di PTB sebagai kawasan wisata pantai yang berwawasan ekologis dan berkelanjutan.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam pengaplikasian ranah ilmunya, khususnya dalam perencanaan kawasan wisata di area pesisir,

b. menjadikan rekomendasi bagi Pemda Kabupaten Karawang dalam perencanaan kawasan lanskap pesisir (PTB) yang berwawasan ekologis, c. dapat menjadi arahan bagi pengembangan kawasan lanskap pesisir (PTB)

sebagai kawasan wisata yang berkelanjutan (sustainable).

1.4. Kerangka Pikir

Pantai Tanjung Baru (PTB) merupakan salah satu kawasan wisata alam berupa pantai yang dipengaruhi oleh aspek ekologis dan aspek wisata. Aspek ekologis yang dapat mempengaruhi kawasan wisata PTB yaitu kualitas akuatik (berdasarkan sejarah tebal mangrove) dan kualitas terestrial (variabel kemiringan, bahaya alam, penggunaan lahan, dan penutupan lahan). Dari aspek wisata (khususnya wisata pantai), variabel yang berpengaruh yaitu tipe pantai, penutupan lahan pantai, variasi kegiatan, kecepatan arus, kedalaman dasar perairan, dan kecerahan perairan. Kedua aspek tersebut akan dispasialkan dalam zona-zona yang dianalisis untuk mengetahui kesesuaian wisata pantai yang ideal di PTB.

Berdasarkan hasil analisis akan dijadikan dasar dalam membuat block plan dan konsep yang akan dituangkan dalam rencana lanskap PTB sebagai area wisata pantai berbasis ekologis seperti terlihat pada Gambar 1.

(20)

Gambar 1. Kerangka Pikir Studi

4

Keterangan:

: Aspek yang dianalisis secara deskriptif : Aspek yang dianalisis secara deskriptif

dan spasial

: Keterkaitan antar aspek : Hubungan antar aspek

Aspek Ekologis

Kualitas Akuatik Kualitas Terestrial

Pantai Tanjung Baru/PTB

Aspek Wisata

Penggunaan Lahan Penutupan

Lahan

Penutupan Lahan Tipe

Pantai

Zona Ekologis Zona wisata

Konsep Wisata Pantai Berbasis Ekologis di PTB

Rencana Lanskap PTB sebagai Area Wisata Berbasis Ekologis

Block Plan Wisata Pantai Berbasis Ekologis di PTB Peta Analisis Kesesuaian Wisata Pantai

Berbasis Ekologis di PTB Kemiringan Bahaya

Alam

Kedalaman dasar perairan Variasi

Kegiatan Luas/Tebal

Mangrove (Penelusuran

Sejarah)

Kecepatan Arus dan Kecerahan

Perairan

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Pesisir dan Pantai

Sugandhy (1994) dalam Ulfah (2006) menyatakan bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan. Pesisir itu sendiri adalah bagian dari wilayah pesisir yang tidak lebih dari 200 meter, yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat lepas yang umumnya dicirikan dengan adanya bagian yang basah (rawa) dan kering (daratan).

Ulfah (2006) menyatakan bahwa lanskap pesisir merupakan kawasan yang sangat peka dan rapuh. Kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut akan berdampak sangat serius terhadap kelangsungan hidup ekosistem wilayah pesisir.

Selain itu, kawasan pesisir dapat mengalami perubahan fisik yang bersifat dinamis setiap menit. Hal tersebut sependapat seperti dalam Simonds (1983) dikatakan bahwa elemen-elemen utama dalam lanskap adalah elemen lanskap dominan yang tidak dapat diubah, seperti bentukan-bentukan gunung, sungai, dan pantai.

Wibisono (2005) menyatakan bahwa pantai merupakan daerah pinggir laut atau wilayah darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut. Pantai juga dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah pantai merupakan badan air alami yang dilindungi oleh batuan atau pasir yang terbentuk oleh pemukulan dan pencucian ombak yang dikendalikan oleh angin Simond (1983). Pantai merupakan bagian dari pesisir yang dipengaruhi oleh gelombang air laut dari gelombang air surut terendah hingga dasar dari coastal cliff.

Sebagai tempat wisata atau rekreasi, lanskap pantai dapat dibagi zonasinya menjadi zona neritic, beach, shoreland, dan vicinage. Zona neritic adalah zona laut yang terdekat dengan daratan. Zona ini sesuai untuk dimanfaatkan sebagai tempat berenang, memancing, berlayar, dan parkir kapal pesiar. Zona beach adalah zona dimana daratan dan air laut bertemu. Jika zona ini berpasir, maka zona ini tepat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi seperti bermain pasir, olahraga pantai, dan piknik. Zona shoreland adalah zona di belakang beach yang dimanfaatkan sebagai tempat menginap dan fasilitas wisata lainnya. Zona vicinage adalah zona belakang pantai yang dimanfaatkan sebagai tempat bisnis wisata dan tempat tinggal (Gunn, 1993).

(22)

Dahuri (2003) menyatakan bahwa terdapat dua formasi vegetasi di ekosistem pesisir yang tidak tergenang air, yaitu formasi pes-caprae dan formasi barringtonia. Ekosistem pes-caprae umumnya berada di belakang pantai berpasir.

Formasi ini didominasi oleh vegetasi pionir, khususnya kangkung laut (Ipomoea pes-caprae). Sedangkan formasi barringtonia lebih berkembang di pantai berbatu tanpa deposit pasir dimana formasi pes-caprae tidak dapat tumbuh. Habitat berbatu ini ditumbuhi oleh komunitas rerumputan dan belukar yang dikenal dengan formasi barringtonia. Pada formasi ini pun dapat ditemui jenis pohon seperti cemara laut (Casuarina equisitifolia) dan Callophyllum innopphyllum yang dapat lebih mendominasi dibanding vegetasi lainnya.

Hoedhijatmoko (1993) dalam Ulfah (2006) menyatakan bahwa faktor dari lautan yang mempengaruhi perubahan garis pantai tergantung pada energi dari angin yang menghasilkan gelombang dan tingkat pasang surut yang bekerja sepanjang garis pantai. Gelombang tsunami adalah salah satu contoh faktor dari lautan yang mempengaruhi perubahan garis pantai.

Faktor biotik (salah satunya adalah tumbuhan pantai) sangat menunjang dalam meredam energi gelombang yang menerpa kawasan pantai. Pada faktor ini, proses biologi memainkan peranan penting dalam menentukan garis pantai dimana penambangan karang pantai dan penggundulan vegetasi pantai akan menggangu stabilitas yang berakibat garis pantai akan mundur akibat erosi.

2.2. Ekologi dan Ekosistem Pantai

Odum (1959) mendefinisikan ekologi secara umum sebagai suatu studi yang mempelajari hubungan antara organisme atau kelompok organisme terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut Martosudarmo dan Bambang (1992) ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara jasad hidup dengan lingkungannya.

Irwan (2007) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara tumbuhan, hewan, dan manusia dengan lingkungannya dimana mereka hidup, bagaimana kehidupannya, dan mengapa mereka ada disitu. Ekologi hanya mempelajari apa yang terjadi di alam tanpa melakukan percobaan.

(23)

Selanjutnya dikatakan pula, untuk hidup dan hidup berkelanjutan bagi manusia harus belajar memahami lingkungannya dan pandai mengatur pemakaian sumber daya alam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan demi pengamanan dan kelestarian. Seorang ahli ekologi harus dapat melihat jauh ke depan, dalam jangka panjang yang lebih bersifat pengamanan dan pemeliharaan untuk dapat hidup labih baik dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi.

Menurut Dahuri (2003) penetapan wilayah pesisir belum ada definisi yang baku sampai saat ini. Kesepakatan dunia menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Ditinjau dari garis pantai (coastline), wilayah pesisir memiliki dua jenis batas yaitu batas yang sejajar garis pantai (long-shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross- shore). Penetapan batas long-shore relatif lebih mudah misalnya dari batas administrasi suatu daerah. Sedangkan batas yang tegak lurus agak sulit ditentukan karena berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Perbedaan antar negara disebabkan oleh perbedaan karakteristik lingkungan, sumber daya, dan sistem pemerintahan negara tersebut.

Ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya, dibagi menjadi ekosistem yang bersifat alami (natural) dan yang bersifat buatan (man made). Ekosistem alami yang terdapat di lingkungan pesisir seperti terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pes-caprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta, dan ekosistem pulau kecil. Ekosistem tersebut ada yang tergenangi secara terus-menerus/berkala dan ada yang hanya sesaat (formasi pes-caprae dan barringtonia). Sedangkan ekosistem buatan contohnya adalah tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan kawasan permukiman.

Dahuri (2003) menyatakan bahwa hutan mangrove sering disebut sebagai hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Bakau sebenarnya hanyalah salah satu jenis yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizopora sp. Habitat hutan ini tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak ditemui di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah

(24)

pesisir yang memiliki muara sungai yang besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Mangrove akan sulit untuk tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang tinggi (pengendapan lumpur sulit sebagai substrat bagi pertumbuhan mangrove).

Pembentukan zonasi dimulai dari arah laut menuju daratan, yang terdiri atas zona Avicennia dan Sonneratia yang berada paling depan dan langsung berhadapan langsung dengan laut. Zona dibelakangnya berturut-turut adalah tegakan Rhizopora dan Bruguiera seperti terlihat pada Gambar 2. Beberapa genera yang dapat ditemui di pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizopora sp.), api-api (Avicennia sp.), pedada (Sonneratia sp.), tanjang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), tengar (Ceriops sp.), dan buta-buta (Exoecaria sp.).

Sumber: Meadows and Campbell (1983) dalam Dahuri (2003)

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove dan Asosiasinya dengan Hewan Air Lainnya 2.3. Wisata Pantai

Menurut Gunn (1993), wisata merupakan perjalanan sementara yang dilakukan orang menuju tujuan selain tempat asal mereka bekerja dan tinggal, selama di tempat tujuan tersebut mereka melakukan aktivitas dan tersedia fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisatanya. Menurut Holden (2000), wisata adalah suatu aktivitas yang terkadang-kadang dilakukan dan dipercaya dapat memberikan kenyamanan pada saat masa liburan. Secara sederhana proses ini melibatkan partisipasi dari pemerintah daerah, pengelola bisnis wisata, dan masyarakat lokal.

Ketiganya merupakan pelaku yang terlibat dalam penyediaan wisata.

(25)

Dahuri (2003) menyatakan bahwa wisata pantai adalah jenis wisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih bersih. Berbagai kegiatan yang umum yang dilakukan oleh para wisatawan dalam wisata pantai, antara lain: berenang, berjemur, berdayung, snorkling, berjalan-jalan/berlari-lari di sepanjang pantai, menikmati keindahan dan kedamaian suasana pantai, serta bermeditasi.

2.4. Kriteria Kesesuaian Ekologis dan Wisata Pantai 2.4.1. Kriteria Kesesuaian Ekologis

Kriteria aspek ekologis yang dilihat dari kualitas terestrial mencakup empat unsur penilaian yaitu penutupan lahan pantai, topografi/kemiringan pantai, bahaya, dan tata guna lahan seperti terlihat pada Tabel 1. Masing-masing unsur tersebut memiliki empat kategori yang dinilai dengan skoring berdasarkan dari nilai tertinggi-terendah (skor 4-1). Skor tersebut dipergunakan berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) serta Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001).

Tabel 1. Kriteria aspek ekologis (kualitas terestrial) No. Unsur

Skor

1 2 3 4

1 Penutupan

Lahan Pantai¹ Alami Semi Alami Non Alami Campuran 2 Kemiringan¹ 0 < x ≤ 8% 8 < x ≤ 15% 15 < x ≤ 25% x >25%

3 Bahaya¹ Tidak Bahaya Agak Bahaya Bahaya Sangat Bahaya 4 Tata guna

lahan/

perencanaan²

Rencana

mendukung Tata guna lahan mendukung

Belum ada tata guna lahan/tata guna lingkungan tidak sesuai

Tata guna lahan tidak sesuai

Sumber: ¹Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007)

²Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) 2.4.2. Kriteria Kesesuaian Wisata Pantai

Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata pantai mencakup enam parameter pengamatan diantaranya tipe pantai, penutupan lahan pantai, variasi kegiatan, kecepatan arus, kedalaman dasar perairan, dan kecerahan perairan. Masing- masing parameter tersebut memiliki empat kategori yang nilai skoringnya berdasarkan dari nilai tertinggi-terendah (skor 4-1). Skor tersebut dipergunakan

(26)

berdasarkan modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) dan Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) seperti terlihat pada Tabel 2. Skoring dilakukan untuk mengetahui/mendapatkan zona kesesuaian lahan sebagai area wisata berdasarkan parameter tersebut.

Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk wisata pantai

No. Parameter Skor

4 3 2 1

1 Kecerahan Perairan (m)¹ 15-20 10-15 5-10 <5

2 Tipe Pantai¹ Berpasir

putih kecoklatan

Berpasir putih kecoklatan,

sedikit karang

Berpasir putih kecoklatan,

berkarang, sedikit terjal

Lumpur, karang, mangrove

3 Penutupan Lahan

Pantai¹ Lahan

terbuka, mangrove

Semak, belukar rendah

Belukar

tinggi Permukiman, fasilitas wisata 4 Kecepatan Arus

(m/detik)¹

0-0,17 0,17-0,34 0,34-0,51 >0,51 5 Kedalaman Dasar

Perairan (m)¹ 0-3 3-5 5-10 >10

6 Variasi kegiatan² Lebih 6 Ada 5-6 Ada 3-4 Ada 1-2 Sumber: ¹Modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)

²Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001)

2.4.3. Daya Dukung

Menurut UU No 23/1997, Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Nurisjah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) menyatakan bahwa daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan, terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud, dan pada saat dan ruang yang sama, juga pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan.

(27)

Menurut Knudson (1980), hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim dan air, kemudian karakteristik pengelolaan, seperti kebijakan dan metode pengelolaan, juga karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan pola penggunaan. Pendugaan daya dukung suatu kawasan dilihat dari kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan itu dan tergantung dari 3 aspek utama yaitu:

1. kepekaan sumberdaya alam dan site productivity,

2. bentuk, cara dan laju (rate) penggunaan serta tingkat apresiasi dari pemakai atau pengguna sumberdaya alam dan lingkungan,

3. bentuk pengelolaan (fisik dan non-fisik), bertujuan jelas dan berjangka panjang.

Pigram (1983) dalam Siti Nurisyah, Pramukanto, dan Wibowo (2003) menyatakan bahwa daya dukung ekologis sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem, baik berapa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan alami yang dimillikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam daya dukung ekologis ini termasuk kawasan dengan ekosistem lahan basah (wetland) antara lain rawa, payau, danau, laut, pesisir, dan sungai.

Untuk dapat menghitung daya dukung pesisir diperlukan penguasaan terhadap beberapa hal penting. Dengan memahami hal-hal penting tersebut akan dapat membantu ketepatan dan keakuratan penentuan daya dukung tersebut.

Berdasarkan kedua hal tersebut maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir dilakukan dengan menganalisis:

(1) kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan Sumber Daya Alam (SDA) dan Jasa Lingkungan (JASLING), dan

(2) kondisi sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan SDA dan JASLING yang terdapat di wilayah pesisir.

(28)

Berdasarkan hal di atas, maka tahapan untuk menentukan daya dukung wilayah pesisir yang ditunjukan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan adalah:

(1) menetapkan batas-batas (boundaries), vertikal dan horizontal terhadap garis pantai (coastline), wilayah pesisir sebagai “a management unit” , seperti Catchment area atau watershed,

(2) menghitung luasan wilayah pesisir yang kita kelola, atas dasar butir (1), (3) mengalokasikan (melakukan pemintakatan atau zonation) wilayah pesisir

tersebut menjadi 3 zona utama: (1) preservasi (preservation), (2) konservasi (conservation), dan (3) pemanfaatan (utilization),

(4) melakukan penghitungan tentang potensi dan distribusi SDA dan JASLING yang tersedia,

(5) menyusun tata ruang pembangunan pada zona konservasi dan zona pemanfaatan,

(6) melakukan assessment kapasitas asimilasi,

(7) melakukan assessment permintaan internal dan permintaan eksternal terhadap SDA dan JASLING pesisir.

2.5. Perencanaan Lanskap

Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, dimana elemen-elemen lanskap dibagi menjadi elemen-elemen utama dan penunjang. Gold (1980) mengemukakan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk memadukan keadaan tapak pada saat awal, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan pada tapak tersebut.

Tarigan (2008) menjelaskan bahwa perencanaan dapat berarti hal yang berbeda untuk orang yang berbeda. Definisi yang paling sederhana disebutkan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut dan memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

(29)

Tarigan (2008) berpendapat bahwa terdapat empat elemen dasar perencanaan, yaitu:

1. merencanakan berarti memilih,

2. perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya, 3. perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan 4. perencanaan berorientasi pada masa depan.

Tujuan perencanan wilayah/lanskap adalah menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman, serta lestari dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana yang menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan, baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta.

(30)

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu

Rencana Pengembangan Lanskap Pantai Tanjung Baru sebagai Kawasan Wisata Berbasis Ekologis ini dilaksanakan di Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian adalah area wisata pantai di Pantai Tanjung Baru/PTB. Gambar 3 adalah peta orientasi lokasi penelitian. Kegiatan studi perencanaan lanskap pantai wisata ini dilakukan selama enam bulan efektif, yaitu dari Februari 2010-Juli 2010 dan dilanjutkan dengan penyusunan laporan.

Gambar 2. Peta Orientasi Perencanaan RTH

PETA JAWA BARAT

U

DESA PASIRJAYA

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Penelitian

TANPA SKALA

KEC.CILAMAYA KULON

KEC.CILAMAYA WETAN KEC.LEMAHABANG

KEC.TEMPURAN

TANPA SKALA

LAUT JAWA DESA PASIRJAYA

U

U

KABUPATEN KARAWANG

KAB.SUBANG

KAB.BOGOR KAB.BEKASI

TANPA SKALA LAUT JAWA KEC.CILAMAYA

KULON

KAB.PURWAKARTA

LOKASI STUDI

(31)

3.2. Batasan Studi

Batas kawasan studi dari penelitian ini yaitu batas kawasan Pantai Tanjung Baru berdasarkan rencana yang telah dibuat oleh Pemda Kabupaten Karawang.

Studi ini dibatasi sampai terciptanya sebuah produk arsitektur lanskap berbentuk perencanaan lanskap (landscape plan) kawasan wisata pantai berbasis ekologis di Pantai Tanjung Baru Karawang dan dilengkapi dengan gambar detail kawasan, gambar ilustrasi/perspektif serta jalur wisata.

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain: alat gambar manual, kamera digital, peta tematik (bahan dalam menganalisis aspek-aspek tertentu), dan komputer dengan software yang menunjang (Microsoft Office 2007, AutoCad 2006, Adobe Acrobat 7.0 Profesional, Adobe Photoshop CS3, SketchUp 6) seperti terlihat pada Tabel 3.

Bahan yang dipergunakan dalam perencanaan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diambil di lapangan berupa foto, kuisioner, dan informasi hasil wawancara. Adapun data sekunder didapatkan dari berbagai pustaka dan informasi dari pihak-pihak terkait.

Tabel 3. Alat pengambilan data beserta kegunaan dan keluarannya

Alat Kegunaan Keluaran

Kamera digital Dokumentasi objek/tapak Foto Alat gambar manual Mengolah draft perencanaan Peta Komputer dan

Aplikasi:

• Microsoft Office 2007

• AutoCAD 2006

• Adobe Acrobat 7.0 Profesional

• Adobe Photoshop CS3

• SketchUp 6 

Mengolah data tulisan (deskriptif), tabular, seluruh penulisan pelaporan

Membuat gambar rencana lanskap, potongan, dan berbagai gambar yang berhubungan dengan spasial Mengkonversi format file

Membuat ilustrasi gambar dan memperhalus tampilan gambar yang telah dibuat dengan AutoCAD dan Sketch Up

Membuat ilustrasi dari rencana yang dibuat

Laporan tertulis Peta

Gambar format PDF

Peta dan gambar

Gambar perspektif

(32)

3.4. Metode dan Pendekatan Perencanaan

Metode studi yang digunakan adalah tahapan perencanaan menurut Gold (1980) dengan modifikasi sampai pada tahap perencanaan. Pendekatan yang dipergunakan berdasarkan pendekatan terhadap sumberdaya alam (ekologis).

3.4.1. Tahapan Studi/Penelitian

Tahapan perencanaan terdiri dari persiapan, pengumpulan data/inventarisasi, analisis dan sintesis untuk melihat kesesuaian tapak terhadap konsep yang akan dikembangkan, serta perencanaan lanskap untuk area wisata berbasis ekologis seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahapan Proses Perencanaan (Modifikasi Gold, 1980)

Data Teknik:

-Rencana Penataan Area Wisata Pantai -TGL Data Sosial Budaya:

-Demografi (jumlah, kepadatan, dan keinginan penduduk)

Peta Analisis Kesesuaian Wisata Pantai

Berbasis Ekologis

Block Plan Wisata Pantai Berbasis Ekologis -Zona Ekologis

-Zona Wisata

Rencana Area Wisata

Pantai Berbasis Ekologis Alternatif

Pengembang- an Potensi

Kendala

Konsep Wisata Pantai Berbasis Ekologis Data Bio-Fisik:

-Geografi -Batas Tapak -Administratif -Jenis Tanah -Tofografi dan

kemiringan -Iklim -Vegetasi - Satwa

-Hidrooceanografi -Area Pantai -Aksesbilitas dan

Sirkulasi -Pengunjung -Fasilitas Existing -Sumberdaya

Wisata (Objek dan Atraksi Wisata) -Latar

Belakang -Tujuan Studi -Kegunaan

Studi -Rencana

Kerja -Anggaran

Biaya -Administrasi

/Perijinan Persiapan Studi

Pengumpulan Data Analisis Sintesis Perencanaan

Lanskap

(33)

3.4.1.1. Persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan penetapan latar belakang, tujuan, kegunaan studi, rencana kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan serta administrasi dan perijinan. Pendekatan studi terhadap sumberdaya alam, untuk mendapatkan kesesuaian tapak terhadap konsep.

3.4.1.2. Pengumpulan Data/Inventarisasi

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah pengumpulan data dan informasi pembentuk tapak, serta informasi lain yang mempengaruhi tapak dan perencanaan yang akan dibuat. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder seperti terlihat pada Tabel 4. Metode yang dipergunakan dalam pengambilan data primer adalah survei lapang, berupa pengamatan, dokumentasi, penyebaran kuisioner dan wawancara. Pengambilan data sekunder diperoleh dari studi pustaka sesuai dengan tujuan studi.

Wawancara dilakukan terhadap instansi terkait di Pemerintah Daerah Karawang dan masyarakat PTB, untuk mengetahui perilaku dan keinginan stake holder (masyarakat dan wisatawan) terhadap rencana pengembangan kawasan wisata pantai berdasarkan panduan yang telah disusun sebelumnya. Wawancara1 terhadap instansi tersebut dilakukan terhadap pihak yang memiliki peranan terhadap PTB atau terkait secara tidak langsung dengan upaya/kegiatan pesisir dan mangrove. Jumlah responden sebanyak 45 orang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, dimana responden dipilih secara sengaja yang sedang berada di kawasan PTB. Jumlah responden tersebut terbagi atas 15 orang penduduk di sekitar Pantai Tanjung Baru dan 30 orang responden adalah wisatawan di kawasan tersebut. Wawancara sejarah kawasan dilakukan terhadap 3 orang warga di Pantai Tanjung Baru yang rata-rata telah tinggal >10 tahun di kawasan PTB. Hasil wawancara terhadap responden akan dijadikan salah satu acuan untuk rencana pengembangan PTB masyarakat sekitar kawasan PTB.

1 Narasumber dalam wawancara dengan aparat Pemda Kabupaten Karawang:

(1) Bapak H. Mamat (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang), (2) Bapak Adit (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang),

(3) Bapak Yan Suryana (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang), (4) Dinas Cipta Karya Kabupaten Karawang,

(5) Bapak Permadi (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang), (6) Bapak Zaenudin Sofyan (Kepala Desa Pasirjaya), dan

(7) Bapak Akhmad Bakri (Ketua Kelompok Tani Penghijauan Desa Pasirjaya).

(34)

Tabel 4. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data

No. Jenis Data Bentuk

Data Sumber Data Cara Pengambilan I BIO-FISIK

1 Lokasi

• Geografi

• Batas tapak

• Administratif 

Deskriptif

dan Spasial RDTR PTB (DCK Kab.

Karawang), lapangan

Survei, Studi Pustaka/peta

2 Jenis tanah Deskriptif Instansi terkait Studi Pustaka/peta 3 Topografi/Kemiringan

Lahan

Deskriptif RDTR PTB (DCK Kab.

Karawang)

Survei, Studi Pustaka/peta 4 Iklim

Curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan, dan arah angin

Deskriptif dan Tabular

BMG Bogor,

lapangan Survei, Studi Pustaka/peta 5 Ekologi

a. Kualitas Akuatik

• Hutan Mangrove b. Kualitas Terestrial

• Kemiringan Lahan

• Bahaya abrasi, penggunaan lahan, penggunaan lahan

Deskriptif dan Spasial Deskriptif Deskriptif dan Spasial

Dinas Kehutanan,

DLH, lapangan Survei, Studi Pustaka/peta

6 Hidro-oceanografi

• Batimetri

• Pasang Surut

• Arus dan gelombang 

• Air Tanah dan Sungai

Deskriptif RDTR PTB (DCK Kab.

Karawang), DKP Kab.Karawang

Survei, Studi Pustaka/peta

II SOSIAL BUDAYA Demografi

Jumlah dan kepadatan penduduk

Perilaku dan keinginan penduduk

Deskriptif dan Tabular

BPS, Bappeda Lapangan

Studi Pustaka Survei, wawancara III OBJEK DAN WISATA

a. Fasilitas existing b. Pengunjung

c. Kondisi Fisik

• Kecerahan perairan, kecepatan arus, dan kedalaman dasar perairan

• Tipe pantai, penutupan lahan, dan variasi kegiatan)

d. Sumberdaya Wisata (Objek/ Atraksi Wisata)

Deskriptif/

Tabular Deskriptif

Deskriptif dan spasial Deskriptif

Bappeda, Disbudpar RDTR PTB (DCK Kab.

Karawang), lapangan

Survei, Studi Pustaka/peta

Keterangan:

BMG : Badan Meteorogi dan Geofisika BPS : Biro Pusat Statistik DKP : Dinas Kelautan dan Perikanan DCK : Dinas Cipta Karya RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah RDTR : Rencana Detail Tata Ruang DLHPE : Dinas Lingkungan Hidup,

Pertambangan dan Energi

(35)

3.4.1.3. Analisis

Tahap analisis dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan analisis secara spasial. Data dan informasi yang diperoleh dari inventarisasi, dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif berupa analisis data secara tertulis, serta analisis secara spasial dengan melakukan overlay terhadap peta tematik untuk tujuan pengembangan area wisata di Pantai Tanjung Baru yang berbasis ekologis.

Analisis dengan melakukan overlay (Gambar 5) peta tematik secara garis besar dibagi berdasarkan dua aspek yaitu aspek ekologis dan aspek wisata. Hasil analisis dari kedua aspek tersebut merupakan peta komposit yang merupakan hasil akhir dari analisis. Hasil analisis kemudian digunakan sebagai dasar tahap selanjutnya yaitu tahap sintesis.

Analisis aspek ekologis dilakukan untuk mengetahui karakteristik kawasan yang direncanakan. Analisis dilakukan terhadap seluruh sub aspek, baik secara deskriptif maupun analisis secara spasial. Aspek ekologis yang dianalisis yaitu kualitas terestrial dan kualitas akuatik. Kualitas terestrial mencakup variabel penutupan lahan pantai, bahaya alam, kemiringan, dan penggunaan lahan. Adapun kualitas akuatik hanya mencakup aspek kesejarahan tapak yaitu dari segi tebal/lebar mangrove. Analisis secara spasial dilakukan terhadap kualitas terestrial

Gambar 5. Overlay Data Peta Komposit

(36)

(penutupan lahan, bahaya, dan penggunaan lahan) dan kualitas akuatik, sedangkan aspek lainnya tidak dianalisis secara spasial karena kriteria yang didapat secara umum menunjukkan kesamaan kriteria/homogen (seperti kemiringan lahan).

Walaupun tidak dianalisis secara spasial aspek tersebut akan dipertimbangakan pada saat pembuatan block plan (analisis secara deskriptif). Analisis kualitas akuatik berdasarkan wawancara dengan penduduk di PTB (berdasarkan rata-rata penduduk terlama yang tinggal di tapak) akan turut mempengaruhi hasil akhir yaitu peta kualitas ekologi.

Pada aspek wisata juga tidak semua variabel akan dianalisis secara spasial karena adanya homogenitas data di dalam tapak. Pada aspek ini yang dianalisis secara spasial yaitu variabel tipe pantai, variasi kegiatan, dan penutupan lahan pantai. Variabel lainnya dianalisis secara deskriptif sebagai bahan pertimbangan pada saat penyusunan block plan.

Dalam penelitian dibuat kriteria penilaian di PTB berdasarkan modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007), Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001), Modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) serta hasil analisis data yang diperoleh selama penelitian dan dapat dilihat pada Tabel 5.

Penggunaan nilai/skor dari terbaik-terburuk yaitu 4-1. Nilai ini mewakili kriteria dari masing-masing area eksisting pada tapak, baik pada aspek ekologi dan aspek wisata. Misalnya pada variabel penutupan lahan, area kosong dimasukkan kedalam kriteria penutupan lahan alami sehingga mendapatkan skor/nilai 4. Sedangkan area terbangun seperti permukiman, termasuk kedalam kriteria penutupan lahan non-alami sehingga mendapatkan nilai 2 dan seterusnya untuk kriteria dan variabel lainnya yang terdapat pada Tabel 5. Penggunaan nilai/skor tersebut tidak melihat kualitas dari area/zona pada tapak, misalnya mangrove yang rusak akan sama nilainya dengan mangrove yang kondisinya baik.

Hal ini berkaitan dengan tidak ditemukannya kondisi yang berbeda pada zona yang sama dengan kualitas/kondisi yang berbeda pada tapak.

(37)

Tabel 5. Standar kriteria penilaian/skoring aspek ekologi dan aspek wisata

Aspek Variabel Bobot % Kriteria Skor

EKOLOGI 1. Penutupan Lahan ¹

25

60

Alami 4

Semi Alami 3

Non Alami 2

Campuran 1

2. Bahaya¹ 10 Tidak Bahaya 4

Agak Bahaya 3

Bahaya 2

Sangat Bahaya 1

3. Tata Guna Lahan (TGL) ²

25 Rencana mendukung 4

TGL mendukung 3

Belum ada TGL /tata guna lingkungan

tidak sesuai 2

TGL tidak sesuai 1

WISATA 1. Tipe

Pantai³ 15

40

Berpasir putih kecoklatan 4 Berpasir putih kecoklatan, sedikit karang 3 Berpasir putih kecoklatan, berkarang,

sedikit terjal 2

Lumpur 1 2. Penutupan

Lahan Pantai³

15 Lahan terbuka, mangrove 4

Semak, belukar rendah, savana 3

Belukar tinggi 2

Permukiman, fasilitas wisata 1 3. Variasi

Kegiatan (Jumlah) ²

10 Lebih dari 6 4

Ada 5-6 3

Ada 3-4 2

Ada 1-2 1

Sumber : ¹Modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) ²Modifikasi Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001) ³Modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)

Penentuan bobot aspek ekologi (60%) lebih tinggi daripada aspek wisata (40%) karena tanpa adanya kualitas ekologi yang ideal bagi pantai (misalnya mangrove) yang direncanakan, maka obyek dan atraksi wisata pun dapat terancam/semakin berkurang akibat terjadinya bahaya alam jika ekosistem pantai tanpa buffer zone alamiah. Selain itu, objek yang rencananya akan dikembangkan pada tapak juga berdasarkan kondisi ekologi pantai itu sendiri. Pada aspek ekologi dan aspek wisata yang masing-masing terdiri dari 3 variabel (yang dianalisis secara spasial). Ketiga variabel tersebut memiliki bobot yang berbeda sesuai dengan tingkat keterkaitannya dengan kegiatan wisata di PTB.

Aspek ekologi yang mengacu pada modifikasi Bakosurtanal (1996) dan DKP (2003) dalam Sevita (2007) serta hasil analisis data yang diperoleh selama penelitian untuk menganalisis secara spasial variabel penutupan lahan dan bahaya.

Adapun variabel tata guna lahan/perencanaan mengacu pada modifikasi

(38)

Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001). Variabel penutupan lahan memiliki empat kriteria, yaitu alami, semi alami, non-alami, dan campuran.

Kriteria alami meliputi lahan kosong, sungai/kali, dan pasir pantai. Kriteria semi alami mencakup tambak dan sawah, sedangkan kriteria non alami berupa area terbangun yang tidak sesuai dengan aturan sempadan pantai. Adapun kriteria campuran berupa kebun.

Variabel bahaya terdiri dari empat kriteria, yaitu tidak bahaya, agak bahaya, bahaya, dan sangat bahaya. Kriteria tidak bahaya adalah area yang tidak terdapat kemungkinan bahaya gelombang. Kriteria agak bahaya adalah area pengamanan bahaya. Adapun kriteria bahaya berupa area waspada gelombang laut, abrasi, dan tsunami. Kriteria sangat bahaya berupa area bahaya gelombang, abrasi, dan tsunami.

Variabel tata guna lahan (TGL)/perencanaan dibagi menjadi empat kriteria, yaitu rencana mendukung, TGL mendukung, belum ada TGL /tata guna lingkungan tidak sesuai, dan TGL tidak sesuai. Kriteria rencana mendukung adalah tertata sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) PTB. Kriteria TGL mendukung adalah berupa penggunaan lahan berupa vegetasi pantai, pasir pantai, dan sungai. Adapun kriteria belum ada TGL /tata guna lingkungan tidak sesuai berupa lahan kosong, tambak, dan sawah. Kriteria TGL tidak sesuai berupa permukiman dan fasilitas wisata (tidak sesuai zonasi ekologi pantai).

Aspek wisata mengacu pada modifikasi Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) untuk variabel tipe pantai dan penutupan lahan, sedangkan variabel variasi kegiatan mengacu pada Depbudpar Dirjen Pengembangan Produk Wisata (2001).

Variabel tipe pantai dibagi menjadi empat, yaitu pantai berpasir putih kecoklatan, pantai berpasir putih kecoklatan dan sedikit karang, pantai berpasir putih kecoklatan dan berkarang serta sedikit terjal, dan pantai berlumpur. Tipe pantai akan dinilai sesuai dengan empat kriteria tersebut dan batasan wilayah pantai sesuai dengan batas pasang surut tertinggi (maksimal) pada tapak.

Variabel penutupan lahan (Land Cover/LC) terdiri dari empat kriteria penilaian, yaitu LC berupa lahan terbuka dan mangrove; LC berupa semak, belukar rendah, dan savana; LC berupa belukar tinggi; dan LC berupa permukiman dan fasilitas wisata. Keempat kriteria tersebut akan berpengaruh

(39)

terhadap keterbatasan, keamanan, dan kenyamanan dalam melakukan kegiatan wisata.

Variabel variasi kegiatan berwisata terkait dengan jumlah atraksi wisata pada area-area tertentu dan terdiri dari empat kriteria, yaitu lebih dari 6, ada 5-6, ada 3-4, dan ada 1-2 atraksi wisata yang dapat dinikmati. Variasi kegiatan eksisting yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah wisata kuliner, viewing, berenang, duduk-duduk, bermain pasir, dan jalan-jalan/fotografi.

Analisis terhadap aspek ekologi dan aspek wisata secara spasial dilakukan dengan metode skoring. Hasil analisis aspek ekologis dan aspek wisata akan menghasilkan peta komposit sehingga dapat diketahui kriteria kesesuaian lahan dilihat dari kedua aspek tersebut. Peta komposit hasil overlay ini sebagai dasar pembentukan block plan. Dalam menentukan kriteria dari peta tersebut akan dicari selang/interval kriteria berdasarkan klasifikasi penilaian akan dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dalam Mulyati (2007):

Keterangan:

S : Selang dalam penetapan selang klasifikasi penilaian Smaks : Skor maksimal

Smin : Skor minimal

K : Banyaknya klasifikasi

Rumus di atas digunakan untuk mencari selang kualitas aspek ekologi, kualitas aspek wisata, serta kualitas aspek ekologi dan wisata (hasil overlay kedua aspek). Pada studi ini banyaknya klasifikasi (K) yaitu 4. Hal ini untuk mendapatkan tingkat kedetailan pada penilaian kualitas masing-masing aspek.

Selain rumus untuk menghitung selang digunakan juga rumus untuk menghitung daya dukung kawasan wisata. Penghitungan daya dukung kawasan wajib dilakukan dan direncanakan sejak awal.

(40)

Perhitungan jumlah pengunjung maksimal untuk rekreasi menggunakan rumus:

1

Keterangan:

DD = daya dukung

A = luas area yang digunakan untuk rekreasi (m²)

B = luas area yang dibutuhkan oleh seorang pengunjung untuk berekreasi dengan tetap memperoleh kepuasan (m²/individu)

Rf = faktor rotasi

Penghitungan daya dukung pada kawasan ekologi, termasuk rencana wisata pantai berbasis ekologis di PTB pada akhirnya hanya 40% dari hasil penghitungan daya dukung normal. Sehingga kelestarian tapak, kenyamanan, dan keamanan wisatawan dapat terjaga.

3.4.1.4. Sintesis dan Konsep

Peta komposit hasil overlay yang diperoleh pada tahap analisis selanjutnya dijadikan dasar untuk menghasilkan solusi berupa alternatif pengembangan ruang yang direncanakan dalam bentuk rencana blok/block plan.

Hasil dari tahap ini adalah konsep dasar perencanaan berupa konsep dasar rencana lanskap wisata pantai berbasis ekologis. Konsep dasar dijadikan sebagai dasar pengembangan selanjutnya, yaitu berupa konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, dan konsep aktivitas serta fasilitas.

3.4.1.5. Perencanaan Lanskap

Tahap perencanaan ini adalah tahap pengembangan konsep yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Selain itu, konsep merupakan pedoman dalam rencana pembentukan ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, serta rencana daya dukung pada tapak. Rencana lanskap ini difokuskan pada rencana lanskap (landscape plan) area wisata pantai berbasis ekologi.

Gambar

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove dan Asosiasinya dengan Hewan Air Lainnya  2.3. Wisata Pantai
Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk wisata pantai
Tabel 5. Standar kriteria penilaian/skoring aspek ekologi dan aspek wisata
Gambar 10. Peta Pergerakan Arus Laut Sepanjang Tahun di Kabupaten Karawang131516.517.5181817.516.515.5151412119.586.55.54.254 4.56.2589.51113051015206810 12 14 16 18 20 220246Tinggi Pasut (m)WaktuKurva Pasang Surut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan sebagai pertimbangan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng untuk menjaga occupancy rate dan meminimalisir hambatan yang

Singkat kata, kewirausahaan ekonomis, tentu saja bisa mencanangkan pen- carian profit atau untung sebagai tujuan, tetapi hal itu mesti dilakukan dengan nilai

Peningkatan prestasi ini terlihat dengan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar misalnya mereka mampu dan bisa bila disuruh untuk menjabarkan kembali hasil

Berdasarkan nilai kriteria ketuntasan minimal, maka distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan hasil belajar matematika Kelas IX SMP Negeri 5 Campalagian

Penilaian kinerja di Sekretariat Dewan Provinsi Gorontalo selain menggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), juga lebih memfokuskan pada unsur-unsur

28 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan , (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hal.. usaha yang dicapai”. 29 Jadi suatu usaha yang dapat dikatakan berhasil bila ada bukti

[r]

Kelompok ini pada bulan Januari 2017 mengalami deflasi sebesar 0,58 persen dengan andil inflasi sebesar -0,04 persen atau terjadi penurunan indeks dari 119,33 pada bulan Desember