• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KONSTITUSI Penetapan Tiga Sifat Do

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM KONSTITUSI Penetapan Tiga Sifat Do"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM KONSTITUSI

“Penetapan Tiga Sifat Dokumen Konstitusi”

RATIH RISDIANA

( 02011181621113 )

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA

TAHUN AJARAN

(2)

Penetapan Tiga Sifat Dokumen Konstitusi

Konstitusi adalah dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut dengan Undang-Undang Dasar, dan ada juga berbentuk tidak tertulis. Seperti Negara Indonesia memiliki konstitusi tertulis yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan Amerika Serikat dengan The Contitutions Of United States Of America. Tidak semua negara memiliki sebuah konstitusi tertulis atau undang-undang dasar. Dapat dilihat sebagai contoh kerajaan Inggris disebut sebagai negara konstitusional, tetapi negara tersebut tidak memiliki satu naskah pun undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis.

Jika bicara konstitusi dalam Negara Indonesia, maka sejak proklamasi kemerdekaan negara telah/masih memiliki 3 (tiga) macam dokumen konstitusi, yaitu berturut-turut:

1. Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar yang diterima dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. 2. Konstitusi RIS 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949.

3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Undang-Undang Dasar Sementara yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Dan dengan ketiga dokumen konstitusi itu, negara telah mengalami 5 (lima) masa per-konstitusi-an, yaitu:

1. Tahun 1945-1949 masa pertama UUD 1945

2. Tahun 1949 (Desember) – 1950 (Agustus) masa Konstitusi RIS, dengan UUD 1945 tetap bagi Republik Indonesia. 3. Tahun 1950-1959 masa UUDS-1950

4. Tahun 1959-1965 masa UUD 1945 Orde Lama (sampai G.30.S) 5. Tahun 1965-sekarang masa UUD 1945 Orde Baru.1

Waktu dan masa berlakunya suatu UUD itu mengikuti sejarah perjuangan suatu bangsa yang memiliki UUD. Bukan hanya mengikuti, tetapi bahwa UUD merupakan gambaran/refleksi/pencerminan daripada masyarakat dan negara yang sedang berjuang. UUD sebagai mijlpaal di satu pihak bagi perjuangan suatu bangsa, dan di lain pihak UUD merupakan suatu wegwijzer. Di satu pihak menggambarkan sampai dimana perjuangan bangsa dan negara, dan di lain pihak memberikan arah dan petunjuk ke arah mana bangsa dan negara sedang bergerak.

3 (tiga) UUD yang pernah/masih Negara Indonesia miliki, 2 (dua) diantaranya memakai perkataan UUD, yaitu UUD 1945 dan UUDS 1950 dan satunya memakai istilah konstitusi, yaitu konstitusi RIS 1949. Sayang sekali tidak ada penjelasan resmi dari para

(3)

penyusunnya, apa yang menyebabkan pada tahun 1945 dan tahun 1950 dipergunakan istilah UUD, hanya saja yang satu tanpa sementara dan yang satunya dengan sementara, sedangkan pada tahun 1949 dipergunakan perkataan konstitusi.

Hukum dewasa ini hampir tidak ada perbedaan antara istilah UUD dan Konstitusi. Kedua pengertian tersebut telah lazim dipergunakan sebagai sinonim untuk menunjukkan kepada satu pengertian yang sama dan yang satu, ialah “suatu undang-undang (tertulis) yang baik isi maupun tingkatnya akan menjadi dasar dan menduduki tempat yang tertinggi dalam rangka susunan perundang-undangan sesuatu negara dan bangsa.”

Kedua istilah tersebut sebenarnya mengandung pengertian yang sedikit berbeda. “Konstitusi” (Latin: Constitutio; Perancis dan Inggris: Constitution; Belanda: Constitutie) berarti: Aturan-aturan pokok dan dasar tentang negara, bangunan negara dan tata negara, demikian pula aturan-aturan dasar lainnya yang mengatur peri hidup sesuatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Hanya konstitusi yang terakhir inilah sebenarnya disebut dengan “Undang-Undang Dasar” (Belanda: Grondwet). Dilihat dari sudut pandang ini maka dapat dikatakan bahwa konstitusi itu adalah pengertian Genusnya, dan Undang-Undang Dasar disebut Specisnya.

Sehubungan dengan kecondongan mempergunakan resmi UUD daripada Konstitusi tersebut dengan mengingat salah satu fungsi daripada UUD, yakni sebagai dasar daripada perundang-undangan selanjutnya, dimana UUD itu dapat dijadikan sebagai dasar bagi sebuah penyusunan peraturan perundangan lainnya. Maka perlu dipikirkan urutan daripada kaka-kata dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan menggantinya menjadi Dasar Undang-Undang (DUU). Jadi UUD 1945 diganti menjadi Dasar Undang-Undang (DUU) 1945, dalam arti yang diterima dan disahkan pada tahun 1945 untuk dijadikan dasar bagi perundang-undangan selanjutnya, artinya UUD 1945 jadi DUU 1945. Hal ini diserahkan kepada penyusunan DUU selanjutnya.

Suatu penelitian perbandingan yang sungguh de moeite waard dalam menganalisis perkembangan konstitusi Indonesia yang relatif masih muda dan masih kurang pengalaman dalam penyusunan konstitusi. Akan nampak perbedaan dan persamaan yang tersirat disamping yang tersurat berdasarkan kata dan pasal. Salah satu persamaan diantara ketiga UUD itu adalah sifat sementara UUD itu.

UUDS 1950

Mengenai sifatnya sementara dari UUDS 1950 kiranya tidak ada keragu-raguan. Namanya sendiri sudah mengatakan UUD sementara 1945. Dalam pasal 134 UUDS 1950 dengan jelas dapat dilihat sifat sementara itu. Konstitusi (Sidang Pembukaan UUD) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan menggantikan UUD sementara ini.

Konstitusi RIS 1949

(4)

Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS yang akan menggantikan Konstitusi sementara ini. Jadi dapat Juga disebut

Konstitusi Sementara RIS.

UUD 1945

Mengenai UUD 1945, baik dari namanya maupun dalam pasalnya, tidaklah dinyatakan dengan jelas sifat sementara atau tidak sementara dari UUD 1945. Pasal-pasal yang ada hubungannya dengan UUD (kecuali yang mengenai perubahan UUD) hanyalah 2 (dua) dalam UUD 1945 yakni pasal 3 dan Aturan Tambahan ayat 2 yang berturut-turut berbunyi, pasal 3 “MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar haluan negara.”

Apabila rapat pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengesahkan suatu UUD dimana dalam aturan tambahan ditetapkan, bahwa dalam 6 bulan sesudah MPR dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD. Maka sudah jelas bahwa UUD yang ditetapkan itu adalah bersifat sementara.

Bahwa UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 (sehari sesudah Proklamasi), pada waktu itu oleh penyusunnya adalah dianggap bersifat sementara, dapat ditambahkan bahwa pada rapat penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh anggota Ratulangi secara sepintas lalu dikemukakan pendapat bahwa perkataan menetapkan UUD. Dalam aturan Peralihan diartikan membaharui UUD, hal mana disegerakan dijawab oleh anggota Supomo “ Dengan Sendirinya Akan membaharui...”

Sesudah dengan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi, maka timbul pertanyaan. Apakah UUD 1945 itu tetap bersifat sementara atau tidak?... Dekrit itu sendiri tidak menyinggung sifat sementara atau tidak dari UUD 1945 itu. Dalam Dekrit dinyatakan “Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi UUD sementara.”

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka berlaku jugalah kembali pasal 3 dan aturan tambahan ayat 2, yang mengatakan “MPR menetapkan UUD. Dengan segera dapatlah ditarik kesimpulan yang sama seperti di atas, yaitu “Berdasarkan 2 (dua) pasal yang dikemukakan itu, maka UUD 1945 adalah bersifat sementara.” Maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di seluruh tanah air, dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.

Sesuai dengan urutan berlakunya Undang-Undang Dasar tersebut, maka berturut-turut akan dikemukakan sifat ke-sementara-an atau tidak dari ;

1. Undang-Undang Dasar 1945 (dalam kurun waktu masa pertama berlakunya Undang-Undang Dasar tersebut);

2. Konstitusi RIS 1949;

3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950;

(5)

1. Undang-Undang Dasar 1945 (dalam Kurun waktu masa pertama berlakunya Undang-Undang Dasar tersebut)

Untuk menentukan apakah Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itu bersifat sementara atau bersifat tetap. Perkataan Soekarno dalam sidang PPKI2 dapat disimpulkan bahwa “Undang-Undang Dasar sementara” pokok pokirannya adalah bahwa sekarang (-pada saat mereka bersidang-) situasi dan kondisi belum mengizinkan untuk merumuskan dan menetapkan suatu Undang-Undang Dasar yang tetap. Namun kalau suasana sudah lebih tentram, barulah akan disusun dan ditetapkan Undang-Undang Dasar yang bukan bersifat sementara lagi, tapi telah bersifat tetap.

Dengan latar belakang pememikiran tersebut, dapat dipahami rumusan Aturan Tampahan ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk Majelis ini bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.” Artinya bahwa Undang-Undang-Undang-Undang Dasar yang ditetapkan itu bersifat sementara dalam arti berlaku sementara sampai pada waktunya Badan yang berwenang (MPR) bersidang untuk menetapkan UUD yang tetap.

Pendirian yang sama dianut oleh beberapa penulis lain di Indonesia diantaranya Joeniarto, SH3 yang mengatakan “...Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sejak semula oleh pembentuknya sendiri adalah dimaksudkan bersifat sementara...”

Alasan penetapan Undang-Undang Dasar yang bersifat sementara, dapat diperkirakan ada dua hal, yaitu;

1. Pembentukan Undang-Undang Dasar 1945 sendiri merasa belum merupakan bentuk yang representatip untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

2. Berdasarkan pertimbangan bahwa perencanaan, penetapan dan pengesahannya adalah dilakukan dengan sangat tergesa-gesa.

Oleh karena itu, dikemudian hari apabila sudah dapat dibentuk sebuah badan yang lebih representatip dapat ditetapkan sebuah Undang-Undang Dasar yang telah dipertimbangkan masak-masak.

2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949

Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, merupakan Undang-Undang Dasar bagi Republik Indonesia Serikat hasil Komperensi Meja Bundar pada tahun 1949, yang bersifat sementara dapat dilihat dari salah satu pasalnya, yaitu pasal 186 yang berbunyi4 “Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah

selekas-2 Yamin, Prof. Mr. Haji Muhammad; Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945; Jilid 1, 1959, hlm 410.

3 Joeniarto, S.H.; SejarahKetatanegaraan Republik Indonesia, Yayasan Badan Penerbit Gajar Mada, 1966, hlm

40.

(6)

lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan Konstitusi Sementara ini.”

Delegasi Republik Indonesia bersama Delegasi B.F.O pada Konperensi Meja Bundar sebagai perencananya, merasa diri belum cukup representatip dan belum cukup waktu yang memadai, sehingga diharapkan dikemudian hari akan dibentuk Konstituante yang bersama-sama dengan Pemerintah akan menetapkan Undang-Undang Dasar yang tetap sebagai pengganti Konstitusi sementara ini. jadi jelas, sesuai dengan pasal 186 Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 adalah sementara.

Penyusunan Konstitusi RIS 1949 tidak menetapkan dengan pasti dan tepat, berapa lama akan berlaku Konstitusi Sementara ini, dan juga tidak menyatakan dengan pasti dan tepat kapan Konstituante itu akan dibentuk. Yang ditetapkan adalah bahwa Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi.5 Hasil kerjasama Konstituante dan pemerintah inilah yang akan menggantikan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 yang masih bersifat sementara ini, yaitu Konstitusi yang tetap.

3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950

Sifat ke-sementara-an dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terbukti dengan jelas dari namanya sendiri, yaitu Undang-Undang Dasar SEMENTARA 1950. Sifat kesementaraan dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dapat dilihat dalam padal 134 yang berbunyi6 “ Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.”

Jadi baik dari namanya maupun dari salah satu pasalnya adalah bersifat sementara. Dalam arti sejak ia ditetapkan berlaku, pada tanggal 17 Agustus 1950, ia berlaku sementara sampai ditetapkan suatu UUD kemudian oleh Konstituante bersama-sama Pemerintah. Kalau ditanya sampai berapa lama Undang-Undang Dasar Sementara akan berlaku, maka jawaban yang pasti tidaklah ada, akan tetapi oleh penyusunnya diharapkan selekas-lekasnya.

4. Undang-Undang Dasar 1945 sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menetapkan antara lain berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 adalah diucapkan/diumumkan ketika masih berlaku UUDS 1950. Sesuai dengan ketentuan UUDS 1950 tugas menetapkan U.U.D untuk menggantikan UUDS 1950 berada di tangan dua lembaga, yaitu Konstituante dan Pemerintah yang bersama-sama menetapkannya.7 Pada saat pihak Konstituante, karena perbedaan pendapat yang sangat tajam dikalangan dirinya sendiri dapat dipastikan tidak akan

5 Lihat Pasal 186, Konstitusi Republik Indonesia Serikat.

6 Supomo, Prof. Dr. R. S. H., Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, Pradnyaparamita, Jakarta,

1965, hlm 117.

(7)

dapat menyelesaikan tugasnya, maka pihak Pemerintah mengajak pihak Konstituante secara cekak aos dengan anjuran8 “Marilah kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945”.

Pendirian Pemerintah dalam menjawab Pemandangan Umum di Konstituante “Undang-Undang Dasar 1945 akan menjadi “Undang-Undang-“Undang-Undang Dasar Tetap, maka “Undang-Undang-“Undang-Undang Dasar 1945 yang sama juga akan didekritkan berlaku kembali pada tanggal 5 Juli 1959 adalah juga menjadi UUD yang tetap yang akan menggantikan UUDS 1950 yang dengan Dekrit yang sama dinyatakann pula tidak berlaku lagi. Anggapan ini diperkuat oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959 mengambil keputusan “Menyetujui dengan aklamasi untuk bekerja terus dalam rangka Undang-Undang Dasar 1945”.

Dengan berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, maka berlaku pula pasal 3 UUD tersebut yang berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara.” Pasal 3 ini dipergunakan untuk membuktikan bahwa UUD 1945 sesudah Dekrit Presiden hingga saat ini belum “Tetap” dan masih bersifat “Sementara” sama seperti dalam masa kurun waktu pertama berlakunya UUD 1945 itu pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Alasannya ialah, bahwa sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 hingga saat ini MPR belum pernah bersidang untuk menetapkan UUD, sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 3 UUD 1945 yang berlaku kembali dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 itu. jadi pasal 3 tersebut belum pernah dilaksanakan : belum pernah ada suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bersidang menetapkan Undang-Undang Dasar; belum ada Undang-Undang Dasar yang tetap; Undang-Undang Dasar sekarang ini adalah masih bersifat sementara.

Dengan uraian diatas dan dengan pendirian sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka dilihat dari sudut pandang Hukum Tata Negara Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, adalah TETAP dan TIDAK bersifat SEMENTARA lagi. Dalam arti kata dalam kehidupan kita tidak perlu lagi membuang-buang waktu untuk memikirkan soal-soal penetapan dan atau perubahan Undang-Undang Dasar. Jadi jikalau ada persoalan, maka persoalannya hanyalah, bagaimana MELESTARIKAN UUD 1945 yang sudah TETAP itu...?

Sumber :

 Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Pasal 134.  Konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 186.

 Konstituante Republik Indonesia, Risalah Perundingan Tahun 1959, Jilid 1.

 Dr. J.C.T. Simorangkir, S.H., Hukum dan Konstitusi Indonesia, Jakarta: Gunung Agung/CV Haji Masagung, 1987.

 Prof. Mr. Haji Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid 1, 1959.

(8)

 Joeniarto, S.H., Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Yayasan Badan Penerbit Gaja Mada, 1966.

 Drs. H.A.K. Pringgodigdo, S.H., Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta:PT Pembangunan, 1974.

Referensi

Dokumen terkait

usaha dialokasikan dandicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa

Dilihat dari orang yang membuat keputusan,euthanasia dibagi menjadi: 1 Voluntary euthanasia, jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit dan Involuntary

bahwa dengan adanya perkembangan teknologi dalam Sistem Informasi Manajemen Perpajakan Daerah dalam kegiatan pemungutan pajak dapat dilakukan secara elektronik dan

Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah subjek masih belum memadai untuk dilakukan generalisasi pada kasus yang lebih luas, perlu menentukan kriteria inklusi subjek

Namun pada kenyataannya disiplin kerja yang dimiliki pegawai PDAM Tirta Moedal masih dikatakan kurang atau belum cukup baik, seperti hasil wawancara dengan

Kesadaran untuk mensistematisasi berbagai model layanan konseling sangat penting untuk mengingkatkan keberhasilan bimbingan, untuk memajukan layanan, dan memberikan

“Warga disini sudah terbiasa dengan pernikahan siri, mereka tidak akan asing jika melihat orang yang melakukan pernikahan siri, karena ini sudah terjadi sejak lama sekali dan

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah