• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Pidana di Pengadilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Pidana di Pengadilan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan

berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa Negara

termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga Negara yang lain dalam

setiap melaksanakan tindakan apa pun, harus dilandasi oleh hukum.1

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dimana kekuasaan tunduk pada

hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi

dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia. Hukum

mengatur segala hubungan individu atau perorangan dan individu dengan kelompok

atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.2

Berdasarkan dengan ketentuan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

Hukum, maka orang yang merasa haknya terlanggar dalam suatu hubungan hukum

pada umumnya tidak boleh bertindak sendiri dalam membela haknya itu, akan tetapi

pembelaan tersebut harus dilakukan dengan perantara badan pemerintah yakni

pengadilan.3

1Marsono, Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dengan Perubahan-perubahannya, (Jakarta: Ekojaya, 2003), hal. 91

2Agustining,Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Autentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, diakses dari http:/www.google.com/10E00165-1.pdf pada tanggal 14 Februari 2015.

(2)

Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas dalam kehidupan

masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan

kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.4

Dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum

tersebut, perlu adanya profesional hukum yang memiliki keahlian yang berkaitan

dengan bidangnya sehingga mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan masyarakat

yang memerlukan pelayanan dibidang hukum.

Pada kehidupan bermasyarakat yang sederhana tentunya hubungan di antara

warganya lebih banyak didasarkan pada kebiasaan dan norma berasaskan nilai dan

moral yang ada dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan yang lebih

kompleks kepastian hukum sering kali menjadi tumpuan dari mekanisme roda

kehidupan masyarakat.5

Kehidupan bermasyarakat sering kali mengandung banyak ketidakpastian.

Oleh karena itu, naluri seseorang cenderung untuk mendapatkan jaminan yang

mendekati kepastian terjadi. Jaminan, baik berupa benda maupun orang diminta

untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan manakala debitor tidak dapat

memenuhi kewajibannya.

4Ibid.

5 Herlien budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:

(3)

Perlu diketahui bahwa profesi hukum bukan saja menyangkut amanat

kepercayaan yang menyangkut kepentingan individu (private trust), akan tetapi juga

menyangkut kepentingan umum (public trust).6Salah satu contoh dari profesi hukum

itu adalah Notaris.

Pada umumnya para pencari jasa Notaris kurang memahami hukum dan para

klien menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris untuk merumuskan perjanjian antara

mereka yang tentunya diharapkan dibuat sesuai dengan hukum dan kebenaran.

Menurut Purwoto Gandasubrata7, dalam melakukan tugasnya diharapkan Notaris selalu berpegang teguh serta menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai

jabatan kepercayaan dan terhormat sebagai pejabat umum yang terpercaya maka

diharapkan akta-aktanya menjadi alat bukti yang kuat apabila menjadi sengketa

hukum di pengadilan.

Bagi masyarakat, Notaris muncul sebagai sosok yang mempunyai

kewenangan publik, penyuluh, dan pemberi nasihat. Kewenangan publik diperoleh

Notaris berdasarkan undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), untuk

memberikan bantuannya kepada masyarakat dalam bentuk pembuatan akta autentik.

Kewenangan publik yang diberikan Notaris, memberikan suatu kesan bahwa Notaris

adalah “penguasa”.

6

Suhrawadi K. Lubis,Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2014), hal. 9-10.

7

(4)

Kesan ini ternyata tidaklah demikian halnya, karena sebenarnya Jabatan

Notaris itu sendiri mempunyai dua ciri dan sifat yang essentiil, yaitu tidak memihak

dan kemandiriannya dalam memberikan bantuan kepada para kliennya. Jadi dalam

hal ini, Notaris bukanlah seorang penguasa melainkan suatu jabatan yang memiliki

wewenang untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan

yang berkaitan dengan akta secara adil dan jujur.

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh Peraturan

Perundang-undangan dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat

yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik, mengenai keadaan

peristiwa atau perbuatan hukum atas keterlibatan langsung oleh para pihak yang

menghadap.

Notaris sendiri harus bekerja kapanpun dibutuhkan untuk melayani

masyarakat untuk kepentingan perdagangan dan kekeluargaan. Oleh sebab itu,

Notaris dilarang meninggalkan tempat tanpa cuti lebih dari 7 (tujuh) hari, dan harus

selalu siap sedia melayani. Notaris harus mampu melayani kapan saja, bahkan Notaris

boleh membuat akta tengah malam jika diperlukan.

Notaris memiliki kewenangan yang timbul dari kebutuhan masyarakat, yaitu

membuat akta tentang semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan

oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki yang bersangkutan.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menentukan

(5)

membuat akta autentik8 dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lain. Notaris sebagai

salah satu professional hukum di Indonesia memiliki fungsi dan peran dalam gerak

pembangunan nasional yang semakin kompleks terutama di bidang hukum.

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang diberikan kewenangan atribut

berdasarkan Undang-Undang dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan

Negara.9 Dalam rangka menjalankan profesinya, seorang Notaris wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan karena dalam menjalankan

profesinya tidak jarang seorang Notaris dijadikan sebagai tersangka bahkan terpidana

sehubungan dengan akta autentik yang dibuat oleh Notaris. Baik karena pemalsuan

akta maupun tentang pernyataan para pihak ataupun saksi yang hadir.

Akta Notaris sendiri lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak

yang menghadap Notaris, para pihak yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan

sebuah akta sehingga tercipta seluruh akta yang autentik. Akta yang dibuat Notaris

menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan

yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi.10

8Tesis Hanna Mandela,Pertanggung Jawaban Notaris/PPAT Terhadap Akta Jual Beli Tanah Yang Mengandung Cacat Hukum Materil Ditinjau Dari Hukum Pidana (Studi Putusan MA NO. 126/PID/B/2009/PN. DUM), Magister Kenotariatan USU, hal. 10.

9

Tesis Hanna Nathasya Rumia Hutapea, Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris,Magister Kenotariatan USU, hal. 2.

10 Wawan Tunggal Alam, Hukum Bicara Kasus-Kasus dalam Kehidupan Sehari-hari,

(6)

Akta Notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai

sifat autentik dari akta itu. Misalnya dalam pembacaan akta menerangkan bahwa

harus mencantumkan identitas para pihak, isi perjanjian yang dikehendaki para pihak,

dan sebagainya.

Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena Notaris membuat alat bukti

tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa

akta Notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai

isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti

sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan

oleh Notaris dalam aktanya adalah benar.11

Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat

bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat

bukti tersebut berada dalam tataran Hukum Perdata, dan bahwa Notaris membuat akta

karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap. Tanpa ada permintaan dari

para pihak, Notaris tidak akan membuat akta apa pun, dan Notaris membuatkan akta

yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyatan para pihak yang

dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan di hadapan Notaris, dan selanjutnya

Notaris membingkainya secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta

Notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau tata cara atau prosedur

11 Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, (Semarang: CV. Agung,

(7)

pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang

bersangkutan yang dituangkan dalam akta.12

Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa,

maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris

dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan

para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang

dibuat/diterbitkan Notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik

karena kelalaian maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris harus

memberikan pertanggung jawaban secara moral dan secara hukum. Dan tentunya hal

ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan.

Oleh karena itu jika Notaris terbukti melakukan kesalahan-kesalahan baik

yang bersifat pribadi maupun yang menyangkut profesionalitas dalam suatu

pembuatan akta yang mengandung unsur melawan hukum, maka beberapa tahap

prosedur yang dapat dikemukakan dilapangan adalah antara lain, Pemanggilan

Notaris sebagai saksi, kemudian ditingkatkan sebagai tergugat di pengadilan perdata

menyangkut pertanggung jawaban akta yang dibuat untuk dijadikan alat bukti yang

sebelumnya adanya toleransi dari Majelis Pengawas Notaris, selanjutnya

ditindaklanjuti dengan pemidanaan yakni Notaris dapat dijadikan saksi atau tersangka

dalam kasus pidana serta penyitaan bundel minuta yang disimpan oleh Notaris.

Selain bukti tertulis, kesaksian dari para saksi juga dapat membenarkan atau

menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka persidangan. Saksi-saksi itu ada yang

(8)

secara kebetulan melihat dan mengalami sendiri peristiwa itu, ada pula yang dengan

sengaja diminta menyaksikan suatu perbuatan hukum yang sedang dilakukan.13 Dalam melakukan perbuatan hukum, Notaris berkewajiban menghadirkan 2

(dua) orang saksi, yang pengenalan tentang identitas dan kewenangan dari saksi

disebutkan secara tegas dalam akta. Disamping itu dalam pasal 40 UUJN juga

menentukan mengenai syarat-syarat untuk dapat menjadi saksi dan seorang saksi

harus dikenal oleh Notaris. Dalam ruang lingkup kenotariatan dikenal dua macam

saksi, yaitu saksi pengenal dan saksi instrumenter.

Saksi instrumenter diwajibkan oleh hukum untuk hadir pada pembuatan akta

Notaris. Tugas saksi instrumenter ini adalah membubuhkan tanda tangan,

memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang

diharuskan oleh undang-undang. Biasanya, yang menjadi saksi instrumenter ini

adalah karyawan Notaris itu sendiri.

Saksi pengenal adalah saksi yang memperkenalkan penghadap kepada

Notaris. Saksi pengenal terdiri dari dua orang yang berumur paling sedikit 18 tahun

atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.

Saksi yang tertera di dalam akta Notaris hanya sebatas saksi instrumenter

(instrumentaire getuigen), artinya saksi yang dikehendaki oleh peraturan

perundang-undangan. Kehadiran 2 (dua) orang saksi instrumenter adalah mutlak, tetapi bukan

berarti harus 2 (dua) orang, boleh lebih jika keadaan memerlukan.14

(9)

Saksi instrumenter sendiri harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti

bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis ke atas dan ke

bawah tanpa batas dan garis ke samping sampai derajat ketiga, baik dengan Notaris

ataupun dengan para penghadap.15

Secara umum saksi merupakan salah satu alat bukti yang diakui dalam

perundang-undangan. Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah seseorang yang

memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis atau tanda tangan,

yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri, baik itu berupa perbuatan atau

tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.16

Keterangan saksi yang tidak sesuai atau tidak disertai dengan sebab dan alasan

yang memadai bagaimana dia dapat mengetahui suatu peristiwa tertentu, tidak dapat

digunakan sebagai bukti yang sempurna. Keterangan saksi yang bukan merupakan

pengetahuan dan pengalaman sendiri tidak dapat membuktikan kebenaran

kesaksiannya.17

Notaris harus bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya jika akta

tersebut dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lain. Dalam hal ini, Notaris

dapat dijadikan saksi atau bahkan tersangka oleh pihak lain yang merasa bahwa

tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap merugikan. Sebagai contoh,

misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008.

15Ibid.

(10)

Bahwa di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008,

Terdakwa Ny. Idahjaty Kusni menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam

akta authentik yang menimbulkan kerugian bagi para saksi yang tidak lain adalah

mantan suaminya sendiri Tuan Kosin Kunardi serta pembeli Villa yang menjadi

objek akta yaitu Ny. Lina.

Bermula ketika Ny. Idahjaty hadir di hadapan Notaris Ny. Sri Madiathie, SH

Binti Achmad Idris untuk membuat akta jual beli Villa Komplek Villa Indo Alam

Desa Sindanglaya Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur kepada Ny. Lina dengan

harga Rp.375.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

Ny. Idahjaty yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu dalam

pembuatan akta di depan Notaris dengan menyembunyikan perihal hak dari Tuan

Kosin Kunardi selaku mantan suaminya atas Villa tersebut kepada Notaris. Terdakwa

yang dalam hal ini adalah Ny. Idahjaty juga memberikan keterangan palsu mengenai

persetujuan dari Tuan Kosin atas penjualan Villa tersebut yang sebenarnya tidak

demikian. Tuan Kosin sama sekali tidak mengetahui mengenai perbuatan Ny.

Idahjaty yang menjual Villa tersebut kepada Ny. Lina. Sehingga hal ini menimbulkan

kerugian bagi Tuan Kosin maupun Ny. Lina.

Merujuk ke contoh kasus di atas, terlihat jelas bahwa Notaris dalam

menjalankan profesinya, tidak jarang terjerat kasus hukum yang dapat diakibatkan

oleh para pihak serta saksi di dalam akta. Dalam kasus di atas, Notaris dituduh ikut

serta memalsukan identitas dari para pihak yang hampir saja menjeratnya dalam

(11)

selaku pemberi keterangan palsu yang disaksikan juga anaknya yang bernama

Minardi Aminudin Kurnadi ketika pembuatan akta di hadapan Notaris.

Kejahatan mengenai pemalsuan adalah berupa kejahatan yang di dalamnya

mengandung unsur-unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek),

yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal

sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.18

Berdasarkan dari uraian penjelasan di atas, maka penulis akan membahas dan

lebih memfokuskan penelitian ini dalam bentuk penulisan tesis yang berjudul :

“Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter dalam Akta Notaris Yang

Aktanya Menjadi Objek Perkara Pidana Di Pengadilan”. Dan diharapkan

penelitian ini dapat memberikan saran mengenai perlindungan seorang saksi maupun

Notaris dalam akta di setiap perkara yang timbul di lingkungan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

dirumuskan yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Saksi Instrumenter Dalam

Memberikan Keterangan Dalam Akta Notaris?

3. Apakah Akibat Hukum Terhadap Saksi Dalam memberikan Keterangan Palsu

Perihal Akta Notaris?

18 Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Selanjutnya disebut buku I, (Jakarta:

(12)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan Saksi Instrumenter

dalam Akta Notaris

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai ruang lingkup perlindungan

hukum bagi saksi instrumenter dalam memberikan keterangan dalam akta

Notaris

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap saksi dalam

memberikan keterangan dalam akta Notaris

D. Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari tujuan penelitian yang hendak dicapai bersama, dengan

demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka/literature

mengenai jabatan atau profesi Notaris khususnya tentang perlindungan hukum

saksi dalam akta Notaris yang aktanya menjadi objek perkara di dalam

pengadilan.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pihak-pihak yang terkait kedudukan Notaris/PPAT khususnya mengenai

(13)

pengadilan, sehingga keadilan, kepastian serta perlindungan hukum dapat

dilaksanakan dengan baik bagi pihak-pihak di dalam akta, khususnya saksi akta.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada

di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya

yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta

Notaris Yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Di Pengadilan”. Akan tetapi ada

beberapa penelitian yang menyangkut Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dalam

Akta Notaris, antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

a. Hanna Nathasya Rumia Hutapea, NIM: 137011024, Mahasiswa Magister

Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan

judul: “Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris”.

Dengan permasalahan yang diteliti, yaitu:

1. Bagaimanakah ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam

pembuatan akta yang dibuat oleh notaris?

2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam

pembuatan akta yang dibuat oleh notaris?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ilmiah, kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting

serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta

memahami masalah yang kita bicarakan menjadi lebih baik.19

(14)

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk

mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori

merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori

merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari

seperangkat konsep atau variable, definisi dan proposisi yang disusun secara

sistematis.20

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba

secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya

memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.21

Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang

saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai

fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan

fenomena alamiah. Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.22

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pandangan dan

menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan

penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

Artinya, bahwa penelitian ini nantinya akan mampu memahami kedudukan saksi

ataupun Notaris yang dinyatakan sebagai saksi dalam akta yang objeknya terdapat

dalam perkara di pengadilan dan menjelaskan pandangan tentang perlindungan

20J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), hal. 194. 21

H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21.

(15)

hukum yang nantinya akan diberikan kepada Notaris yang dinyatakan sebagai saksi

ataupun saksi akta itu sendiri.

Adapun asas, konsep dan teori-teori yang digunakan sebagai pisau analisis

dalam penelitian ini adalah asas kepastian hukum dan teori perlindungan hukum,

sebagai berikut :

1. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum, yaitu teori yang menjelaskan mengenai kedudukan

saksi akta dalam akta Notaris, serta mengenai kepastian akan perlindungan hukum

yang didapatkan oleh saksi akta maupun Notaris yang menjadi terdakwa maupun

saksi di dalam akta yang menjadi objek perkara di pengadilan.

Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum.23 Tugas kaedah-kaedah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman

kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh akan menyadari bahwa

kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan sesama

manusia, dalam pengertian teori kepastian hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan

bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya‘Predictability’.24

Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang

pertama adanya aturan yang besifat umum membuat individu mengetahui apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan, dan yang kedua berupa keamanan bagi individu dari

23

J.B.Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT. Prennahlindo, 2001), hal. 120.

24Pieter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

(16)

kewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu,

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

Negara terhadap individu.

Kepastian hukum diperlukan untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban

dalam masyarakat karena kepastian hukum terkait peraturan/ketentuan mempunyai

sifat yakni:25

a. adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya. Salah satu kewajiban Notaris adalah merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta autentik. Apabila Notaris melanggar kewajiban tersebut, maka Notaris dapat dikenai sanksi yang telah diatur dalam pasal 85 UUJN. Selain itu, dikarenakan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia, Notaris juga dapat dikenai sanksi pidana yang diatur dalam pasal 322 KUHP. Sanksi-sanksi tersebut diberikan guna tercapainya tujuan dari pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, yakni untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat, khususnya para pihak yang terakit dengan akta Notaris.

b. sifat undang-undang yang berlaku bagi siapa saja. Apabila dikaitkan dengan pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, maka kewajiban untuk menyimpan rahasia terkait dengan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris ini tidak hanya dimiliki oleh Notaris, melainkan juga harus dilaksanakan oleh semua orang yang berada di dalam ruangan pada saat

verlidjen akta. Hal ini dapat diartikan bahwa para pihak yang terkait dan para saksi akta pun mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta.

Teori kepastian hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan mengenai

kedudukan serta perlindungan hukum yang berkaitan dengan kewenangan Notaris

berdasarkan UUJN. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti

yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu

25 Yahya Zein, Keadilan Dan Kepastian Hukum, diakses dari http://www.google.co.id/

(17)

perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana jika terjadi

permasalahan.

2. Teori Perlindungan Hukum.

Perlindungan Hukum merupakan unsur yang harus ada dalam suatu negara.

Setiap pembentukan negara pasti di dalamnya ada hukum untuk mengatur warga

negaranya. Dalam suatu negara, terdapat hubungan antara negara dengan warga

negaranya. Hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban.

Perlindungan Hukum akan menjadi hak bagi warga negara, namun di sisi lain

perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan

perlindungan hukum bagi warga negaranya, sebagaimana di Indonesia yang

mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang tercantum di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD

1945) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi : “Indonesia adalah negara hukum”.

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap

subyek hukum (dari tindakan sewenang-wenang seseorang) dalam bentuk perangkat

hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis

maupun tidak tertulis.26

Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu

bahwa hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan

dan kedamaian.

26 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina

(18)

Konsep perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon mengemukakan

perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan

sebutan “rechtbescherming van de burgers”27. Pendapat ini menunjukkan kata

perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni

“rechsbescherming”.

Pengertian kata perlindungan tersebut, terdapat suatu usaha untuk

memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah

dilakukan.

Hans Kelsen mengemukakan dalam teorinya mengenai pertanggungjawaban

bahwa : “Seseorang bertanggungjawab secara hukum terhadap suatu perbuatan

tertentu atau karena ia memikul tanggung jawab hukum tersebut yang berarti ia

bertanggung jawab apabila ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan

hukum”.28

Hans Kelsen juga mengemukakan bahwa pertanggungjawaban sangat erat

kaitannya dengan sanksi, selain itu Hans Kelsen juga menyatakan bahwa

pertanggungjawaban dibagi menjadi:29

1. Pertanggungjawaban individu

2. Pertanggungjawaban Kolektif

3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault)

27Philipus M. Hadjon,Ibid., hal. 1.

28Hans Kelsen,General Theory Of Law And State, Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, terjemahan Somardi, (selanjutnya disingkat Hans Kelsen I), (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013), hal. 95.

(19)

4. Pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility)

Dalam pertanggungjawaban individu, seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri, sedangkan pada

pertanggungjawaban kolektif yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap

suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. Pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan yaitu seorang individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran yang

dilakukannya dengan sengaja dan diperkirakan memiliki tujuan untuk menimbulkan

kerugian. Pertanggungjawaban mutlak artinya seorang individu bertanggung jawab

atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.30

Suatu sanksi dapat dikenakan kepada seorang individu yang melakukan suatu

perbuatan hukum bersama-sama dengan individu lainnya tetapi ia berposisi dalam

suatu hubungan hukum dengan pelaku delik.

Satijipto Raharjo menyatakan bahwa perlindungan hukum itu adalah

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum.31Sedangkan Philipus M. Hadjon menyebutkan

bahwa pada dasarnya perlindungan hukum meliputi dua hal yakni perlindungan

hukumpreventif dan perlindungan hukumrepresif. Perlindungan hukum preventif32

meliputi tindakan yang menuju kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa

30

Hans Kelsen II,Ibid.

31Satjipto Raharjo Dalam Buku Philipus M. Hadjon,Op.Cit,hal. 54.

(20)

sedangkan perlindunganrepresif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih

kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian

sengketa di pengadilan.

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di

lembaga peradilan.33

Jabatan Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dalam bidang hukum perdata. Dalam UUJN diatur bahwa ketika

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran,

Notaris tersebut dapat dikenai atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata dan

administrasi, akan tetapi dalam Peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, UUJN,

dan UUJN-P, tidak diatur mengenai ketentuan sanksi pidana terhadap Notaris.

Apabila terjadi pelanggaran pidana terhadap Notaris, maka dapat dikenakan sanksi

pidana yang terdapat dalam KUHP, dengan catatan bahwa pemidanaan terhadap

Notaris tersebut dapat dilakukan dengan batasan-batasan.

(21)

Menurut Habib Adjie, adapun pemidanaan terhadap Notaris dapat saja

dilakukan dengan batasan sebagai berikut:34

a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana.

b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN. c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

untuk menilai tindakan suatu Notaris sebagai berikut:

Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum

serta perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif yaitu bersifat

pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara menerbitkan akta autentik yang

dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak, dan kewajiban seseorang

dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan

apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait.35

Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti autentik

dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang

berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau kepastian

perbuatan hukum itu dilakukan.

Berbicara masalah alat bukti ini juga diatur dalam Pasal 164 Herzein

Indonesisch Reglement (HIR) juncto Pasal 1866 KUH Perdata. Alat-alat bukti

tersebut dalam proses perkara di Pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam

34

Sjaifurrachman, dan Habib Adjie,Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju, 2011), hal. 208-209

(22)

HIR yang menganut asas pembuktian formal. Dimana dalam suatu perkara perdata

alat bukti (alat pembuktian) yang utama adalah tulisan, sedangkan dalam suatu

perkara pidana adalah kesaksian.36 Kekuatan pembuktian mengenai alat bukti tulisan

ini diserahkan pada kebijaksanaan hakim. Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan:

“pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun

dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.”

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep-konsep bukan merupakan gejala

yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut.37 Konsep diartikan sebagai penggambaran antara konsep-konsep khusus yang

merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti

dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.38

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

a. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya

hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan

36 R. Subekti, 2010, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta (untuk selanjutnya

disebut Subekti I), hal. 1.

37

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 132.

38H. Zainuddin Ali, M.A.,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2010),

(23)

rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai

ancaman dari pihak manapun.39

b. Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan

memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia

lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau

keadaan tersebut.40

c. Saksi Instrumenter adalah saksi yang menyaksikan formalistas peresmian akta

apakah peresmian itu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang, serta

ikut menandatangani akta, yang identitasnya disebutkan pada bagian akhir

akta.41

d. Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris

menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang, akta

yang dibuat Notaris menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan

saksi-saksi.42

e. Akta autentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut

hukum, oleh atau dihadapan penjabat-penjabat umum, yang berwenang untuk

berbuat demikian itu, di tempat dimana akta itu dibuat.43

39Sujipto Rahardjo,Op.Cit., hal. 74.

40H.A Mukti Arto,Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), hal. 165.

41

Lumban Tobing, Op.Cit.,hal. 16

42Wawan Tunggal Alam,Op.Cit., hal. 85.

43 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notaris Di Indonsia Suatu Penjelasan, (Jakarta: PT.

(24)

Akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembutian, yaitu :44

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta autentik. Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta autentik.

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris berdasarkan keterangan dari para pihak yang menghadap sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Jika aspek formal dipermasalahan oleh para pihak, makan harus dibuktikan dengan melihat ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul berapa para pihak menghadap, membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris. Selanjutnya melihat ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan termasuk Notaris itu sendiri. Serta melihat apakah terdapat kelalaian dalam menjalankan prosedur pembuatan akta Notaris. Jika tidak dapat ditemukan ketidakbenaran di dalam akta tersebut, maka akta itu harus diterima oleh seluruh pihak.

3. Kekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut di dalam akta, merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum.

Dalam masalah Hukum Pembuktian, hal yang paling penting adalah

pembagian beban pembuktian. Masalah ini sangat penting, karena apabila dilakukan

kurang adil atau berat sebelah, akan berarti dapat menjerumuskan salah satu pihak.45

Di dalam perkara perdata, alat bukti yang utama adalah surat-surat (bukti tertulis)

yang dapat disebut dengan akta.46 Namun jika bukti tertulis belum cukup, Hakim

44Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hal. 26-27.

45

M. Abdurrachman, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2008), hal. 72.

(25)

dapat memanggil saksi yang turut serta dalam perbuatan hukum atau hanya sekedar

menyaksikan dan menandatangani akta yang bersangkutan ke dalam persidangan.

Pembuktian dengan saksi merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam suatu

perkara yang sedang diperiksa di depan hakim.47

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah cara atau jalan proses pemeriksaan atau penyelidikan

yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika),

berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa

cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) atau

suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial

atau peristiwa hukum tertentu.48

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, maksudnya dari

penelitian ini diharapkan diperolehnya gambaran secara rinci dan sistematis tentang

permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta

yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.

Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian yang

menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang

bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai permasalahan terhadap

saksi dalam pembuatan akta Notaris sehingga dapat diperoleh penjelasan mengenai

47R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 180

48 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:

(26)

hak-hak dan kewajiban saksi dalam pembuatan akta di Notaris, bagaimana

perlindungan hukum yang diterima saksi akta Notaris ketika akta tersebut menjadi

objek perkara dalam pengadilan dan bagaimana kedudukan saksi dalam akta Notaris.

Dan hasilnya diharapkan dapat menjelaskan tentang ruang lingkup mengenai saksi

akta serta perlindungannya yang saksi akta dapatkan ketika akta Notaris tersebut

menjadi objek perkara di pengadilan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data

sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik

berasal dari literature maupun peraturan perundang-undangan.49

Pada penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan, yaitu pendekatan

perundang-undangan, artinya pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani. Oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan

sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum,

disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga

ditemukan asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat

teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,

serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis

ini.

49Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

(27)

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari

bahan kepustakaan, diantaranya adalah :

a. Bahan Hukum Primer,50 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini

diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan

peraturan-peraturan lain yang berkaitan terhadap saksi dalam pembuatan akta

Notaris.

b. Bahan Hukum Sekunder,51yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari

kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

50 Ronny Hanitijo Seomitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1990), Hal. 53.

(28)

yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia dan

sebagainya.52

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan

melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk

mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil

pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :

1. Studi Dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi

literatur yang berkaitan dengan permasalahan kedudukan saksi dalam

pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan Nasional.

2. Wawancara dipandu pedoman wawancara, hasil wawancara yang diperoleh

akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut

diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau

narasumber dari pihak yang terkait terhadap pembahasan kedudukan saksi

dalam pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan nasional

yaitu Notaris, Karyawan Notaris, wawancara dilakukan dengan berpedoman

52Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(29)

pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data

yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan

data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang ekstrak dan tepat seperti yang disarankan

oleh data.53 Di dalam penelitian hukum normative, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan tertulis,

sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut

untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.54Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang

dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan

dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan

kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan

klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini,

dengan tujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang tepat.

53Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2002), hal. 106

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua aspek yang ditinjau yaitu pembelajaran dengan metode Eksperimen, metode Demonstrasi, sikap ilmiah tinggi dan rendah yang berpengaruh terhadap prestasi

Meskipun beberapa kajian memberikan bukti bahwasanya variabel kerja seperti kepuasan kerja, komitmen, stres kerja dan persepsi politik

Dengan adanya sistem berupa papan informasi digital yang dirancang saat ini, staff bagian pengajaran diharapkan dapat memberikan pelayanan berupa penyampaian

Curahan waktu dari perempuan penjual ikan keliling dalam satu hari 2 jam – 3 jam yaitu para istri nelayan yang hanya menggunakan waktu senggang untuk berjualan karena suami

(1) Bahasa rupa wimba pada komik anak-anak “Anak Hewan” baik objek yang digambar maupun cara menggambar objek, telah disesuaikan dengan pengetahuan anak-anak tentang anak

Analisis Kromatografi Lapis Tipis di Laboratorium Fitokimia USU.

Hasil analisa menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan telah mampu menyampaikan pesan dan tujuan dari program CSR Global Change Award, namun tetap memilki

Subjek C , pada pelaksanaan latihan mengenakan baju Anak menunjukkan respon cukup baik dalam menyimak penjelasan guru,anak cukup aktif dalam mengikuti