• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI OBJEK PERKARA PIDANA DI PENGADILAN TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI OBJEK PERKARA PIDANA DI PENGADILAN TESIS."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

LIZA DWINANDA 147011026/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIZA DWINANDA 147011026/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Nomor Pokok : 147011026

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Muhammad Hamdan, SH, MH) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 26 Oktober 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. Muhammad Hamdan, SH, MH

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum 3. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

(5)

Nim : 147011026

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI

INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI OBJEK PERKARA PIDANA DI PENGADILAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : LIZA DWINANDA Nim : 147011026

(6)

i

bawah tangan. Selain mempunyai tugas untuk membubuhkan tanda tangan di dalam akta, seorang saksi juga bertugas untuk menyaksikan pembuatan dan pembacaan akta.

Hal ini dilakukan agar seorang saksi dapat menjadi pelindung bagi seorang Notaris jika suatu hari terjadi sengketa dalam akta yang dibuatnya itu.

Penelitian ini menggunakan penelitian penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literature maupun peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian diketahui bahwa kehadiran seorang saksi di dalam suatu akta Notaris adalah syarat utama agar akta tersebut memiliki kekuatan akta yang otentik.

Di dalam Pasal Pasal 41 UUJN, ketidakhadiran seorang saksi akan membuat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Namun, selain saksi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam suatu akta, seorang saksi dalam lalu lintas hukum kenotariatan, juga mendapatkan perlindungan ketika harus memberikan keterangan di depan persidangan perihal akta yang terjerat kasus hukum tersebut. Undang-undang Perlindungan Saksi dan korban Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah menjamin perlindungan bagi seorang saksi ketika memberikan keterangan di muka persidangan. Dalam Pasal 5 telah dijelaskan perihal perlindungan bagi seorang saksi yang salah satunya adalah mendapatkan perlindungan baik diri pribadi sampai kepada tempat tinggal. Dan hal ini berlangsung sejak proses penyelidikan hingga berakhirnya perkara tersebut.

Seorang saksi instrumenter dalam memberikan keterangan di depan persidangan perihal akta yang disengketakan, haruslah memberikan keterangan yang sebenar- benarnya sesuai apa yang ia saksikan saat pembacaan akta berlangsung. Bahwa benar terjadi suatu perbuatan hukum di dalam akta serta kehadiran para pihak serta identitasnya. Hal ini dilakukan agar posisi seorang Notaris dalam suatu akta yang disengketakan tetap aman dan tidak terjerat dalam hukuman pidana.

Kata kunci : Saksi Instrumenter, Notaris, Keterangan Palsu

(7)

ii

also witnesses the drawing up and the reading of the deed in order to protect the Notary from any dispute caused by the deed itself.

The research used judicial normative method by using secondary data, starting from analyzing legal problems which come from literature or from legal provisions.

The result of the research showed that the presence of a witness in making a notarial deed is the principal prerequisite to make it authentic. Article 41 of UUJN, the absence of a witness will make a notarial deed an underhanded one. Besides playing an important role, in a notarial affair, a witness also gets protection in giving his testimony before the court about the deed which has legal problem. Law No.

31/2014 on Protection against Witness and Victim on the amendment of Law No.

13/2006 on Protection against Witness and Victim gives legal protection for a witness in giving his testimony in the proceedings. Article 5 states a witness gets protection for his personal matters and his address, starting from the investigation until the court’s verdict is handed down. An instrument witness, in the case of a deed with legal problem, has to give the testimony correctly according to what he has witnessed during the proceedings that legal act, the presence of the litigants, and their identity so that a Notary’s position in a disputed deed is safe and does not involved in a criminal case.

Keywords: Instrument Witness, Notary, False Testimony

(8)

iii

Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran ALLAH SWT, karena atas berkah dan ridho-NYA, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang diberi judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI OBJEK PERKARA PIDANA DI PENGADILAN”.

Penulisan Tesis ini adalah merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum USU, dan semoga karya ilmiah ini memberi manfaat tidak saja bagi penulis sendiri tetapi juga bagi rekan-rekan mahasiswa pada Program Magister Kenotariatan dan masyarakat pada umumnya yang tidak terlepas dari perbuatan-perbuatan hukum dalam membuat akta.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada segenap pihak yang telah memberi dukungan bagi penulis sehingga penulisan tesis ini dapat terlaksana dengan baik dan penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan untuk itu penulis secara terbuka menerima masukan-masukan dan kritikan yang bersifat menyempurnakan pengetahuan penulis akan materi yang dibahas. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan segenap Staf dan jajarannya;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan segenap Staf dan jajarannya;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU dan sekaligus selaku Ketua

(9)

iv masukan dan saran dalam penulisan tesis ini;

5. Bapak Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah banyak memberi arahan, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini;

6. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Dosen Penguji;

7. Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum, selaku dosen Penguji;

Ucapan terima kasih setulus-tulusnya juga penulis sampaikan kepada Papa dan Mama (H. Mahruzar dan Hj. Elfriani), yang telah mendoakan serta mendukung dengan curahan kasih sayang, juga kepada Kakak dan Kedua Adik (Novi Elma Yunita, SE, Rizky Amanda Putri S.I.Kom dan Muhammad Dava Farhan), serta Abang Ipar (Andhika Al Arief ST). Terima kasih atas doa dan semua bantuannya. Semoga kita semua selalu dalam lindungan ALLAH SWT. Kalian yang terbaik.

Dalam kesempatan ini penulis ucapkan juga terimakasih kepada sahabat- sahabat yang selalu memberikan dukungan khususnya, Hanna Stephanie Tarigan, Yesicha C. Ginting, SH., M.Kn, Rosemery, Lastria Ambarita, New Yearlina S, Anna Fahreni, SH., M.Kn, Juliagustina Inggriany H, Debora Claudia, SH., M.Kn, Boy Sihombing, SH., M.Kn, dan semua sahabat-sahabat di Grup B Reguler Tahun 2014 Magister Kenotariatan USU yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua kebaikannya, semoga ALLAH SWT membalas kebaikan kalian semua. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, tiada maksud mengecilkan arti pentingnya bantuan dan peran yang diberikan, dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

(10)

v

dalam mengurus surat-surat dan memperlancar segala urusan. Dan yang terakhir terima kasih untuk semua orang (tidak dapat penulis sebutkan satu persatu) yang telah membantu menyelesaikan Tesis ini dan telah banyak memberikan informasi kepada penulis dan segala hal.

Medan, Oktober 2016 Penulis,

LIZA DWI NANDA NIM : 147011026

(11)

vi

NIM : 147011026

Tempat dan tanggal lahir : Binjai, 16 September 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Pulau Irian Nomor 14, Kelurahan :

Persiakan, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi

Anak ke : ke 2 dari 4 bersaudara

Nama Orang Tua : Ayah : H. Mahruzar

Ibu : Hj. Elfriani

Alamat : Jl. Pulau Irian Nomor 14, Kelurahan :

Persiakan, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi

II. PENDIDIKAN :

1. SD Budi Dharma Tebing Tinggi 2. SMP Negeri 1 Tebing-Tinggi 3. SMA Negeri 4 Tebing-Tinggi

4. Tahun 2009 – 2014, tercatat sebagai Mahasiswi pada Fakultas Hukum Jurusan Hukum Perdatadi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

5. Tahun 2014 – 2016, tercatat sebagai Mahasiswi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum di Universitas Sumatera Utara

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan ... 25

2. Sumber Data/Bahan Hukum ... 27

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 28

4. Analisis Data ... 29

BAB II KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS ... 30

A. Sejarah Perkembangan Notaris ... 30

(13)

2. Hak dan Kewajiban Saksi Akta dalam Akta Notaris ... 52

C. Syarat-Syarat Menjadi Saksi Dalam Akta Notaris dan Saksi Dalam Memberikan Keterangan di Persidangan ... 57

D. Kedudukan Saksi Instrumenter dalam Pembuatan Akta ... 63

E. Pembuktian Keterangan Saksi di dalam Akta Notaris ... 66

1. Pembuktian Keterangan Saksi dari Sudut Hukum Perdata . 68 2. Pembuktian Keterangan Saksi dari Sudut Hukum Pidana .. 75

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI INSTRUMENTER DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN DALAM AKTA NOTARIS ... 79

A. Pembuktian Kesaksian Oleh Saksi Akta di Depan Persidangan 79 B. Perbedaan Saksi Instrumenter dalam Akta dan Saksi di Luar Instrumenter ... 88

C. Perlindungan Hukum Bagi Saksi Instrumenter dalam Memberikan Keterangan dan Dasar Hukumnya ... 92

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN DALAM AKTA NOTARIS . 98 A. Akibat Hukum Bagi Saksi dalam Hukum Pidana ... 98

B. Akibat Hukum Bagi Saksi dalam Hukum Perdata ... 105

C. Pertanggungjawaban Saksi Dalam Memberikan Keterangan Di Persidangan ... 109

D. Pertanggungjawaban Notaris Dalam Akta di Depan Persidangan ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(14)

Audi et alteram partem : Ketentuan bahwa kedua belah pihak harus diperlakukan sama sehingga pengakuan alat bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.

Diskresi : Keputusan atau tindakan yang ditetapkan

atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Duurzam : Tidak dapat diubah begitu saja

Formele bewijskracht : Kekuatan pembuktian formil Instrumentaire Getulgen : Saksi Intrumenter

Ius consituendum : Aturan hukum lain akan datang kemudian ius curia novit : Hakim belum tahu akan hukumnya Kring van vaste werkzaamheden : Suatu lingkungan pekerjaan tetap Materiele bewijskracht : Kekuatan pembuktian materil

Onderdeel : Bagian

Onvoldoende gemotiveerd : Tidak cukup dipertimbangkan

Openbaar ambtenaar : Pejabat Umum (publik) yaitu pejabat yang mempunyai tugas yang bertalian dengan kepentingan publik

Prokureur : Pengacara atau Advokat

Public trust : Kepercayaan Publik

Private trust : Kepercayaan Pribadi

(15)

Rechsbescherming : Perlindungan Hukum

Schuld : Kesalahan

secundum allegata iudicare : Dalam sengketa yang diajukan pencari keadilan

Stenografen : Orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat didalam menjalankan pekerjaan mereka yang sekarang

Tabelliones : Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk Pemerintah dan melayani publik (umum),

The persuasive force of precedent : Pendirian atau keyakinan Hakim yang menerima putusan terdahulu sebagai pedoman untuk memutuskan perkara yang sejenis.

Toerekeningsvatbaarheid : Dapat dipertanggungjawabkan

Pledoi : Nota pembelaan

Verlidjen : Pembacaan dan penandatanganan akta

Verwijbaarheid : Pertanggungjawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan

VOC : Vereenidge Oostindische Compagnie yang

berarti Persekutuan Perusahaan Hindia Timur

Wetsdelicht : Pelanggaran

(16)

i

bawah tangan. Selain mempunyai tugas untuk membubuhkan tanda tangan di dalam akta, seorang saksi juga bertugas untuk menyaksikan pembuatan dan pembacaan akta.

Hal ini dilakukan agar seorang saksi dapat menjadi pelindung bagi seorang Notaris jika suatu hari terjadi sengketa dalam akta yang dibuatnya itu.

Penelitian ini menggunakan penelitian penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literature maupun peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian diketahui bahwa kehadiran seorang saksi di dalam suatu akta Notaris adalah syarat utama agar akta tersebut memiliki kekuatan akta yang otentik.

Di dalam Pasal Pasal 41 UUJN, ketidakhadiran seorang saksi akan membuat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Namun, selain saksi memiliki kedudukan yang sangat penting dalam suatu akta, seorang saksi dalam lalu lintas hukum kenotariatan, juga mendapatkan perlindungan ketika harus memberikan keterangan di depan persidangan perihal akta yang terjerat kasus hukum tersebut. Undang-undang Perlindungan Saksi dan korban Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban telah menjamin perlindungan bagi seorang saksi ketika memberikan keterangan di muka persidangan. Dalam Pasal 5 telah dijelaskan perihal perlindungan bagi seorang saksi yang salah satunya adalah mendapatkan perlindungan baik diri pribadi sampai kepada tempat tinggal. Dan hal ini berlangsung sejak proses penyelidikan hingga berakhirnya perkara tersebut.

Seorang saksi instrumenter dalam memberikan keterangan di depan persidangan perihal akta yang disengketakan, haruslah memberikan keterangan yang sebenar- benarnya sesuai apa yang ia saksikan saat pembacaan akta berlangsung. Bahwa benar terjadi suatu perbuatan hukum di dalam akta serta kehadiran para pihak serta identitasnya. Hal ini dilakukan agar posisi seorang Notaris dalam suatu akta yang disengketakan tetap aman dan tidak terjerat dalam hukuman pidana.

Kata kunci : Saksi Instrumenter, Notaris, Keterangan Palsu

(17)

ii

also witnesses the drawing up and the reading of the deed in order to protect the Notary from any dispute caused by the deed itself.

The research used judicial normative method by using secondary data, starting from analyzing legal problems which come from literature or from legal provisions.

The result of the research showed that the presence of a witness in making a notarial deed is the principal prerequisite to make it authentic. Article 41 of UUJN, the absence of a witness will make a notarial deed an underhanded one. Besides playing an important role, in a notarial affair, a witness also gets protection in giving his testimony before the court about the deed which has legal problem. Law No.

31/2014 on Protection against Witness and Victim on the amendment of Law No.

13/2006 on Protection against Witness and Victim gives legal protection for a witness in giving his testimony in the proceedings. Article 5 states a witness gets protection for his personal matters and his address, starting from the investigation until the court’s verdict is handed down. An instrument witness, in the case of a deed with legal problem, has to give the testimony correctly according to what he has witnessed during the proceedings that legal act, the presence of the litigants, and their identity so that a Notary’s position in a disputed deed is safe and does not involved in a criminal case.

Keywords: Instrument Witness, Notary, False Testimony

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa Negara termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga Negara yang lain dalam setiap melaksanakan tindakan apa pun, harus dilandasi oleh hukum.1

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan, hukum adalah perlindungan kepentingan manusia. Hukum mengatur segala hubungan individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun individu dengan pemerintah.2

Berdasarkan dengan ketentuan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, maka orang yang merasa haknya terlanggar dalam suatu hubungan hukum pada umumnya tidak boleh bertindak sendiri dalam membela haknya itu, akan tetapi pembelaan tersebut harus dilakukan dengan perantara badan pemerintah yakni pengadilan.3

1Marsono, Susunan Dalam Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dengan Perubahan- perubahannya, (Jakarta: Ekojaya, 2003), hal. 91

2Agustining, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Autentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, diakses dari http:/www.google.com/10E00165-1.pdf pada tanggal 14 Februari 2015.

3Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Groose Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 12

(19)

Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain bahwa lalu lintas dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.4

Dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum tersebut, perlu adanya profesional hukum yang memiliki keahlian yang berkaitan dengan bidangnya sehingga mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dibidang hukum.

Pada kehidupan bermasyarakat yang sederhana tentunya hubungan di antara warganya lebih banyak didasarkan pada kebiasaan dan norma berasaskan nilai dan moral yang ada dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Pada kehidupan yang lebih kompleks kepastian hukum sering kali menjadi tumpuan dari mekanisme roda kehidupan masyarakat.5

Kehidupan bermasyarakat sering kali mengandung banyak ketidakpastian.

Oleh karena itu, naluri seseorang cenderung untuk mendapatkan jaminan yang mendekati kepastian terjadi. Jaminan, baik berupa benda maupun orang diminta untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan manakala debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya.

4Ibid.

5 Herlien budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2013), hal. 280.

(20)

Perlu diketahui bahwa profesi hukum bukan saja menyangkut amanat kepercayaan yang menyangkut kepentingan individu (private trust), akan tetapi juga menyangkut kepentingan umum (public trust).6Salah satu contoh dari profesi hukum itu adalah Notaris.

Pada umumnya para pencari jasa Notaris kurang memahami hukum dan para klien menyerahkan sepenuhnya kepada Notaris untuk merumuskan perjanjian antara mereka yang tentunya diharapkan dibuat sesuai dengan hukum dan kebenaran.

Menurut Purwoto Gandasubrata7, dalam melakukan tugasnya diharapkan Notaris selalu berpegang teguh serta menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat sebagai pejabat umum yang terpercaya maka diharapkan akta-aktanya menjadi alat bukti yang kuat apabila menjadi sengketa hukum di pengadilan.

Bagi masyarakat, Notaris muncul sebagai sosok yang mempunyai kewenangan publik, penyuluh, dan pemberi nasihat. Kewenangan publik diperoleh Notaris berdasarkan undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), untuk memberikan bantuannya kepada masyarakat dalam bentuk pembuatan akta autentik.

Kewenangan publik yang diberikan Notaris, memberikan suatu kesan bahwa Notaris adalah “penguasa”.

6Suhrawadi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2014), hal. 9-10.

7 Puwoto Gandasubrata, Peranan Notaris Sebagai Pejabat umum Di Dalam Mengisi dan Turut Mensukseskan Pembangunan Nasional Di Bidang Hukum, (Jakarta: Renungan Hukum, IKAHI, 1998), hal. 486.

(21)

Kesan ini ternyata tidaklah demikian halnya, karena sebenarnya Jabatan Notaris itu sendiri mempunyai dua ciri dan sifat yang essentiil, yaitu tidak memihak dan kemandiriannya dalam memberikan bantuan kepada para kliennya. Jadi dalam hal ini, Notaris bukanlah seorang penguasa melainkan suatu jabatan yang memiliki wewenang untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan akta secara adil dan jujur.

Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh Peraturan Perundang-undangan dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik, mengenai keadaan peristiwa atau perbuatan hukum atas keterlibatan langsung oleh para pihak yang menghadap.

Notaris sendiri harus bekerja kapanpun dibutuhkan untuk melayani masyarakat untuk kepentingan perdagangan dan kekeluargaan. Oleh sebab itu, Notaris dilarang meninggalkan tempat tanpa cuti lebih dari 7 (tujuh) hari, dan harus selalu siap sedia melayani. Notaris harus mampu melayani kapan saja, bahkan Notaris boleh membuat akta tengah malam jika diperlukan.

Notaris memiliki kewenangan yang timbul dari kebutuhan masyarakat, yaitu membuat akta tentang semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki yang bersangkutan.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menentukan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang untuk

(22)

membuat akta autentik8 dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lain. Notaris sebagai salah satu professional hukum di Indonesia memiliki fungsi dan peran dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks terutama di bidang hukum.

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang diberikan kewenangan atribut berdasarkan Undang-Undang dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.9 Dalam rangka menjalankan profesinya, seorang Notaris wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan karena dalam menjalankan profesinya tidak jarang seorang Notaris dijadikan sebagai tersangka bahkan terpidana sehubungan dengan akta autentik yang dibuat oleh Notaris. Baik karena pemalsuan akta maupun tentang pernyataan para pihak ataupun saksi yang hadir.

Akta Notaris sendiri lahir karena adanya keterlibatan langsung dari pihak yang menghadap Notaris, para pihak yang menjadi pemeran utama dalam pembuatan sebuah akta sehingga tercipta seluruh akta yang autentik. Akta yang dibuat Notaris menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi-saksi.10

8Tesis Hanna Mandela, Pertanggung Jawaban Notaris/PPAT Terhadap Akta Jual Beli Tanah Yang Mengandung Cacat Hukum Materil Ditinjau Dari Hukum Pidana (Studi Putusan MA NO.

126/PID/B/2009/PN. DUM), Magister Kenotariatan USU, hal. 10.

9Tesis Hanna Nathasya Rumia Hutapea, Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris, Magister Kenotariatan USU, hal. 2.

10 Wawan Tunggal Alam, Hukum Bicara Kasus-Kasus dalam Kehidupan Sehari-hari, (Jakarta: Milenia Populer, 2001), hal. 85.

(23)

Akta Notaris harus mengandung syarat-syarat yang diperlukan agar tercapai sifat autentik dari akta itu. Misalnya dalam pembacaan akta menerangkan bahwa harus mencantumkan identitas para pihak, isi perjanjian yang dikehendaki para pihak, dan sebagainya.

Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena Notaris membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa akta Notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya adalah benar.11

Dalam ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran Hukum Perdata, dan bahwa Notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap. Tanpa ada permintaan dari para pihak, Notaris tidak akan membuat akta apa pun, dan Notaris membuatkan akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyatan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan di hadapan Notaris, dan selanjutnya Notaris membingkainya secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta Notaris, dengan tetap berpijak pada aturan hukum atau tata cara atau prosedur

11 Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana, (Semarang: CV. Agung, 1991), hal. 4

(24)

pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta.12

Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa, maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan Notaris dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang dibuat/diterbitkan Notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris harus memberikan pertanggung jawaban secara moral dan secara hukum. Dan tentunya hal ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan.

Oleh karena itu jika Notaris terbukti melakukan kesalahan-kesalahan baik yang bersifat pribadi maupun yang menyangkut profesionalitas dalam suatu pembuatan akta yang mengandung unsur melawan hukum, maka beberapa tahap prosedur yang dapat dikemukakan dilapangan adalah antara lain, Pemanggilan Notaris sebagai saksi, kemudian ditingkatkan sebagai tergugat di pengadilan perdata menyangkut pertanggung jawaban akta yang dibuat untuk dijadikan alat bukti yang sebelumnya adanya toleransi dari Majelis Pengawas Notaris, selanjutnya ditindaklanjuti dengan pemidanaan yakni Notaris dapat dijadikan saksi atau tersangka dalam kasus pidana serta penyitaan bundel minuta yang disimpan oleh Notaris.

Selain bukti tertulis, kesaksian dari para saksi juga dapat membenarkan atau menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka persidangan. Saksi-saksi itu ada yang

12Op.Cit., hal. 24.

(25)

secara kebetulan melihat dan mengalami sendiri peristiwa itu, ada pula yang dengan sengaja diminta menyaksikan suatu perbuatan hukum yang sedang dilakukan.13

Dalam melakukan perbuatan hukum, Notaris berkewajiban menghadirkan 2 (dua) orang saksi, yang pengenalan tentang identitas dan kewenangan dari saksi disebutkan secara tegas dalam akta. Disamping itu dalam pasal 40 UUJN juga menentukan mengenai syarat-syarat untuk dapat menjadi saksi dan seorang saksi harus dikenal oleh Notaris. Dalam ruang lingkup kenotariatan dikenal dua macam saksi, yaitu saksi pengenal dan saksi instrumenter.

Saksi instrumenter diwajibkan oleh hukum untuk hadir pada pembuatan akta Notaris. Tugas saksi instrumenter ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh undang-undang. Biasanya, yang menjadi saksi instrumenter ini adalah karyawan Notaris itu sendiri.

Saksi pengenal adalah saksi yang memperkenalkan penghadap kepada Notaris. Saksi pengenal terdiri dari dua orang yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.

Saksi yang tertera di dalam akta Notaris hanya sebatas saksi instrumenter (instrumentaire getuigen), artinya saksi yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan. Kehadiran 2 (dua) orang saksi instrumenter adalah mutlak, tetapi bukan berarti harus 2 (dua) orang, boleh lebih jika keadaan memerlukan.14

13R. Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Penerbit Binacipta, 1989), hal. 100

14Sutrisno, Komentar UU Jabatan Notaris Buku II, (Medan: 2007), hal 35-37.

(26)

Saksi instrumenter sendiri harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti bahasa akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis ke atas dan ke bawah tanpa batas dan garis ke samping sampai derajat ketiga, baik dengan Notaris ataupun dengan para penghadap.15

Secara umum saksi merupakan salah satu alat bukti yang diakui dalam perundang-undangan. Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri, baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.16

Keterangan saksi yang tidak sesuai atau tidak disertai dengan sebab dan alasan yang memadai bagaimana dia dapat mengetahui suatu peristiwa tertentu, tidak dapat digunakan sebagai bukti yang sempurna. Keterangan saksi yang bukan merupakan pengetahuan dan pengalaman sendiri tidak dapat membuktikan kebenaran kesaksiannya.17

Notaris harus bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya jika akta tersebut dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lain. Dalam hal ini, Notaris dapat dijadikan saksi atau bahkan tersangka oleh pihak lain yang merasa bahwa tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap merugikan. Sebagai contoh, misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008.

15Ibid.

16G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal. 168.

17Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal. 164

(27)

Bahwa di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008, Terdakwa Ny. Idahjaty Kusni menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta authentik yang menimbulkan kerugian bagi para saksi yang tidak lain adalah mantan suaminya sendiri Tuan Kosin Kunardi serta pembeli Villa yang menjadi objek akta yaitu Ny. Lina.

Bermula ketika Ny. Idahjaty hadir di hadapan Notaris Ny. Sri Madiathie, SH Binti Achmad Idris untuk membuat akta jual beli Villa Komplek Villa Indo Alam Desa Sindanglaya Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur kepada Ny. Lina dengan harga Rp.375.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

Ny. Idahjaty yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu dalam pembuatan akta di depan Notaris dengan menyembunyikan perihal hak dari Tuan Kosin Kunardi selaku mantan suaminya atas Villa tersebut kepada Notaris. Terdakwa yang dalam hal ini adalah Ny. Idahjaty juga memberikan keterangan palsu mengenai persetujuan dari Tuan Kosin atas penjualan Villa tersebut yang sebenarnya tidak demikian. Tuan Kosin sama sekali tidak mengetahui mengenai perbuatan Ny.

Idahjaty yang menjual Villa tersebut kepada Ny. Lina. Sehingga hal ini menimbulkan kerugian bagi Tuan Kosin maupun Ny. Lina.

Merujuk ke contoh kasus di atas, terlihat jelas bahwa Notaris dalam menjalankan profesinya, tidak jarang terjerat kasus hukum yang dapat diakibatkan oleh para pihak serta saksi di dalam akta. Dalam kasus di atas, Notaris dituduh ikut serta memalsukan identitas dari para pihak yang hampir saja menjeratnya dalam sanksi pidana pemalsuan keterangan yang dilakukan oleh Terdakwa Ny. Idahjaty

(28)

selaku pemberi keterangan palsu yang disaksikan juga anaknya yang bernama Minardi Aminudin Kurnadi ketika pembuatan akta di hadapan Notaris.

Kejahatan mengenai pemalsuan adalah berupa kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (obyek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.18

Berdasarkan dari uraian penjelasan di atas, maka penulis akan membahas dan lebih memfokuskan penelitian ini dalam bentuk penulisan tesis yang berjudul :

“Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter dalam Akta Notaris Yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Pidana Di Pengadilan”. Dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan saran mengenai perlindungan seorang saksi maupun Notaris dalam akta di setiap perkara yang timbul di lingkungan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Saksi Instrumenter Dalam Memberikan Keterangan Dalam Akta Notaris?

3. Apakah Akibat Hukum Terhadap Saksi Dalam memberikan Keterangan Palsu Perihal Akta Notaris?

18 Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Selanjutnya disebut buku I, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 2-3.

(29)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kedudukan Saksi Instrumenter dalam Akta Notaris

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai ruang lingkup perlindungan hukum bagi saksi instrumenter dalam memberikan keterangan dalam akta Notaris

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap saksi dalam memberikan keterangan dalam akta Notaris

D. Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari tujuan penelitian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka/literature mengenai jabatan atau profesi Notaris khususnya tentang perlindungan hukum saksi dalam akta Notaris yang aktanya menjadi objek perkara di dalam pengadilan.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait kedudukan Notaris/PPAT khususnya mengenai perlindungan saksi dalam akta Notaris yang aktanya dijadikan objek perkara di

(30)

pengadilan, sehingga keadilan, kepastian serta perlindungan hukum dapat dilaksanakan dengan baik bagi pihak-pihak di dalam akta, khususnya saksi akta.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris Yang Aktanya Menjadi Objek Perkara Di Pengadilan”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut Perlindungan Hukum Terhadap Saksi dalam Akta Notaris, antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

a. Hanna Nathasya Rumia Hutapea, NIM: 137011024, Mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Kedudukan Saksi Instrumenter Dalam Pembuatan Akta Notaris”.

Dengan permasalahan yang diteliti, yaitu:

1. Bagaimanakah ruang lingkup tanggung jawab saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh notaris?

2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi instrumenter dalam pembuatan akta yang dibuat oleh notaris?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ilmiah, kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan menjadi lebih baik.19

19Sutjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung; PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 259.

(31)

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variable, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.20

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.21

Teori merupakan serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.22

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pandangan dan menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

Artinya, bahwa penelitian ini nantinya akan mampu memahami kedudukan saksi ataupun Notaris yang dinyatakan sebagai saksi dalam akta yang objeknya terdapat dalam perkara di pengadilan dan menjelaskan pandangan tentang perlindungan

20J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), hal. 194.

21H.R.Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21.

22Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2010), hal. 19.

(32)

hukum yang nantinya akan diberikan kepada Notaris yang dinyatakan sebagai saksi ataupun saksi akta itu sendiri.

Adapun asas, konsep dan teori-teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah asas kepastian hukum dan teori perlindungan hukum, sebagai berikut :

1. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum, yaitu teori yang menjelaskan mengenai kedudukan saksi akta dalam akta Notaris, serta mengenai kepastian akan perlindungan hukum yang didapatkan oleh saksi akta maupun Notaris yang menjadi terdakwa maupun saksi di dalam akta yang menjadi objek perkara di pengadilan.

Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum.23 Tugas kaedah-kaedah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh akan menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan sesama manusia, dalam pengertian teori kepastian hukum yang oleh Roscue Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan adanya ‘Predictability’.24

Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang pertama adanya aturan yang besifat umum membuat individu mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dan yang kedua berupa keamanan bagi individu dari

23 J.B.Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT.

Prennahlindo, 2001), hal. 120.

24Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 158.

(33)

kewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu, individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum diperlukan untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum terkait peraturan/ketentuan mempunyai sifat yakni:25

a. adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya. Salah satu kewajiban Notaris adalah merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta autentik. Apabila Notaris melanggar kewajiban tersebut, maka Notaris dapat dikenai sanksi yang telah diatur dalam pasal 85 UUJN. Selain itu, dikarenakan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia, Notaris juga dapat dikenai sanksi pidana yang diatur dalam pasal 322 KUHP.

Sanksi-sanksi tersebut diberikan guna tercapainya tujuan dari pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, yakni untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat, khususnya para pihak yang terakit dengan akta Notaris.

b. sifat undang-undang yang berlaku bagi siapa saja. Apabila dikaitkan dengan pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, maka kewajiban untuk menyimpan rahasia terkait dengan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris ini tidak hanya dimiliki oleh Notaris, melainkan juga harus dilaksanakan oleh semua orang yang berada di dalam ruangan pada saat verlidjen akta. Hal ini dapat diartikan bahwa para pihak yang terkait dan para saksi akta pun mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta.

Teori kepastian hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan mengenai kedudukan serta perlindungan hukum yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan UUJN. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu

25 Yahya Zein, Keadilan Dan Kepastian Hukum, diakses dari http://www.google.co.id/

keadilan/kepastianhukum, pada tanggal 16 Januari 2016.

(34)

perbuatan yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana jika terjadi permasalahan.

2. Teori Perlindungan Hukum.

Perlindungan Hukum merupakan unsur yang harus ada dalam suatu negara.

Setiap pembentukan negara pasti di dalamnya ada hukum untuk mengatur warga negaranya. Dalam suatu negara, terdapat hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan inilah yang melahirkan hak dan kewajiban.

Perlindungan Hukum akan menjadi hak bagi warga negara, namun di sisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya, sebagaimana di Indonesia yang mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum yang tercantum di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi : “Indonesia adalah negara hukum”.

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum (dari tindakan sewenang-wenang seseorang) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.26

Perlindungan hukum merupakan suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu bahwa hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

26 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), hal. 2.

(35)

Konsep perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers”27. Pendapat ini menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni

“rechsbescherming”.

Pengertian kata perlindungan tersebut, terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.

Hans Kelsen mengemukakan dalam teorinya mengenai pertanggungjawaban bahwa : “Seseorang bertanggungjawab secara hukum terhadap suatu perbuatan tertentu atau karena ia memikul tanggung jawab hukum tersebut yang berarti ia bertanggung jawab apabila ia melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum”.28

Hans Kelsen juga mengemukakan bahwa pertanggungjawaban sangat erat kaitannya dengan sanksi, selain itu Hans Kelsen juga menyatakan bahwa pertanggungjawaban dibagi menjadi:29

1. Pertanggungjawaban individu 2. Pertanggungjawaban Kolektif

3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault)

27Philipus M. Hadjon, Ibid., hal. 1.

28Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar- Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, terjemahan Somardi, (selanjutnya disingkat Hans Kelsen I), (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2013), hal. 95.

29 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, (selanjutnya disingkat Hans Kelsen II), (Bandung: Nuansa & Nusamedia, 2006), hal. 140

(36)

4. Pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility)

Dalam pertanggungjawaban individu, seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri, sedangkan pada pertanggungjawaban kolektif yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yaitu seorang individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya dengan sengaja dan diperkirakan memiliki tujuan untuk menimbulkan kerugian. Pertanggungjawaban mutlak artinya seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.30

Suatu sanksi dapat dikenakan kepada seorang individu yang melakukan suatu perbuatan hukum bersama-sama dengan individu lainnya tetapi ia berposisi dalam suatu hubungan hukum dengan pelaku delik.

Satijipto Raharjo menyatakan bahwa perlindungan hukum itu adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.31Sedangkan Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukum meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif32 meliputi tindakan yang menuju kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa

30Hans Kelsen II, Ibid.

31Satjipto Raharjo Dalam Buku Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hal. 54.

32Philipus M. Hadjon Dalam Buku Budi Agus Riswandi dan Sabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam masyarakat Kreatif, (Yogyakarta: Total Media, 2009), hal. 12.

(37)

sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.33

Jabatan Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dalam bidang hukum perdata. Dalam UUJN diatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, Notaris tersebut dapat dikenai atau dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata dan administrasi, akan tetapi dalam Peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, UUJN, dan UUJN-P, tidak diatur mengenai ketentuan sanksi pidana terhadap Notaris.

Apabila terjadi pelanggaran pidana terhadap Notaris, maka dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP, dengan catatan bahwa pemidanaan terhadap Notaris tersebut dapat dilakukan dengan batasan-batasan.

33Maria Alfons, 2010, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi Doktor, (Malang:

Universitas Brawijaya, Malang, 2010), hal 18.

(38)

Menurut Habib Adjie, adapun pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan sebagai berikut:34

a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal akta yang sengaja, penuh kesadaran serta direncanakan, bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana.

b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.

c. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris

sebagai berikut:

Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif yaitu bersifat pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara menerbitkan akta autentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak, dan kewajiban seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait.35

Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti autentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau kepastian perbuatan hukum itu dilakukan.

Berbicara masalah alat bukti ini juga diatur dalam Pasal 164 Herzein Indonesisch Reglement (HIR) juncto Pasal 1866 KUH Perdata. Alat-alat bukti tersebut dalam proses perkara di Pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam

34Sjaifurrachman, dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju, 2011), hal. 208-209

35Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Ibid., hal. 7

(39)

HIR yang menganut asas pembuktian formal. Dimana dalam suatu perkara perdata alat bukti (alat pembuktian) yang utama adalah tulisan, sedangkan dalam suatu perkara pidana adalah kesaksian.36 Kekuatan pembuktian mengenai alat bukti tulisan ini diserahkan pada kebijaksanaan hakim. Pasal 1867 KUH Perdata menyatakan:

“pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.”

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep- konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut.37 Konsep diartikan sebagai penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.38

Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan

36 R. Subekti, 2010, Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramita, Jakarta (untuk selanjutnya disebut Subekti I), hal. 1.

37Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 132.

38H. Zainuddin Ali, M.A., Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2010), hal. 96.

(40)

rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.39

b. Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.40

c. Saksi Instrumenter adalah saksi yang menyaksikan formalistas peresmian akta apakah peresmian itu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-undang, serta ikut menandatangani akta, yang identitasnya disebutkan pada bagian akhir akta.41

d. Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang, akta yang dibuat Notaris menguraikan secara autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang disaksikan oleh para penghadap dan saksi- saksi.42

e. Akta autentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum, oleh atau dihadapan penjabat-penjabat umum, yang berwenang untuk berbuat demikian itu, di tempat dimana akta itu dibuat.43

39Sujipto Rahardjo, Op.Cit., hal. 74.

40H.A Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 165.

41Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 16

42Wawan Tunggal Alam, Op.Cit., hal. 85.

43 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notaris Di Indonsia Suatu Penjelasan, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 42

(41)

Akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembutian, yaitu :44

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) yang merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta autentik. Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta autentik.

2. Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht) yang memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris berdasarkan keterangan dari para pihak yang menghadap sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Jika aspek formal dipermasalahan oleh para pihak, makan harus dibuktikan dengan melihat ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul berapa para pihak menghadap, membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang disampaikan di hadapan Notaris.

Selanjutnya melihat ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi dan termasuk Notaris itu sendiri. Serta melihat apakah terdapat kelalaian dalam menjalankan prosedur pembuatan akta Notaris. Jika tidak dapat ditemukan ketidakbenaran di dalam akta tersebut, maka akta itu harus diterima oleh seluruh pihak.

3. Kekuatan pembuktian materil (materiele bewijskracht) yang merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut di dalam akta, merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum.

Dalam masalah Hukum Pembuktian, hal yang paling penting adalah pembagian beban pembuktian. Masalah ini sangat penting, karena apabila dilakukan kurang adil atau berat sebelah, akan berarti dapat menjerumuskan salah satu pihak.45 Di dalam perkara perdata, alat bukti yang utama adalah surat-surat (bukti tertulis) yang dapat disebut dengan akta.46 Namun jika bukti tertulis belum cukup, Hakim

44Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), hal. 26-27.

45M. Abdurrachman, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2008), hal. 72.

46Ibid., hal. 75.

(42)

dapat memanggil saksi yang turut serta dalam perbuatan hukum atau hanya sekedar menyaksikan dan menandatangani akta yang bersangkutan ke dalam persidangan.

Pembuktian dengan saksi merupakan cara pembuktian yang terpenting dalam suatu perkara yang sedang diperiksa di depan hakim.47

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah cara atau jalan proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teori-teori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus, dan teori-teori suatu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau mengadakan verifikasi) atau suatu hipotesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa alamiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.48

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperolehnya gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.

Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan perundang-undangan mengenai permasalahan terhadap saksi dalam pembuatan akta Notaris sehingga dapat diperoleh penjelasan mengenai

47R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hal. 180

48 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:

Alumni, 1994), hal. 105.

(43)

hak-hak dan kewajiban saksi dalam pembuatan akta di Notaris, bagaimana perlindungan hukum yang diterima saksi akta Notaris ketika akta tersebut menjadi objek perkara dalam pengadilan dan bagaimana kedudukan saksi dalam akta Notaris.

Dan hasilnya diharapkan dapat menjelaskan tentang ruang lingkup mengenai saksi akta serta perlindungannya yang saksi akta dapatkan ketika akta Notaris tersebut menjadi objek perkara di pengadilan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder yang dimulai dengan analisis terhadap permasalahan hukum yang baik berasal dari literature maupun peraturan perundang-undangan.49

Pada penelitian hukum normatif menggunakan pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, artinya pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Oleh karena itu penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas, serta menjawab pertanyaan sesuai dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini.

49Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Hal. 37-38.

(44)

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah :

a. Bahan Hukum Primer,50 yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan terhadap saksi dalam pembuatan akta Notaris.

b. Bahan Hukum Sekunder,51yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

50 Ronny Hanitijo Seomitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), Hal. 53.

51Ibid., Hal. 53.

(45)

yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamus, ensiklopedia dan sebagainya.52

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :

1. Studi Dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan kedudukan saksi dalam pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan Nasional.

2. Wawancara dipandu pedoman wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait terhadap pembahasan kedudukan saksi dalam pembuatan akta Notaris dalam hukum perundang-undangan nasional yaitu Notaris, Karyawan Notaris, wawancara dilakukan dengan berpedoman

52Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13.

(46)

pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang ekstrak dan tepat seperti yang disarankan oleh data.53 Di dalam penelitian hukum normative, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.54Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang tepat.

53Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002), hal. 106

54Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 25

(47)

BAB II

KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS A. Sejarah Perkembangan Notaris

Sejarah dari lembaga Notariat yang dikenal sekarang ini dimulai dari abad ke- 11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari Notariat yang dinamakan

“Latijnse Notariaat” dan yang tanda-tandanya tercermin dari diri Notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula. Dengan demikian “Latijnse Notariaat” tidak berasal dari Romawi Kuno, akan tetapi justru dinamakan demikian berdasarkan kenyataan bahwa lembaga notariat sendiri meluaskan dirinya di Italia Utara.

Nama “Notariat” sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama

“Notarius” yang menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu, akan tetapi yang dinamakan Notaris terdahulu tidak sama dengan Notaris yang dikenal sekarang.

Pendapat lain mengatakan bahwa kata Notaris berasal dari kata “Nota Literaria”. Pertama kali kata “notarii” diberikan kepada orang-orang yang pekerjaannya mencatat atau menuliskan pidato yang diucapkan dahulu oleh “CATO (de Oudere)” dalam senat romawi dengan mempergunakan “abrevation” (tanda-tanda

(48)

kependekan isi materi/resume) atau “characters” dalam dunia jurnalis disebut

“stenographic”.55

Arti dari nama Notaris secara lambat laun berubah dari artinya semula. Dalam abad ke-2 dan ke-3 sesudah Masehi dan bahkan jauh dari sebelumnya, sewaktu nama atau title itu dikenal secara umum, yang dinamakan para Notarii tidak lain adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka yang pada hakekatnya mereka itu dapat disamakan dengan yang dikenal sekarang ini sebagai Stenografen.56

Pejabat-pejabat yang dinamakan Notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk Pemerintah dan tidak melayani publik (umum), yang melayani publik dinamakan “Tabelliones”.57 Sepanjang mengenai pekerjaannya, mereka mempunyai beberapa persamaan dengan para pengabdi dari Notariat, oleh karena mereka adalah orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat, walaupun jabatan atau kedudukannya itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu formalitas yang ditentukan oleh undang-undang.58

55 A.A.Andi Prajitno, Apa dan Siapa Notaris Di Indonesia, cet 1, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 9

56G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 6

57R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., hal. 13

58G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan telah mampu menyampaikan pesan dan tujuan dari program CSR Global Change Award, namun tetap memilki

Subjek C , pada pelaksanaan latihan mengenakan baju Anak menunjukkan respon cukup baik dalam menyimak penjelasan guru,anak cukup aktif dalam mengikuti

Curahan waktu dari perempuan penjual ikan keliling dalam satu hari 2 jam – 3 jam yaitu para istri nelayan yang hanya menggunakan waktu senggang untuk berjualan karena suami

(1) Bahasa rupa wimba pada komik anak-anak “Anak Hewan” baik objek yang digambar maupun cara menggambar objek, telah disesuaikan dengan pengetahuan anak-anak tentang anak

Analisis Kromatografi Lapis Tipis di Laboratorium Fitokimia USU.

Meskipun beberapa kajian memberikan bukti bahwasanya variabel kerja seperti kepuasan kerja, komitmen, stres kerja dan persepsi politik

Dari semua aspek yang ditinjau yaitu pembelajaran dengan metode Eksperimen, metode Demonstrasi, sikap ilmiah tinggi dan rendah yang berpengaruh terhadap prestasi

(Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII dalam mata pelajaran PKn diSMP Negeri 5