BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang ekstrak dan tepat seperti yang disarankan oleh data.53 Di dalam penelitian hukum normative, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.54Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik melalui studi dokumen. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang tepat.
53Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002), hal. 106
54Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 25
BAB II
KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA NOTARIS A. Sejarah Perkembangan Notaris
Sejarah dari lembaga Notariat yang dikenal sekarang ini dimulai dari abad ke-11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari Notariat yang dinamakan
“Latijnse Notariaat” dan yang tanda-tandanya tercermin dari diri Notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula. Dengan demikian “Latijnse Notariaat” tidak berasal dari Romawi Kuno, akan tetapi justru dinamakan demikian berdasarkan kenyataan bahwa lembaga notariat sendiri meluaskan dirinya di Italia Utara.
Nama “Notariat” sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama
“Notarius” yang menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu, akan tetapi yang dinamakan Notaris terdahulu tidak sama dengan Notaris yang dikenal sekarang.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata Notaris berasal dari kata “Nota Literaria”. Pertama kali kata “notarii” diberikan kepada orang-orang yang pekerjaannya mencatat atau menuliskan pidato yang diucapkan dahulu oleh “CATO (de Oudere)” dalam senat romawi dengan mempergunakan “abrevation” (tanda-tanda
kependekan isi materi/resume) atau “characters” dalam dunia jurnalis disebut
“stenographic”.55
Arti dari nama Notaris secara lambat laun berubah dari artinya semula. Dalam abad ke-2 dan ke-3 sesudah Masehi dan bahkan jauh dari sebelumnya, sewaktu nama atau title itu dikenal secara umum, yang dinamakan para Notarii tidak lain adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka yang pada hakekatnya mereka itu dapat disamakan dengan yang dikenal sekarang ini sebagai Stenografen.56
Pejabat-pejabat yang dinamakan Notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk Pemerintah dan tidak melayani publik (umum), yang melayani publik dinamakan “Tabelliones”.57 Sepanjang mengenai pekerjaannya, mereka mempunyai beberapa persamaan dengan para pengabdi dari Notariat, oleh karena mereka adalah orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat, walaupun jabatan atau kedudukannya itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu formalitas yang ditentukan oleh undang-undang.58
55 A.A.Andi Prajitno, Apa dan Siapa Notaris Di Indonesia, cet 1, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 9
56G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 6
57R. Soegondo Notodisoerjo, Op.Cit., hal. 13
58G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 7
Berdasarkan kenyataannya, bahwa akta-akta atau surat-surat yang dibuat oleh Tabelliones ini tidak mempunyai kekuatan autentik, sehingga akta-akta atau surat-surat tersebut hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan.
Kekuatan pembuktian dari akta yang dibuat oleh para tabelliones pada hakekatnya jauh tertinggal dari yang dibuat di hadapan yang berwajib.
Disamping para tabelliones, masih terdapat satu golongan orang-orang yang juga menguasai teknik menulis, mereka dinamakan Tabularii. Mereka ini termasuk ke dalam pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk memegang dan mengerjakan buku-buku dari keuangan kota-kota serta mengadakan pengawasan terhadap administrasi dari magistrart kota. Mereka juga ditugaskan untuk menyimpan surat-surat (dokumen-dokumen) bahkan diberikan wewenang juga untuk membuat akta.59
Pada dasarnya dalam dunia Notaris, terdapat perundang-undangan yang digunakan dalam pelaksanaan jabatan Notaris, yang diantaranya adalah Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement-Stbl. 1860-3), yang sekarang ini telah berumur kurang lebih 120 tahun, sebagai pengganti dari “Instructie voor notarissen in Indonesia” (Stbl. 1822 11).60 Pada tahun 1620 telah diangkat Notaris pertama di Indonesia yang bernama Melchior Kerchem.61
1. Sejarah Notaris di Indonesia
Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. Jan Pieterszoon
59R. Soegondo Notodisoerjo, Op.cit., hal. 14
60G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 1
61Habib Adjie. Op.Cit., hal. 4
Coen sebagai Gubernur Jenderal di Jakarta antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu mengangkat seorang Notaris yang disebut Notarium Publicum, sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchoir Kerchem, sebagai Sekertaris College van Schepenen (Urusan Perkapalan Kota) di Jakarta untuk merangkap sebagai Notaris yang berkedudukan di Jakarta.
Instruksi mengenai tugas dan wewenangnya dicantumkan dalam surat pengangkatannya yang isinya bahwa ia ditugaskan menjabat sebagai Notarium Publicus dalam wilayah Kota Jakarta dan untuk kepentingan publik di wilayah itu membuat akta-akta, surat-surat dan lainnya serta mengeluarkan salinan-salinannya.
Setelah pengangkatan Melchior Kerchem sebagai Notaris dalam tahun 1620, jumlah Notaris terus bertambah, walaupun lambat, yang disesuaikan menurut kebutuhan waktu itu. Dalam tahun 1650 ditentukan, bahwa di Batavia akan diadakan hanya 2 orang Notaris dan untuk menandakan bahwa jumlah ini telah mencukupi, dikeluarkan bersamaan dengan itu ketentuan bahwa para “Prokureur” dilarang untuk mencampuri pekerjaan Notaris. Hal ini dimaksudkan agar dengan cara demikian masing-masing golongan dapat memperoleh penghasilan secara adil.
Pada tahun 1654 jumlah Notaris di Batavia ditambah lagi menjadi 3 orang dan kemudian pada tahun 1751 jumlah ini menjadi 5 dengan ditentukan bahwa 4 dari padanya harus bertempat tinggal di dalam Kota, yakni 2 di daerah bagian Barat dan 2 di bagian Timur, sedangkan satu orang lagi harus tinggal di luar kota.
Pada tahun 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Nederland, terjadi Penyerahan Kedaulatan dari Pemerintahan Belanda kepada Republik Indonesia Serikat untuk seluruh wilayah Indonesia kecuali Irian Barat. Adanya penyerahan kedaulatan tersebut, membawa akibat kepada status Notaris berkewarganegaraan Belanda yang ada di Indonesia, harus meninggalkan jabatannya. Dengan demikian terjadi kekosongan Notaris di Indonesia dan untuk mengisi kekosongan tersebut, sesuai dengan kewenangan yang ada pada Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat dari tahun 1049 sampai dengan tahun 1954, menetapkan dan mengangkat Wakil Notaris untuk menjalankan tugas Jabatan Notaris dan menerima protokol yang berasal dari Notaris yang berkewarganegaraan Belanda.
Pemerintah Republik Indonesia selanjutnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang tersebut menegaskan bahwa dalam hal Notaris tidak ada, Menteri Kehakiman dapat menunjuk seorang yang diwajibkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan Notaris. Mereka yang ditunjuk dengan kewajiban tersebut dalam pasal ini disebut sebagai Wakil Notaris. Sementara di Pasal 2 ayat (2) menegaskan bahwa sembari menunggu ketetapan dari Menteri Kehakiman, Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk seorang untuk sementara menjalankan kewajiban yang disebut sebagai Wakil Notaris Sementara.
Pada tahun 2004 diundangkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004. Pada Pasal 91 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi :
a. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860: 3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101
b. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris c. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954
d. Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
e. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949. Tentang Sumpah/janji Jabatan Notaris
Dengan adanya UUJN tersebut, telah terjadi pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur Jabatan Notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Pengertian dan Wewenang Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut Menteri Hukum dan HAM) yang mempunyai kewenangan secara atributif62 untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan. Melalui
62 Kewenangan Atributif yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundangundangan. Lihat dalam http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/49076/3/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 30 September 2016, pukul:
13.42 WIB
akta yang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang menggunakan jasa Notaris.
Dalam Pasal 2 Undang-undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, sedangkan untuk dapat diangkat sebagai Notaris harus dipenuhi persyaratan dalam Pasal 3 UUJN, antara lain :
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);
4. sehat jasmani dan rohani;
5. berijasah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan
7. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Secara yuridis, pengertian Notaris tercantum dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie).
Di dalam Pasal 1 Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, telah dirumuskan pengertian sebagai berikut :
“Para Notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan-ketetapan yang untuk itu diperintahkan oleh suatu undang-undang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan autentik, menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semuanya itu sejauh pembuatan akta-akta tersebut oleh suatu undang-undang umum tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.”
2. undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Pengertian Notaris tercantum dalam Pasal 1 angka 1, yang berbunyi :
“Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Secara umum dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan Perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Menurut Abdul Kadir Muhammad,63 Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus bertanggung jawab, artinya :
1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.
2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.
3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.
Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta autentik.
Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.64
63 Abdul Kadir Muhammad, Dalam Buku Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hal. 49.
64Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal. 159
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berpedoman pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), dan peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya. UUJN dan peraturan perundang-undangan tersebut juga sekaligus menjadi acuan bagi Notaris agar dapat melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik dan benar.
Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.65
Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengatur jabatan yang bersangkutan.66 Dengan demikian setiap wewenang ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang Notaris terbatas sebagaimana peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan Pejabat yang bersangkutan.
Notaris sebagai pejabat publik mempunyai karakteristik sebagai berikut:67 a. Sebagai Jabatan
UUJN merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan
65Salim. HS, Teknik Pembuatan Akta Satu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 47
66Habib Adjie, Op.Cit., hal. 77
67Ibid., hal. 15
Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan kewenangan tertentu serta sifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.
Menurut E. Utrecht,68bahwa jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan Negara (kepentingan umum). Selanjutnya69 dikemukakan pula bahwa yang dimaksud dengan “lingkungan pekerjaan tetap: adalah suatu lingkungan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dapat dinyatakan dengan tepat-teliti (zoveel mogelijk nauwkeurig omsschreven) dan yang bersifat “duurzam”
(tidak dapat diubah begitu saja)
b. Notaris mempunyai kewenangan tertentu
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian, jika seorang pejabat (Notaris) melakukan tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang.
68Utrecht, E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cetakan Keenam, (Jakarta:
Ichtiar, 1963), hal. 159
69Utrecht, E. Ibid., hal. 160
Wewenang notaris tercantum dalam UUJN Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3).
Menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN merupakan wewenang yang akan ditentukan kemudian berdasarkan aturan hukum lain akan datang kemudian (ius consituendum). Berkaitan dengan wewenang tersebut, jika Notaris melakukan perbuatan di luar wewenangnya, maka produk atau akta Notaris tersebut tidak mengikat secara hukum atau tidak dapat dilaksanakan. Pihak yang dirugikan oleh tindakan Notaris tersebut, maka Notaris dapat digugat secara perdata ke pengadilan negeri.
c. Diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah
Dalam UUJN Pasal 2 menentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 angka 14 UUJN). Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak berarti Notaris menjadi subordinasi (bawahan) dari yang mengangkatnya. Dengan demikian Notaris menjalankan tugas jabatannya bersifat mandiri, tidak memihak siapa pun, tidak tergantung siapa pun (independent), yang dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.
d. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya
Notaris walaupun diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah tetapi tidak menerima gaji dan pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium
dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.
e. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat
Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta autentik) dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat yang dapat menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Wewenang yang diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam hukum administrasi, wewenang bisa diperoleh secara Atribusi, Delegasi atau mandate. Wewenang secara Atribusi adalah pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum.
Wewenang secara Delegasi merupakan pemindahan/pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Sedangkan wewenang secara Mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang, tetapi karena yang berkompeten berhalangan.70
Menurut Ateng Syafrudin, pengertian kewenangan yaitu :
“Ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang yang merupakan lingkup
70Ibid. hal. 78
tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah, tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.”71
Ateng Syafrudin tidak hanya menyajikan konsep tentang kewenangan, tetapi juga tentang wewenang. Unsur-unsur yang tercantum dalam kewenangan, meliputi :
1. Adanya kekuasaan formal, dan
2. Kekuasaan diberikan oleh undang-undang
H.D. Stoud, menyajikan pengertian tentang kewenangan, yaitu :
“Keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.”72
Wewenang utama dari Notaris adalah untuk membuat akta autentik. Otensitas dari akta Notaris bersumber dari Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dimana Notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta autentik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata.73
Mengenai wewenang yang harus dimiliki oleh pejabat umum untuk membuat suatu akta autentik, seorang Notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan
71 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, (Bandung: Universitas Parahyangan, 2000), hal. 22
72Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 110
73G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal. 48
jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam daerah hukum yang menjadi wewenangnya. Akta yang dibuat oleh seorang Notaris di luar daerah hukum (daerah jabatannya) adalah tidak sah.
Wewenang Notaris ini meliputi 4 (empat) hal, yaitu:74
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Kewenangan Notaris dalam sistem hukum Indonesia cukup luas, tidak hanya membuat akta autentik semata, tetapi juga termasuk kewenangan lainnya.
Kewenangan Notaris telah ditentukan dalam pasal 15 UUJN. Kewenangan itu, yaitu:75
a. Membuat Akta autentik
b. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta c. Menyimpan akta
d. Memberikan grosse e. Membuat salinan akta f. Membuat kutipan akta
g. Legalisasi akta di bawah tangan h. Waarmeking
i. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan
j. Pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya k. Penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta l. Membuat akta pertanahan
74G.H.S Lumban Tobing. Ibid., hal 49
75Salim HS, Op. Cit., hal.50
m. Membuat akta risalah lelang
n. Kewenangan lain yang diatur dalam perundang-undangan
Oleh karena itu kewenangan Notaris dalam Pasal 15 UUJN haruslah dihubungkan dengan Pasal 1868 KUH Perdata, yaitu:76akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat Umum :
1. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam undang-undang 2. Pejabat Umum oleh/atau di hadapan siapa akta dibuat harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta yang bersangkutan.
Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun setiap orang yang ada hubungan sedarah, keluarga semenda dari Notaris itu dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.77
B. Hak dan Kewajiban Saksi Instrumenter dalam Akta Notaris 1. Jenis-jenis dan Pengertian Saksi Notaris
Jenis-jenis saksi dalam akta Notaris yaitu Saksi Instrumenter (Instrumentaire Getulgen) dan saksi Pengenal (Attesterend Getulgen). Saksi pengenal (Attestterend Betulgen) adalah saksi yang bertugas untuk memperkenalkan para penghadap kepada Notaris. Saksi Instrumenter (Intrumentaire Getulgen) adalah saksi yang bertugas
76Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, cet 1, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2009), hal. 14
77G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit., hal 50
sepanjang mengenai akta partij, mereka harus hadir pada pembuatan akta tersebut,
sepanjang mengenai akta partij, mereka harus hadir pada pembuatan akta tersebut,