• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN SAKSI INSTRUMENTER DALAM AKTA

E. Pembuktian Keterangan Saksi di dalam Akta Notaris

1. Pembuktian Keterangan Saksi dari Sudut Hukum Perdata . 68

Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara perdata adalah “sistem positif” dimana Hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang mengenai hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat.123 Dalam sistem pembuktian formal, jika alat bukti sudah mencukupi secara hukum, Hakim harus mempercayainya sehingga unsur keyakinan Hakim dalam sistem pembuktian perdata tidak berperan.124 Dalam sistem pembuktian hukum acara perdata, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1866 KUHPerdata bahwa yang disebut alat bukti, yaitu :

1. Alat bukti tertulis (Surat) 2. Alat bukti saksi

3. Alat bukti persangkaan 4. Alat bukti pengakuan, dan 5. Alat bukti sumpah

Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.

123Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 2

124Ibid., hal. 3

Kekuatan pembuktian akta autentik secara formil menurut Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penandatanganan kepada pejabat yang membuatnya.

Menurut Irawan Soerodjo, bahwa ada 3 (tiga) unsur esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta autentik, yaitu:125

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang 2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat di mana akta itu dibuat.

Notaris dalam tugasnya sebagai pejabat umum, sering dijadikan sebagai tergugat oleh pihak yang lainnya. Beberapa pihak yang menganggap bahwa tindakan hukum yang tersebut dalam akta dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum Notaris atau Notaris dengan pihak lainnya yang juga tersebut dalam akta. Di dalam kontruksi hukum kenotariatan, bahwa salah satu tugas jabatan Notaris yaitu

“memformulasikan keinginan/tindakan penghadap/para penghadap ke dalam bentuk akta autentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.”

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia juga menyebutkan, yaitu:

“… Notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut.” Hal ini jelas disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:

702 K/Sip/1973, 5 September 1973.126

125 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2003), hal. 148.

126Habib adjie, Op.Cit., hal. 21.

Berdasarkan substansi atau makna Putusan Mahkamah Agung tersebut, jika akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bermasalah oleh para pihak itu sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak sendiri, Notaris tidak perlu dilibatkan dan Notaris sendiri bukan termasuk pihak dalam akta.

Pada Pasal 84 ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu :

1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan

2. Akta Notaris yang menjadi batal demi hukum.

Akibat pelanggaran akta itulah, maka dapat menjadi alasan bagi para pihak yang menderita kerugian untuk menutut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.

Akta autentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapatkan hak dari padanya. Dengan demikian, ini berarti bahwa isi akta tersebut oleh hakim dianggap benar selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan.127

Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan dan akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda. Pada Pasal 84 UUJN tidak secara tegas menentukan batasan kedua sanksi tersebut. Oleh

127M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 38

karena itu, untuk menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dapat dilihat dan ditentukan dari :

1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum.

Pasal 1869 KUHPerdata menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan, karena :

1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan 2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan 3. Cacat dalam bentuknya

Meskipun demikian, akta tersebut tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak.

Ketentuan-ketentuan tersebut dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, sehingga akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu :

1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris

2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m dan ayat (7), yaitu jika Notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui dan memahami isi akta

3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39 dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan :

1) Pasal 39, bahwa :

a. Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum

b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

2) Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa derajat pembatasan derajat

dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak

4. Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

Akta yang tidak bermasalah dari aspek lahir, formal dan materil dan hanya dipermasalahkan oleh para pihak sendiri, sangatlah bertentangan dengan kaidah dalam pengadilan Indonesia, yaitu :

1. Notaris yang bersangkutan diajukan dan dipanggil sebagai saksi di pengadilan menyangkut akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara

2. Notaris dijadikan sebagai tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya dan dianggap merugikan bagi pihak penggugat, di peradilan umum dalam perkara perdata.

Namun pengajuan gugatan kepada Notaris memiliki batasan atau parameternya sendiri. Batasan tersebut berkaitan dengan pelanggaran aspek-aspek seperti:128

128 Agusting, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Autentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana, Magster Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009.

1. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu menghadap Notaris 2. Para pihak (orang) yang menghadap Notaris

3. Kebenaran tanda tangan penghadap

4. Salinan akta yang tidak sesuai dengan minuta akta 5. Dibuat salinan akta tanpa adanya minuta

6. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap oleh penghadap dan saksi tetapi salinannya dikeluarkan

7. Renvoi tidak diparaf dengan benar dan sempurna

Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat Notaris secara perdata ke Pengadilan Negeri, maka para pihak tersebut wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya.

Jika gugatan terhadap pengingkaran tersebut tidak terbukti, maka akta Notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak-pihak yang terkait sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan keputusan pengadilan. Demikian pula jika gugatan tersebut terbukti, maka akta Notaris terdegradasi kedudukannya dari akta autentik menjadi akta di bawah tangan. Sebagai akta di bawah tangan, maka nilai pembuktiannya tergantung pada para pihak dan Hakim yang akan menilainya.

Penerapan pembuktian dengan saksi ditegaskan dalam Pasal 1895 KUHPerdata yang berbunyi ”Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Jadi prinsipnya, alat bukti saksi menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila

undang-undang sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan.

2. Pembuktian Keterangan Saksi dari Sudut Hukum Pidana

Keberhasilan suatu proses peradilan sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan.129 Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya saksi dan korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan. Keberadaan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum.

Secara umum keterangan saksi adalah alat bukti yang sah. Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah seorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan maupun secara tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen), baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu kejadian.130

Kesaksian mempunyai arti penting dalam suatu pembuktian baik perdata maupun pidana. Dalam memutuskan perkara, Hakim terikat kepada alat-alat bukti yang sah yang salah satunya adalah alat bukti kesaksian. Sebagai alat bukti, kesaksian

129http://hasyimsoska.blogspot.co.id/2011/11/perlindungan-hukum-terhadap-saksi dalam.html, diakses pada tanggal 27 April 2016.

130G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit., hal.168.

mempunyai arti penting dalam memberikan tambahan keterangan untuk menjelaskan suatu perkara perdata maupun pidana

Peran saksi instrumenter dalam setiap pembuatan akta Notaris tetap diperlukan. Karena keberadaan saksi instrumenter selain berfungsi sebagai alat bukti juga dapat membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta yang dibuat oleh Notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga.

Dalam praktik sekarang ini ditemukan kenyataan bahwa ketika penyidik melakukan pemanggilan untuk para pihak dalam akta perihal keterangan palsu atau kesalahan yang ada di dalam akta itu, penyidik biasanya akan memanggil saksinya terlebih dahulu.131 Penyidik dalam mengumpulkan bukti-bukti, berhak memanggil siapa saja untuk menjadi saksi, baik itu karyawan Notaris itu sendiri maupun orang lain yang dianggap cakap dan sesuai dengan peraturan undang-undang mengenai syarat menjadi saksi dalam persidangan.132

Dari kewajibannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan dan penandatanganan dari akta itu. Para saksi harus mengerti isi dari akta tersebut agar jika terjadi sengketa perihal akta yang dibuat, Saksi mampu menjelaskan perbuatan hukum yang terjadi di dalam akta.

131 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Notaris/PPAT Bapak Suprayitno, SH, MKn., tanggal 15 Agustus 2016

132Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Notaris Ibu Mufida Noor, SH, tanggal 11 Agustus 2016

Karyawan Notaris yang berperan sebagai saksi instrumenter dalam peresmian akta sudah masuk dalam lalu lintas hukum yang memiliki akibat hukum, sehingga apabila suatu akta Notaris dikemudian hari terjadi masalah atau kasus maka karyawan Notaris dengan sendirinya ikut terlibat dalam masalah atau kasus tersebut.

Sebagaimana saksi dalam kasus lain, maka karyawan Notaris sebagai saksi dalam kasus akta Notaris juga harus mendapat perlindungan hukum dan harus dijamin keselamatannya dalam hal terjadi kasus atau gugatan di Pengadilan terhadap suatu akta dimana karyawan tersebut menjadi saksi.

Walaupun tindakan karyawan Notaris sebagai saksi instrumenter dalam peresmian akta Notaris sudah termasuk dalam bidang kenotariatan, akan tetapi Undang-Undang Jabatan Notaris tidak memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam akta, terutama terhadap karyawan Notaris. Hal tersebut karena di dalam UUJN yang mendapat perlindungan hukum hanya Notaris, sehingga perlindungan hukum terhadap karyawan Notaris sebagai saksi instrumenter dalam peresmian akta Notaris tidak ditemukan dalam undang-undang tersebut.133

Perlindungan saksi dalam memberikan keterangan perihal kejadian yang terjadi, dapat dilihat di dalam Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 13 Tahun 2006 yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-undang

133 Berdasarkan Wawancara dengan Notaris Ibu Mufida Noor, SH, pada tanggal 11 Agustus 2016

Nomor 31 Tahun 2014. Di dalam Pasal 1 ayat (5) terdapat perlindungan bagi saksi dan korban yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya disingkat LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dalam hal ini jelas bahwa ketika seorang saksi memberikan keterangan di dalam persidangan, saksi tersebut akan tetap dilindungi dan mendapatkan perlindungan dari pemeriksaan oleh penyidik sampai pemeriksaan di persidangan terselesaikan.

Dalam pembuktian saksi di persidangan terdapat Nilai Kekuatan Pembuktian Saksi, yaitu:134

1. Apabila alat bukti saksi yang diajukan telah memenuhi syarat formil dan matriil dan jumlahnya telah mencapai batas minimal pembuktian, maka nilai kekuatan pembuktian yang terkandung di dalamnya bersifat bebas (vrij bewijs kracht). Maksudnya hakim bebas untuk menilai.

2. Jika saksi hanya seorang dan tidak ditambah dengan alat bukti lain, maka nilai kekuatan pembuktiannya bersifat bukti permulaan.

134http://www.ms-aceh.go.id/data/artikel/makalahbaidowi.pdf, diakses pada tanggal 20 Maret 2016.

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI INSTRUMENTER DALAM MEMBERIKAN KETERANGAN DALAM AKTA NOTARIS

A. Pembuktian Kesaksian Oleh Saksi Akta di Depan Persidangan

Keterangan saksi atau suatu kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada Hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan.

Keterangan yang harus diberikan oleh saksi di depan persidangan adalah tentang adanya perbuatan atau peristiwa hukum yang saksi lihat, dengar dan alami sendiri serta alasan atau dasar yang melatarbelakangi pengetahuan tersebut. Dalam hal ini saksi tidak boleh menyimpulkan, membuat dugaan ataupun memberikan pendapat tentang kesaksiannya, karena hal ini bukan dianggap sebagai kesaksian. Hal ini sesuai dalam ketentuan Pasal 1907 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.135Jadi dengan kesaksian yang diambil dari pendapat atau perkiraan yang diperoleh dengan jalan pikiran, bukanlah suatu kesaksian.

Hakim dalam melihat alat pembuktian saksi, berdasarkan Pasal 1908 KUHPerdata diharuskan memperhatikan kesamaan/penyesuaian antara keterangan para saksi, penyesuaian antara keterangan-keterangan dengan apa yang diketahui dari

135 Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan, alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan. Pendapat-pendapat maupun perkiraan perkiraan khusus yang diperoleh dengan jalan pikiran, bukanlah kesaksian, Lihat dalam R. Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Pada Pasal 1907 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hal. 482.

segi lain tentang perkara, sebab-sebab yang mendorong para saksi mengemukakan keterangannya, pada cara hidupnya, kesusilaannya, kedudukan para saksi dan segala apa yang berhubungan dengan keterangan yang dikemukakan.

Keterangan saksi agar dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu:136

1. Syarat Formil

Dalam syarat formil keterangan saksi harus diberikan dengan di bawah sumpah/janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa akan memberi keterangan sebenarnya dan tidak lain dari apa yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP). Dalam hal mengucapkan sumpah atau janji menurut ketentuan Pasal 160 ayat (3); “Sebelum saksi memberi keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.

Adapun sumpah atau janji, yaitu :137

a. Dilakukan menurut cara agamanya masing-masing.

b. Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberi keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya.

Dalam Pasal 161 ayat (2) menunjukkan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak : “Keterangan saksi atau ahli yang tidak disumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah, tetapi hanyalah merupakan

136http://repository.unpas.ac.id/5159/5/9.%20BAB%20II.pdf, diakses pada tanggal 19 Maret 2016.

137M.Yahya Harahap, Op. cit., hal. 286.

keterangan yang dapat menguatkan keyakinan Hakim”, Ini tidak berarti merupakan kesaksian menurut undang-undang, bahkan juga tidak merupakan petunjuk, karena hanya dapat memperkuat keyakinan Hakim.

2. Syarat Materil

Pasal 1 angka 27 Jo Pasal 185 ayat (1) KUHAP dimana ditentukan bahwa:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.”

Dalam hal ini haruslah diketahui bahwa tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan isi pasal yang dikemukakan diatas, yakni jika dijabarkan poin-poinnya adalah sebagai berikut :

1) Yang saksi liat sendiri;

2) Saksi dengar sendiri;

3) Saksi alami sendiri;

4) Serta menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.

Penilaian keterangan saksi sebagaimana menurut Pasal 185 KUHAP, bahwa:138 1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang

pengadilan (testimony)

2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya

138Pasal 185 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, Hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan :

a. Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain

c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu

d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Hakim harus mampu melihat apakah saksi yang memberikan keterangan di depan persidangan itu memang sudah memberikan kesaksian yang sebenarnya atau terdapat kepalsuan di dalam kesaksiannya. Hakim juga harus melihat apa penyebab mengapa saksi tersebut memberikan kesaksian palsu. Apakah diancam dari pihak lain ataukah adanya sebab-sebab lain yang membuatnya harus memberikan keterangan palsu berkaitan dengan akta yang disengketakan.

Demikian pula saksi yang telah memberikan keterangan palsu di persidangan, sebagaimana menurut Pasal 174 KUHAP, yaitu:

(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, Hakim Ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman

pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, Hakim Ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan palsu.

(3) Dalam hal demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh Hakim Ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang.

(4) Jika perlu Hakim Ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.

Adapun yang dimaksud dengan keterangan palsu yang tercantum di dalam akta autentik adalah suatu keterangan-keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang bertentangan atau tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Keterangan palsu yang terdapat dalam suatu akta umumnya berasal dari para pihak/penghadap yang meminta untuk dibuatkan akta yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya dan merugikan pihak lain. Perbuatan ini dilakukan oleh para pihak/penghadap dengan cara sengaja yakni pada saat para pihak/penghadap datang dan menghadap kepada Notaris untuk meminta dibuatkan akta, di mana para pihak/penghadap tersebut memberikan keterangan-keterangan dan identitas yang tidak benar serta surat-surat/dokumen-dokumen yang tidak benar.

Adapun beberapa hal yang terkait dengan saksi ialah:139

1. Pembuktian dengan satu saksi, tanpa alat bukti lain tidak boleh diterima (Unus Testis Nullus Testis) Pasal 1905 KUHPerdata

139Bambang sugeng A.S dan Sujayadi., Op.Cit., hal. 72

2. Setiap saksi harus menerangkan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan dan dialami sendiri

2. Setiap saksi harus menerangkan alasan-alasan bagaimana diketahuinya hal-hal yang diterangkan dan dialami sendiri