2.1 Penelitian terdahulu
Kajian penelitian mengenai kualitas pelayanan terdapat pada penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini. (Lihat Tabel 2.1) : to be a consistent and reliable scale to Likert scale in terms of
all five dimensional and totally reliability
2.2 Teori Tentang Kualitas Pelayanan 2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan.
Pelayanan merupakan kegiatan yang tidak dapat didefenisikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat intangible (tidak berwujud), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau pelayanan lain. Berry, et all (2003) menyatakan kualitas pelayanan merupakan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan konsumen atas pelayanan yang mereka terima atau peroleh. Sedangkan menurut Pohan (2007) bahwa keseluruhan karakteristik barang/layanan yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat
Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) harus menggunakan dimensi kualitas dalam penerapannya. Dalam menentukan kualitas produk, harus dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk layanan (services) karena keduanya memiliki banyak perbedaan. Dimensi dalam produk manufaktur menggunakan dimensi kualitas produk manufaktur. Menurut Garvin (1998), untuk melihat kualitas produk manufaktur terdapat 8 dimensi yang bisa digunakan yaitu performance, feature, reliability, comformance, durability, serviceability, aesthetic, perceived sedangkan dimensi dalam menentukan kualitas produk layanan (sevices) menggunakan dimensi kualitas pelayanan (jasa).
1. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah ada sesuatu yang tidak dapat disentuh atau diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja. Bagaimanapun juga konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat disentuh atau diraba. Oleh karena itu jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan.
2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu ciri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya ketika kita menginap di hotel, tidak dapat dilakukan setengah malam dan setengahnya lagi dilanjutkan besok. Jika hal itu dilakukan tetap dihitung 2 (dua) hari.
3. Produksi dan komsumsi dilakukan secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya tempat praktek dokter, salon, restoran, pengurusan asuransi dan lain-lain.
4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, dan tidak membutuhkan teknologi tinggi. Kebanyakan usaha jasa, hambatan memasukinya cukup rendah.
2.2.3 Klasifikasi Jasa
Oleh karena banyaknya definisi jasa yang muncul maka untuk membedakannya jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan 8 kriteria di bawah ini (Tjiptono, 2006), yaitu:
a. Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jasa yang ditujukan pada konsumen akhir dan jasa yang ditujukan bagi konsumen organisasional. Jasa bagi konsumen akhir membeli untuk keperluan konsumsi sendiri, contohnya adalah salon kecantikan, asuransi jiwa, warnet, taksi. Jasa bagi konsumen organisasional mengonsumsi untuk keperluan bisnis maupun nirlaba, contohnya konsultan hukum, biro periklanan, jasa akuntasi dan perpajakan.
b. Tingkat keberwujudan
Kriteria ini berkaitan dengan tingkat keterlibatan dengan konsumen, dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
a) Rented-good service, konsumen menyewa untuk menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati dan selama jangka waktu tertentu. Misalnya, penyewaan mobil, penyewaan VCD/ DVD.
c) Non-goods services, layanan personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada pelanggan. Misalnya, dosen, pemandu wisata, dan pelatih renang.
c. Keterampilan penyedia layanan
Berdasarkan kriteria ini, terdapat dua tipe pokok jasa, yaitu jasa profesional dan jasa non profesional. Jasa profesional biasanya menuntut tingkat pendidikan formal tertentu dari para penyedia layanan, misalnya dokter , psikolog, dan notaris. Jasa non profesional tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan formal tertentu, misalnya tukang parkir dan pengangkut sampah. d. Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi profit services dan non profit services. Profit services merupakan jasa yang mengejar laba sebagai salah satu tujuan utamanya (seperti bank swasta, perawatan kecantikan, jasa penerbangan, dan hotel), sedangkan non profit services adalah jasa yang tujuan utamanya bukan mengejar laba (seperti yayasan sosial, sekolah, dan museum).
e. Regulasi
f. Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan, jasa dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama, equipment-based services, yaitu jasa yang mengandalkan peralatan atau mesin semi otomatis maupun otomatis (seperti mesin ATM dan cuci mobil otomatis). Kedua, people-based services, yaitu jasa yang mengandalkan tenaga kerja manusia (seperti dokter gigi, polisi, pelatih renang).
g. Tingkat kontak penyedia layanan dan pelanggan
Berdasarkan kriteria ini, jasa dikelompokkan menjadi high-contact services dan low-contact services. High-contact services merupakan jasa yang tingkat kontak antara penyedia jasa dan pelanggan tegolong tinggi, misalnya universitas, rumah sakit, dan penata rambut. Low-contact services merupakan jasa yang tingkat interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan tegolong minim, misalnya bioskop, jasa PLN, dan jasa pos.
h. Manfaat bagi konsumen
2.2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Keller dan Kotler (2009), ada lima dimensi kualitas pelayanan yaitu tangibles (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy (empati).
a. Pengertian tangibles (bukti Fisik)
b. Pengertian reliability (kehandalan)
Definisi kehandalan atau reliability menurut Berry, et all, (2003) adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk beluk prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut. Dimensi ini sering dipersepsikan paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada 2 aspek dari dimensi ini yaitu:
1. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan.
2. Seberapa jauh perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error.
Menurut Irawan (2009), sekitar 60 % dari keluhan konsumen berasal dari ketidakpuasan terhadap perusahaan yang berhubungan dengan dimensi ini. Konsumen mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan. Dalam industri jasa perusahaan, jasa itu sendiri diproduksi dan dikomsumsi pada saat yang bersamaan oleh karena itu perusahaan sangat bergantung pada konsistensi manusia didalamnya dalam memberikan pelayanan.
c. Pengertian responsiveness (daya tanggap)
tepat kepada pelanggan,dengan penyampaian informasi yang jelas. Definisi daya tanggap menurut Tjiptono (2006) yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Agar konsumen merasa dihargai, dimensi kualitas daya tanggap ini di dalam sebuah perusahaan harus benar-benar diwujudkan secara baik. Segala keinginan dari konsumen harus ditanggapi atau direspon oleh perusahaan. Daya tanggap adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Faktor persepsi adalah salah satu penentu kepuasan atas dimensi daya tanggap karena persepsi mengandung aspek psikologis, maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Persepsi yang lebih positif akan dibentuk melalui komunikasi kepada pelanggan tentang proses pelayanan yang diberikan. Sikap frontline staf adalah salah satu yang sangat mempengaruhi penilaian terhadap daya tanggap melalui kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pelanggan. d. Pengertian assurance (jaminan)
yang murah. Perlu upaya sistematis dan komitmen implementasi jangka panjang. Disamping itu adalah kompetensi. Sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan mengenai pengetahuan produk dan hal-hal yang sering menjadi pertanyaan pelanggan. Salah satunya adalah frontline staf. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari frontline staf yang tidak kompeten atau terlihat bodoh. Aspek yang berikutnya adalah security. Pelanggan akan mempunyai rasa aman dalam hal melakukan hal yang berupa transaksi, ataupun hal-hal lain yang membutuhkan perlindungan dari perusahaan.
e. Pengertian empathy (empati)
memuaskan mereka dari aspek ini. Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari mashlow. Pada tingkat yang semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan dari teori mashlow inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi Empati.
2.2.5 Faktor-Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan.
Tjiptono (2006) menyatakan terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Produk dan konsumsi yang terjadi secara simultan.
Salah satu karakteristik jasa yang paling penting adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan sehingga dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran partisipasi pelanggan/konsumen. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan adanya interaksi antara produsen dan konsumen jasa, yang disebabkan karena tidak terampil dalam melayani pelanggan, penampilan yang tidak sopan, kurang ramah, cemberut, dan lain-lain.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal yang kurang memadai.
Karyawan yang berada di garis depan merupakan ujung tombak dari system pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif maka mereka perlu mendapatkan pemberdayaan dan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen sehingga nantinya mereka dapat mengendalikan dan menguasai cara melakukan pekerjaan, sadar dan konteks dimana pekerjaan dilaksanakan, bertanggung jawab atas output kinerja pribadi, bertanggung jawab bersama atas kinerja unit dan organisasi, keadilan dalam distribusi balas jasa berdasarkan kinerja dan kinerja kolektif.
4. Kesenjangan komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang esensial dalam kontrak dengan karyawan. Jika terjadi gap dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian dan persepsi yang negatif terhadap kualitas pelayanan. Kesenjangan komunikasi dalam pelayanan meliputi: memberikan janji yang berlebihan sehingga tidak dapat memenuhinya, kurang menyajikan informasi yang baru kepada pelanggan, pesan kurang dipahami pelanggan, dan kurang tanggapnya perusahaan terhadap keluhan pelanggan.
5. Memperlakukan pelanggan dengan cara yang sama.
pelanggan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan yang lainnya, sehingga hal ini merupakan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami kebutuhan pelanggan secara khusus.
6. Perluasan dan pengembangan pelayanan secara berlebihan
Memperkenalkan jasa baru untuk memperkaya jasa yang telah ada agar dapat menghindar adanya pelayanan yang buruk dan meningkatkan peluang
pemasaran, kadang-kadang menimbulkan masalah disekitar kualitas jasa dan hasil yang diperoleh tidak optimal.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi bisnis dalam jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk dalam jangka panjang. Misal kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan mengurangi jumlah teller yang menyebabkan semakin panjang antrian di bank tersebut.
2.2.6 Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan
1. Mengindentifikasikan determinan utama kualitas jasa
Setiap perusahaan jasa berupaya memberikan kualitas jasa pelayanan yang terbaik kepada para pelanggannya, perlu melakukan riset untuk mengidentifikasi jasa dominan yang paling penting bagi pasar sasaran terhadap perusahaan serta berdasarkan determinan tersebut, sehingga diketahui posisi relatif perusahaan dimata pelanggan dibandingkan dengan para pesaing agar dapat memfokuskan peningkatkan kualitasnya pada aspek dominan tersebut.
2. Mengelola harapan konsumen
Tidak jarang suatu perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya kepada konsumen agar mereka terpikat. Hal seperti ini dapat menjadi bumerang bagi perusahaan karena semakin besar pula harapan konsumen yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan konsumen oleh perusahaan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa
segala sesuatu yang dipandang konsumen sebagai indikator seperti apa jasa yang diberikan dan seperti apa saja yang telah diterima.
4. Mendidik konsumen tentang jasa
Membantu konsumen dalam memahami merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Konsumen yang terdidik akan dapat mengambil keputusan lebih baik sehingga kepuasan mereka dapat
tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen ini dapat dilakukan dalam bentuk melakukan pelayanan sendiri, membantu konsumen kepada mengunakan sesuatu jasa, bagaimana menggunakan jasa, dan menjelaskan kepada konsumen alasaan-alasan yang mendasari kebijaksanaan yang bisa mengecewakan mereka.
5. Mengembangkan budaya kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari: filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat menciptakan budaya kualitas yang baik maka dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan automatic quality
melakukan otomatisasi perusahaan perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang dibutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menindaklanjuti jasa
Menindak lanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi
sebagian atau semua konsumen untuk mengetahui keinginan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahaan bagi para konsumen untuk berkomunikasi baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8. Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan konsumen.
2.2.7 Gap Model
Model tersebut mengidentifikasikan lima gap yang menyebabkan ketidakberhasilan penyampaian jasa. Ada lima jenis gap model, yaitu:
1. Gap Persepsi Manajemen, yaitu adanya perbedaan penilaian pelayanan menurut pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan pelanggan. Manajemen tidak selalu merasa dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan. 2. Gap Spesifikasi Kualitas Jasa, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen
mengenai harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin dapat merasakan keinginan pelanggan dengan tepat namun tidak menetapkan standar kinerja yang spesifik.
3. Gap Penyampaian Jasa, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyerahan jasa (service delivery). Karyawan mungkin tidak dilatih dengan baik atau mengemban terlalu banyak pekerjaan sehingga tidak mampu memenuhi standar.
4. Gap Komunikasi Pemasaran, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Ekspetasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang dibuat melalui komunikasi pemasaran, akan tetapi janji tersebut tidak dapat dipenuhi oleh petugas pemberi jasa.
2.3 Teori Tentang Kepuasan Konsumen 2.3.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja / hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Supranto, 2001). Menurut Keller dan Kotler (2009), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Informasi tentang tingkat kepuasan pelanggan menjadi feed back (umpan balik) bagi manajemen perusahaan untuk melakukan improvement dan revisi (perbaikan demi kemajuan penyegaran) pada produk dan layanan yang ditawarkan kepada pelanggan. Kepuasan konsumen, merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka keberhasilan suatu bisnis.
Tjiptono (2006) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kualitas pelayanan dikurangi harapan pelanggan (Zeithaml dan Bitner, 2008) dengan kata lain pengukuran kepuasan konsumen dirumuskan sebagai berikut:
1. Service quality < expectation
service quality yang diberikan perusahaan lebih kecil dari expectation pelanggan, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan terhadap pelanggan.
2. Service quality = expectation
Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan tidak ada keistimewaan. Jika nilai kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan sama dengan harapan pelanggan, maka muncul kepuasan yang biasa diinginkan pelanggan.
3. Service quality > expectation
Bila ini terjadi dapat dikatakan bahwa pelanggan merasakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak hanya sesuai dengan kebutuhan, namun sekaligus memuaskan dan menyenangkan. Jika kualitas pelayanan lebih besar dari harapan yang diinginkan pelanggan, maka akan membuat kepuasan pelanggan sangat luar biasa. Pelayanan ketiga ini disebut pelayanan prima (excellent service) yang selalu diharapkan oleh pelanggan.
2.3.2 Faktor-faktor yang menentukan tingkat Kepuasan
Zeithaml dan Bitner, (2008) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu :
1) Kualitas produk; Pelanggan akan marasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2) Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3) Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merk tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merk tertentu.
4) Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5) Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
2.3.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi Kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi (Rangkuti, 2006).
1) Faktor Kebudayaan
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.
2) Faktor Sosial
3) Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan
dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya.
Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan
kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,
artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak
akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui
pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan
kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu
tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia.
Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang
dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang
dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan
harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan
pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa
seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan
dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem
imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang
untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status
perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan
4) Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi,
pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat
dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada
kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan
akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo,
2003). Menurut Keller dan Kotler (2009) menyebutkan bahwa kepuasan
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku
petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi
yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur
perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon
kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau
pelayanan.
2.3.4 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Keller dan Kotler (2009) bahwa beberapa metoda yang
digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan yaitu:
1) Sistem keluhan dan saran (Complain and Suggestion System)
Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggan untuk
menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Media yang
digunakan berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas
2) Analisis pelanggan yang beralih (Lost Customer Analysis)
Perusahaan seharusnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah beralih dari pemasok agar dapat memahami
Perusahaan seharusnya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah beralih dari pemasok agar dapat memahami mengapa
hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.
3) Survei kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Surveys)
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan
menggunakan metode survei baik via pos, telepon, e-mail maupun wawancara
langsung. Setelah melakukan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan akan
diperoleh informasi yang bermanfaat bagi instansi untuk memperbaiki kinerja.
Informasi ini mempengaruhi kebijakan yang akat dibuat instansi tersebut.
4) Ghost Shoping
Mempekerjakan beberapa orang yang berperan sebagai pembeli potensial
yang melaporkan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dengan produk
pesaing.
2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Uraian dalam tinjauan pustaka digunakan untuk menyusun kerangka atau
konsep yang akan digunakan dalam riset. Kerangka konseptual dijabarkan dari
tinjauan pustaka sebagai paradigma sekaligus tuntutan untuk memecahkan
Pelanggan sangat menginginkan kualitas terbaik ketika akan mendapat
pelayanan sehingga sebuah organisasi harus menyiapkan segala sesuatu mengenai
untuk menanggapi permintaan konsumen tersebut. Penyediaan sumber daya
sangat mutlak bagi suatu organisasi terutama organisasi yang bergerak di bidang
sektor pelayanan jasa.
Keterbatasan sumber daya baik dari kompetensi maupun fasilitas dan
perlengkapan yang ada pada Rumah Sakit Umum Daerah Salak sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan sehingga kualitas tidak bisa maksimal. Hal
tersebut membuat seringnya rujukan dilakukan terhadap pasien yang sangat segera
butuh pelayanan perobatan.
Sejak diterapkannya ISO 9001:2008 pada Rumah Sakit Umum Daerah
Salak, tidak didapatkan perubahan yang berarti bagi pasien yang berobat. Jumlah
rujukan pasien semakin bertambah dari 4% pada tahun 2012 menjadi 8% pada
tahun 2013. Pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah lain yang lebih
memiliki kualitas pelayanan yang lebih baik walaupun Rumah Sakit tersebut
belum memiliki sertifikasi ISO 9001:2008. Fenomena tersebut menjadi alasan
untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari
tangibles (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap),
assurance (jaminan) dan empathy (empati) terhadap kepuasan pasien pada
Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten Pakpak Bharat Propinsi Sumatera
Utara.
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam
GAMBAR 2.1 KERANGKA KONSEPTUAL
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka hipotesis penelitian adalah
1. Kualitas pelayanan yang terdiri dari tangibles (bukti fisik), reliability
(keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan
empathy (empati) secara serempak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten
Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008.
2. Tangibles (bukti fisik) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten
Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008.
3. Reliability (Kehandalan) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten Kualitas Pelayanan (X)
Kepuasan Pasien (Y) Responsiveness/Daya anggap(X3)
Reliability/Kehandalan (X2) Tangible/Bukti Fisik (X1)
Assurance/Jaminan(X3)
Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008.
4. Responsiveness (daya tanggap) secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak
Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
5. Assurance (Jaminan) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten
Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008.
6. Empathy (Empati) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan pasien Rumah Sakit Umum Daerah Salak Kabupaten Pakpak
Bharat, Propinsi Sumatera Utara berbasis Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2008. Beberapa indikator yang menjadi perhatian pasien adalah
pemahaman terhadap pasien, kepedulian, perhatian secara khusus, dan