• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Parkir Terhadap Pencantuman Klausula Baku (Studi Kasus PT. Sky Parking)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Parkir Terhadap Pencantuman Klausula Baku (Studi Kasus PT. Sky Parking)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan perekonomian berkembang sangat pesat. Hal ini ditunjukan

dengan dibukanya berbagai pusat perbelanjaan di berbagai kawasan yang

menawarkan fasilitas dan kebutuhan hidup yang menarik minat masyarakat selaku

konsumen. Pusat perbelanjaan yang menjamur ini pun menyediakan fasilitas

berupa penitipan kendaraan. Salah satu fasilitas yang disediakan oleh pengelola

jasa adalah penitipan kendaraan, penitipan ini kemudian dikenal dengan istilah

parkir oleh masyarakat.

Kendaraan yang bergerak suatu saat akan berhenti dan pada saat berhenti

membutuhkan tempat untuk memarkir kendaraan tersebut. Setelah sampai tujuan

kendaraan harus diparkirkan. Dengan demikian, pengemudi kendaraan pasti

menggunakan jasa parkir.

Menurut Pasal 1 Huruf (i) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun

2002 Tentang Retribusi Pelayanan Parkir ditepi Jalan Umum, Tempat Khusus

Parkir dan Perizinan Pelataran Parkir, yang dimaksud dengan parkir adalah

memberhentikan dan menempatkan kendaraan bermotor atau kendaraan tidak

bermotor dalam satu waktu tertentu ditempatkan parkir yang telah disediakan

(2)

Kebutuhan akan fasilitas perparkiran bagi kendaraan pribadi terus

mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah kendaraan sehingga

sarana parkir yang di sediakan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta yang

dalam pengelolaannya dilakukan oleh suatu badan usaha pengelola parkir swasta

dapat menjanjikan pendapatan atau pemasukan tersendiri.

Dalam lingkup usaha pengelolaan parkir ini terjadi hubungan baik antara

pemilik lahan yang menyediakan area perparkiran (Pemilik Perparkiran) dengan

badan pengelola parkir (Pengelola Perparkiran) maupun antara pengelola parkir

dengan pengguna fasilitas parkir (Konsumen Parkir).

Hubungan hukum antar pemilik dan pengelola parkir biasanya hubungan

hukum dalam bentuk perjanjian kerjasama baik itu dalam bentuk Guaranteed

Income atau Pendapatan Tetap Bulanan dimana pengelola parkir membayar suatu

jumlah yang tetap setiap bulan untuk menyewa lahan parkir maupun dalam bentuk

Management Fee atau Bagi Hasil Bulanan dimana pengelola mendapatkan

persentase dari pendapatan bersih atau seperti yang diperjanjikan, dan juga

Technical Assistance dimana pengelola perparkiran hanya membantu hal-hal

teknis atau sebagai konsultan lapangan.1

Sedangkan hubungan hukum antara pengelola dan konsumen parkir

hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat didalam masyarakat termasuk

1

(3)

para praktisi hukum sehingga hal ini sangat berdampak pada kepastian

perlindungan hukum terhadap konsumen parkir.2

Namun demikian merupakan suatu keharusan bagi pengelola parkir untuk

memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen parkir dan kendaraannya

sebagai timbal balik atas biaya tarif parkir yang telah ditetapkan kepada

konsumen.3 Hal ini yang membuat lahan parkir dapat dijadikan suatu bisnis

yang menggiurkan, karena setiap orang memiliki kendaraan pasti memerlukan

tempat parkir ditambah lagi peningkatan jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun

ke tahun selalu bertambah.

PT. Sky Parking merupakan perusahaan operator lahan parkir, dengan

mengutamakan profesionalisme dan kesempurnaan produk sehingga

menghasilkan kualitas yang tidak tersaingi dari beragam aspek bisnis. Kami telah

memupuk jaringan kerjasama yang kuat dan dinamis dengan mengoperasikan

beraneka ragam sarana parkir seperti pusat-pusat perbelanjaan, perkantaroran,

hotel, komplek, rumah sakit, mulai dari yang kecil hingga lokasi besar serta

didukung oleh para staf yang handal dan efisien. Sky Parking telah dipercaya

mengelola ±400 lokasi yang tersebar di seluruh kota-kota besar di Indonesia.

Untuk di medan Sky Parking mengelola sarana parkir di lippo mall sekitar bulan

Juli 2016 dan di sun plaza ini sendiri awal bulan Agustus 2016.

Kenyamanan dan keamanan bagi konsumen PT. Sky Parking yang

merupakan faktor utama dalam pengoperasian lahan parkir. Rasa aman

2

Ibid.

3

(4)

merupakan peran lebih dari sekedar kenyamanan, namun juga merupakan

tanggung jawab moral demi mencapai standar pelayanan yang tertinggi.

Dengan perkembangan zaman yang semakin modern. PT. Sky Parking

mengikuti perkembangan zaman dengan inovasi seperti sistem parkir otomatis,

pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money), pemasangan cctv disetiap

sudut parkir, mesin pengambilan tiket pada titik keluar-masuk kendaraan yang

modern dan untuk menjaga kualitas terbaik, perusahaan tidak hanya melakukan

pelatihan para pegawai yang dilakukan secara intensif dan berkala, namun juga

memantau masukkan dari pengguna jasa perparkiran yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas kenyamanan dan keamanan konsumen.

Disamping menggiurkannya bisnis perparkiran, pada praktiknya

perparkiran tidak terlepas dari masalah yang cukup serius bagi konsumen dan

pengelola perparkiran. Konsumen pengguna jasa parkir kerap kali menjadi pihak

yang dirugikan jika terjadi kehilangan atas kendaraannya maupun barang yang

berada dalam kendaraannya maupun kerusakan-kerusakan yang terjadi selama

waktu penitipan dalam tempat parkir.

Dalam penyelesaian perselisihan, pengelola parkir biasanya merujuk pada

klausula baku atau klausula eskonerasi dalam perjanjian parkir, yaitu

membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung

jawab. Klausula eksonerasi ini dapat diartikan sebagai klausula pengecualian

kewajiban/tanggung jawab dalam perjanjian.4

4

(5)

Meskipun pencantuman klausula baku tersebut dilarang oleh

Undang-Undang, akan tetapi Pemerintah Kota Medan melalui Walikota Medan dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan tetap mengeluarkan peraturan

dalam bentuk Peraturan Derah yang mana pengelola perparkiran menjadikan Pasal

13 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002 Tentang

Retribusi Pelayanan Parkir ditepi Jalan Umum, Tempat Khusus Parkir dan

Perizinan Pelataran Parkir menyatakan bahwa petugas parkir dibebaskan dari

tuntutan hukum atas kerusakan, kehilangan kendaraan serta barang-barang

didalamnya.5

Dalam praktik umum ditemui pengelola perparkiran yang memasang

tulisan, resiko atas segala kerusakan dan kehilangan atas kendaraan yang

diparkirkan dan barang-barang didalamnya merupakan kewajiban pemilik

kendaraan itu sendiri. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha

mengalihkan tanggung jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya

berpindah menjadi tanggung jawab konsumen. Dengan adanya pengaturan

pembebasan tanggung jawab yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan

sebagai alasan maka diizinkannya pencantuman klausula baku dalam perjanjian

standar karcis parkir.6

Ketidak pahaman masyarakat umum selaku konsumen parkir terhadap

pencantuman klausula eksonerasi pada perjanjian baku yang dibuat secara sepihak

oleh pengelola jasa perparkiran dalam karcis parkir yang umumnya berbunyi

5

Zaky Siraj Hasibuan, Tinjauan Yuridis Penggunaan Klausula Ekosnerasi Bagi Pengguna Jasa Perparkiran di Kota Medan, Skripsi, Medan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2012, hlm. 6.

6

(6)

segala bentuk kerusakan dan kehilangan barang dan/atau kendaraan bukanlah

menjadi tanggung jawab pengelola parkir melainkan menjadi tanggung jawab

pemilik masing-masing kendaraan, pencantuman baku tersebut dirasa sangat

merugikan pihak konsumen parkir apabila benar-benar terjadi kehilangan terhadap

kendaraanya.7

Jika ada yang perlu dikhawatirkan dengan kehadiran perjanjian standar,

tidak lain karena dicantumkannya klausula ekosnerasi (exemption clause) dalam

perjanjian tersebut. Klausula eksonerasi atau klausula baku adalah klausula yang

mengandung kondisi membatasi, atau bahkan menghapus sama sekali tanggung

jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak produsen/penyalur produk

(jual).8

Sangat mungkin terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan tersebut

berada saat kekuasaan pengelola perparkiran. Maka untuk memberikan

perlindungan pada konsumen pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha dalam

menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang

membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian

apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

7

Ibid, hlm. 4.

8

(7)

Salah satu perlindungan yang diberikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah perlindungan terhadap klausula

yang mengalihkan tanggung jawab pengelola perparkiran kepada konsumen.

Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka klausula

baku tersebut dapat dibatasi pemberlakuannya. Kalaupun klausula baku tersebut

dicantumkan, sesuai dengan isi Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa setiap

klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau

perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)

dinyatakan batal demi hukum.

Dalam praktik kegiatan usaha, klausula baku dibuat oleh pelaku usaha,

sedangkan konsumen sebagai pihak lain yang mau tidak mau harus menyetujui

perjanjian yang dimaksud pada karcis kendaraan bermotor yang dibuat oleh

pengelola perparkiran seperti PT. Sky Parking.

Perjanjian atau klausula baku merupakan perjanjian yang formatnya sudah

dibuat oleh salah satu pihak yang lebih dominan dan pihak lain tinggal menyetujui

saja. Dikatakan bersifat “baku” karena baik perjanjian maupun klausula tersebut

tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh pihak

lainnya.9

Dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Tentang Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

9

(8)

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Maka

dari ketentuan pasal tersebut pelaku usaha bertanggung jawab apabila produk

yang dihasilkan atau diperdagangkan tersebut mengalami kerusakan, pencemaran,

ataupun kerugian pada konsumen.

Rijken mengatakan bahwa klausula eksonerasi atau baku adalah klausula

yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan

diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas

yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.10

Dalam hal ini timbul ketidakadilan serta berpotensi merugikan konsumen.

Dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen sebenarnya potensi ketidakadilan yang dialami konsumen bisa

diminimalisir. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, jenis klausula baku yang dilarang digunakan

oleh pelaku usaha sebenarnya sudah sangat berpihak kepada konsumen. Dan

konsekuensi jika berbagai klausula baku itu tidak berlaku lagi maka akan banyak

hal yang dapat meringankan konsumen ketika mendapati perlakuan tidak adil dari

pelaku usaha.

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun

berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen

untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada

beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga

konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu, secara

10

(9)

mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya

universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya

dibandingkan dengan kedudukan pengelola jasa yang relatif lebih kuat dalam

banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat pengelola

jasalah yang memproduksi barang atau jasa, sedangkan konsumen hanya

menggunakan jasa yang telah tersedia, maka pembahasan perlindungan konsumen

akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta masalah

perlindungan konsumen ini terjadi didalam kehidupan sehari-hari.11

Lemahnya kedudukan konsumen memerlukan perlindungan hukum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang

telah dibuat dan disahkan memberikan perlindungan hukum bagi konsumen

dengan mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan hukum dan perilaku antara

pengelola jasa dan pengguna jasa yang dipandang lebih adil, serta mengatur

penyelesaian perselisihan antara pengelola jasa dan pengguna jasa diluar

pengadilan yang dipandang lebih sederhana, cepat serta dengan biaya yang lebih

ringan. Selain memuat hak dan kewajiban serta perintah dan larangan bagi

konsumen dan pengelola jasa, juga memuat tentang bagaimana penegakan

hukumnya apabila hak dan kewajiban produsen-konsumen serta perintah dan

larangan bagi produsen tersebut dilanggar. Oleh karena itu keberadaan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjadi suatu hal

yang sangat strategis dan merupakan pijakan awal dalam mengupayakan

penguatan posisi konsumen yang lemah.

11

(10)

Faktor utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen

sering terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen atas haknya.

Oleh karena itu, keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi

pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM)

untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan

pendidikan konsumen. Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI) yang bertujuan untuk membantu dan melindungi konsumen agar tidak

dirugikan dalam mengkonsumsi barang dan jasa, belum sepenuhnya dapat

membantu dan melindungi sebagaimana yang diharapkan.

Dalam perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), didalam pasal 1 ayat

(1)yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalahsegala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.Ditegaskan bahwa dengan adanya undang-undang yang mengatur

perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku

usaha. Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan kepada

konsumen juga harus diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan

kepada pengelola usaha.

Kedudukan Konsumen dengan Pengelola Usaha harus setara berdasarkan

asa kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 jo 1338 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Adanya klausula baku dianggap bertentangan dengan

(11)

Konsumen merupakan bagian tak terpisahan dari kegiatan bisnis yang

sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan

hukum antara konsumen dengan pelaku usaha.12

Undang-Undang Perlindungan Konsumen justru bisa mendorong usaha

yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi

persaingan yang ada dengan menyediakan barang dan/jasa terutama jasa

pengelolaan perparkiran yang berkualitas.

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan

dan hilangnya kendaraan dalam areal parkir. Kerugian yang dialami konsumen

harus dibuktikan secara benar dan pasti agar pelaku usaha dapat bertanggung

jawab atas kesalahan atau kelalaian yang diperbuatnya. Hal ini bukan untuk

membuat para pelaku usaha menjadi rugi, melainkan menjadi motivasi untuk

membuat pelayanan yang lebih baik lagi kepada konsumen yang menggunakan

jasa pengelolaan parkir tersebut.

Untuk mewujudkan perlindungan konsumen dan terselenggaranya layanan

jasa perpakiran di Kota Medan yang aman serta terlindunginya kendaraan

bermotor oleh pengelola perparkiran, maka cukup relevan apabila dikaji lebih

mendalam mengenai permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan jasa

perpakiran ini. Sehubungan latar belakang yang telah dituliskan, pada dasarnya

permasalahan perpakiran yang terjadi antara konsumen dan pengelola perparkiran,

satu sama lain diantara keduanya dapat memberikan rasa keadilan dan kenyaman

pada konsumen maupun pengelola perparkiran.

12

(12)

Sehubungan dengan latar belakang yang penulis paparkan, penulis tertarik

mengangkat judul “Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Parkir Terhadahap

Pencantuman Klausula Baku (Studi Kasus PT. Sky Parking)”. Sebagai suatu

persyaratan untuk menjadi sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

merumuskan permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini, yaitu sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaturan hubungan hukum antara pengguna jasa dengan

pihak pengelola perparkiran ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa

perparkiran yang kendaraannya rusak atau hilang ?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa akibat pencantuman klausula baku

antara PT. Sky Parking dengan pengguna jasa perparkiran ?

C. Tujuan Penilitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum pengelola perparkiran

dengan konsumen pengguna jasa.

2. Untuk mengetahui apakah PT. Sky Parking sudah memberikan

perlindungan hukum sesuai dengan undang-undang perlindungan

(13)

3. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penyelesaian sengketa yang

diterapkan PT. Sky Parking dengan konsumen pengguna jasa perparkiran.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Manfaat pembahasan dalam masalah ini bertujuan untuk mengetahui

pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pencantuman

klausula baku yang dibuat oleh PT. Sky Parking.

2. Secara Praktis

a. Memberikan penjelasan kepada PT. Sky Parking maupun kepada

masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajiban serta tanggung jawab

masing-masing.

b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai

penambah wawasan bagi masyarakat dan PT. Sky Parking.

E. Keaslian Penelitian

Judul dari penulisan skripsi ini adalah mengenai “Perlindungan Konsumen

Pengguna Jasa Parkir Terhadap Pencantuman Klausula Baku (Studi Kasus PT.

Sky Parking)”. Skripsi yang dibuat oleh penulis adalah murni hasil pemikiran dan

penelitian dari penulis. Setelah diperiksa di perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara (USU), tidak ditemukan judul yang sama.

Kalaupun ada terdapat judul skripsi yang terdahulu yang menyerupai yaitu

berjudul “Tinjauan Yuridis Penggunaan Klausula Eksonerasi Bagi Pengguna Jasa

Perparkiran di Kota Medan”. Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan

(14)

apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini. Dengan demikian maka

keaslian penulisan skripsi dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian dalam penulisan skripsi ini merupan jenis penelitian gabungan

yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Yang dimaksud

dengan penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum dengan cara mengkaji

asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif

mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma

yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.

Sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang

bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum

terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti

dengan sifat hukum yang nyata atau yang sesuai dengan kehidupan yang nyata

dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan

perundang-undangan.13

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

13

(15)

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan, yang

bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum

primer seperti pendapat para ahli yang diambil dari berbagai buku.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus

hukum dan kamus bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan (Library research) yaitu mempelajari dan menganalisis

secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber

lainnya yang berhubungan dengan perlindungan hukum terdahadap

konsumen terhadap pengiriman barang yang rusak dan hilang.

b. Studi lapangan (Field reseacrh) yaitu penelitian yang dilakukan secara

langsung turun kelapangan. Perolehan data ini dilakukan dengan cara

wawancara langsung dengan pihak PT. Sky Parking di Medan sebagai

perusahaan jasa perparkiran.

4. Analisis Data

Analisi data yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah

menggunakan metode pendekatan kualitatif, karena tanpa menggunakan rumus

statistik. Yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk

kalimat sehingga diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan

dengan skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis melakukan wawancara dengan pihak

(16)

G. Sistematika Penelitian

Secara garis besar skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan

masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan

penulisan, yaitu:

BAB I :PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Penulisan

Skripsi, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Keaslihan Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan. Yang didalamnya mengemukakan rumusan dan

pengertian dari istilah yang terkait dengan judul untuk memberikan

batasan dan pembahasan mengenai istilah-istilah tersebut sebagai

gambaran umum dari skripsi ini.

BAB II :TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU

USAHA

Dalam bab ini mengajak pembaca untuk lebih mengerti dan

memahami tinjauan umum tentang konsumen dan pelaku usaha,

hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, dan asas-asas

hukum perlindungan konsumen.

BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU DALAM

PERJANJIAN

Didalam bab ini membahas pengertian dari klausula baku dalam

(17)

perlindungan konsumen pengguna jasa dan pelaku usaha terhadap

adanya perjanjian klausula baku.

BAB IV :TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP

PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Pada PT. Sky

Parking)

Didalam bab ini menguraikan secara jelas permasalahan mengenai

hubungan hukum PT. Sky Parking dengan konsumen, perlindungan

hukum terhadap konsumen yang kendaraannya rusak atau hilang

dan penyelesaian sengketa akibat pencantuman klausula baku

antara PT. Sky Parking dan konsumen pengguna jasa perparkiran.

BAB V :PENUTUP

Bab ini adalah bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari bab-bab

yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin bergunan

dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum bagi konsumen atas pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian jual beli dapat dilakukan jika pelaku usaha memenuhi hak konsumen yang

KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU DAN KONSUMEN: Studi Tentang Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Penitipan Barang di Terminal Tirtonadi Surakarta.. Zulham, 2013,

Aspek Aksiologi Ilmu Hukum, Perlindungan konsumen terhadap Klausula baku pada dasarnya telah telah diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, berdasarkan ketentuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum adanya klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku (standar), mengetahui perlindungan hukum yang dapat diberikan

pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha, mengingat mulai banyaknya digunakan perjanjian baku dalam hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen serta adanya

Kata kunci: Klausula Baku, Jasa Parkir, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Akad syariah, Dinas Perhubungan Kota Malang. Di dalam Layanan Jasa Parkir telah menerapkan

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab yang pertama mengenai akibat hukum perjanjian baku dengan klausula eksonerasi dalam perjanjian jual beli perumahan ditinjau dari

x PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA BAKU YANG DIBUAT OLEH PELAKU USAHA TOKO KOSMETIK DI KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG Oleh Nurul Azzarah NIM..