BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TEORITIS
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah
2.1.1.1Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Halim (2007:96), “Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah”. Sedangkan menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 pasal
1 menyebutkan: “Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang
diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.1.1.2Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Unsur terpenting dari pembiayaan pemerintah daerah adalah
kontribusi dari pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah merupakan
bukti nyata dukungan masyarakat lokal kepada pemerintahnya untuk
menjalankan proses pemerintahan secara otonom. Berdasarkan
Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah
sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
2.1.2 Pajak Daerah
2.1.2.1Pengertian Pajak Daerah
Menurut Marihot.P.Siahaan ( 2005:7 ) pajak daerah adalah :
Pungutan dari masyarakat oleh daerah ( pemerintah ) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali ( kontra prestasi/balas jasa ) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Pajak Daerah merupakan Pajak yang diterima dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten / Kota yang
berguna untuk menunjang penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan
hasil penerimaan tersebut masuk kedalam APBD. Pajak Daerah yang
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada Daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.
Dasar hukum Pajak Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.
Dalam pemungutan Pajak Daerah memerlukan suatu sistem agar
pengelolaaan Pajak Daerah tersebut dapat berjalan dengan baik.
Maka diperlukan suatu sistem pemungutan yang baik pula. Sistem
1. Official Assesment System.
2. Self Assesment System
3. Witholding System.
Sedangkan menurut UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan
atas UU No.18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah :
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat
diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang
daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok
Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan
rumah tangga daerah itu sendiri.
2.1.2.2Klasifikasi Pajak Daerah
Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009 pasal 2, jenis pajak
daerah terbagi 2 yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.
1. Pajak Provinsi
Jenis pajak provinsi berdasarkan UU No.28 Tahun 2009
pasal 2 antara lain:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air
kandaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua
kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan
di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan
teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang
berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy
tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar
yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor
dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air. Wajib pajaknya
adalah orang pribadi atau badan. Tariff pajak kendaraan
bermotor adlah paling tinggi 10%.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea balik nama kendaraan bermotor adlah pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat
perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar,
hibah,warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor. Tariff
bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan paling
a. Penyerahan pertama sebesar 20%
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%
Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan
alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum
tariff pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing
sebagai berikut:
a. Penyerahan pertama sebesar 0,75%
b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.
Tarif bea balik nama kendaraan bermotor ditetapkan
dengan peraturan daerah.
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas
penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan
bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan
bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan
bermotor. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan
bermotor. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor
ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Khusus tarif pajak
bahan bakar kendaraan bermotor untuk bahan bakar
lebih rendah dari tarif pajak bahan bakar kendaraan
bermotor untuk kendaraan pribadi.
4. Pajak Air Permuka an
Pajak air permukaan adalah pajak atas pengembilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan
adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah,
tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun
di darat. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan. Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling
tinggi sebesar 10%.
5. Pajak Rokok
Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib pajak
rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan
importir rokok yang memiliki izin berupa nomor pokok
pengusaha barang kena cukai. Tarif pajak rokok
ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
Jenis pajak kabupaten/kota berdasarkan UU No.28 Tahun
2009 pasal 2 antara lain:
1. Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu
dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan,
dan/ atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut
bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali
untuk pertokoan dan perkantoran. Pengenaan pajak hotel
tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau
kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak
mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah
kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu
menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Hotel.
Peraturan ini akan menjadi landasan hukum operasional
dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan
Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang
bersangkutan. Subyek Pajak Hotel adalah orang atau
badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan.
Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. Obyek Pajak
Hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan
pembayaran termasuk :
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal Jangka
b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas
penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya
memberikan kemudahan dan kenyamanan.
c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan
khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum.
Tariff pajak hotel sebesar 10%.
2. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan dengan pembayaran di restoran yaitu adalah
tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan
minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi,
kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan/
minuman, tempat karaoke, usaha jasa katering dan usaha
jasa boga.
Pengenaan pajak Restoran tidak mutlak ada pada seluruh
daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal
ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah
kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu
menerbitkan peraturan daerah tentang pajak restoran.
dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan
Pajak Restoran di daerah kabupaten atau kota yang
bersangkutan. Subyek Pajak Restoran adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas
pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha
restoran. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang
disediakan restoran dengan pembayaran.
Tariff pajak restoran sebesar 10%.
3. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan
hiburan, yaitu semua jenis pertunjukkan, permainan,
permainan ketangkasan, dan/ atau keramaian dengan
nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati
oleh setiap orang dengan dipungut bayaran tidak
termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia
tidak sama, termasuk dalam hal jenis hiburan yang
diselenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada
suatu daerah kabupaten atau kota pemerintah daerah
setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang
Pajak Hiburan yang akan menjadi landasan hukum
operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan
yang bersangkutan. Subyek Pajak Hiburan adalah orang
pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati
hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan hiburan. Obyek Pajak Hiburan
yakni penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran.
Tariff pajak hiburan paling tinggi 35%.
4. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan
reklame yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang
menurut bentuk susunan dan jenis ragamnya untuk
tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau
orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada
suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau
yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat
umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Untuk
dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota,
pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang Pajak Reklame yang akan
menjadi landasan hukum operasional dalam teknis
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame
di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
yang menyelenggarakan atau memesan reklame. Wajib
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
menyelenggarakan reklame. Obyek Pajak Reklame yakni
semua penyelenggara reklame.
Tariff pajak reklame paling tinggi 25%.
5. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan
tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah
tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya
dibayar oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan adalah
penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umum
yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Pajak
penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini
berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau
kota maka pemerintah daerah harus terlebih dahulu
menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan
Jalan yang akan menjadi landasan hukum operasional
dalam pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak
bersangkutan. Subyek Pajak Penerangan Jalan adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga
listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi
pelanggan lisrik dan atau pengguna tenaga listrik. Obyek
Pajak Penerangan Jalan yakni penggunaan tenaga listrik
di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi
sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah
kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah
kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan
besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan
kabupaten/kota lainnya asalkan tidak lebih dari 10%.
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C
Pajak Pengambilan bahan galian golongan C adalah
pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan
C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bahan-bahan galian dibagi atas dua golongan, yaitu :
a. Golongan bahan galian strategis.
b. Golongan bahan galian vital.
Subyek Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C
adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan
galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi
atau badan yang menyelenggarakan pengambilan galian
golongan C. Obyek Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan
C. Tarif Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk
menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan
kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan
demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi
kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya asalkan
7. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh
orang pribadi atau badan , baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha.
Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh
daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal
ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau
kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu
menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang
akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak parkir di
daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. Subyek
Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan
pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah
orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat
parkir. Obyek Pajak Parkir yakni penyelenggaraan
tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan
sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor. Tarif pajak parkir ditetapkan paling
tinggi 20%.
8. Pajak Air Tanah
Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat
dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan
tanah. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah. Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi 20%.
9. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusaha sarang burung wallet.
Burung wallet adalah satwa yang teramsuk marga
collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia
maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang
burung wallet.
10.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan
adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi
adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan
perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan
pedalaman dan/atau laut. Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atasbumi dan/atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Tarif pajaknya paling tinggi adalah sebesar
0,3%.
11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak
atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh
orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan/atau
bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan
dan bangunan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau
bangunan. Tarif bea perolehan hak atas tanah dan/atau
bangunan paling tinggi adalah 5%.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.
2.1.2.3Tarif Pajak Kabupaten / Kota
Dilihat dari wewenang Pemungutan Pajak Daerah atas Objek
Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu : Pajak daerah yang
dipungut oleh Propinsi, dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota.
Tabel 2.1
Tarif Pajak Daerah yang dipungut oleh Kota
Sumber : Berdasarkan Undang-Undang PBB tahun 1984
DESKRIPSI TARIF
1. Daerah Retribusi :
a. PKB & Kendaraan di Atas Air
b. BBNKB & Kendaraan Di Atas Air
c. PBBKB
d. Pajak PPABT-AP
5%
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
Tabel 2.2
Presentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah
NO JENIS PAJAK
DAERAH
PROVINSI KOTA
1 PKB 70 % 30 %
2 BBN-KB 70 % 30 %
3 Pajak Pengambilan
Dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah
5 Pajak Penerangan
Jalan
90 % 10 %
6 Pajak Pengambilan
Bahan Galian
Golongan C
90 % 10 %
7 Pajak Parkir 90 % 10 %
Sumber : Sudin Rencana dan Pengembangan Dinas pendapatan Daerah.
2.1.3 Retribusi Daerah
2.1.3.1 Pengertian Retribusi Daerah
Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan ( 2005:5 ) yang
perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “ Retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.”
Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada
Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 mengatur beberapa istilah yang umum
digunakan, yaitu :
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas batas daerah tertentu,
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
otonom lainnya sebagai badan eksekutif daerah.
c. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati
bagi daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang
retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
e. Peraturan daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepaa
f. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
g. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian
dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan.
h. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau
pemotong retribusi tertentu.
i. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan
perizinan tertentu dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
j. Jasa usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya
2.1.3.2 Klasifikasi Retribusi Daerah
Sesuai dengan Undang - undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 108
retribusi daerah dibagi atas 3 golongan, yakni :
1. Retribusi Jasa Umum.
Retribusi jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan. Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau
badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum
bersangkutan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayan yang
disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh oaring pribadi atau
badan.
Jenis retribusi jasa umum antara lain:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
Retribusi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 110 ayat 1 huruf a adalah pelayanan kesehatan di
puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu, balai
pengobatan, rumah sakit umum daerah, dan tempat pelayanan
kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau
dikelola oleh pemerintah daerah, kecuali pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan
pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
Retribusi persampahan/kebersihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 110 ayat (1) huruf b adalah pelayanan
persampahan/kebersihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah melalui: pengambilan/pengumpulan
sampah dari sumbernyake lokasi pembuangan sementara,
pengangkutan sampah dari sumbernya dan/atau lokasi
pembuangan sementara ke lokasi pembuangan/atau
pembuangan akhir sampah, penyediaan lokasi
pembuangan/pemusnahan akhir sampah. Dikecualikan dari
objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelayanan kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah,
social dan tempat umum lainnya.
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk
dan Akta Catatan Sipil
Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan
akta catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 110
ayat (1) huruf c adalah pelayanan:
a) Kartu tanda penduduk
b) Kartu keterangan tempat tinggal
d) Kartu penduduk sementara
e) Kartu identitas penduduk musiman
f) Kartu keluarga
g) Akta catatan sipil yang meliputi akta perkawinan, akta
perceraian, akta pengesahan dan pengakuan anak, akta
ganti nama bagi warga negagra asing, dan akta kematian.
d. Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf d
adalah pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang
meliputi: pelayanan penguburan/pemakaman termasuk
penggalian dan pengukuran, pembakaran/pengabuan mayat.
Sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat
yang dimiliki atau dikelola oleh pemerintah.
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
Retribusi pelayanan parker di tepi jalan umum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf e adalah penyediaan
pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. Retribusi Pelayanan Pasar
Pelayanan pasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 110 ayat
tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola
pemerintah daerah, dan khusus yang disediakan pedagang,
dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah pelayanan fasilitas pasar yang dikelola oleh
BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
Pelayanan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud pada pasal 110 ayat (1) huruf g adalah pelayanan
pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah.
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran
sebagaimana dimaksud pada pasal 110 ayat (1) huruf h
adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat
pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan
alat penyelamatan jiwa oleh pemerintah daerah terhadap
alat-alat pemadam kebakaran, alat-alat penanggulangan kebakaran,
alat penanggulangan jiwa yang dimiliki dan/atau
dipergunakan oleh masyarakat.
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Retribusi penggantian biaya cetak peta sebagaimana yang
peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar
(garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis
(struktur).
j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus
Retribusi pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf j
adalah pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus
yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari
objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelayanan penyediaan dan/atau penyedotan kakus yang
disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD
dan pihak swasta.
k. Retribusi Pengelolaan Limbah Cair
Retribusi pengelolaan limbah cair sebagaimana dimaksud
dalam pasal 110 ayat (1) huruf k adalah pelayanan
pengelolaan limbah cair rumah tangga, perkantoran dan
industry yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola secara
khusus oleh pemerintah daerah dalam bentuk instalasi
pengolahan limbah cair. Dikecualikan dari objek retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan
pengolahan limbah cair yang disediakan, dimiliki, dan/atau
pembuangan limbah cair secara langsung ke sungai, drainase,
dan/atau sarana pembuangan lainnya.
l. Retribusi Pelayanan Tera-Tera Ulang
Retribusi pelayanan tera-tera ulang sebagaimana dimaksud
dlam pasal 110 ayat (1) huruf l adalah pelayanan pengujian
alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya, dan
pengujian barang dalam keadaan terbungkus yangwajib
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan
Retribusi pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 110 ayat (1) huruf m adalah pelayanan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis oleh
pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a) Pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah;
b) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah;
c) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh BUMN,
BUMD; dan
d) Pendidikan/pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
Retribusi pengendalian menara telekomunikasi sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 110 ayat (1) huruf n adalah
pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan
memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan
umum.
2. Retribusi Jasa Usaha.
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena
pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi
pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal. Subjek retribusi jasa
usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau
menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Objek
retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial.
Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah:
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Pelayanan pemakaian kekayaan daerah yang dimaksud dalam
pasal 127 ayat (1) huruf a adalah pemakaian tanah dan
bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian
kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak
daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi
dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon
maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi
jalan umum.
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
Pasar grosir dan atau pertokoan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 127 ayat (1) huruf b adalah pasar grosir berbagai jenis
barang dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang
disediakan/diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak
termasuk yang disediakan oleh BUMD dan pihak swasta.
c. Retribusi Tempat Pelelangan
Tempat pelelangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal
127 ayat (1) huruf c adalah tempat yang secara khusus
disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan
pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk
jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di
tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat
pelelangan adalah tempat yang dikontrakkan oleh pemerintah
daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat
pelelangan. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana
yang pada ayat (1) adalah tempat pelelangan yang disediakan,
dimiliki dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak
d. Retribusi Terminal
Retribusi terminal sebagaimana dimaksud dalam pasal 127
ayat (1) huruf d adalah tempat pelayanan penyediaan tempat
parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat
kegiatan usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal,
yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau
dikelola oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
Pelayanan tempat khusus parkir sebagaimana dimaksud dalam
pasal 127 ayat (1) huruf e adalah pelayanan penyediaan tempat
parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan
dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
Retribusi pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf f adalah
pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki
dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang
g. Retribusi Rumah Potong Hewan
Retribusi pelayanan rumah potong hewan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf g adalah pelayanan
penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk
pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah
dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah
daerah. Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas
rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
Retribusi pelayanan pelabuhan kapal sebagaimana dimaksud
dalam pasal 127 ayat (1) huruf h adalah pelayanan pada
pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan,
termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang
dimiliki dan/atau dikelola oleh pemrintah daerah, tidak
termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak
swasta.
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
Retribusi pelayanan tempat rekreasi dan olahraga sebagaimana
dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf i adalah tempat
rekreasi, pariwisata dan olahraga yang dimiliki dan/atau
retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang
disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah,
BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
j. Retribusi Penyeberangan di Air
Retribusi pelayanan penyeberangan di atas air sebagaimana
dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf j adalah pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan
kendaraan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh
pemrintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN,
BUMD, dan pihak swasta.
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Retribusi penjualan produksi usaha daerah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 127 ayat (1) huruf k adalah penjualan
hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih
tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk
penjualan produksi usaha BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Subjek perizinan tertentu adalah
orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari
pemerintah daerah. Objek perizinan retribusi tertentu adalah
pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umumdan menjaga kelestarian
lingkungan.
Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah:
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) adalah pemberian izin
untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam
pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan
pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai
dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang
berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas
Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB),
dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi
pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat
b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah
pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman
beralkohol di suatu tempat tertentu.
c) Retribusi Izin Gangguan
Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/ kegiatan
kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang
dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak
termasuk tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
d) Retribusi Izin Trayek
Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan
penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai
dengan kewenangan masing-masing daerah, tidak termasuk
tempat usaha/ kegiatan yang telah ditentukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan
Retribusi izin usaha perikanan adalah pemberian izin
kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan
2.1.4 Belanja Modal
2.1.4.1 Defenisi Belanja Modal
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja
modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan
modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris dan aset lainnya
yang ditetapka pemerintah yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk
biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah
masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Aset
tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari
suatu satuan kerja bukan untuk dijual.
Sedangkan menurut Permendagri (2006) belanja modal adalah “Pengeluaran yang dianggarkan untuk pembelian/pengadaan asset tetap dan asset lainnya yang digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang memiliki criteria masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan, merupakan objek pemeliharaan, dan jumlah nilai rupiahnya material sesuai dengan kebijakan akuntansi”.
2.1.4.2Klasifikasi Belanja Modal
Berdasarkan Permendagri (2006) jenis belanja modal terdiri dari 5
kategori utama yaitu:
1. Belanja modal tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama
dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan
dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
2. Belanja modal peralatan dan mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan
peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor
yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan
sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja modal gedung dan bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
4. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran
untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan
jaringan yang menambah kapasitas sampai jalanirigasi dan jaringan
5. Belanja modal fisik lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya
yang tidakdapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi
dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang
purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,
buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan
dalam mekanisme pelaksanaan APBN dan penyusunan Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga, maka diterbitkan Perdirjen
Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 tentang pedoman penggunaan
AKUN pendapatan, belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal
sesuai dengan BAS.
Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja
dikategorikan sebagai belanja modal apabila :
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau
aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas.
2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut disajikan tinjauan penelitian terdahulu untuk mendukung
kerangka konseptual penelitian.
Tabel 2.3
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama
belanja modal pada
kab/kota sumatera
daerah (PAD) dan
dana alokasi umum
kab/kota jawa
daerah dan retribusi
daerah pada APBD
di pemerintahan
kota sumatera utara
Pajak daerah,
Retribusi daerah
dan APBD
Pajak daerah dan
Retribusi Daerah
secara bersama
memberikan
kontribusi positif
terhadap APBD
Sumber: data diolah oleh penulis, 2012
Anton Dwi Handoko (2009) judul penelitian adalah “pengaruh pendapatan
asli daerah terhadap peningkatan belanja modal pada pemerintahan
kabupaten/kota di sumatera utara”. Penelitian ini menunjukkan pertumbuhan PAD
mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap peningkatan belanja modal.
Nur Indah Rahmawati (2010) meneliti “pengaruh pendapatan asli daerah
(PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap alokasi belanja daerah (studi
pemerintah di kabupaten/kota Jawa Tengah)”. Peneliti ini menunjukkan bahwa
DAU dan PAD mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja
daerah. Jika dilihat lebih lanjut, tingkat ketergantung alokasi belanja daerah lebih
dominan terhadap PAD dari pada DAU.
Okto Arbincan (2012) meneliti Kontribusi pajak daerah dan retribusi
menunjukkan bahwa Pajak daerah dan Retribusi Daerah secara bersama
memberikan kontribusi positif terhadap APBD.
2.3 Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Pengalokasian Belanja Modal
Menurut Mohammad Riduansyah ( 2003 )
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut.
Menurut Raksa Mahi (2005 )
Pengelolaan PAD masih belum optimal, hal ini tercermin dari belum optimalnya kinerja pemungutan pajak dan retribusi di berbagai daerah. Sumbangan PAD bagi penerimaan daerah rata-rata masih sekitar 5 sampai 6 persen dari total penerimaan. Pada umumnya ruang lingkup pilihan kebijakan pemungutan pajak dan retribusi masih sangat terbatas pada kebijakan yang sifatnya klasik, yaitu pembaharuan data wajib pajak daerah, penyederhanaan administrasi pemungutan, pembuatan perda-perda baru sejalan dengan ketentuan pusat. Sedangkan kebijakan yang lebih strategis, misalnya perencanaan penerimaan keuangan, peningkatan pengawasan, perbaikan tariff dan lainnya masih sangat terbatas.
Menurut Astuti dan Haryanto (2006 )
2.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.4.1 Kerangka Konseptual
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah
diberikan kewenangan dalam menggali sumber keuangan sendiri dalam
membiayai segala kegiatan daerahnya. Pendapatan asli daerah
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah.
Belanja modal yang merupakan bagian dari APBD merupakan
suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di
dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika
perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), khususnya
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157
menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah
b. Dana Perimbangan
c. Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok pendapatan asli
daerah yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu :
1.Pajak Daerah
Pajak Daerah dan Retribusi daerah merupakan sumber utama PAD
yang dialokasikan untuk belanja modal daerah. Dari uraian diatas dapat
digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.4.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina ( 2007:41 ), menyatakan hubungan yang
diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi
yang dapat diuji secara empiris.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang
diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut :
H1 : Pajak Daerah memberikan pengaruh positif terhadap
pengalokasian belanja modal.
H2 : Retribusi Daerah memberikan pengaruh positif terhadap
pengalokasian belanja modal
H3 : Pajak daerah dan Retribusi Daerah secara bersama memberikan
pengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal. Belanja Modal Di Sumatera Utara