BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Krisis ekonomi global yang mengakibatkan kenaikan jumlah
pengganguran dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Pengalaman krisis
keuangan Asia 1997-1998 juga memberikan ajaran penting mengenai peran
strategis dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya di singkat UMKM)
sebagai penampung terakhir bagi pengangguran atau orang-orang yang tidak
mendapatkan pekerjaan di sektor formal.1 Fakta ini menjadi landasan bagi suatu
pemikiran teoritis bahwa di negara-negara dimana sektor informal memiliki
dampak yang sangat besar untuk menyelamatkan diri dari suatu krisis ekonomi
seperti yang terjadi pada periode 2008-2009 tersebut terhadap kesempatan kerja
akan lebih terefleksikan pada peningkatan pengangguran. Oleh karena itu, untuk
mengatasinya mereka harus berupaya sendiri untuk berusaha melalui sektor
informal.
Berdasarkan informasi dari International Labour Organisation (ILO),
pertumbuhan kesempatan kerja di ekonomi informal merupakan dampak yang
paling signifikan terhadap pasar tenaga kerja di Indonesia. Oleh karena itu, dalam
hal ini pemerintah sebagai alat negara sangat mengandalkan UMKM untuk
memperkecil dampak negatif terhadap krisis ekonomi yang terjadi. Alasan
sederhananya yakni kelompok usaha yang kebanyakan beroperasi disektor
1
informal sangat padat karya, yang mana mempunyai peran strategis dengan
sumber utama menciptakan kesempatan kerja atau sebagai kekuatan utama untuk
mencegah meningkatnya pengangguran di masa krisis ekonomi.2
UMKM kini juga menjadi prioritas utama dalam perekonomian di
Kabupaten Semarang. Dengan banyaknya UMKM yang ada di Kabupaten
Semarang, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan
memberdayakan UMKM tersebut agar dapat berdaya serta memiliki potensi besar
dalam penyerapan tenaga kerja.
Fakta yang dominan dari peran UMKM adalah bahwa UMKM di
Kabupaten Semarang menjadi sektor usaha yang dijalankan sebagian besar
masyarakat di Kabupaten Semarang dimana dampaknya juga terjadi dalam
stabilitas kehidupan sosial lainya. Dengan ditetapkanya Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam pasal 2 menyatakan bahwa dunia
usaha ini dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan
demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Sehingga keberadaan UMKM memiliki
kekuatan hukum dalam melaksanakan peranya dalam meningkatkan
perekonomian.
Uraian di atas menunjukan bahwa pemberdayaan UMKM jelas merupakan
komponen penting dalam perencanaan pembangunan yang baik oleh pemerintah
pusat maupun daerah. Dibutuhkan kebijakan ekonomi pemerintah yang
mendukung ekonomi kerakyatan dalam hal ini UMKM sebagai objeknya. Dan
salah satu indikator utama setelah pemerintah pusat dimana pentingnya peran
2
pemerintah daerah dalam peningkatan perekonomian dengan pemberdayaan
UMKM.
Sehubungan dengan uraian diatas, dengan melihat jumlah UMKM cukup
banyak di Kabupaten Semarang dan berbagai permasalahan yang muncul dalam
proses pengembangannya, maka diperlukan campur tangan dari pemerintah
Kabupaten Semarang dalam rangka pemberdayaan UMKM yang berada di
wilayah Kabupaten Semarang.
Dalam rangka melakukan campur tangan terhadap keberadaan UMKM di
kabupaten semarang, maka pemerintah daerah telah menetapkan Dinas Koperasi,
Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang untuk
melakukan pemberdayaan terhadap Usaha Mikro yang berada di Kabupaten
Semarang. Peran Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan
dalam melakukan pemberdayaan diharapkan dapat membantu Usaha Mikro dalam
menerapkan tugas dan fungsinya sesuai visi misi.
Peran sendiri dinyatakan secara jelas berbicara mengenai tugas dan fungsi.
Secara etimologi, tugas merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan,
sedangkan fungsi merupakan kedudukan dalam melaksanakan suatu tugas
tertentu. Oleh karena itu, tugas dan fungsi memiliki hubungan yang erat. Dengan
demikian, peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang apabila
melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukanya maka ia telah
melakukan suatu peran sesuai dengan peraturan yang ada.
Sesuai dengan rumusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom. Dalam pelaksanaan pemberdayaanya setiap
Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, dan Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas
yang sama yakni memberdayakan UMKM yang dilakukan melalui pendataan,
kemitraan, kemudahan perijinan, penguatan kelembagaan dan koordinasi dengan
para pemangku kepentingan.3 Prinsip utama dalam pembagian urusan
pemerintahan konkuren pilihan dengan berdasarkan asas tugas pembantuan harus
didasarkan pada asas akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas serta harus
berkepentingan nasional.
Secara konseputal, pemberdayaan berasal dari kata power (kekuasaan atau
keberdayaan). Karenanya gagasan utama pemberdayaan bersentuhan dengan
konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan sering dikaitkan dengan kemampuan
untuk membuat orang lain melakukan apa yang diperintahkan. Kekuasaan
senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia.4
Secara singkat pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya memberikan
kesempatan dan kemampuan kepada individu atau kelompok masyarakat untuk
berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi, dan mengendalikan kelembagaan
masyarakat secara bertanggung jawab agar kehidupanya semakin baik.
Pemberdayaan juga diartikan sebagai bentuk upaya untuk memberikan daya
(empowerment ) atau kekuatan (strength) kepada masyarakat.5
3
Lampiran huruf Q Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60 Sekretariat Negara)
4
John C. Wahlke & Heinz Eulau, Legislative Behavior A Reader In Theory And Research, The Free Press Of Glencoe, Illiois, 1959,h.23.
5
Dengan adanya pemberdayaan ini diharapkan UMKM berkembang
dengan baik, menyangkut : 1. Peningkatkan kemampuan managerial, 2.
Organisasi tata kelola kelembagaan, 3. Meningkatkan produksi dan efisiensi, 4.
Pengelolaan tenaga kerja, 5. Pemasaran permodalan, 6. Proses produksi yang terus
meningkat.
Pemberdayaan Usaha Mikro disetiap daerah khususnya di Kabupaten
Semarang berpedoman pada Undang-Undang 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Salah satu kebijakan yang telah diatur adalah pengaturan mengenai pemberdayaan
UMKM dengan dikeluarkanya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Pemberdayaan UMKM. Dalam peraturan ini, disusun secara khusus dalam rangka
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi UMKM, yang bertujuan
agar UMKM memiliki daya saing yang kuat sehingga mampu menopang laju
pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam kebijakan lainya telah diatur mengenai
perizinan secara khusus membuka usaha yakni Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun
2016 tentang Izin Usaha Mikro.
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan sendiri
adalah intansi pemerintah yang melaksanakan urusan pemerintahan Daerah di
bidang Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian Dan Perdagangan. Dinas Koperasi,
Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan memiliki berbagai macam tugas
pokok dan fungsi sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor
21 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten
Semarang serta Peraturan Bupati Kabupaen Semarang nomor 52tahun 2016
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi, Tata Kerja, Dan
pelaksanaan urusan pemerintahan Daerah di bidang Koperasi, Usaha Mikro,
perindustrian dan perdagangan. Dengan fungsi merumusan kebijakan,
melaksanakan kebijakan, melaksanakan evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan
urusan pemerintahan, melaksanakan administrasi Dinas dan melaksanakan fungsi
lain yang diberikan oleh Bupati terkait dengan tugas dan fungsinya.
Secara khusus, mulai tahun 2017 kewenangan Dinas Koperasi, Usaha
Mikro, Perindustrian dan Perdagangan, hanya berwenang melakukan
pemberdayaan atau kegiatan dalam rangka peningkatan potensi hanya pada Usaha
Mikro berdasarkan atas keputusan Bupati Kabupaten Semarang yang tertuang
dalam Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi, Tata Kerja, dan Perincian Tugas Perangkat Daerah
Kabupaten Semarang.
Di Kabupaten Semarang tercatat 63.724 Unit Usaha Mikro (2016).6 yang
terbagi dalam 9 bidang Usaha Mikro yaitu (1) bidang pertanian, perternakan,
kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalihan, (3) industri
pengolahan, (4) industri pengelolahan, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan
restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, (9) jasa-jasa swasta.
Usaha mikro ialah Usaha produktik milik orang perrangan / badan hukum
perorangan yang memenuhi kriteria.7 Pada kriteria Usaha Mikro memiliki
kekayaan bersih (Aset) yaitu Rp. 50.000.000,00- (lima puluh juta rupiah) tidak
6
Kabupaten Semarang Dalam Angka Tahun 2016. Hlm. 245
7
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, serta hasil penjualan (Omset) tahunan
paling banyak Rp. 300.000.00,- (tiga ratus juta rupiah). 8
Hal ini seharusnya menjadi pendorong bagi pemerintah dalam
memaksimalkan kualitas UMKM untuk kesejahteraan masyarakat. Namun
realitas yang terjadi di Kabupaten Semarang, jumlah data UMKM di wilayah
Kabupaten Semarang belum semua terdata dan mendapat perhatian dari
pemerintah. Dalam kerangka agar Usaha Mikro semakin meningkat dengan baik
maka melalui pemberdayaan perlu kesadaran bahwa keberhasilan dari
pemberdayaan tidak terlepas dari peran aparatur pemerintah daerah dalam hal ini
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan sebagai intansi
yang memiliki kewenangan.
Pemberdayaan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kemampuan
kepada pelaku Usaha Mikro agar semakin berdaya. Oleh karena itu sangatlah
penting bagi aparatur pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga yang terkait
dalam melakukan pemberdayaan terhadap Usaha Mikro. Dengan fakta-fakta yang
terjadi secara langsung pemberdayaan telah dilakukan Dinas Koperasi, Usaha
Mikro, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang sebagaimana
perwujudnya dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya karena berdayanya para
pelaku Usaha Mikro merupakan urusan pemerintahan konkuren pilihan dengan
berdasarkan asas tugas pembantuan harus didasarkan pada asas akuntabilitas,
efisiensi, eksternalitas serta harus berkepentingan nasional. Dengan begitu
Kabupaten Semarang dapat dikatakan para pelaku Usaha Mikro memiliki daya
usaha yang terus meningkat dengan adanya pemberdayaan.
8
Namun, hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih terdapat beberapa
Usaha Mikro yang sudah diberdayakan masih mengalami masalah dalam
pelaksanaan usahanya. Secara spesifik, masalah yang mendasar dihadapi oleh
Usaha Mikro adalah Pertama, lemahnya dalam memperoleh peluang pasar dan
memperbesar pangsa pasar, kedua, lemahnya dalam struktur permodalan dan
keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antara usaha mikro dengan usaha
besar (system informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif
karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pemberdayaan yang telah
dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian
masyarakat terhadap Usaha Mikro.Dari permasalahan ini, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap PERAN DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO,
PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM MELAKUKAN
PEMBERDAYAAN TERHADAP USAHA MIKRO DI KABUPATEN
SEMARANG.
B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Peran Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Semarang dalam melakukan pemberdayaan
2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberdayaan
yang dilaksanakan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Semarang kepada Usaha Mikrodi Kabupaten
Semarang ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penulisan ini ialah :
1. Untuk mengetahui pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi,
Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang
kepada Usaha Mikro di wilayahnya.
2. Untuk mengetahui problematika yang timbul dalam pelaksanaan
pemberdayaan yang dilakukan Dinas Koperasi, Usaha Mikro,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang terhadap Usaha
Mikro di wilayahnya.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini :
1. Manfaat Teoretis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan untuk memberika masukan
dalam mengembangkan ilmu hukum khususnya Hukum Otonomi Daerah,
Hukum Administrasi Negara, dan Sosiologi Hukum.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan kepada Dinas Koperasi,
Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang agar
E. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis berdasarkan judul dan rumusan masalah,
yang termasuk dalam kategori penelitian Hukum Sosiologis. Penelitian ini
bersifat empiris, dimana langkah dan teknis dari penelitian tersebut
mengikuti pola dari penelitian ilmu sosial khususnya ilmu
sosiologis(yuridis-sosiologis )
2. Pendekatan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan hukumsosiologis
yaitu mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika norma
bekerja di dalam masyarakat serta mengetahui bagaimana hukum itu
dilaksanakan.
3. Data
Dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis data yakni :
1. Data Primer
Data yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber di
lingkungan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan
Perdagangan di Kabupaten Semarang maupun dari pelaku Usaha
Mikro. Narasumber dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian
dan Perdagangan, sedangkan informasi Usaha Mikro diperoleh dari
pelaku Usaha Mikro yakni Koriatun pelaku usaha aneka kripik ikan,
Anatul Umroh pelaku usaha kerajinan kayu, Erna Hartati M. Pelaku
berbahan sayur, Salafudin Ahmad Sakur pelaku usaha produksi dan
pengolahan kopi.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari studi kepustakaan yang berupa buku-buku
maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penulisan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
pertama pengumpulan data berupa dokumen. Kedua, penulis melakukan
wawancara secara langsung kepada Dinas Koperasi, Usaha Mikro,
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang dan pelaku Usaha