• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PPB 0906309 Chapter 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PPB 0906309 Chapter 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pembuka dimana dijelaskan mengenai latar belakang peneliti melakukan penelitian. Bab ini menyajikan fenomena yang terkait dengan urgensi dilakukannya penelitian disertai fakta-fakta serta teori yang mendukung dan terkait dengan topik penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai identifikasi permasalahan serta tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

A. Latar Belakang Penelitian

Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki andil yang cukup besar dalam pengembangan kualitas manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) berakhlak mulia; (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan; (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani; (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri; serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Layanan bimbingan konseling dilaksanakan di sekolah untuk membantu peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah – masalah yang dialami termasuk masalah penerimaan diri.

(2)

remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) umumnya anak sedang duduk dibangku sekolah menengah.

Remaja mengembangkan konsep diri sesuai dengan cara pandang diri terhadap diri dan bagaimana lingkungan memandang dan menempatkan dirinya. Kemampuan remaja untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan dimaknai oleh remaja sebagai upaya remaja untuk bergaul.

Hurlock (1974, hlm. 436) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuaian diri dan sosialnya. Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadi dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Individu dengan penerimaan diri merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimiliki adalah bagian diri yang tidak terpisahkan. Segala apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan.

Dalam menjalani proses kehidupannya, individu selalu berusaha mencari dan menemukan apa yang disebut dengan kebahagiaan. Berkaitan dengan hal tersebut Shaver dan Friedman (dalam Hurlock, 1980, hlm. 19) menyebutkan

bahwa: ”beberapa esensi kebahagiaan atau keadaan sejahtera, kenikmatan atau kepuasan, di antaranya adalah sikap menerima (acceptance), kasih sayang

(affection), dan prestasi (achievement)”. Selanjutnya Al-Mighwar (2006, hlm. 49)

menyebutkan bahwa “penerimaan adalah faktor yang penting dalam kebahagiaan,

baik penerimaan diri sendiri maupun penerimaan sosial”. Berdasarkan hal tersebut

dapat diketahui bahwa dalam mencapai kebahagiaan, individu harus memiliki penerimaan diri (self acceptance).

Menurut Husniyati (dalam Heriyadi, 2013, hlm. 2) mengemukaan bahwa

(3)

juang anak. Pada akhirnya anak tidak mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam mengembangkan dirinya dengan baik.

Salah satu tugas perkembangan peserta didik sekolah menengah pertama adalah menerima keadaan diri secara positif, individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana ia terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya. Memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan energinya untuk menjadi hal yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tidak berdiam diri dengan tidak memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, ia akan menggunakan bakat yang dimilikinya dengan lebih leluasa. Individu yang bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya akan bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan kekuatan orang lain.

(4)

Menurut Rathi dan Rastogi (2007) masa remaja adalah tahap yang sangat kritis dan penting dalam perkembangan manusia. Sebagian besar perubahan fisiologis, psikologis, dan sosial berlangsung selama periode kehidupan ini. Masa remaja dapat dipandang sebagai tahap yang lebih kompleks dan bergejolak daripada masa kanak-kanak .

Menurut Erikson (Rathi dan Rastogi, 2007, hlm. 31) Remaja telah lama dianggap sebagai sekelompok individu yang mencari beberapa bentuk identitas dan makna dalam kehidupan mereka. Mereka berjuang untuk menemukan makna diri. Memiliki makna atau tujuan hidup dapat memecahkan krisis identitas bahwa seseorang biasanya menghadapi selama periode ini. Menurutnya Dimensi dari optimalnya perkembangan mereka terfokus pada: otonomi , penguasaan lingkungan , pertumbuhan pribadi , hubungan positif dengan orang lain , jelasnya tujuan hidup, dan penerimaan diri . Semua faktor ini dapat dianggap sebagai komponen utama yang membentuk diri mereka. Remaja yang menunjukkan kekuatan di setiap dimensi ini akan berada dalam keadaan yang baik secara psikologis , sedangkan remaja yang kesulitan pada dimensi dimensi ini akan berada dalam keadaan psikologis yang rendah.

Isu tentang penerimaan diri pada remaja masih menjadi topik yang menarik, karena sekarang ini segala hal tentang remaja makin rumit dan bahkan pemahaman tentang diri mereka sendiri makin banyak berubah Mc Conville (dalam Negovan dkk. 2011, hlm. 41). Menurut O Grady, pada konteks zaman post modern seperti sekarang ini, kita bisa melihat bahwa remaja semakin rumit, mereka lebih banyak menggabungkan berbagai struktur dan kemajuan di dunia ke dalam diri mereka. Penerimaan diri sendiri, menurut Wylie merupakan kepuasan individu terhadap dirinya sendiri dan menjadikan dirinya, secara positif, berkorelasi dengan variable-variabel seperti: sikap kerja, persepsi , rendahnya depresi, rendahnya gejala psikosomatik , rendahnya rasa menyalahkan diri , dan kecemasan yang lebih rendah. (dalam Negovan dkk.2011, hlm. 41).

(5)

pendapat-pendapat orang lain baik positif maupun negatif mengenai dirinya, ataupun pandangan mengenai dirinya sendiri yang tidak sesuai dengan seperti apa dia seharusnya (ideal-self). Sehingga beberapa pendapat tersebut dapat melemahkan penerimaan diri peserta didik. Peserta didik yang memiliki penerimaan diri yang buruk atau bahkan dia tidak menerima dirinya sendiri dapat berakibat fatal bagi perkembangannya. Penerimaan diri yang buruk tersebut diakibatan oleh pemikiran yang irasional atau pemikiran yang negatif terhadap dirinya. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

Tingkat penerimaan diri pada individu khususnya remaja memiliki kecenderungan yang berbeda jika dilihat dari hasil yang didapat antara pria dan wanita. Perbedaan ini menjadi isu yang menarik untuk diteliti selama bertahun-tahun oleh para ahli. Seperti diungkapkan oleh Kelly (Bernard, 2013). Dari hasil analisis atas penelitian yang dilakukan Ryff dan koleganya (Bernard, 2013, hlm. 234) ditemukan bahwa tidak ditemukannya perbedaan antara penerimaan diri pada pria dan wanita secara signifikan. Kelly (Bernard, 2013, hlm. 235) berpendapat bahwa masih terdapat kekurangan pada penelitian yang dilakukan Ryff dan koleganya. Kelly berkeyakinan bahwa baik terdapat perbedaan yang signifikan terkait penerimaan diri pada pria maupun wanita (Bernard,2013, hlm. 243). Menurutnya, diperlukan penelitian lebih lanjut yang dapat memperlihatkan perbedaan tingkat penerimaan diri antara pria dan wanita.

(6)

memiliki penerimaan diri yang lebih tinggi dari pria. Secara keseluruhan, menurutnya, remaja mengalami perkembangan penerimaan diri selaras dengan pesatnya perkembangan dan pemahamannya terhadap pengalaman sosial.

Pada penelitian lainnya, Rathi dan Rastogi (2007, hlm. 33) melakukan penelitian dengan subjek 104 peserta didik dari berbagai sekolah negeri, ditemukan bahwa pada seluruh dimensi perkembangan optimal remaja (otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi , hubungan positif dengan orang lain, kejelasan tujuan hidup, dan penerimaan diri), wanita mencapai skor yang lebih tinggi daripada pria secara signifikan.

Dalam penelitian lainnya tentang perbedaan hubungan antara intelegensi emosional dengan penerimaan diri khususnya dilihat dari jenis kelamin, Toyota (2011) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil penelitian antara pria dan wanita. Partisipan yang menjadi subjek penelitiannya merupakan 244 peserta didik yang diantaranya adalah 96 pria, dan 148 wanita. Dalam penelitiannya, Toyota menggunakan instrumen ESCQ yang dikembangkan

oleh Takšic (1998) dimana inteligensi emosional dibagi ke dalam tiga sub keterampilan yakni: kemampuan untuk memahami emosi, kemampuan untuk mengekspresikan emosi, dan kemampuan untuk mengelola emosi. Ketiga sub keterampilan ini kemudian dikorelasikan dengan skor penerimaan diri partisipan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa hanya kemampuan untuk mengelola emosi saja yang secara signifikan memengaruhi penerimaan diri partisipan pria. Sedangkan pada wanita, seluruh sub keterampilan pada intelegensi emosional secara signifikan memengaruhi penerimaan diri mereka.

Selanjutnya dilaksanakan pula observasi pendahuluan di SMP Pasundan 3 Bandung. Sebagaimana informasi yang didapatkan dari guru BK pada SMP Pasundan 3 Bandung dan hasil observasi langsung selama melaksanakan praktikum lapangan, ditemukan peserta didik bermasalah.

(7)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Dari uraian-uraian pada poin sebelumnya, ditemukan masalah yang menarik diteliti yaitu mengenai penerimaan diri yang dimiliki oleh peserta didik. Penerimaan diri peserta didik memiliki kecenderungan yang berbeda jika ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini diperkuat oleh berbagai penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh para Ahli. Untuk itu, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1.Bagaimanakah profil penerimaan diri pada peserta didik kelas VIII SMP 3 Pasundan Bandung.

2.Bagaimanakah profil penerimaan diri pada peserta didik kelas VIII SMP 3 Pasundan Bandung berdasarkan jenis kelamin.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum penelitian adalah untuk mendapatkan data empirik terbaru mengenai profil penerimaan diri peserta didik remaja di SMP 3 Pasundan Bandung kelas VIII sebagai dasar penelitian mengenai penerimaan diri peserta didik selanjutnya.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu:

1.Memperoleh profil penerimaan diri pada peserta didik kelas VIII SMP 3 Pasundan Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

2.Memperoleh profil penerimaan diri pada peserta didik kelas VIII SMP 3 Pasundan Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 berdasarkan jenis kelamin.

D. Metode Penelitian

Dalam peneletian ini, pendekatan penelitian yang digunakan yakni dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang menekankan pada penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya ( Arikunto, 2006, hlm.12). Alasan pemilihan pendekatan ini ialah agar mendapatkan gambaran hasil dalam bentuk angka untuk menganalisis tingkat penerimaan diri peserta didik.

(8)

manipulasi atau pengubahan variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Whitney (Nazir, 2005, hl. 54) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antar fenomena.

Dalam penelitian deskriptif peneliti bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 2005, hlm. 55).

E. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan keilmuan dan memperkaya teori-teori bimbingan dan konseling, terutama dalam pemanfaatan data hasil penelitian terbaru mengenai penerimaan diri terhadap penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Konselor sekolah/Guru pembimbing, agar dengan penelitian ini dapat menjadi acuan praktis pendekatan layanan bimbingan untuk meningkatkan penerimaan diri siswa.

(9)

F. Struktur Organisasi Skripsi

BAB I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau signifikansi penelitian.

BAB II berisi kajian pustaka, Kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting. Melalui kajian pustaka

ditunjukkan “the state of the art”dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan

masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoretik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan serta hipotesis. Kerangka pemikiran merupakan tahapan yang harus ditempuh untuk merumuskan hipotesis dengan mengkaji hubungan teoritis antar variabel penelitian. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian atau submasalah yang diteliti.

BAB III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian dan justifikasi dari pemilihan desain penelitian, definisi operasional variabel, instrument penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

BAB IV adalah hasil penelitian dan pembahasan. Bagian pembahasan atau analisis temuan mendiskusikan temuan tersebut dikaitkan dengan dasar teoretik yang telah dibahas dalam bab kajian pustaka dan temuan sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukan ketidakpatuhan material yang sama seperti yang telah diungkapkan dalam pernyataan pengurus Wajar tanpa pengecualian, dengan memodifikasi paragraf pendapat

Skrining den g an sitologi vagina (Pap smear), usaha mengurangi kebiasaan merokok dan vaksinasi h epatitis B (dengan harapan m encegah lrnnk er h ati perlu pendapat

miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan,

[r]

Bersama ini saya mohon kesediaan teman-teman yang sedang menjalani siklus koas untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya tentang Perilaku Pembuangan

Jika ditemukan, selanjutnya adalah proses penetasan telur yaitu dengan cara kertas saring yang berisi telur, dipindahkan ke nampan plastik yang berukuran 20 x 30 cm atau 30 x

pertimbangan MK yang menyatakan “...penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis atau

*kesimpulan ditulis pada lembar baru yang berisikan jawaban dari tujuan praktikum, sehingga jumlah kesimpulan sama dengan jumlah tujuan praktikum.