• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Indeks Kerusakan Pada Struktur Bangunan Baja Berdasarkan Pendekatan Energi Akibat Gempa Kuat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Indeks Kerusakan Pada Struktur Bangunan Baja Berdasarkan Pendekatan Energi Akibat Gempa Kuat"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Konsep Dasar Metode Energi

Perencanaan bangunan tahan gempa secara tradisional di rencanakan berdasarkan kekuatan, artinya sejumlah beban gempa statik, dikombinasikan dengan beban gravitasi, yang digunakan pada struktur sebagai kebutuhan kekuatan. Struktur dipilih berdasarkan prinsip kekuatan dimana struktur diambil harus lebih besar atau sama dengan kekuatan yang dibutuhkan. Namun demikian, struktur yang menerima gaya gempa dalam peraturan tidak ditetapkan bahwa struktur tidak boleh mengalami kerusakan. Struktur dirancang sehingga diharapkan harus melewati deformasi inelastis yang besar saat terjadi gempa.

(2)

(SDOF) berhubungan dengan spektra kecepatan struktur. Sejak saat itu, peneliti pada konsep energi semakin maju secara signifikan.

2.1.1 Persamaan Energi

Fungsi keseimbangan untuk SDOF elastis akibat beban gempa dapat ditunjukaan pada Persamaan 2.1:

m + c + f s(x, ) = -m g (2.1)

Dimana:

m = massa struktur. c = damping rasio. fs(x, ) = gaya inersia.

k = kekakuan struktur. = percepatan.

= kecepatan. x = perpindahan.

g = percepatan batuan dasar.

Persamaan 2.1 di integralkan terhadap perpindahan x (Chopra 1995), sehingga persamaan energi menjadi:

x x

g s

x x

dx x m dx

x x f dx x c dx x m

0 0

0 0

) ,

( (2.2)

(3)

x x

g s

x x

dt x x m dt

x x x f dt x x c dt x x m

0 0

0 0

) ,

( (2.3)

Dimana Persamaan 2.2 dan 2.3, suku pertama energi kinetik Ek, dan suku

kedua energi redaman Ed, dan suku ketiga energi yang diserap Ea yang terdiri dari

energi regangan elastis Es dan energi histeresis Eh. Pada persamaan sisi kanan, ini

merupakan energi masuk yaitu energi gempa Ei. Oleh karena itu persamaan energi

seimbang untuk SDOF dapat ditulis sebagai:

Ek + Ed + Es + Eh = Ei (2.4)

Energi dalam persamaan diatas adalah energi relatif berdasarkan perpindahan relatif antara struktur. Energi absolut dapat diperkirakan dengan menggunakan perpindahan absolut yang dihubungkan dengan gerakan tanah dan perpindahan relatif. Uang dan Bertero (1988) menyatakan bahwa energi absolut lebih masuk akal dibandingkan dengan energi relatif, karena energi absolut bisa memperhitungkan pergerakan kekakuan struktur. Chopra (1995) menegaskan bahwa energi relatif lebih penting karena gaya pada struktur dihitung berdasarkan perpindahan relatif dan kecepatan relatif. Dengan membandingkan energi relatif dan absolut pada time history dari SDOF, Bruneau dan Wang (1996) menunjukkan bahwa konsepnya berlawanan, dia menyebutkan bahwa energi masuk absolut masih bisa berfluktuasi lama setelah berakhirnya eksitasi masuk. Mereka juga menyimpulkan bahwa energi relatif lebih berarti dari sudut pandang engineering.

(4)

hampir sama ketika periode struktur berada dalam kisaran 0.3 – 5.0 detik. Dalam perencanaan berdasarkan energi, energi histeresis memberikan kontribusi dari deformasi plastik elemen struktur dihitung berdasarkan pada perpindahan relatif yang merupakan salah satu parameter desain yang paling penting. Untuk melihat perbedaan antara absolut dan relatif dapat kita lihat pada Gambar 2.1 untuk SDOF.

Gambar 2.1 Idealisasi model matematis SDOF (a) absolut dan (b) relatif Bentuk energi masuk absolut pada SDOF diperluas oleh Uang dan Bertero pada MDOF N-lantai sebagai berikut:

g N

j

j t j T

s T

t T

t mu u cdu f du m u du

u

1

) (

2 1

dt u u

m g

N

j

j t j

1

)

( (2.5)

Dimana:

m = matrik diagonal massa. c = matrik damping.

u = perpindahan relatif tingkat. mj = lump mass dari lantai ke-jth.

(5)

N = jumlah lantai.

Dengan cara yang sama, dimungkinkan untuk mengekspresikan energi relatif pada MDOF sebagai berikut:

du u m du f cdu u u m

uT t s g

2 1 dt u u m N j j g j 1 (2.6)

Perbedaan antara formulasi energi absolut dan relatif untuk sistem MDOF dasarnya adalah perbedaan dalam energi kinetik, yang dapat dinyatakan sebagai berikut: ) ( 1 2 2 1 j g N j j g i

i E mu m u u

E (2.7)

Dimana:

Ei = energi masuk absolut.

E’i = merupakan energi akibat gaya inersia.

Untuk modelisasi matematis energi relatif dan absolut pada MDOF dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(6)

2.1.2 Prosedur Menghitung Energi Masuk

Housner (1956) memberikan persamaan untuk menghitung energi persatuan massa sebagi:

2

2 1

PSV m

Ei

(2.8)

Dimana:

m = massa.

PSV = kecepatan spectra.

Dia menggunkan Persamaan 2.8 untuk perilaku elastis dan plastis. Zahran dan Hall (1984) memberikan persamaan untuk energi masuk persatuan massa sebagai:

dt u u m

E t

g i

0

(2.9)

Akiyama (1985) memberikan persamaan energi masuk persatuan massa pada SDOF elastis sebagai:

2

2 1

E i

V m

E

(2.10)

Dimana VE merupakan kecepatan ekivalen. Dia merekomendasikan nilai VE

sebagai berikut:

VE = 2,5Tn untuk Tn TG

VE = 2,5TG untuk Tn TG

Dimana TG merupakan predominant period motion sebagai fungsi dari tipe

tanah. Nilai dari TG yaitu 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 detik untuk tanah tipe I (tanah keras), II,

(7)

Kuwamura dan Galambos (1989) menggunakan persamaan Akiyama dan merekomendasikan nilai VE adalah:

= untuk untuk T TG

= untuk untuk T TG

Dimana IE adalah merupakan integral kuadrat dari percepatan tanah untuk

total durasi accelerogram tf.

dt u I

f

t

g E

0 2

(2.11)

Menggunakan 40 akselerogram Fajfar dkk. (1989) menghitung energi masuk gempa untuk periode menengah (kecepatan wilayah - konstan) dengan rasio redaman 5% dan : 0.5 - 1.0 , dimana adalah rasio dari gaya leleh dengan mPGA, dimana PGA adalah percepatan tanah maksimum. Mereka merekomendasikan untuk

menghitung energi masuk persatuan massa sebagai:

2 5

. 0

di PGV

t 2 . 2

m Ei

(2.12)

Dimana:

tdi = durasi gerak kuat didefinisikan oleh Trifunac dan Brady (1975).

PGV = kecepatan tanah maksimum.

(8)

2.1.3 Pengaruh Karakter Gerakan Tanah Pada Spektra Energi

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Payam Khashaee dkk. dalam laporan distribusi energi pada struktur, pengaruh intensitas gempa, durasi dan besar frekuensi pada energi input gempa dikaji dengan menggunakan 10 accelerogram dengan durasi pendek (tdi lebih pendek dari 8 s) dan 10 dengan durasi panjang (tdi

lebih dari 18 s). Durasi tdi dihitung menggunakan definisi yang diusulkan oleh

Trifunac dan Brady (1975), yang dikenal sebagai durasi berbasis intensitas. Mereka mendefinisikan durasi sebagai interval waktu antara lima dan sembilan puluh lima persen kontribusi dengan integral dari kuadrat percepatan tanah, lihat Persamaan 2.11.

Studi ini menunjukkan bahwa puncak accelerasi meningkat efektif, energi masuk juga meningkat, yang menunjukkan bahwa energi masuk berhubungan dengan intensitas gerakan tanah. Rasio energi seperti rasio energi histeretik maksimum dengan energi masuk maksimum Ehm / Eirm tidak terpengaruh oleh percepatan puncak

(9)

2.1.4 Pengaruh Properties Struktur pada Spektra Energi

Zahrah dan Hall (1984), dan Akiyama (1985) percaya bahwa daktilitas dan redaman tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada energi masuk gempa. Perlu dicatat bahwa studi ini digunakan 4, 8, 1, dan 3 akselerogram. Housner (1956) percaya bahwa dalam merancang struktur untuk memenuhi energi demand, energi masuk elastis dihitung dari ½ m (PSV)2 dapat digunakan konservatif sebagai pengganti energi masuk inelastis. Akiyama menggunakan rekomendasi Housner itu, Persamaan 2.8, untuk mengembangkan sebuah metode desain berbasis energi untuk bangunan baja.

2.2 Kerusakan Pada Struktur

Setiap sistem struktur memiliki kerentanan terhadap kerusakan selama digunakan, dan dapat berbahaya bagi manusia yang menggunakan struktur tersebut apabila kerusakan yang terjadi dibiarkan tanpa dilakukan langkah perbaikan.

Secara umum pada bidang teknik sipil, material yang digunakan untuk struktur adalah beton bertulang, kayu dan baja. Kerusakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti korosi pada material, fatigue, beban hentak (impacts), dan beban yang berlebihan. Kerusakan struktur menyebabkan deviasi atau perubahan dari kondisi normal baik secara geometrik maupun properti material.

(10)

1. Karakteristik gempa yang terjadi a. Percepatan puncak muka tanah. b. Durasi gempa.

c. Frekwensi gempa. d. Panjang patahan.

2. Karakteristik lokasi dimana bangunan akan didirikan a. Jarak bangunan ke pusat gempa.

b. Struktur geologi antara bangunan ke pusat gempa. c. Jenis lapisan tanah dilokasi bangunan.

d. Waktur getar alami tanah dilokasi bangunan. 3. Karakteristik struktur

a. Waktu getar alami dari struktur bangunan. b. Redaman (damping) dari struktur bangunan.

c. Persyaratan dan konsep detailing yang direncanakan.

(11)

2.3 Indeks Kerusakan

Respon fisik struktur digunakan sebagai indikator tingkat kerusakan, yang disebut dengan parameter kerusakan. Respon struktur digunakan sebagai parameter kerusakan dapat dibagi menjadi:

1. Deformasi plastis struktur. 2. Disipasi energi.

3. Cyclic fatigue struktur. 4. Parameter dinamik struktur.

Kerusakan struktur dapat dibedakan pada tiga skala yaitu:

a. Skala lokal, dimana kerusakan terjadi pada tingkat cross-section. Sebagai contoh penjelasan adalah kerusakan bagian beton akibat tegangan tekan yang melebihi fc’ dari beton bertulang, ataupun sebaliknya tegangan pada baja yang melebihi tegangan plastisnya pada beton bertulang.

b. Skala menengah atau intermediate, dimana kerusakan dilihat pada skala suatu elemen atau member penyusun suatu sistem struktur.

c. Skala global, dimana kerusakan dilihat pada skala yang lebih besar, yaitu suatu sistem struktur secara utuh.

(12)

2.3.1 Indeks Kerusakan Roufaiel dan Meyer

Banon dkk. (1981) mengembangkan indeks kerusakan berdasarkan penyesuaian rasio dari kekakuan inisial dan kekakuan secant pada perpindahan maksimum akibat beban siklik. Mereka menyebutkan indeks kerusakan ini sebagai rasio kerusakan lentur. Kemudian, Roufaiel dan Meyer (1987) memodifikasi batas lentur, sebagaimana diberikan pada Persamaan 2.13:

0 0 f f

f f D

u m

RM (2.13)

Dimana:

DRM = indeks kerusakan Roufaiel dan Meyer.

fo = lenturan sebelum leleh.

fm = lenturan secant akibat pembebanan.

fu = lenturan akibat beban ultimit.

Namun, persamaan ini tidak dapat dipercaya berindikasi pada saat lentur tidak dimasukkan pengaruh beban siklik.

2.3.2 Indeks Kerusakan Park-Ang

Park dan Ang (1985) mengusulkan kombinasi dari indeks kerusakan komulatif dan non komulatif. Model ini bisa didefenisikan pada Persamaan 2.14 berikut ini, dimana suku yang pertama berkaitan dengan daktilitas dan suku yang kedua merupakan energi komulatif normalisasi yang diserap oleh struktur.

u y y

hm

u u y

hm

u m PA

u Q

E u

Q E u

u

(13)

Dimana:

uu = perpindahan ultimit akibat beban statis.

um = perpindahan maksimum untuk beberapa siklus.

uy = perpindahan leleh.

= perpindahan daktilitas untuk beberapa siklus.

u = perpindahan daktilitas ultimit.

= konstanta pengaruh dari beban siklus dan properties struktur. Ehm = energi histeresis demand maksimum.

Qy = kekuatan leleh struktur.

Park dan Ang menyatakan bahwa nilai indeks kerusakan terdiri dari beberapa tingkatan:

a. DPA< 0.1 Hanya retak-retak kecil. b. 0.1 DPA< 0.25 Rusak ringan.

c. 0.25 DPA< 0.4 Rusak sedang. d. 0.4 DPA< 1 Rusak berat. e. DPA 1 Runtuh.

(14)

dkk. (1997) menganalisa model ini dengan sejumlah data eksperimental dan menyimpulkan bahwa model Park dan Ang yang paling tepat untuk kegagalan yang dihasilkan dari perpindahan plastis demand.

Gambar 2.3 Pengertian parameter model Park-Ang, (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi

2.3.3 Indek Kerusakan Zahrah dan Hall

Indeks ini dikembangkan oleh Zahrah dan Hall (1984) tingkat kerusakan di struktur yaitu dengan jumlah leleh ekivalen. Indeks ini mencakup kebutuhan energi histeretik maksimum, perpindahan daktilitas, dan kekuatan leleh dari baja, seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan 2.15:

) 1 ( y y

hm eq

u Q

E

N (2.15)

Dimana:

uy = perpindahan leleh.

= perpindahan daktilitas.

(15)

Qy = kekuatan leleh struktur.

Neq = jumlah leleh ekivalen.

Keuntungan dari indeks ini adalah bahwa hal itu mencerminkan potensi kerusakan yang terkait dengan jumlah total leleh dan deformasi inelastis kumulatif untuk seluruh durasi gerakan gempa. Ini adalah ukuran dari distribusi siklus amplitudo dan menunjukkan jumlah siklus pada perpindahan plastis maksimum dimana struktur harus mengembangkan untuk mendisipasi jumlah total permintaan energi histeresis (Ehm). Oleh karena itu, nilai-nilai Neq mendekati '1' menunjukkan

adanya satu siklus plastik besar dan khas dari gempa impulsif. Sedangkan nilai tinggi Neq mengacu pada sejumlah siklus plastik besar dan khas gempa durasi panjang.

Kerugian indeks ini adalah bahwa hal itu sangat tergantung pada karakteristik gerakan tanah dan menghasilkan nilai yang berbeda sesuai dengan gerakan tanah yang dipaksakan.

2.3.4 Indeks Kerusakan Hwang dan Scribner

Model ini mencakup kekakuan dan disipasi energi bersama dengan perpindahan dalam siklus tertentu. Definisi parameter untuk indeks ini ditunjukkan pada Gambar 2.4. Persamaan untuk perhitungan indeks kerusakan:

y mi mi M

i hi HS

u u K K E

D 2

2

0 1

(2.16)

Dimana:

DHS = indeks kerusakan oleh Hwang dan Scribner.

(16)

M = jumlah total siklus leleh. Ko = kekakuan sebelum leleh.

Ehi = disipasi energi histeretik dalam siklus ke-i.

umi = perpindahan maksimum dalam siklus ke-i.

Kmi = kekakuan secant sesuai dengan umi.

uy = perpindahan leleh.

Indeks kerusakan ini memberikan sama pentingnya dengan semua parameter (Hwang dan Scribner, 1984). Kerugian utama dari indeks ini adalah bahwa jangkauan tidak menyatu seperti indeks yang diusulkan oleh Park dan Ang. Selanjutnya, sangat tergantung pada properti penampang dan riwayat pembebanan. Ketergantungan ini membuat sulit untuk mengukur kerusakan.

(17)

Gambar 2.4 Pengertian parameter model Hwang dan Scribner (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi.

2.3.5 Indeks Kerusakan Cosenza

Cosenza dkk. (1993) mendeskripsikan indeks kerusakan sebagai berikut:

) 1 ( y y

H D

u V

E

I (2.17)

Dimana:

EH = energi histeresis demand.

= daktitilitas perpindahan.

Vy = gaya geser pada saat leleh pertama.

(18)

Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pengertian Vy dan uy dari kurva kapasitas

2.3.6 Indeks Kerusakan Boz rquez

Metodologi berdasarkan energi pada struktur adalah dimana energi yang tersedia pada struktur harus lebih besar atau sama dengan energi yang diterima struktur tersebut. Persyaratan struktur bangunan tahan gempa dapat dirumuskan sebagai berikut:

Energy Capacity Energy Demand (2.18) Energi akan diserap dan didissipasi oleh struktur, energi histeresis plastis Eh

dengan jelas berhubungan dengan kerusakan struktur. Eh dapat diartikan secara fisik

merupakan luas total area di bawah loop histeresis selama struktur menerima gempa. Oleh karena itu, akan lebih mudah menyatakan Persamaan 2.18 diatas dalam hal energi histeresis plastis:

EHC EHD (2.19)

Dimana:

EHC = kapasitas energi histeresis plastis.

EHD = energi histeresis demand.

Displacement

B

a

se

S

h

ea

r

uy

(19)

Persamaan 2.19 dapat dirumuskan sebagai indeks kerusakan berdasarkan energi:

1 HC HD DE

E E

I (2.20)

Pada Persamaan 2.20 dapat dinyatakan kinerja struktur, dimana apabila EHD

dan EHC memiliki nilai yang sama maka dapat dianggap bahwa struktur runtuh. Oleh

karena itu ketika IDE = 1 sesuai dengan kegagalan struktur, nilai 0 berarti tidak ada

kerusakan struktur (berperilaku elastis). Dari sudut pandang fisik, persamaan ini merupakan keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan dalam hal energi. Dalam hal ini, formulasi ini mengikuti persamaan yang awalnya diberikan oleh Housner (1995) untuk konsep berdasarkan energi.

Menurut Persamaan 2.20, kerusakan struktur tergantung kepada keseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan energi histeresis pada struktur. Sementara energi histeresis demand dapat diperoleh melalui analisa dinamis, suatu tantangan adalah bagaimana menentukan kapasitas energi histeresis pada struktur. Namun, perilaku lentur plastis biasanya berada pada ujung balok struktur, dalam kasus tertentu profil baja WF berada pada sayapnya. Kapasitas energi histeresis plastis pada balok struktur dapat diperkirakan sebagai berikut:

EHCm = 2 Zf fy pa (2.21)

Dimana:

Zf = modulus section.

fy = tegangan leleh baja.

(20)

Sambil melihat Persamaan 2.21 diatas menganggap bahwa energi plastis didisipasikan eksklusif melalui perilaku plastis di kedua ujung balok, definisi rotasi plastis kumulatif skematis diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Persamaan 2.21 bisa digunakan bersamaan dengan Persamaan 2.20 untuk menghitung tingkat kerusakan pada struktur baja. Namun, untuk tujuan evaluasi kerusakan akan lebih mudah menormalkan energi histeresis EH sebagai berikut:

y y

H ND

f E

E (2.22)

Dimana:

Fy = tegangan leleh baja.

y = perpindahan leleh pertama.

Persamaan 2.20 dapat dinyatakan dalam EN sebagai berikut:

1 NC ND DEN

E E

I (2.23)

Gambar 2.6 Pengertian rotasi plastis komulatif Rotation Moment

p1

p2

p3

(21)

Parameter yang digunakan pada Persamaan 2.23 sama dengan Persamaan 2.20. Keuntungan dari merumuskan masalah dalam hal EN adalah bahwa ini

merupakan parameter lebih stabil, dan secara kuantitatif dengan mudah dapat digunakan untuk tujuan praktis. Dengan kata lain, indeks kerusakan berdasarkan energi diusulkan di sini sesuai dengan rasio antara permintaan energi histeresis normal dan kapasitas energi histeresis normal, dan kondisi kegagalan diasumsikan IDEN sama dengan 1.

Dalam kasus struktur baja MDOF, tantangan utama untuk penggunaan praktis dari Persamaan 2.23 adalah definisi dari kapasitas energi dari struktur dalam hal frame struktur. Melalui pertimbangan bahwa dalam struktur baja biasa energi didisipasikan secara eksklusif oleh balok (yang merupakan hipotesis yang tepat untuk struktur kolom kuat – balok lemah), kapasitas energi sistem ini dapat diperkirakan sebagai (Boj rquez dkk.2008):

W D C

F f Z N E

y y N

i

EHi pa y f B

NC

S

1

) 2

(

(2.24)

Dimana:

NS = tingkat lantai.

NB = blok di gedung.

FEHi = faktor partisipasi energi yang menyumbang kontribusi yang berbeda

dari masing-masing lantai dengan kapasitas disipasi energi sebuah frame.

(22)

Cy = koefisien gempa.

Dy = perpindahan pada leleh pertama.

Cy dan Dy dapat diperoleh dari kurva kapasitas, seperti ditunjukkan pada

Gambar 2.7.

Persamaan 2.23 menunjukkan peran kapasitas rotasi plastis kumulatif dari elemen struktural dalam kapasitas disipasi energi total dari sebuah frame. Gambar 2.8 menunjukkan berbagai nilai pa dikumpulkan oleh Akbas (1997) dari pengujian

eksperimental dari frame baja dibebani oleh beban siklik. Berdasarkan hasil yang dikumpulkan oleh Akbas (1997), Boj rquez dkk. (2008) menemukan bahwa rotasi kapasitas plastik kumulatif frame baja merupakan fungsi kerapatan probabilitas lognormal dengan nilai median sebesar 0,23.

Gambar 2.7 Evaluasi Cy dan Dy

Meskipun pemilihan nilai pa untuk menghitung Persamaan 2.24, kapasitas

energi histeresis plastis struktur baja susah didapatkan, perlu ditekankan bahwa hasil eksperimental memberikan dasar yang cukup memadai untuk pemilihan tersebut.

Maximum roof displacement (m) Seismic Coefficient

Dy

(23)

Khususnya, nilai median dilaporkan oleh Boj rquez dkk. (2008) dan berdasarkan pada hasil eksperimen yang dikumpulkan oleh Akbas (1997) digunakan 0,23.

Gambar 2.8 Rotasi plastis komulatif struktur baja (Akbas 1997)

2.4 Energi dan Distribusi Kerusakan pada Struktur Baja

Untuk menghitung kontribusi dari struktur yang berbeda terhadap kapasitas total energi histeresis plastis pada MDOF, biasanya diperlukan untuk mengasumsikan distribusi disipasi energi plastis di sepanjang tinggi struktur. Sebagai contoh, Akbas dkk. (2001) mengusulkan distribusi linier, studi terbaru menunjukkan bahwa jika disipasi energi terkonsentrasi pada balok dari sebuah frame, distribusi lognormal merupakan pendekatan yang lebih baik (Boj rquez dkk. 2008). Sebuah faktor partisipasi energi histeresis plastis (FEH) perlu dibentuk untuk menjelaskan dengan

baik dalam Persamaan 2.24 untuk kontribusi yang berbeda setiap tingkat pada total kapasitas disipasi energi dari bangunan. Secara khusus, FEH dapat dirumuskan

1.Tsai dkk. (1995)

2.Engelhardt dan Husain (1992) 3.Tsai dan Povop (1998) 4.Anderson dan Linderman (1991) 5.Povop dan Stephen (1972)

Number of observation

1 1 6 1 1 3 2 2 1 2 2 2 1 3 1 1 2 3 1 4 4 2 4 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

4 4 4

4 4

5 5 5

(24)

sehingga dapat di evaluasi persentase dari kapasitas energi ultimit yang hilang selama gempa (lantai kritis memberikan kontribusi kapasitas disipasi energi penuhnya, kenyataannya yang dinyatakan melalui nilai kesatuan untuk FEH). Biasanya, ekspresi

untuk menggambarkan variasi FEH sepanjang tinggi bangunan berasal dari distribusi

energi plastis demand diperkirakan secara analitis pada prototype bangunan. Dari studi statistik 8 SMRF (Structure Moment Resisting Frame) baja pada beberapa durasi gerakan tanah yang lama, FEHi didapat dengan persamaan oleh Boj rquez dkk.

(2008) berikut ini:

) 1 *, min( EH

EH F

F (2.25)

Dimana: ! 2 39 . 0 06 . 0 ) 3461 . 0 031 . 0 ln( ln 2 1 exp / ) 82 . 2 0675 . 0 ( 1 * H h H h

FEH (2.26)

Persamaan 2.26 dapat disederhanakan dari hasil analisa dinamik nonlinier dan analisa regresi menjadi persamaan berikut ini:

! 2 49 . 0 ) 52 . 0 ln( ln 2 1 exp / 33 . 2 1 * H h H h

FEH (2.27)

Dimana:

(25)

2.5 Energi Histeresis

Energi histeresis, diserap oleh struktur selama terjadi gempa kuat untuk mendorong sejumlah sistem struktur nonlinier, telah diakui oleh beberapa peneliti secara potensial berguna sebagai indikator kinerja gempa. Secara umum, loop histeresis stabil dengan besar kapasitas disipasi energi pada tingkat struktur diperkirakan menjamin kinerja deformasi yang lebih baik dari struktur, menyiratkan bahwa ada korelasi yang baik antara energi histeresis yang hilang dan deformasi inelastik demand. Gagasan ini sering didasarkan pada pengamatan yang dilakukan percobaan di kuasi-statis cyclic, di mana tampak jelas bahwa antara dua sistem dengan kekuatan yang sama, diuji di bawah beban siklik yang sama, satu dengan penyerapan energi yang lebih tinggi, yaitu penuh loop histeresis, harus menunjukkan kinerja yang superior. Dengan demikian, disipasi energi menjadi kunci bahan dari peraturan gempa modern. Oleh karena itu, dasar perencanaan gempa, definisi dari perilaku (reduksi) faktor q (atau R) memungkinkan bahwa kekuatan tinggi dari sistem elastis linear memiliki penyerapan energi nol dapat digantikan oleh perilaku disipasi efektif dari sistem elastoplastis dengan kekuatan geser dasar yang q kali lebih rendah (setidaknya perpindahan lebih berperan). Meskipun tidak ada pertanyaan tentang perlunya daktilitas, peran disipasi energi masih tidak sempurna untuk dipahami.

(26)

peningkatan redaman viscous. Peningkatan redaman disediakan sebagai fungsi langsung dari luas area di bawah kurva gaya-deformasi dari osilator nonlinier, kuantitas berhubungan baik dengan disipasi histeresis kuasi-statis. Hal ini tidak mengherankan bahwa disipasi energi yang lebih tinggi tampaknya menjadi setara dengan redaman tinggi, maka dari itu kinerja lebih baik.

2.5.1 Energi Histeresis Demand

Dalam perencanaan berdasarkan energi, kita harus membatasi kerusakan struktur dengan memberikan daktilitas dan kapasitas dissipasi energi yang cukup melalui histeresis dan redaman dalam struktur. Potensi kerusakan berhubungan dengan energi histeresis demand maksimum selama eksitasi dan selama perjalanan leleh terbesar. Kebutuhan energi histeresis dapat dihitung dari spektrum energi input jika rasio energi histeretik maksimum dengan energi input maksimum Ehm / Eirm

diketahui. Untuk menguji hubungan antara energi histeresis dan potensi kerusakan tiga rasio energi dianggap:

1. Rasio maksimum histeresis untuk energi input (Eh/Eir) m umumnya

terjadi selama perjalanan leleh terbesar.

2. Rasio energi histeresis maksimum energi input maksimum Ehm / Eirm

terjadi pada akhir eksitasi. 3. Jumlah sama dengan Neq.

) 1 ( )

1 ( )

( 2

y hm

y y

hm

y m y

hm eq

ku E u

f E u

u f

E

(27)

Dimana:

um = deformasi maksimum.

uy = deformasi leleh.

= um / uy adalah rasio daktilitas.

2.6 Karakteristik Gempa

Sebagaimana kita ketahui kerusakan yang diakibatkan gempa khususnya pada bangunan sangat tergantung terhadap karakteristik gempa. Akan dijelaskan beberapa karakteristik gempa dari beberapa sumber yang penulis ketahui.

2.6.1 Percepatan Puncak Tanah

Percepatan permukaan setempat adalah yang langsung mempengaruhi konstruksi. Karena itu, hal ini merupakan titik tolak dari perhitungan bangunan tahan gempa.

(28)

2.6.2 Durasi Gempa

Lamanya durasi gempa menentukan tingkat masukan energi ke dalam struktur, dan harus dipertimbangkan dalam semua analisis respon struktur linear dan non-linear. Ini memiliki peran penting dalam analisis likuifaksi (Trifunac, 1995) dan pemindahan permanen tanah, dan dalam prosedur dan algoritma untuk penilaian probabilistik respon struktur terhadap gempa bumi. Sebagai contoh, studi tentang distribusi statistik puncak pada respon struktur mengharuskan durasi gempa ditentukan. Studi ini menentukan probabilitas terlampaui tingkat perpindahan, gaya geser atau momen guling, untuk sejumlah waktu tertentu, pada setiap tingkat bangunan bertingkat. Durasi goncangan yang kuat juga diperlukan untuk generasi akselerogram buatan site-specific.

Pentingnya durasi gemetar untuk respon non-linear telah diakui, tetapi masih tidak digunakan dalam peraturan perencanaan bangunan. Pengaruh kelelahan dan leleh non-linear diabaikan, atau dianggap dengan cara yang disederhanakan. Definisi durasi yang jelas dan langsung, dan model skala menghubungkannya dengan parameter sumber gempa (Trifunac dkk.), karakteristik jalur propagasi, dan kondisi tanah daerah geologi dan lokasi di lapangan, diminta untuk memasukkan durasi dalam analisis dan desain struktur.

(29)

2.7 Getaran Gempa

Runtuhnya bagian antar muka pada sesar aktif, baik itu pada sesar mendatar (strike-slip fault), sesar normal (normal fault) maupun sesar terbalik (reverse fault), adalah merupakan sumber gempa. Luas dan volume bagian yang runtuh tersebut akan mempengaruhi besarnya energi yang dilepaskan ke segala arah dari dalam kerak bumi sampai ke permukaan bumi dalam bentuk gelombang getaran. Rekaman getaran gempa tidak mudah untuk diperoleh di Indonesia dan juga di banyak negara berkembang di berbagai belahan dunia yang terletak di kawasan rawan gempa. Sehingga model getaran gempa diperlukan untuk mewakili getaran gempa yang terjadi di lokasi. Getaran seperti ini disebut dengan gerakan tanah artifisial dan simulasi. Pada makalah ini semua getaran gempa yang tidak asli berasal dari patahan yang ditinjau disebut dengan model getaran gempa sedangkan proses membuatnya disebut dengan pemodelan getaran gempa.

Pemodelan getaran gempa terdiri dari:

1. Mengadopsi rekaman getaran gempa dari kawasan lain dan menskalakannya ke spektrum rencana gempa.

2. Mensimulasikan getaran gempa dan menskalakannya ke spektrum rencana gempa.

Pemodelan getaran gempa berdasarkan rekaman getaran gempa dari kawasan lain sangat lazim dipakai di dalam praktek karena lebih mudah dan praktis di dalam pelaksanaannya.

(30)

gempa, jarak lokasi ke sumber gempa, dan jenis sesar aktif) dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada (SNI 03-1726-2003). Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, SNI 1726-2002 telah mengatur bahwa paling sedikit harus ditinjau 4 buah rekaman getaran gempa, dari 4 gempa yang berbeda untuk analisa repon riwayat waktu salah satunya harus diambil dari Gempa El Centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 Mei 1940 di California.

Metode pemilihan rekaman gempa lain adalah berdasarkan konsep probabilitas yang sudah mulai sering dipakai seperti yang diusulkan oleh Prof. Baker dari Universitas Stanford. Baker memperkenalkan cara memilih sekumpulan rekaman gempa yang dinamakan conditional mean spectrum (CMS). Dalam CMS, pertama-tama nilai spektrum percepatan disain pada perioda alami struktur ditentukan. Kemudian rekaman dipilih dari database berdasarkan skenario magnituda dan jarak terdekat. Setelah mengubah semua rekaman ke bentuk spektrum respon (Sa) dan ke bentuk log Sa, nilai rata-rata dan standar deviasinya kemudian dihitung. Lalu nilai epsilon (conditional mean) ditentukan untuk semua perioda dan dikalikan terhadap koefisien korelasi. Kemudian CMS dapat ditentukan dengan menjumlahkan nilai rata-rata log Sa kepada hasil kali epsilon dengan standar deviasi logaritma Sa.

(31)

ragam getar yang tinggi (higher mode effect). Ini berbeda bila struktur tersebut terkena getaran gempa dekat epek simpangan permanen dimana struktur akan cenderung memberikan respon yang besar pada kondisi ragam getar alami. Berdasarkan hal ini maka rekaman gempa harus dipilih secara hati-hati untuk analisa riwayat waktu.

2.8 Penskalaan Gempa

Untuk analisa riwayat waktu (time history analysis), rekaman gerakan tanah dipilih dan dijadikan sebagai respon spektrum disain. Ada beberapa metode dalam menskalakan gempa. Dibawah ini akan dijelaskan bebarapa metode menskalakan gempa.

2.8.1 Skala PGA (Peak Ground Acceleration)

Teknik skala ini yaitu memasukkan beberapa catatan gempa kemudian di match terhadap PGA target yaitu PGA peraturan gempa:

gmr ds

PGA PGA factor

Scala (2.29)

Dimana:

(32)

2.8.2 Skala Ordinat

Teknik skala ini yaitu penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa:

gmr ds T T factor Scala 1 1 (2.30) Dimana:

T1ds = T1desain spekrum. T1gmr = T1ground motion record.

2.8.3 Least Square

Teknik skala ini yaitu dengan memasukkan beberapa catatan gempa dan kemudian meminimalisir perbedaan antara jumlah total percepatan catatan gempa dengan spektra disain yang ada pada peraturan. Percepatan yang diambil yaitu pada 4 mode (T1, T2, T3 dan T4):

2 4 2 3 2 2 2 1 4 4 3 3 2 2 1 1 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 6 . 0 r r r r r s r s r s r s factor

Scala (2.31)

Dimana:

(33)

r2 = percepatan pada rekaman gempa pada T2. r3 = percepatan pada rekaman gempa pada T3. r4 = percepatan pada rekaman gempa pada T4.

2.8.4 Partial Area

Teknik skala ini yaitu luas area percepatan respon spektrum rekaman gempa dan luas area pada percepatan respon spektrum yang ada diperaturan tetapi area yang diambil adalah area pada 1.2 T1 sampai dengan T2:

record motion ground input under area spectrum et under targ area factor

Scala (2.32)

2.8.5 PSa

Teknik skala ini memerlukan area dibawah input spectrum dan target spectrum sehingga sama pada peride 0 – 2 detik:

(2.33)

2.8.6 ASCE-7

Teknik skala ini memiliki metode yang sama dengan Partial Area perbedaan terletak pada periode yang ditinjau. Disini yaitu diantara 0.2T1 dan 1.5T1:

(34)

2.8.7 Spectrum Matching

Metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch dan RSPMatch.

2.9 Accelelogram

Perbedaan gempa menghasilkan gerakan tanah dengan karakteristik gempa yang berbeda juga, gerakan tanah (ground motion) juga mengandung intensitas, frekuensi dominan dan durasi yang berbeda. Untuk melakukan analisa riwayat waktu (time history analysis) pada bangunan sangat di pertimbangkan, penskalaan berdasarkan nilai respon spektrum pada perioda T yang sama dengan perioda alami struktur (T1) disingkat RSA (T1), mengacu kepada spektra desain yang ada pada peraturan gempa. Ke empat accelerogram berbeda dipilih dari data PEER tahun 2011. Rekaman gerakan tanah pilihan (atau juga hasil simulasi) ini kemudian harus diskalakan berdasarkan spektrum respon percepatan disain setempat untuk rentang perioda alami 0,2T sampai dengan 1,5T. Hal ini dibuat agar seluruh ragam getar yang dimiliki struktur dapat terakomodir dalam analisa riwayat waktu. Metode penskalaan gerakan tanah ini disebut dengan metode penyesuaian spektra (spectral matching). Sejumlah metode numerik untuk penyesuaian spektra telah diusulkan termasuk oleh Hancock dkk. (2006). Metode Hancock dkk. ini dipakai di dalam program SeismoMatch.

Accelerogram ini disesuaikan (matching) terhadap respon spektrum desain

(35)

catatan accelerogram target spektrum menggunakan software seismomatch sampai dengan periode fundamental (T1). Rincian ground motion diberikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1.Ground Motion

No. Tahun Nama Gempa Magnitude Stasiun PGA (g) 1. 1980 Imperial Valley 6.53 El Centro 0.31 2. 1989 Loma Prieta 6.93 Capitola 0.53 3. 1994 Northridge 6.69 Bevery Hills 0.44

Gambar

Gambar 2.1 Idealisasi model matematis SDOF (a) absolut dan (b) relatif
Gambar 2.2 Idealisasi model matematis MDOF (a) absolut dan (b) relatif
Gambar 2.3 Pengertian parameter model Park-Ang,  (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi
Gambar 2.4 Pengertian parameter model Hwang dan Scribner  (a) histeresis lentur dan (b) histeresis torsi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Rekomendasi teknis dari hasil skenario optimasi tersebut, sehubungan dengan pengalokasian upaya penangkapan, sebaiknya untuk kapal ukuran &lt; 5 GT tidak dipaksakan untuk

DISERTASI MODEL OPTIMAL MANAJEMEN KLINIK DALAM

Menurut opini kami, laporan keuangan konsolidasian terlampir menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian PT Cita Mineral

school, faculty have developed medical curricula that attempt to provide early clinical experiences in hopes of engendering relevance to basic science study and have initiated

I n small-group problem-based learning (PBL), students work cooperatively to solve complex, real-world problems. The problems lea d the students to learn basic concepts rather

Saraf aferen dari rasa-rasa ini bersinaps dengan interneuron – interneuron yang bersinaps lagi dengan motor neuron – motor neuron dari medula spinalis dan sentrum atasan

Oleh kare- nanya, motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri mahasiswa yang bersifat aktif yang mendorong, menggerakkan dan memberi arah pada siswa