• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Mekanik dan Faktor Psikososial Terhadap Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer Pada Perawat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Faktor Mekanik dan Faktor Psikososial Terhadap Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer Pada Perawat"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Nyeri punggung bawah (NPB) dan nyeri kepala termasuk masalah kesehatan yang sering dikeluhkan di masyarakat. Hampir semua orang pernah mengalaminya. Nyeri yang muncul bisa cukup mengganggu sehingga menimbulkan disabilitas pada penderitanya selama beberapa waktu sebelum orang tersebut dapat kembali melakukan aktifitas normalnya. Hanya sedikit orang yang menderita nyeri punggung bawah lebih dari setahun yang mampu kembali melakukan aktifitas fisiknya secara normal (Savigny dkk,2009).

(2)

punggung bawah dan 7,9% dari perawat-perawat ini telah dialihkan ke tugas lainnya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Sikiru dkk (2010) yang menyatakan NPB bukanlah alasan utama tidak masuk kerja karena sakit di antara perawat.

Menurut penelitian Sikiru dkk (2010) dari 408 responden perawat (148 pria dan 260 wanita), didapati prevalensi NPB yang cukup tinggi

(73,53%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan prevalensi NBP, dimana NPB lebih sering terjadi pada perawat wanita (68%) dibandingkan pria (32%). Prevalensi NPB dikalangan perawat di Swiss juga cukup tinggi yaitu 73%-76% (Maul dkk,2003). Bila dinilai dari segi durasi nyeri, maka yang paling banyak adalah yang menderita nyeri punggung akut (kurang dari 2 minggu) yaitu 46,67% responden, diikuti NPB kronik (>3 bulan) 34% dan NPB subakut (2 minggu-3 bulan) adalah 19,33% responden. Prevalensi NPB nya sendiri mengalami peningkatan sesuai usia dimana pada usia <35 tahun, 36-45 tahun dan >46 tahun masing-masing prevalensi NPB-nya adalah 6,3%, 27% dan 66,7% (Sikiru dkk, 2010). Hal ini bertentangan dengan penelitian di Rwanda oleh Lela M dkk (2012) dimana disitu disimpulkan bahwa usia, lama bekerja dan status perkawinan tidak berhubungan dengan NPB.

(3)

(Yilmaz E dkk,2012).Telah banyak studi yang dilakukan dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penyakit muskuloskeletal dan pekerjaan serta beban kerja. Hal ini juga didapati diantara para perawat. Sikiru dkk (2010) menuliskan bahwa 66,7% perawat menyatakan bahwa nyeri punggung bawah yang mereka alami berkaitan dengan pekerjaan mereka. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nyeri punggung bawah berkaitan dengan pekerjaan dan tingkat pengetahuan tentang back care ergonomics yang rendah.

Yilmaz E dkk (2012) dalam suatu studi literaturnya menemukan bahwa beban kerja fisik yang berat, aktifitas manual (manual handling) yang berat dan sering, sering melakukan rotasi tubuh dalam melakukan aktifitasnya, vibrasi seluruh tubuh dan duduk yang terlalu lama berkaitan dengan nyeri punggung bawah.

Hanya sedikit studi yang membandingkan derajat aktifitas fisik dan NPB kronik. Penelitian Spenkelink dkk (2002) melaporkan bahwa penderita NPB kronik menghabiskan waktu yang lebih lama untuk berbaring baik pada siang mau pun malam hari, dan lebih jarang berdiri di malam hari, dan umumnya berjalan dengan irama yang lebih lambat dibandingkan kelompok kontrol (Ryan CG dkk, 2009).

Disisi lain untuk menanganinya, biasanya dianjurkan melakukan aktifitas fisik reguler baik untuk mencegah dan menangani NPB, selain itu juga untuk memperbaiki fungsi seseorang yang memiliki keluhan NPB.

(4)

rutin untuk mencegah berbagai jenis penyakit dan meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang. Studi-studi sudah membuktikan bahwa kekuatan otot yang kurang dan fleksibilitas yang rendah dapat menyebabkan postur tubuh yang buruk dan akhirnya menyebabkan disfungsi pada otot dan sendi yang bersangkutan sehingga timbul keluhan NPB (Lela M dkk, 2012).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Dicken dkk (2008) mereka menemukan adanya hubungan antara aktifitas fisik di tempat kerja dan waktu luang dengan NPB. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang yang menderita NPB cenderung memiliki aktifitas fisik yang berat di tempat kerja namun aktifitas fisik di waktu luangnya cukup rendah.

Campello dkk menduga bahwa hubungan antara NPB dan aktifitas fisik memiliki kurva U-shape, artinya semakin sedikit atau semakin banyak aktifitas fisik yang dilakukan akan berperan terhadap terjadinya NPB. Pada suatu studi ditemukan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang repetitif dan monoton berhubungan dengan peningkatan kejadian nyeri leher, nyeri bahu, dan nyeri punggung bawah. Jacob T dkk (2004) berdasarkan studi yang mereka lakukan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara NPB dan aktifitas fisik berupa olahraga dan aktifitas fisik selama bekerja. Dari penelitian mereka diketahui bahwa orang-orang yang berolahraga secara teratur memiliki kejadian NPB yang lebih jarang terjadi.

(5)

rendahnya partisipasi perawat dalam aktifitas fisik. Penelitian juga menunjukkan bahwa perawat-perawat yang aktif memiliki keluhan NPB yang lebih sedikit dan memiliki perilaku psikososial yang lebih baik (Lela M dkk, 2012).

Selain faktor mekanik, faktor psikososial juga memiliki peranan dalam terjadinya NPB dan juga mempengaruhi prognosis NPB tersebut. Lingkungan pekerjaan yang memiliki tekanan psikososial yang tinggi bisa menyebabkan toleransi terhadap nyeri turun. Akibatnya pekerja yang bekerja dilingkungan psikososial yang seperti ini akan lebih sering tidak masuk kerja karena alasan sakit (Hartvigsen, 2004). Tuntutan pekerjaan, gejala-gejala stres dan kurangnya dukungan sosial ditempat kerja baik dari pengawas maupun teman-teman sekerja juga merupakan faktor psikososial yang berkaitan dengan munculnya nyeri punggung bawah (Yilmaz E dkk (2012), Manek dkk (2005)). Eriksen dkk (2004) juga menyimpulkan bahwa faktor organisasi, psikologis dan sosial seperti jaga malam, kurangnya dukungan dari atasan, serta kurangnya dukungan dari teman-teman di tempat kerja berhubungan dengan kejadian NPB yang tinggi.

(6)

tersebut. Dari penemuan ini dapat disarankan penanganan NPB okupasional akan lebih baik bila disertai penanganan psikologis

Prevalensi nyeri kepala primer di kalangan perawat pada penelitian di Taiwan adalah 49,6%, lebih tinggi dari prevalensi nyeri kepala primer pada populasi umum di Taiwan. Tingkat stres yang tinggi berhubungan dengan terjadinya nyeri kepala terutama nyeri kepala tipe tegang dan migren (Lin KC dkk,2007).

Nyeri kepala dapat diprovokasi oleh aktifitas fisik. Biasanya aktifitas fisik yang berat dan prosedur pemanasan yang kurang dapat memicu terjadinya tension-type headache dan bahkan serangan migrain. Pengetahuan kita mengenai aktifitas fisik dan nyeri kepala sangat terbatas dan hanya sedikit studi yang membahas ini (Varkey E dkk, 2008).

Individu yang yang memiliki aktifitas fisik yang kurang cenderung akan mengalami nyeri kepala non migren 11 tahun kemudian. Namun frekuensi dan durasi aktifitas fisik ini tidak berhubungan dengan nyeri kepala migren atau non-migren. Sedangkan aktifitas fisik yang berlebihan (terutama yang sampai mengakibatkan kelelahan) berhubungan dengan prevalensi migren yang tinggi 11 tahun kemudian, namun tidak terhadap nyeri kepala non migren (Varkey E dkk, 2008).

(7)

yang rendah ini lebih sering dijumpai pada penderita nyeri kepala kronik dari pada nyeri kepala episodik.

Peranan faktor psikologis dan psikososial terhadap nyeri kepala masih sedikit diteliti. Pada penelitian cross sectional yang dilakukan di Swedia melaporkan adanya hubungan antara nyeri kepala dengan “mental work stres index”, ketidakpuasan di tempat pekerjaan, ketakutan kehilangan pekerjaan dan kekhawatiran tentang pekerjaan (Christensen JO dkk,2012) Dari penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor fisik/psikis dan mekanik terhadap beratnya nyeri kepala. Kebutuhan memperoleh gaji yang tinggi dan adanya konflik, dan kontrol dalam membuat keputusan yang rendah (lower control decision), kontrol terhadap intensitas kerja yang rendah (control over work intensity) dan kepuasan bekerja (jobsatisfaction) berhubungan dengan keparahan nyeri kepala.

Perkembangan ilmu pengetahuan belakangan ini menunjukkan adanya hubungan antara stres dan migren. Stres diduga sebagai faktor pemicu dan faktor yang memperparah terjadinya migren. Selain itu stres juga dianggap sebagai pemicu terjadinya tension type headache

(Hashizume M dkk, 2008).

(8)

sangat berkaitan dengan munculnya nyeri kepala (Christensen OJ dkk, 2012)

Studi cross sectional yang dilakukan di Taiwan mengaitkan nyeri kepala dengan perasaan sangat tertekan di tempat pekerjaan. Penelitian prospektif mengenai hal ini sendiri masih sangat sedikit dilakukan. Risiko migren meningkat setelah 2 tahun bekerja pada pegawai-pegawai yang melaporkan imbalan pekerjaan yang tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Studi panel yang dilakukan di Prancis menemukan adanya penurunan yang nyata prevalensi migren diantara para pensiunan (Christensen JO dkk, 2012).

(9)

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar bawah penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Adakah hubungan faktor mekanik dan faktor psikososial terhadap nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat?

I.3 TUJUAN PENELITIAN I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara faktor mekanik dan factor psikososial terhadap nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat. I.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengetahui hubungan faktor mekanik terhadap nyeri punggung bawah pada perawat di RSUP H Adam Malik Medan

1.3.2.2. Mengetahui hubungan faktor psikososial terhadap nyeri punggung bawah pada perawat di RSUP H Adam Malik Medan. 1.3.2.3. Mengetahui hubungan faktor mekanik terhadap nyeri kepala

primer pada perawat di RSUP H Adam Malik Medan.

1.3.2.4. Mengetahui hubungan faktor psikososial terhadap nyeri kepala primer pada perawat di RSUP H Adam Malik Medan.

(10)

1.3.2.6. Mengetahui peranan faktor mekanik dan faktor psikososial terhadap nyeri punggung bawah pada perawat di RSUP H Adam Malik Medan

1.3.2.7. Mengetahui karakteristik demografik perawat yang mengalami nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer di RSUP H. Adam Malik Medan.

I.4 HIPOTESA PENELITIAN

Ada hubungan antara faktor mekanik dan faktor psikososial terhadap nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat

I.5 MANFAAT PENELITIAN

I.5.1 Manfaat Penelitian Untuk Ilmu Pengetahuan

Dari penelitian ini diharapkan dapat dikenali faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat, sehingga bisa dilakukan pencegahan dan penanganan yang lebih kompleks terhadap kejadian NPB dan nyeri kepala pada perawat.

Dengan diketahuinya peranan faktor mekanik dan faktor psikososial terhadap nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat diharapkan dapat dilakukan intervensi untuk meminimalkan kejadian nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer di kalangan perawat.

I.5.2 Manfaat Penelitian Untuk Penelitian

(11)

psikososial terhadap nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer pada perawat.

I.5.3 Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

2.  Pemegang  saham  yang  berhak  hadir  dalam  Rapat  adalah  pemegang  saham  Perseroan  yang  namanya  tercatat  dalam 

Pada tahun 2012, Perseroan telah memasuki babak yang baru dengan melepas saham dan menjadi perusahaan terbuka, serta mengalihkan tongkat es- tafet kepemimpinan.. Akan

Penulisan ilmiah ini mencoba untuk mengaplikasikan Pengolahan Nilai Raport pada SMUN 01 Kalabahi dengan menggunakan Visual Basic 6.0, dimana dalam pengolahan nilai ini diperlukan

Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan.  Mengidentifikasi hasil teknologi yang digunakan manusia yang menggunakan sumber

[r]

Untuk itu penulis mencoba membuat suatu program aplikasi dengan materi kinematika gerak lurus yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai fisika bagi penggunanya Aplikasi

[r]

Penelitian dilaksanakan pada Sekolah Dasar Kota Padang, dengan sampel Sekolah Dasar Negeri Percobaan Kota Padang (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), Sekolah