• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM KAMOJANG ANGGA ZAELANI HIDAYAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN DAN POLA PENYEBARAN SPASIAL SPESIES TUMBUHAN ASING INVASIF DI CAGAR ALAM KAMOJANG ANGGA ZAELANI HIDAYAT"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DI CAGAR ALAM KAMOJANG

ANGGA ZAELANI HIDAYAT

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

DI CAGAR ALAM KAMOJANG

ANGGA ZAELANI HIDAYAT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

ANGGA ZAELANI HIDAYAT. Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO

Spesies tumbuhan asing invasif di ekosistem hutan yang terganggu dikhawatirkan dapat mereduksi komposisi vegetasi asli sehingga dapat mengancam keanekaragaman hayati di ekosistem tersebut. Proses invasi oleh tumbuhan asing dilaporkan telah terjadi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia seperti Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Komodo. Salah satu kawasan konservasi yang diduga diinvasi juga oleh spesies tumbuhan asing yaitu Cagar Alam Kamojang sehingga diperlukan penelitian mengenai keanekaragaman dan pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif di kawasan tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2011 di Cagar Alam Kamojang. Pengambilan data keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda. Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif menggunakan buku panduan lapang Webber (2003) dan ISSG (2005). Pengumpulan data penyebaran spasial dilakukan melalui penandaan pada setiap titik plot pengamatan menggunakan GPS kemudian hasil penandaan diinterpolasikan. Sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan dianalisis menggunakan analisis regresi linier untuk mendapatkan pengaruhnya terhadap jarak dari jalan.

Jumlah spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi teridentifikasi sebanyak 86 spesies yang terdiri dari 50 famili. Spesies tumbuhan asing invasif teridentifikasi sebanyak tiga belas spesies yang terdiri dari delapan famili yaitu Ageratum conyzoides (Asteraceae), Rubus moluccanus (Rosaceae), Clidemia hirta

(Melastomaceae), Cynodon dactylon (Poaceae), Panicum repens (Poaceae),

Mimosa pudica (Fabaceae), Mimosa pigra (Fabaceae), Austroeupatorium inulifolium (Asteraceae), Passiflora edulis (Passifloraceae), Lantana camara

(Verbenaceae), Mikania micrantha (Asteraceae), Piper aduncum (Piperaceae) dan

Ageratina riparia (Asteraceae). Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif berdasarkan indeks Morisita dan hasil interpolasi pada spesies tumbuhan asing invasif cenderung mengelompok kecuali spesies A. inulifolium yang menyebar secara merata di Cagar Alam Kamojang.

Spesies tumbuhan asing invasif yang teridentifikasi sebanyak tiga belas spesies yang terdiri dari 8 famili dengan spesies yang dominan yaitu A. inulifolium, A. riparia dan L. camara. Pola sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang cenderung mengelompok pada kondisi hutan yang relatif terbuka. Pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif hanya mempengaruhi A. inulifolium, sedangkan sebaran jumlah individu A. riparia dan L. camara tidak dipengaruhi oleh jarak dari jalan.

Kata kunci: Keanekaragaman, Pola penyebaran spasial, Spesies tumbuhan asing invasif, Analisis vegetasi, Interpolasi.

(4)

ANGGA ZAELANI HIDAYAT. The Diversity and Spatial Distribution Pattern of Invasive Alien Plant Species in Kamojang Natural Reserve Area. Under supervision of AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO

Invasive alien plant species in a disturbed forest ecosystem was feared could reduce the composition of native vegetation in the area which could threaten the biodiversity of the ecosystem. The process of invasion by alien plants has been reported to occur in several protected areas in Indonesia such as the Wasur National Park, Baluran National Park, and the Komodo National Park. One of the conservation area also allegedly invaded by alien plant species is Kamojang Natural Reserve Area. Thus, there is a need of research on the diversity and spatial distribution pattern of the invasive alien plant species in the area.

The research was conducted in July-August 2011 at the Kamojang Natural Reserve Area. The data collection of the invasive alien plants species’ diversity was conducted by analyzing the vegetations using double plots method. The identification of invasive alien plants species used references from Weber (2003) and ISSG (2005). The data collection of the spatial distribution pattern of invasive alien plants species was conducted by marking every observation plots using GPS and the result was then interpolated. The distribution of individual invasive alien plant species that are dominant were analyzed using linier regression analysis to acquire the invasive alien plants species’ influence toward its distance from the road.

The number of analyzed vegetation species identified comprises of 86 species from 50 families. The invasive alien plants species identified was 13 species which consist of 8 families: Ageratum conyzoides (Asteraceae), Rubus moluccanus (Rosaceae), Clidemia hirta (Melastomaceae), Cynodon dactylon

(Poaceae), Panicum repens (Poaceae), Mimosa pudica (Fabaceae), Mimosa pigra

(Fabaceae), Austroeupatorium inulifolium (Asteraceae), Passiflora edulis

(Passifloraceae), Lantana camara (Verbenaceae), Mikania micrantha

(Asteraceae), Piper aduncum (Piperaceae) and Ageratina riparia (Asteraceae). According to the index of Morisita and the result of IDW interpolation on dominant invasive alien plant species, it was found that the distribution’s pattern of the invasive alien plant species tend to clump except for A. inulifolium which have uniform distribution.

Invasive alien plant species are identified as many as thirteen species of 8 families with dominant species, namely A. inulifolium, A. riparia and L. camara. Spatial distribution patterns of invasive alien plant species in Kamojang Natural Reserve Area tend to clump in relatively open forest conditions. The effect of distance from the road towards the the number of the invasive plant species distribution only occured to A. Inulifolium, while A. riparia and L. camara was not effected by the distance from the road.

Keywords: Diversity, Spatial distribution pattern, Invasive alien plant species, Vegetation analysis, Interpolation.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang telah diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Angga Zaelani Hidayat NIM E34070032

(6)

Nama : Angga Zaelani Hidayat

NIM : E34070032

Menyetujui:

Pembimbing I

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 19620918 198903 1 002

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP. 19620316 198803 1 002

Tanggal Lulus:

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Invasi oleh spesies tumbuhan asing dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi keberadaan keanekaragaman hayati di berbagai tipe ekosistem. Invasi spesies tumbuhan asing dilaporkan telah terjadi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia, sehingga diperlukan upaya pengendalian yang serius untuk melindungi keanekaragaman hayati dari ancaman invasi spesies tumbuhan asing. Skripsi mengenai Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya pengendalian spesies tumbuhan asing invasif melalui penyediaan data dan informasi mengenai keanekaragaman, bioekologi dan pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam upaya pengelolaan kawasan dan perlindungan keutuhan keanekaragaman hayati di Cagar Alam Kamojang.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis mengharapkan data dan informasi yang terdapat di dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia kehutanan pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Bogor, Maret 2012

(8)

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 12 Mei 1989 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Odang Herdiansyah dan Ibu Ida Arlina. Pada Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Garut (SMA Negeri 1 Leles) dan lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Organisasi Mahasiswa Daerah – Himpunan Mahasiswa Garut (OMDA-HIMAGA) tahun 2007-2011, anggota himpunan profesi mahasiswa yang tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun 2008-2010, panitia Gebyar 2009 dan Ketua Panitia Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) 2010 yang diselenggarakan oleh HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Burangrang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2009 di BKPH Cikiong - KPH Purwakarta dan Cagar Alam Gunung Burangrang. Pada Tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Inventarisasi dan Pemantauan Tumbuhan pada tahun 2010 dan mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat pada tahun 2011 serta mendapatkan beasiswa prestasi dari Bank Indonesia pada tahun 2008-2010.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Keanekaragaman dan Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif di Cagar Alam Kamojang, dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

(9)

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayahanda Odang Herdiansyah, Ibunda Ida Arlina, Apa Ateng Mulya dan

adik-adik saya: Argi Sugiyarsa, Yusthi Nur Amalia dan Adjie Fajrialdi, serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan do’a dan motivasi serta pengorbanan baik moril maupun materi.

2. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F sebagai dosen pembimbing pertama dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc sebagai dosen pembimbing kedua, yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc sebagai ketua sidang dan Dr. Ir. Elisa G. Togu Manurung, MS sebagai dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan pada ujian komprehensif penulis.

4. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dan mengajarkan ilmu-ilmu di bidang kehutanan kepada penulis.

5. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat, Kepala Seksi KSDA Garut, Kepala Resort Kamojang Timur, Bapak Hendi, Bapak Asep Hendrik, Bapak Walim dan rekan-rekan petugas Cagar Alam Kamojang yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.

6. Arvita Erizal yang selama ini selalu memberikan motivasi, do’a dan arahan selama menempuh studi di IPB.

7. Arya Windu Jati, Irham Fauzi, I Made Haribhawana, Sri Gosleana, Reza Pradipta, Rahmat Hidayat, Oman Nurohman dan Anang Wahyudi atas bantuannya kepada penulis baik pada saat pengambilan data di lapangan, pengolahan data dan penyusunan skripsi.

8. Keluarga besar KSHE 44 atas kebersamaannya selama menempuh studi di IPB.

(10)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Hipotesis ... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Spesies Invasif ... 4

2.2 Penyebaran Spasial ... 10

2.3 Sistem Informasi Geografis ... 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 12

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ... 13

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 13

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 16

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

4.1 Letak dan Luas ... 23

4.2 Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan ... 23

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitar Kawasan ... 26

4.4 Pemanfaatan Sumberdaya Panas Bumi di CA/TWA Kamojang .... 26

4.5 Permasalahan Kawasan ... 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Komposisi Tumbuhan ... 28

(11)

5.1.2 Indeks nilai penting dan indeks keragaman ... 29

5.1.3 Dominansi spesies tumbuhan ... 30

5.2 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Asing Invasif... 33

5.2.1 Jumlah spesies tumbuhan asing invasif ... 33

5.2.2 Dominansi spesies tumbuhan asing invasif ... 36

5.2.3 Bioekologi spesies tumbuhan asing invasif ... 38

5.3 Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif ... 53

5.3.1 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif berdasarkan indeks Morisita ... 53

5.3.2 Perbandingan hasil interpolasi dengan menggunakan metode IDW dan metode kriging ... 54

5.3.3 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 61

6.1 Kesimpulan ... 61

6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

No. Halaman 1. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ... 13 2. Dominansi dan nilai keanekaragaman spesies setiap tingkat

pertumbuhan ... 25 3. Indeks nilai penting dan keanekaragaman spesies setiap tingkat

pertumbuhan ... 29 4. Indeks dominansi (C) di lokasi penelitian ... 30 5. Spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang ... 33 6. Nilai indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam

Kamojang... 53 7. Nilai koefisien determinasi metode interpolasi IDW dan kriging pada

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang... 12

2. Ilustrasi analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda yang digunakan di Cagar Alam Kamojang ... 14

3. Proses pembuatan peta sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan ... 22

4. Sebelas famili yang memiliki jumlah ≥ 3 spesies... 28

5. Spesies dengan INP > 10% pada setiap tingkat pertumbuhan di lokasi pengamatan ... 31

6. Spesies kaso (Saccharum spontaneum) yang cukup mendominasi di Cagar Alam Kamojang ... 32

7. Alang-alang (Imperata cylindrica) ... 34

8. Peta sebaran spasial Imperata cylindrica di Cagar Alam Kamojang ... 35

9. Indeks nilai penting spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang... 36

10. Pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan Cagar Alam Kamojang menyebabkan kawasan terbuka... 37

11. Babadotan (Ageratum conyzoides) ... 38

12. Harees (Rubus moluccanus) ... 39

13. Sebaran geografis C. hirta pada habitat alami (lingkaran) dan daerah introduksinya (kotak) ... 40

14. Harendong bulu (Clidemia hirta) ... 40

15. Jampang kawat (Cynodon dactylon)... 41

16. Jukut lampuyang (Panicum repens) ... 42

17. (a) Jukut riut (Mimosa pudica), (b) Lokasi M. pudica sering ditemukan (tanda merah) ... 43

18. Kalimusa (Mimosa pigra) ... 44

19. Komunitas A. inulifolium yang mendominasi di Cagar Alam Kamojang... 46

(14)

21. Distribusi geografi alami (hijau) dan daerah introduksi (merah)

Lantana camara ... 48

22. Saliara (L. camara) yang tumbuh bersama kaso (S. spontaneum) dan kirinyuh (A. inulifolium) ... 49

23. Sembung rambat (Mikania micrantha)... 50

24. Seuseureuhan (Piper aduncum) ... 51

25. Teklan (Ageratina riparia) ... 52

26. Peta sebaran spasial Austroeupatorium inulifolium di Cagar Alam Kamojang... 55

27. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu A. inulifolium di Cagar Alam Kamojang... 56

28. Peta sebaran spasial Ageratina riparia di Cagar Alam Kamojang ... 57

29. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu A. riparia di Cagar Alam Kamojang .... 58

30. Peta sebaran spasial Lantana camara di Cagar Alam Kamojang ... 59

31. Hasil analisis regresi linier pada hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu L. camara di Cagar Alam Kamojang ... 60

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar spesies tumbuhan hasil analisis vegetasi di Cagar Alam

Kamojang ... 69

2. Hasil perhitungan INP pada setiap tingkat pertumbuhan ... 73

3. Perhitungan indeks Morisita spesies tumbuhan asing invasif ... 80

4. Perbandingan metode interpolasi IDW dan kriging ... 84

5. Uji normalitas sisaan ... 85

6. Analisis regresi linier pengaruh jarak terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan ... 88

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ancaman terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam, alih fungsi lahan atau perubahan iklim secara global, tetapi juga disebabkan oleh adanya spesies tumbuhan asing invasif. Spesies tumbuhan asing invasif mampu menekan pertumbuhan spesies tumbuhan asli yang terdapat di dalam ekosistem sehingga dapat mengakibatkan kepunahan lokal terhadap spesies tumbuhan asli.

Munculnya spesies tumbuhan asing invasif dapat dipengaruhi oleh gangguan-gangguan terhadap lingkungan sehingga perkembangan spesies tumbuhan asing invasif dapat terjadi secara alami. Perkembangan spesies tumbuhan asing invasif yang terjadi secara alami berkaitan dengan proses suksesi. Dalam proses suksesi, spesies tumbuhan asing invasif merupakan spesies tumbuhan pionir seperti Imperata cylindrica atau Lantana camara yang berperan sebagai penutup lahan. Adaptasi yang baik dari spesies tumbuhan asing invasif menyebabkan spesies tersebut mendapatkan sumberdaya yang lebih baik daripada spesies tumbuhan asli sehingga mampu berkembangbiak secara cepat dan menjadi invasif. Selain dapat terjadi secara alami, invasi oleh spesies tumbuhan asing juga dapat terjadi akibat upaya introduksi spesies asing baik secara disengaja seperti introduksi Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran maupun secara tidak disengaja akibat pertumbuhan transportasi, perdagangan dan kegiatan wisata secara global (KLH 2002).

Invasi oleh spesies tumbuhan asing telah terjadi di beberapa kawasan konservasi di Indonesia. Selain kasus Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, invasi oleh tumbuhan asing juga terjadi di Taman Nasional Wasur, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Komodo. Di Taman Nasional Wasur terdapat beberapa spesies tumbuhan asing invasif diantaranya eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang menginvasi sungai-sungai besar sehingga menyebabkan terganggunya transportasi air dan pendangkalan sungai (KLH 2002). Spesies konyal (Passiflora edulis) diduga berpotensi menjadi invasif

(17)

di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango karena berasosiasi kuat dengan spesies-spesies pohon asli seperti saninten (Castanopsis argentea) dan nangsi (Altingia rubescens), sehingga dikhawatirkan dapat menekan pertumbuhan spesies tersebut (Heriyanto & Sawitri 2006). Spesies kaktus sendok nasi (Opuntia engelmannii) merupakan tumbuhan asing invasif yang cukup mengganggu di Taman Nasional Komodo dan mengakibatkan berkurangnya luasan savana sebagai sumber pakan bagi mamalia herbivora (Kayat & Butarbutar 2009).

Invasi spesies tumbuhan asing diduga dapat terjadi di kawasan konservasi lainnya termasuk Cagar Alam Kamojang. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan terhadap Cagar Alam Kamojang terutama akibat aktivitas manusia yang merusak kawasan cagar alam. Kerusakan kawasan akibat gangguan aktivitas manusia seperti pembukaan kawasan untuk infrastruktur pemanfaatan panas bumi, perambahan dan pembalakan liar pada saat krisis moneter yang telah menyebabkan keterbukaan lahan. Fei et al. (2009) menyatakan terdapat hubungan antara intensitas gangguan dengan kelimpahan spesies tumbuhan asing invasif seperti distribusi spesies tumbuhan asing invasif yang lebih banyak tersebar di daerah terbuka misalnya daerah di sekitar jalan daripada daerah dengan kondisi yang lebih tertutup. Untuk mengetahui dugaan adanya proses invasi oleh spesies tumbuhan asing dan pengaruh bentuk gangguan seperti jaringan jalan terhadap penyebaran spesies tumbuhan asing invasif maka diperlukan penelitian mengenai keanekaragaman dan pola sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif yang terdapat di Cagar Alam Kamojang.

2. Mengidentifikasi pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang.

3. Menganalisis pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang.

(18)

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai keanekaragaman dan penyebaran spasial dari spesies tumbuhan asing invasif di Cagar Alam Kamojang, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam upaya pengelolaan potensi kawasan konservasi.

(19)

2.1 Spesies Invasif

Secara ekologi, invasi didefinisikan sebagai pergerakan suatu spesies dari suatu area dengan kondisi tertentu menuju area lain dengan kondisi yang berbeda kemudian secara perlahan spesies tersebut mengokupasi habitat barunya (Clements 1905 diacu dalam Alpert et al. 2000). Spesies tersebut mampu menginvasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik di lingkungan yang baru sehingga akan menguntungkan pertumbuhannya tetapi merugikan bagi spesies lokal (Alpert et al. 2000).

Spesies invasif adalah spesies yang muncul sebagai akibat dari aktivitas manusia, melampaui penyebaran normalnya yang dapat mengancam lingkungan, pertanian dan sumber daya yang lainnya. Spesies invasif dapat berupa seluruh kelompok taksonomi meliputi virus, cendawan, alga, lumut, paku-pakuan, tumbuhan tinggi, invertebrata, ikan, amphibi, reptil, burung dan mamalia (Hossain 2009). Proses invasif pada suatu ekosistem dapat terjadi oleh spesies asing sehingga spesies tersebut dikenal sebagai spesies asing invasif (invasive alien species/IAS). Pejchar dan Mooney (2009) mendefinisikan spesies asing invasif yaitu spesies asing (non-native) yang pada umumnya diintroduksi oleh manusia kemudian mengancam ekosistem, habitat atau spesies lainnya dan menyebabkan perubahan global pada lingkungan.

Alpert et al. (2000) menduga spesies asing yang bersifat non invasif dapat menjadi invasif apabila selama beberapa tahun terjadi fluktuasi hujan atau iklim, adanya spesies mutualisma dari spesies asing tersebut atau melalui evolusi. Proses invasi suatu lingkungan tidak hanya disebabkan oleh adanya introduksi spesies asing, tetapi spesies-spesies lokal juga dipertimbangkan dapat menjadi invasif ketika penyebarannya dilakukan di dalam habitat buatan manusia seperti kebun atau halaman atau ketika kelimpahannya meningkat akibat campur tangan manusia di habitat alaminya (Randall 1997 diacu dalamAlpert et al. 2000).

(20)

2.1.1 Proses invasi dan karakter biologis tumbuhan asing invasif

Tumbuhan asing invasif dikenal sebagai tumbuhan bukan asli dari suatu ekosistem dan mampu bersaing dengan baik dalam memperoleh sumberdaya di ekosistem barunya sehingga menyebabkan dampak yang merusak bagi struktur, komposisi dan pertumbuhan vegetasi asli pada ekosistem tersebut (Moris et al.

2009). Pada dasarnya proses invasi dari spesies tumbuhan asing dapat dibagi menjadi tiga proses, yaitu proses introduksi, proses kolonisasi dan proses naturalisasi (Cousens & Mortimer 1995 diacu dalamRadosevich et al. 2007).

Perkembangan spesies tumbuhan yang bersifat invasif tidak lepas dari upaya introduksi yang dilakukan secara sengaja atau tidak disengaja. Cornel dan Lawton (1992) diacu dalam Whitten et al. (1999) menjelaskan potensi mengintroduksi spesies tumbuhan di luar ekosistem alaminya terjadi akibat kondisi ekosistem alami yang jenuh oleh spesies-spesies tumbuhan yang sangat sedikit atau hampir tidak ada. Williamson dan Fitter (1996) diacu dalam Alpert et al. (2000) memperkirakan hanya 0.1% dari seluruh spesies tumbuhan yang diintroduksi di luar ekosistem alaminya oleh manusia berkembang menjadi invasif. Spesies tumbuhan yang diintroduksi akan menjadi invasif apabila mampu bernaturalisasi dengan habitat yang baru sehingga sukses membangun populasi spesiesnya, menyebar secara luas dan bergabung dengan sekelompok tumbuhan (Radosevich

et al. 2007).

Rejmanek (2000) diacu dalam Radosevich et al. (2007) mendeskripsikan beberapa karakteristik biologi yang berhubungan dengan sifat invasif suatu spesies tumbuhan diantaranya mudah tersebar oleh manusia dan hewan, kecocokan dengan lingkungan yang konstan, ukuran genom kecil, perkembangbiakan vegetatif dan penyebaran biji yang efektif serta sangat bergantung terhadap keberadaan musuh biologisnya. Sukisman (2010) menyatakan karakteristik yang paling terlihat pada tumbuhan invasif diantaranya cepat membentuk naungan, merupakan spesies pionir, memiliki fenologi yang berbeda dan tidak memiliki musuh alami.

(21)

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi invasi tumbuhan asing

Distribusi spesies invasif dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan spesies tumbuhan asing invasif diantaranya jenis tanah, kemasaman tanah, kelembaban tanah, kualitas dan kuantitas pencahayaan, pola presipitasi, variasi temperatur pada tanah, air dan udara (Radosevich et al. 2007). Richardson dan Pyšek (2000) diacu dalam Radosevich et al. (2007) menyatakan bahwa setidaknya terdapat empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses invasi suatu spesies yaitu ketersediaan sumberdaya, gangguan, kompetisi dan tekanan terhadap propagul.

Kualitas suatu lahan merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan tumbuhan asing menginvasi ekosistem barunya. Lingkungan komunitas tumbuhan dengan ketersediaan sumberdaya yang tinggi memiliki kemungkinan besar untuk terganggu dan terinvasi. Huston dan De angelis (1994) diacu dalam Moris et al.

(2009) menyatakan komunitas yang kaya akan spesies (tingkat heterogenitas yang tinggi) menjadi kondisi yang disukai oleh spesies asing untuk mendapatkan keuntungan daripada kondisi lingkungan dengan tingkat keanekaragaman yang rendah.

Kesuksesan tumbuhan asing menginvasi suatu lingkungan juga dipengaruhi oleh gangguan yang terjadi di lingkungan tersebut. Gangguan pada lingkungan menyebabkan ketidakseimbangan kompetisi dan okupasi habitat tumbuhan utama pada ekosistem tersebut dan menyebabkan faktor abiotik lebih berperan sebagai suksesor invasi tumbuhan asing daripada faktor biotiknya (Moris et al. 2009). Sastroutomo (1990) menyatakan spesies-spesies gulma pada habitat yang telah terganggu (seperti tepi jalan, tepi danau/rawa/sungai, tempat pembuangan sampah) lebih bervariasi dibandingkan dengan spesies pada habitat yang belum terganggu. Keanekaragaman spesies gulma pada habitat yang telah terganggu dapat terjadi akibat adanya perubahan lingkungan yang nyata sejalan dengan waktu dari proses suksesi sekunder pada habitat tersebut (Sastroutomo 1990).

(22)

2.1.3 Dampak ekologi dari spesies tumbuhan asing invasif

Keberadaan spesies invasif di luar lingkungan alaminya dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan proses alami yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Kehadiran spesies tumbuhan asing invasif dapat menyederhanakan ekosistem dengan menekan pertumbuhan spesies asli dan mengubahnya menjadi sistem yang monokultur. Perkembangbiakan dari spesies tumbuhan asing invasif selalu menyebabkan keanekaragaman spesies asli dan proses regenerasi alaminya menurun, produktivitas hutan menurun dan menyebabkan degradasi lingkungan (Fei et al. 2009). Parker et al. (1999) diacu dalam Radosevich (2007) menguraikan beberapa dampak ekologi yang disebabkan oleh tumbuhan invasif yaitu:

 Mereduksi keanekaragaman hayati

 Gangguan terhadap spesies yang terancam punah dan habitatnya

 Habitat bagi serangga, burung dan satwaliar asli terancam hilang

 Mengubah proses ekologi alami seperti suksesi tumbuhan

 Meningkatnya frekuensi dan intensitas dari kebakaran alami

 Gangguan terhadap asosiasi tumbuhan dengan satwa seperti polinasi dan penyebaran benih.

2.1.4 Peraturan mengenai spesies asing invasif

Spesies asing invasif dapat mengancam kelestarian keanekaragaman hayati sehingga diperlukan peraturan untuk mengendalikan introduksi dan penyebaran spesies asing invasif di Indonesia. Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati (2011) menyatakan sampai saat ini peraturan yang khusus mengatur tentang spesies asing invasif belum terdapat di Indonesia. Namun, beberapa peraturan nasional yang terkait dengan spesies asing baik yang bersifat invasif maupun tidak, diuraikan sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pasal 3 Ayat (1) mengenai usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, termasuk introduksi tumbuh-tumbuhan, spesies

(23)

hewan, dan spesies jasad renik. Kegiatan introduksi ini wajib melakukan AMDAL.

2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura Pasal 88 Ayat (3) mengenai impor produk hortikultura dilakukan melalui pintu yang telah ditetapkan. Pintu yang dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terkait dengan masuknya OPT karantina, keamanan hayati, spesies-spesies asing yang invasif dan keamanan pangan.

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nation Convention on Biological Diversity (CBD) Pasal 8 butir h mengenai setiap pihak yang menandatangani konvensi ini diwajibkan untuk mencegah masuknya serta mengendalikan atau membasmi spesies-spesies asing yang mengancam ekosistem, habitat atau spesies lain di habitat yang asli.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 5 Ayat (1) suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila: butir 1.b, terjadi penurunan yang tajam jumlah individunya di alam. Adapun dalam penjelasannya penurunan populasi ini terkait dengan ancaman dari faktor luar termasuk spesies asing (jenis introduksi). Pada Ayat (2) butir 2.e dijelaskan mengenai pemasukan jenis asing harus dihindarkan, butir 2.f dijelaskan selain dari jenis tumbuhan dan satwa asli, jenis asing juga termasuk didalamnya, sehingga jenis-jenis asing ini perlu dimusnahkan.

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, Bab IV, Pasal 19 Ayat (3) mengatur dan melarang aktivitas yang dapat mengubah kondisi alami kawasan suaka alam seperti menambah spesies yang tidak asli, Bab VII, Pasal 33, Ayat (2) yang melarang melakukan aktivitas yang dapat mengubah zona inti taman nasional seperti menambah spesies satwa dan tumbuhan yang tidak asli.

6. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang menegaskan perlindungan dan pencegahan kehilangan tumbuhan dari gulma atau tumbuhan penggangu lainnya serta aksi pemberantasan organisme pengganggu yang mampu berkembang seperti gulma di beberapa lokasi dan menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Bab I, Pasal 1, Ayat 7, 8, Bab III,

(24)

Pasal 21). Selain itu, dalam pasal 10 menyebutkan mekanisme introduksi spesies asing dan beberapa pasal mengenai monitoring dan manajemen gulma dan spesies asing.

7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 mengenai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang mengatur tugas dan fungsi utama karantina hewan dan tumbuhan di pelabuhan, bandara, daerah perbatasan dan pelabuhan antar pulau. Karantina dilaksanakan berdasarkan berbagai komoditas, seperti persediaan makanan, tanaman budidaya, hasil perkebunan dan hasil hutan yang bertujuan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan hewan dan tumbuhan tersebut.

Invasi spesies asing di ekosistem atau habitat tertentu telah menjadi perhatian dunia sejak Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Adapun perangkat hukum mengenai pengendalian spesies asing invasif pada level internasional diantaranya:

1. Convention on Biological Diversity (CBD) tahun 1992 mengenai konservasi insitu yang berkaitan dengan pencegahan masuknya spesies asing invasif, mengendalikan dan membasmi spesies yang mengancam ekosistem, habitat dan spesies (pasal 8 butir h).

2. Konferensi Ramsar di Iran tahun 1971 dan Kosta Rika tahun 1998. Resolusi VII.4 mengenai spesies invasif dan lahan basah terkait dengan kesadaran akan beberapa ancaman spesies asing terhadap ekologi dan karakteristik lahan basah, spesies lahan basah, daratan dan lautan.

3. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dalam Konferensi Resolusi 13.10 tahun 1997 mengenai perdagangan spesies asing invasif dengan hasil rekomendasi diantaranya: a). Mempertimbangkan masalah spesies asing invasif dalam peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan hewan dan tumbuhan yang diperdagangkan secara hidup-hidup, b). Berkonsultasi dengan otoritas manajemen terkait tujuan impor suatu negara, kemungkinan dan penerapannya, serta pertimbangan ekspor yang berpotensi sebagai spesies asing invasif, untuk memutuskan peraturan yang diberlakukan dalam hal impor, dan c). Mempertimbangkan peluang sinerginya CITES dan CBD untuk

(25)

bekerjasama dan berkolaborasi antara dua konvensi dalam isu introduksi spesies asing yang berpotensi invasif.

2.2 Penyebaran Spasial

Komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi penyebaran baik secara vertikal maupun horizontal, yakni setiap spesiesnya tersebar dengan tinggi di atas permukaan tanah yang berbeda dan juga tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda. Penyebaran secara vertikal dari suatu spesies tumbuhan biasanya dipengaruhi oleh adanya perbedaan intensitas cahaya matahari. Penyebaran tumbuhan secara horizontal dipermukaan tanah memiliki kompleksitas yang tinggi. Whitaker (1970) diacu dalam Sastroutomo (1990) mengidentifikasi empat macam penyebaran dari setiap spesies tumbuhan secara horizontal dalam komunitas tumbuhan (juga untuk setiap individu dalam populasi) yaitu penyebaran secara acak, mengelompok (kontagius), teratur (kontagius negatif) dan penyebaran secara kombinasi pengelompokan individu ke dalam koloni dan distribusi regular.

Tipe penyebaran pada komunitas tumbuhan di habitat alami biasanya dijumpai secara acak dan tidak pernah dijumpai tipe penyebaran yang sangat teratur dengan jarak yang relatif sama dari individu ke individu lainnya. Tipe penyebaran mengelompok juga dapat ditemui pada komunitas tumbuhan di habitat alami yang disebabkan oleh pola penyebaran biji dari tumbuhan induk, gradasi lingkungan mikro atau kekerabatan antar spesies baik yang bersifat positif maupun negatif (Sastroutomo 1990).

Setiap spesies tumbuhan pada suatu komunitas akan memiliki pola penyebaran tersendiri. Pola ini dapat memiliki persamaan dengan spesies lainnya tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Oleh karena itu, komunitas tumbuhan merupakan gabungan dari beberapa pola penyebaran berbagai spesies tumbuhan dan saling berinteraksi (Sastroutomo 1990).

(26)

2.3 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem untuk pengambilan, penyimpanan, pemeriksaan, penggabungan, manipulasi, analisis atau penyajian data keruangan yang memiliki referensi bumi (Chorley 1987 diacu dalam Syamsudin & Suryadi 2006). Sistem informasi geografi digunakan untuk menyederhanakan proses sehingga mengefisienkan pekerjaan seperti mengintegrasikan data dari berbagai sumber atau digunakan untuk meningkatkan kapasitas analisis data seperti memfasilitasi pembentukan model analisis data dan menyajikan data dengan output dalam bentuk yang interaktif (Syamsudin & Suryadi 2006).

Sistem informasi geografi merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat fungsional dan jaringan. Komponen-komponen yang menyusun SIG biasanya terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi dan manajemen (Prahasta 2001). Jaya (2002) menyebutkan pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan (spasial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. Aplikasi SIG di bidang kehutanan banyak dilakukan untuk memonitoring pergerakan satwa dan membuat model kesesuaian habitat flora dan fauna. Beberapa penelitian di bidang konservasi yang menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis diantaranya:

 Aplikasi SIG untuk pemetaan kesesuaian habitat kedaung (Parkia timoriana (D.C Merr) di Taman Nasional Meru Betiri (Sebastian 2007).

 Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan menggunakan SIG (Gamasari 2007).

 Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut - Jawa Barat dengan menggunakan SIG (Herdiyanti 2009).

 Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia zollingeriana Kds. (studi kasus di Resort Sukamade wilayah seksi I Sarongan Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur) (Dhistira 2011).

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di lapangan dilaksanakan selama ± satu bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Pengolahan data keanekaragaman dan pola penyebaran spasial dilakukan di Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan dan Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan, Departemen Konservasi Tumbuhan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari sampel spesies tumbuhan, alkohol 70%, peta kawasan Cagar Alam Kamojang dan perangkat lunak Arc Gis 9.3 dan SPSS 16.0. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Global Positioning System (GPS), kamera digital,

(28)

meteran, tambang, kompas, phiband, tallysheet, panduan lapang tumbuhan asing invasif, koran bekas, label (etiket) dan kalkulator.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data keanekaragaman dan pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif sedangkan data sekunder berupa data kondisi umum Cagar Alam Kamojang yang terdiri dari kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan. Jenis data yang dikumpulkan secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian No. Jenis Data/Informasi

yang Dikumpulkan

Aspek yang Dikaji Sumber Data Metode

1. Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif

Spesies, jumlah individu, frekuensi, dominansi Pengamatan langsung di lapangan Analisis vegetasi 2. Penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif

Titik sebaran spesies tumbuhan asing invasif

Pengamatan langsung di lapangan Penandaan titik sebaran dengan GPS 3. Kondisi umum kawasan

Kondisi fisik, kondisi biologis, kondisi sosial ekonomi, peta kawasan

Rencana Pengelolaan CAK 2005-2020

Studi literatur

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif dengan menggunakan metode petak ganda yang ditetapkan secara purposive sampling di lokasi yang terganggu (misalnya jaringan jalan) (Gambar 2). Panjang lokasi yang digunakan sebesar 500 m dan terbagi menjadi lima segmen dengan jarak antar segmen sebesar 100 meter. Pada setiap segmen diletakkan petak ukur masing-masing berukuran 20 x 20 meter dan terbagi ke dalam beberapa ukuran. Petak ditempatkan di kiri dan kanan jaringan jalan dengan jumlah petak ukur masing-masing berjumlah 5 petak sehingga

(29)

jumlah total petak ukur sebanyak 50 petak. Peletakan petak ukur dilakukan secara sistematik dengan jarak titik pusat antar petak sebesar 50 meter.

Gambar 2 Ilustrasi analisis vegetasi menggunakan metode petak ganda yang digunakan di Cagar Alam Kamojang.

Keterangan Gambar 2:

a. Petak ukur semai (2 m x 2 m), yaitu anakan dengan tinggi < 1,5 m. Selain itu, dicatat juga spesies tumbuhan bawah, semak, terna atau liana.

b. Petak ukur pancang (5 m x 5 m), yaitu anakan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter batangnya < 10 cm. Selain itu, dicatat juga semak, perdu atau terna dengan tinggi > 1,5 m.

c. Petak ukur tiang (10 m x 10 m), yaitu diameter batang antara 10 cm – 19,9 cm.

d. Petak ukur pohon (20 m x 20 m), yaitu pohon yang diameter batangnya ≥ 20 cm. Titik awal 50 m 50 m Base line 100 m 100 m 100 m a b c d

(30)

Parameter yang diambil dalam pengamatan vegetasi pada seluruh tingkat pertumbuhan meliputi:

1. Spesies, jumlah individu dan diameter untuk tingkat pohon dan tiang.

2. Spesies dan jumlah individu untuk tingkat pancang, semai dan tumbuhan bawah (tumbuhan selain permudaan pohon termasuk liana dan semak belukar).

Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan untuk mengetahui nama lokal dan nama ilmiah dari spesies tumbuhan yang ditemukan di lokasi penelitian. Spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dibuatkan herbariumnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah:

1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya (apabila terdapat bunga atau biji sebaiknya diikutsertakan). Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan analisis vegetasi.

2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang kurang lebih 40 cm atau disesuaikan dengan ukuran tumbuhan.

3. Contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan disertakan etiket yang berukuran 3 cm x 5 cm. Etiket berisikan keterangan mengenai nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul (kolektor).

4. Selanjutnya beberapa herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70%.

5. Herbarium kemudian dijemur dengan sinar matahari dan disemprot kembali dengan alkohol 70%.

6. Herbarium yang telah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan kemudian diidentifikasi nama ilmiahnya.

3.4.2 Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif

Identifikasi spesies tumbuhan asing invasif dilakukan dengan melakukan cek silang dengan beberapa sumber yang memuat daftar spesies tumbuhan asing invasif seperti Webber (2003) dan Invasive Species Specialist Group (2005).

(31)

3.4.3 Pola sebaran spesies tumbuhan asing invasif

Pola penyebaran spasial dari spesies tumbuhan asing invasif yang terdapat di Cagar Alam Kamojang diidentifikasi dengan menandai posisi koordinat pada setiap petak ukur dengan menggunakan GPS. Penandaan lokasi dengan GPS dilakukan pada titik tengah petak ukur sebanyak tiga kali.

Setiap petak kemudian diidentifikasi jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif baik yang berupa tumbuhan bawah, semak belukar, atau pohon. Nilai pada masing-masing petak berupa jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif kemudian diinterpolasikan untuk mendapatkan sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang terdapat di Cagar Alam Kamojang.

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan asing invasif

Data vegetasi hutan yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menghitung frekuensi, kerapatan, dominansi, indeks nilai penting, keanekaragaman spesies, indeks dominansi dan pola penyebarannya. Data vegetasi hutan dianalisis menggunakan persamaan sebagai berikut:

1. Indeks nilai penting

Indeks nilai penting (INP) diperoleh dengan menggunakan besaran-besaran sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 2008):

Kerapatan (ind/ha) = Jumlah individu suatu spesies Luas petak

Kerapatan Relatif/KR (%) = Kerapatan suatu suatu x 100% Kerapatan seluruh spesies Frekuensi = Jumlah petak dijumpai suatu

Jumlah seluruh petak

Frekuensi Relatif/FR (%) = Frekuensi suatu suatu x 100% Frekuensi seluruh spesies Dominansi (m2/ha) = Basal area suatu spesies

Luas seluruh petak

Dominansi Relatif/DR (%) = Dominansi suatu spesies x 100% Dominansi seluruh spesies Indeks Nilai Penting = KR+FR+DR

Khusus untuk tingkat semai, pancang dan tumbuhan bawah, perhitungan Indeks Nilai Penting hanya menjumlahkan kerapatan relatif dengan frekuensi relatifnya.

(32)

2. Keanekaragaman spesies

Keanekaragaman spesies diukur dengan menghitung persamaan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut (Pileou 1969 diacu dalam Krebs 1972):

Hˈ = -∑ [Pi. Ln Pi], dengan Pi yaitu:

Keterangan:

Hˈ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni : Jumlah INP suatu spesies

N : Jumlah INP seluruh spesies

3. Indeks dominansi

Indeks dominansi merupakan nilai kuantitatif untuk mengetahui suatu spesies yang dominan di dalam komunitasnya dengan persamaan (Indrayanto 2006):

Keterangan:

C : Indeks dominansi

ni : Jumlah individu suatu spesies N : Jumlah seluruh individu

4. Pola sebaran spesies

Pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif pada suatu komunitas tumbuhan dilakukan dengan menggunakan indeks Morisita. Pola penyebaran yang diketahui merupakan kecenderungan bentuk penyebaran suatu spesies di dalam komunitasnya yang terbagi ke dalam bentuk acak, mengelompok atau merata. Persamaan yang digunakan yaitu (Morisita 1965 diacu dalam Krebs 1972):

Keterangan:

(33)

n : Jumlah petak ukur

∑x² : Jumlah kuadrat dari total individu suatu spesies pada suatu komunitas ∑x : Jumlah total individu suatu spesies pada suatu komunitas

Selanjutnya dilakukan uji Chi-square dengan menggunakan persamaan:

Derajat keseragaman

Keterangan:

𝜒² 0,975 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 97,5% ∑xi : Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i

n : Jumlah petak ukur

Derajat pengelompokan

Keterangan:

𝜒² 0,025 : Nilai Chi-square dari tabel dengan db (n-1), selang kepercayaan 2,5% ∑xi : Jumlah individu dari suatu spesies pada petak ukur ke-i

n : Jumlah petak ukur

Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan menggunakan empat persamaan pada salah satu kondisi sebagai berikut:

 Apabila Id ≥ Mc > 1.0 maka dihitung:

 Apabila Id > Mc ≥ 1.0 maka dihitung:

(34)

 Apabila 1.0 > Mu > id maka dihitung:

Standar derajat penyebaran Morisita (Ip) mempunyai interval -1,0 – 1,0 dengan taraf kepercayaan 95% pada batas 0,5 dan -0,5. Nilai Ip digunakan untuk menunjukkan kecenderungan pola penyebaran spesies tumbuhan asing invasif pada suatu komunitas tumbuhan di Cagar Alam Kamojang dengan selang nilai: Ip = 0, menunjukkan pola sebaran acak (random)

Ip > 0, menunjukkan pola penyebaran mengelompok (clumped) Ip < 0, menunjukkan pola penyebaran merata (uniform)

3.5.2 Pola penyebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan

Posisi GPS lokasi terdapatnya spesies tumbuhan asing invasif di-upload ke dalam file text delimated (*.txt) di dalam program Ms. Excel 2007. Data mengenai jumlah individu spesies di dalam petak ukur diinterpolasikan dengan menggunakan metode inverse distance weighted (IDW) dan metode kriging. Hasil interpolasi sebaran jumlah individu dari kedua metode tersebut dibandingkan dengan sebaran jumlah individu sebenarnya sehingga diperoleh data spasial secara keseluruhan yang lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

3.5.2.1Metode interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW)

Metode interpolasi IDW merupakan metode pendugaan nilai yang sederhana dengan mempertimbangkan nilai di sekitarnya (NCGIA 1997). Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang lebih dekat daripada data sampel yang lebih jauh. Metode ini menganalisis titik pengamatan dalam suatu ruang ketetanggaan yang menggambarkan kemiripan diantara titik-titik tersebut. Teknik pencarian yang digunakan adalah dengan menetapkan jumlah titik observasi yang berada di sekitarnya atau menggunakan teknik pencarian dalam radius tertentu. Nilai Z untuk setiap titik kemudian diboboti dengan kuadrat jarak sehingga nilai yang dekat secara spasial akan cenderung dipengaruhi nilai pada titik yang diamati.

Pramono (2008) menyatakan bahwa kekurangan dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Nilai

(35)

interpolasi yang dihasilkan tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil interpolasi yang baik, maka sampel data yang digunakan harus lebih rapat.

3.5.2.2Metode interpolasi Kriging

Metode interpolasi kriging merupakan metode pendugaan nilai yang bersifat

stochastic atau pendugaan nilai dilakukan secara statistik untuk menghasilkan data interpolasi (Pramono 2008). Asumsi dari metode ini yaitu jarak dan orientasi antara sampel data menunjukkan korelasi spasial dan memiliki sebuah tren. Metode ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara pasangan sampel data. Apabila diketahui korelasi spasial jarak dan orientasi data maka pendugaan nilai dengan menggunakan metode interpolasi kriging dapat dilakukan dengan tepat.

Perbandingan antara metode interpolasi IDW dengan kriging dilakukan untuk mengetahui metode yang paling sesuai dalam menduga sebaran jumlah individu dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari plot

scatter. Drapper dan Smith (1992) menyatakan koefisien determinasi merupakan koefisien yang mengukur proporsi keragaman atau variasi total disekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh regresi yang dihasilkan atau dalam hal ini koefisien determinasi menjelaskan keragaman pada hasil metode interpolasi yang diperoleh dari fungsi regresi antara dugaan jumlah individu berdasarkan hasil interpolasi dengan jumlah individu di lapangan. Semakin besar nilai koefisien determinasi maka semakin besar pula keragaman yang dapat dijelaskan oleh fungsi yang dihasilkan.

3.5.3 Pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan

Hubungan antara peubah jarak dari jalan dengan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Mattjik dan Sumertajaya (2006) menyatakan regresi linier sederhana merupakan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara dua faktor antara satu peubah bebas (X, independence variable)

(36)

dan satu peubah tak bebas (Y, dependence variable) dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai garis lurus. Regresi linier sederhana dapat dituliskan dalam bentuk persamaan (Mattjik & Sumertajaya 2006):

Y = α + β X

Dimana: Y= Peubah tak bebas, X= Peubah bebas, α = Intersep, β = Kemiringan. Hipotesis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan yaitu:

H0: Jarak dari jalan tidak berpengaruh secara nyata terhadap sebaran jumlah

individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan.

H1: Jarak dari jalan berpengaruh nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies

tumbuhan asing invasif yang dominan.

Hipotesis diuji secara statistik dengan uji f dan uji t pada persamaan regresi yang dihasilkan. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95% atau nilai α sebesar 0,05. Apabila nilai signifikansi pada uji f dan uji t lebih kecil daripada nilai α, maka hipotesis yang diterima yaitu H1 atau jarak dari jalan mempengaruhi

secara nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan, sedangkan apabila nilai signifikansi pada uji f dan uji t lebih besar daripada nilai α, maka hipotesis yang diterima yaitu H0 atau jarak dari jalan tidak

mempengaruhi secara nyata terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan.

3.5.4 Alur proses penelitian

Proses pendugaan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif dengan menggunakan metode interpolasi dan proses analisis regresi untuk mengetahui pengaruh jarak dari jalan terhadap sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan diuraikan seperti pada Gambar 3.

(37)

Gambar 3 Proses pembuatan peta sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan.

Pengaruh jarak terhadap sebaran jumlah individu IAS

Analisis Regresi Linier

Uji normalitas sisaan

Data jarak titik pengamatan terhadap jalan

Proses Euclidean

Distance untuk

memperoleh jarak titik pengamatan dari jalan

Koreksi hasil interpolasi dengan keadaan di lapangan

Peta Interpolasi Sebaran Jumlah Individu IAS di Cagar Alam Kamojang Peta Jaringan Jalan Jawa Barat

(shp)

Peta Cagar Alam Kamojang (shp)

Proses Clip Peta

Peta Jaringan jalan di Cagar Alam Kamojang

Proses Overlay Peta

Peta Hasil Interpolasi Sebaran Jumlah Individu IAS

Reclassify

Proses Interpolasi dengan metode IDW dan kriging

Transformasi koordinat UTM Arc Gis 9.3 (Shapefile) MS Excel (tipe file

text delimated/*txt)

Data titik koordinat GPS

Metode interpolasi yang sesuai

(38)

4.1 Letak dan Luas

Secara administrasi pemerintahan, kawasan Cagar Alam Kamojang (CAK) terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Menurut administrasi pengelolaan, kawasan ini termasuk ke dalam wilayah kerja Seksi KSDA Garut, Balai Besar KSDA Jawa Barat. Di kawasan ini, terdapat dua tipe kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang yang terletak hampir di tengah-tengah kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang. Batas-batas kawasan Cagar Alam Kamojang sebagai berikut (Anonim 2005):

 Sebelah Utara : Kecamatan Paseh dan Ibun, Kabupaten Bandung

 Sebelah Barat : Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung

 Sebelah Timur : Kecamatan Leles dan Tarogong, Kabupaten Garut

 Sebelah Selatan : Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 110/Kpts-II/90 tanggal 14 Maret 1990 ditetapkan luas Cagar Alam Kamojang adalah 7.805 Ha. Pada tahun 1994, luas kawasan bertambah 12,196 Ha sebagai lahan kompensasi dengan dasar Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 433/Kpts-II/94 sehingga luas total kawasan cagar alam menjadi 7817,196 Ha dan luas taman wisata alam 481 Ha. Pada tahun 2004 terjadi penambahan fungsi cagar alam di Blok Guntur sehingga terjadi pengurangan luas Cagar Alam Kamojang seluas 500 Ha untuk hutan lindung dan ± 25 Ha untuk Taman Wisata Alam (TWA) Cipaniis sehingga luas total kawasan menjadi 7067,196 Ha. Penetapan kawasan cagar alam didasarkan pada gejala alam yang unik berupa peristiwa vulkanologi dengan munculnya kawah kecil di daerah kaldera Kamojang (Anonim 2005).

4.2 Kondisi Fisik dan Biologis Kawasan 4.2.1 Topografi dan tanah

Kawasan Cagar Alam Kamojang berada pada ketinggian antara 1.650 – 2.610 mdpl. Topografi kawasan pada umumnya berbukit landai dengan

(39)

kelerengan lapang yang terjal, miring dan bergelombang. Sudut kemiringan bervariasi diantara 20% - 40%. Hasil peta tanah eksploitasi Balai Penyelidikan tahun 1960 menyatakan jenis batuan pembentuk tanah Cagar Alam Kamojang adalah aluvial dari endapan sungai. Jenis tanah yang terdapat di kawasan ini terdiri dari andosol umbrik dan andosol vitrik dengan struktur gumpal bersudut, pH masam sampai agak masam (3-6), kejenuhan basa rendah dan berkembang dari tufa volkan (Anonim 2005).

4.2.2 Iklim dan hidrologi

Wilayah Kamojang merupakan daerah pegunungan yang dicirikan oleh kondisi iklim khas pegunungan. Wilayah Kamojang memiliki suhu udara maksimum sebesar 26,8°C pada bulan September sedangkan kondisi terendah terjadi pada bulan Desember. Suhu udara minimum terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 5,4°C dan tertinggi pada bulan Desember sebesar 10,7°C. Kelembaban relatif (RH) wilayah Kamojang termasuk tinggi yaitu sebesar 82-94%, sehingga lama penyinaran hanya 33 - 64% dalam sehari. Sepertiga hingga dua per tiga hari sering terjadi kabut atau hujan teutama pada bulan November dan Januari (Anonim 2005).

Cagar Alam Kamojang secara hidrologis terletak di daerah hulu dari daerah aliran sungai (DAS) besar di Jawa Barat yaitu Sungai Citarum di bagian barat-utara dan Sungai Cimanuk di bagian selatan. Masing-masing hulu DAS tersebut membentuk sub DAS dan yang terletak di Cagar Alam Kamojang diantaranya sungai Cikaro, Ciharus dan Ciwelirang.

4.2.3 Flora dan fauna

Ekosistem Cagar Alam Kamojang dapat dibedakan menjadi ekosistem terestrial dan ekosistem akuatik. Ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem hutan cagar alam dan ekosistem hutan lindung, sedangkan ekosistem akuatik terdiri dari ekosistem danau Ciharus dan danau Cibeureum. Secara umum kondisi vegetasi yang terdapat di Cagar Alam Kamojang didominasi oleh famili Juglandaceae, Theaceae, Lauraceae dan Fagaceae. Komposisi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan berupa kihujan (Engelhardia spicata), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis argentea), pasang (Quercus lutea), Lauratus nobilis dan Litsea

(40)

cubeba. Hasil analisis vegetasi yang dilaksanakan di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang diperoleh dominansi dan keanekaragaman spesies pada tiap tingkat pertumbuhan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Dominansi dan nilai keanekaragaman spesies pada setiap tingkat pertumbuhan

No. Tingkat Pertumbuhan Spesies tumbuhan INP (%) H’

1 Pohon Engelhardia spicata 30,94 1,144

Schima wallichii 29,44

Sloanea sigun 25,04

2 Tiang Litsea javanica 81,56 1,183

Villebruinea rubescens 37,66

Engelhardia spicata 18,95

3 Pancang Plectronia glabia 43,38 1,274

Pterocarpus indicus 33,33 Litsea javanica 32,67 4 Semai/tumbuhan bawah Ageratina riparia 50,54 1,293 Dicksonia sp. 29,04 Achasma coccineum 28,53 Sumber: Anonim (2005)

Spesies satwa liar yang terdapat di Cagar Alam Kamojang antara lain walik (Treron grisscipilla), kadanca (Ducula sp), walet (Collocalia vulconorum), saeran gunung (Dicrurus macocarpus), ayam hutan (Gallus g. speciosa), lutung (Presbytis Pyrrhus), musang (Paradoxurus hermaproditus), babi (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), landak (Hystrix sp), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), surili (Presbytis comata), kancil (Tragulus javanicus), kucing hutan (Felis bengalensis), bajing (Callociurus notatus), macan tutul (Panthera pardus), ular sanca (Phyton sp), Trenggiling (Manis javanica), londok (Callotes notatus) dan kodok buduk (Bufo melanoticus).

Diantara spesies satwa liar yang ditemukan di wilayah CA Kamojang terdapat 27 spesies satwa dilindungi yang terdiri dari 11 spesies mamalia, 14 spesies burung dan 2 spesies reptil. Selain itu, Cagar Alam Kamojang memiliki satwa endemik yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), wergan jawa (Alcippe pyrroptera) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang penyebarannya hanya terbatas di Pulau Jawa.

(41)

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Sekitar Kawasan

Masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Kamojang meliputi desa-desa di wilayah Kecamatan Ibun, Kecamatan Paseh, Kecamatan Pacet yang berada di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Pasir Wangi serta Kecamatan Leles yang berada di Kabupaten Garut. Anonim (2005) menyatakan jumlah penduduk yang berada di sekitar kawasan cagar alam sekitar ± 168.548 jiwa dan tersebar di wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut sebagai petani dan buruh tani. Mata pencaharian warga di sekitar kawasan cagar alam berupa pedagang, buruh bangunan dan pegawai negeri sipil.

Penggunaan lahan yang berada di sekitar kawasan cagar alam sebagian besar masih berupa hutan lindung. Lahan di sekitar kawasan pun digunakan untuk hutan produksi terbatas, hutan dapat dikonversi, sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, perkebunan dan pemukiman. Keberadaan lahan hutan yang telah ada sejak dahulu mulai terganggu akibat konversi lahan menjadi lahan pertanian.

4.4 Pemanfaatan Sumberdaya Panas Bumi di CA/TWA Kamojang

Ladang panas bumi Kamojang merupakan salah satu daerah kerja Pertamina Unit EP III yang berlokasi di daerah Jawa Barat. Daerah potensial panas bumi Kamojang memiliki luas wilayah ± 21 Km2. Kaldera Kamojang merupakan wilayah vulkanis yang berada di dalam gugusan Gunung Guntur dan Masigit. Pada tanggal 29 Januari 1983, daerah panas bumi Kamojang diresmikan oleh Direktur Eksplorasi dan Produksi Pertamina menjadi Lapangan Panas Bumi Kamojang sebagai lapangan produksi panas bumi pertama dan dimulainya era pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Ladang panas bumi Kamojang dikelola oleh PT. Pertamina Area Geothermal sebagai unit bisnis dari Pertamina Direktorat Hulu yang memproduksi dan mendistribusi uap ke konsumen yaitu Perusahaan Listrik Negara (Indonesian Power) sebagai single buyer.

Area produksi panas bumi kamojang yang memiliki luas daerah potensial sebesar 21 Km2 meliputi kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. Untuk mengoptimalkan produksi panas bumi dari kawah Kamojang, maka pihak pertamina mengajukan izin pemanfaatan pada kawasan konservasi

(42)

tersebut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.022/Kpts – II/84 tentang Ijin Penggunaan Sebagian Cagar Alam Kamojang Untuk Kegiatan Eksplorasi dan Produksi Panas Bumi Oleh Pertamina unit EP III. Ketetapan tersebut memutuskan untuk memberikan izin kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi di dalam Cagar Alam Kamojang selama lima belas tahun dengan status pinjam pakai dan dapat diperpanjang kembali selama PT. Pertamina melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Pada tahun 1996, Pertamina mengajukan kembali pemanfaatan kawasan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang seluas ± 12 Ha melalui Surat No.1141/Kwl – 6/1995 dan disetujui oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 341/Menhut – VII/1996 dengan status pinjam pakai selama 20 tahun dan diadakan evaluasi paling sedikit setiap lima tahun sekali (Anonim 2005).

4.5 Permasalahan Kawasan

Beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan Cagar Alam Kamojang baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal yaitu (Anonim 2005):

a. Adanya Perambahan areal hutan untuk pertanian kemudian ditinggalkan oleh penggarap (sistem pertanian ladang berpindah) sehingga menyebabkan areal hutan terbuka dan menyebabkan fungsi kawasan berkurang.

b. Kesadaran masyarakat di sekitar kawasan terhadap lingkungan masih rendah. Hal ini dilatarbelakangi juga oleh rata-rata tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam di sekitar kawasan cukup tinggi.

c. Perambahan dan kebakaran hutan akibat krisis moneter dan tidak teralokasinya masyarakat untuk ikut serta dalam program tumpangsari di lahan hutan produksi. Tingkat perambahan paling tinggi terjadi di tepi kawasan terutama di sekitar Blok Cihijo.

d. Pencurian kayu terjadi di daerah berhutan lebat kawasan Cagar Alam Kamojang. Kayu-kayu yang menjadi sasaran pencurian diantaranya saninten (Castanopsis argentea), rasamala (Altingia excelsa), kibeureum (Toona sureni), puspa (Schima wallichii), tebe (Sloanea sigun).

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang.  3.2  Bahan dan Alat
Tabel 1  Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian  No.  Jenis  Data/Informasi
Gambar 2  Ilustrasi  analisis  vegetasi  menggunakan  metode  petak  ganda  yang  digunakan di Cagar Alam Kamojang
Gambar 3  Proses pembuatan peta sebaran spasial spesies tumbuhan asing invasif yang dominan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis vegetasi pada tingkat pohon diperoleh vegetasi sebanyak 25 spesies dari 15 famili, dengan jumlah spesies terbanyak terdapat pada famili Euphorbiaceae (4

Menurut Shigesada dan Kawasaki (1997), terjadinya invasi bermula dari adanya gangguan terhadap ekosistem yang menimbulkan celah, sehingga tersedia ruang bagi

(2013) menyebutkan apabila nilai indeks kemerataan jenis (E) &lt; 0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, 0.3 &lt; E &lt; 0.6 menunjukkan kemerataan jenis sedang, dan E &gt; 0.6

Pendugaan sebaran jumlah individu spesies tumbuhan asing invasif yang dominan di Cagar Alam Kamojang dilakukan dengan menggunakan dua metode interpolasi yaitu

“ Pola Penyebaran Spesies Tumbuhan Invasif Berbagai Elevasi di Daerah Ranu Regulo Resort Ranu Pani Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru “, usulan penelitian

Sebagai spesies yang telah teridentifikasi dan termasuk kedalam tumbuhan invasif, Keanekaragaman tumbuhan invasif tersebut sangat dikhawatirkan dapat menurunkan

Kedua, jarak dari jalan dan intensitas cahaya tidak berpengaruh terhadap sebaran jumlah individu tumbuhan asing invasif Clidemia hirta di Taman Hutan Raya Bung

Berdasarkan hasil penelitian penyebaran Myristica teijsmannii (Risna 2009), vegetasi hutan mangrove (Suhardjono 2012), tumbuhan asing invasif (Abywijaya 2014), sebaran Corypha utan