• Tidak ada hasil yang ditemukan

Exclusive Breast Feeding Management: Qualitative Study on Working Mothers in Kalibawang District, Kulon Progo Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Exclusive Breast Feeding Management: Qualitative Study on Working Mothers in Kalibawang District, Kulon Progo Yogyakarta"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

14

Exclusive Breast Feeding Management:

Qualitative Study on Working Mothers

in Kalibawang District, Kulon Progo Yogyakarta

Eva Putriningrum 1), Hermanu Joebagio 2), Eti Poncorini P 3)

1) School of Health and Sciences, STIKes Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta 2) Faculty of Education and Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta

3) Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

ABSTRACT

Background: Coverage of exclusive breastfeeding in Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta was 688 in mothers (69.8%) in 2015, which mean did not reach intended target set by Health Ministry of 80%. One of the factors that can affect the failure of exclusive breast feeding is the flurry of mother and start working. This study was aimed to investigate the exclusive breast feeding lactation management of qualitative study on working mother.

Subject and Methods: This was a qualitative study, conducted in Yogyakarta, in July – September 2016. A total of 12 mothers with breast feeding and start working and 4 midwives who came from four Posyandu in Kalibawang. The data collected using the in-depth interviews, observation, document, and the data analyzed was using interactive analysis Miles and Huberman. Results: The result showed that knowledge management of lactation nursing mothers on mother and started working pretty well. Lactation management socialization barriers still prevailing lack of consciousness of mothers against the practice of lactation management because of lack of support from family, while the barriers experienced by mothers and started working in the lactation management do was the lack of opportunity is flushed and the unavailability of facilities in the workplace, as well as the existence of the syndrome of exclusive breastfeeding for less.

Conclusion: the implementation of lactation management on mom and started the work influenced factor, there is cake and family support. Mothers tagline enhanced his motivation for coming to the meeting held by the Clinics in order to be knowledgeable about lactation management can better yet so that the scope of exclusive breast feeding can match target. belonging to the Ministry of health.

Keywords: lactation management, exclusive breastfeeding, working mothers

PENDAHULUAN

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan per-tama, uper-tama, dan terbaik bagi bayi karena bersifat alamiah, dan mengandung ber-bagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya

diberi-kan ASI saja, tanpa madiberi-kanan tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tam-bahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim2. ASI eksklusif adalah pemberian

ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih,

Correspondence: Eva Putriningrum

School of Health and Sciences, STIKes Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta

(2)

15 sampai bayi berumur 6 bulan. ASI

mengan-dung zat protektif guna meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit, ASI tidak menimbulkan alergi pada bayi, ASI mempunyai efek psikologis, ASI menjadi-kan pertumbuhan bayi dengan sempurna, ASI dapat mengurangi karies dentis dan ASI dapat mengurangi kejadian maloklusi.

Begitu pentingnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi tercermin dari rekomendasi Badan Kesehatan Dunia/

World Health Organization (WHO) yang

menganjurkan kepada setiap ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. Namun, hanya 54,3% bayi di bawah enam bulan yang mendapat-kan ASI eksklusif.

Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dalam empat tahun terakhir, menurut data Susenas cakupan ASI eksklusif sebesar 34,3% pada tahun 2009, tahun 2010 menunjukkan bahwa baru 33,6% bayi di Indonesia mendapatkan ASI, tahun 2011 angka itu naik menjadi 42% dan menurut SDKI tahun 2012 cakupan ASI eksklusif sebesar 27%. Sementara itu berdasarkan laporan dari dinas kesehatan provinsi tahun 2013, cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan sebesar 54,3%.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu wilayah di Provinsi DIY dengan cakupan ASI eksklusif yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 34,7% pada tahun 2010, 52,5% tahun 2011, 58% tahun 2012, 70,4% tahun 2013, dan meningkat 74,1% tahun 20147.

Meski demikian cakupan pemberian ASI eksklusif ini masih lebih rendah dibanding-kan dengan target kementrian kesehatan nasional yaitu sebesar 80%.

Berbagai kendala dapat timbul dalam upaya pemberian ASI eksklusif. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kega-galan pemberian ASI eksklusif adalah kesibukan ibu bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan menunjukkan bahwa 71,03% ibu bekerja tidak memberi-kan ASI eksklusif kepada bayinya. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan

meningkat dari tahun ke tahun disebabkan dorongan untuk menambah penghasilan keluarga.

Peningkatan jumlah partisipasi ang-katan kerja tidak diimbangi dengan tingkat cakupan pemberian ASI eksklusif. Bagi ibu bekerja memberikan ASI eksklusif bukan hal yang mudah. Hasil penelitian dari Putri menyebutkan bahwa dari sebagian besar ibu menyatakan tidak memberikan ASI secara eksklusif disebabkan karena kesibukan ibu yang bekerja diluar rumah. Pengetahuan manajemen laktasi pada ibu bekerja juga masih kurang karena ibu masih belum mengetahui cara memberikan ASI perah dan cara penyimpanan ASI yang baik selama bekerja di luar rumah. Oleh karena itu, ibu menyatakan lebih praktis memberikan susu formula selama anak ditinggal ibu bekerja. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja antara lain persepsi ASI tidak cukup, kurangnya pengetahuan manajemen laktasi saat bekerja, dan tidak ada dukungan dari pimpinan.

Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk menunjang keberhasilan menyusui bagi ibu bekerja yang dimulai pada masa kehamilan, setelah persalinan, dan masa menyusui bayi. Upaya tersebut disebut juga dengan manajemen laktasi. Pelaksanaan manajemen laktasi memer-lukan kerjasama dari berbagai pihak mulai dari ibu, ayah, keluarga hingga petugas kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana manajemen laktasi pada ibu bekerja di Kecamatan Kalibawang Kabu-paten Kulon Progo.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di Posyandu Desa Banjararum, Banjarasri, Banjarharjo, dan Banjaroya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara men-dalam, observasi, dan analisis dokumen. Jumlah informan ibu menyusui yang bekerja sebanyak 12 orang yang berasal

(3)

16

dari empat Posyandu di Kecamatan Kalibawang. Bidan yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yang berasal dari Posyandu yang menjadi lokasi penelitian.

HASIL

Sosialisasi Manajemen Laktasi

Kegiatan sosialisasi terkait dengan manajemen laktasi diadakan secara rutin dua sampai tiga bulan sekali oleh pihak puskesmas di posyandu atau balai desa. Kegiatan sosialisasi manajemen laktasi ini masuk ke dalam kegiatan kelas ibu hamil agar lebih efektif. Materi dalam kegiatan sosialisasi terkait dengan manajemen laktasi seperti yang tercantum didalam buku KIA (kesehatan ibu dan anak), diantaranya adalah mencakup tentang kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui yang didalamnya ada materi tentang ASI eksklusif beserta manajemen laktasinya, serta imunisasi.

Pelaksanaan Manajemen Laktasi

pada Ibu Bekerja

Hasil analisis mengenai pelaksanaan manajemen laktasi pada ibu bekerja di-pengaruhi oleh beberapa faktor seperti, motivasi ibu, pendidikan ibu, sikap ibu, dan pengetahuan ibu. Faktor-faktor tersebut sangat memengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan manajemen laktasi pada ibu bekerja.

Motivasi terdiri atas komitmen ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayi sambil bekerja sudah baik, dan akan tetap memberikan ASI-nya paling tidak sampai usia 2 tahun. Keluarga, terutama suami sangat mendukung dalam pelaksanaan manajemen laktasi yaitu de-ngan cara memberikan kesempatan isti-rahat kepada ibu ketika kelelahan sepulang dari bekerja, dan membantu menyajikan ASI perah yang telah disimpan. Tenaga kesehatan disekitar lingkungan sebenarnya sudah mendukung, tetapi kurang tepat sasaran dalam memberikan sosialisasi.

Hambatan yang dialami dalam me-lakukan manajemen laktasi saat ibu harus

bekerja adalah kurang kesempatan ketika mau memompa/memerah ASI di tempat kerja dikarenakan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, fasilitas yang kurang mendukung di tempat kerja, dan merasa bahwa ASI-nya kurang mencukupi karenakan kelelahan. Langkah yang di-lakukan untuk mengantisipasi agar hamba-tan tidak terjadi kembali adalah disediakan tempat yang mendukung atau ruang laktasi di tempat kerja, dan pekerjaan segera diselesaikan/tidak menunda pekerjaan.

Sikap ibu dalam pemberian ASI kepada bayi dilakukan sesering mungkin atau sesuai dengan keinginan bayi. Pemberian ASI kepada bayi dapat dilakukan baik itu ketika ibu sedang bekerja (diberikan ASI perah), maupun pada saat ibu sedang istirahat (sambil tiduran). Pemberian ASI kepada bayi ketika ibu sedang mengalami kelelahan setelah bekerja tetap diusahakan diberikan, tetapi ada 2 informan yang memberikan bayinya susu sambung/susu formula.

Pengetahuan ibu terkait dengan manajemen laktasi didapatkan dari sau-dara, internet, bidan, media massa, dan pembinaan dari puskesmas. Harapan agar tetap bisa memberikan ASI saat bekerja adalah ditempat kerja diberi kesempatan untuk memerah ASI, dan disediakan ruang untuk memerah ASI, sehingga produksi ASI tetap lancar dan banyak.

Hambatan Sosialisasi Manajemen Laktasi

Tidak terdapat hambatan yang di-alami dalam pelaksanaan sosialisasi mana-jemen laktasi. Tetapi hambatan itu terjadi ketika praktiknya, terutama dari ling-kungan seperti kurangnya duling-kungan dari keluarga. Hambatan tersebut diatasi de-ngan melakukan bimbide-ngan konseling, dan penyuluhan yang terus-menerus, dan men-yampaikan kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi untuk melaksanakan ASI eksklusif. Langkah yang dilakukan untuk mengurangi/mengantisipasi agar hamba-tan tersebut tidak terjadi kembali yaitu bekerjasama dengan kader, dan tokoh masyarakat setempat untuk ikut

(4)

mem-17 bantu, memantau, dan menggalakkan

pro-gram ASI eksklusif, dan diharapkan peru-sahaan yang memproduksi susu formula usia 0-6 bulan ditiadakan/ditutup.

PEMBAHASAN Sosialisasi Manajemen Laktasi

Tenaga kesehatan memiliki peran penting dalam mendukung dan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu menyusui tentang ASI eksklusif. Pemberian informasi (sosialisasi), dan konseling yang dilakukan dari sejak ibu mulai hamil dapat meningkatkan ke-sadaran ibu untuk menyusui, dan di-lanjutkan pada pertemuan pascapersalinan dengan tenaga kesehatan yang mendukung ASI eksklusif dapat meningkatkan ke-berhasilan ibu menyusui secara signifikan dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang kurang mendukung ASI eksklusif.

Peran tenaga kesehatan sangat penting dan sangat menentukan, karena selain memang tenaga kesehatan adalah pihak yang telah menjalani serangkaian pendidikan khusus, diharapkan tenaga kesehatan memiliki kompetensi dan ke-terampilan terpercaya untuk dapat men-jalankan kewenangannya dalam melakukan upaya kesehatan yang berdasarkan pada keselamatan pasien. Tenaga kesehatan di-berikan kewenangan untuk menentukan indikasi medis dapat tidaknya pemberian ASI dilakukan oleh ibu dan bayi (Pasal 7 PP ASI). Tenaga kesehatan wajib berpedoman pada ketentuan rekomendasi yang telah ditetapkan WHO, standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur opera-sional (Pasal 8 PP ASI).

Tenaga kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi kepada ibu dan keluarganya. Bentuk pemberian Informasi dan edukasi dapat berupa penyuluhan, konseling, atau pendampingan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang me-nunjukkan bahwa sosialisasi yang di-lakukan mencakup materi yang bervariasi terkait dengan pentingnya ASI eksklusif untuk bayi.

Peran penyuluhan ataupun bim-bingan konseling tentang laktasi yang dilakukan oleh bidan pada ibu hamil, dan ibu menyusui dapat meningkatkan pen-capaian dalam pemberian ASI eksklusif. Adanya dukungan pada ibu menyusui yang berupa bimbingan, konsultasi, dan pem-berian motivasi dari bidan dapat mem-bantu keberhasilan ibu menyusui. Ke-berhasilan ibu untuk menyusui secara eksklusif salah satunya adalah dipengaruhi oleh dukungan dan nasihat dari petugas kesehatan yang professional karena in-formasi yang diberikan tepat, dan tidak salah informasi. Salah satu indikator ke-mampuan bidan sebagai konselor ASI da-pat dinilai dari kemampuan mereka dalam melaksanakan tugas dan perannya dengan baik. Seorang konselor membutuhkan ke-mampuan komunikasi dan pola sikap yang baik serta tepat, sehingga klien tidak ter-singgung terkait hal-hal yang bersifat sen-sitif seperti kebutuhan bayi akan nutrisi.

Kesadaran untuk mempromosikan, dan mensosialisasikan ASI eksklusif perlu didukung oleh pemahaman bidan tentang ilmu laktasi yang cukup khususnya dalam melindungi dan membantu ibu menyusui karena dukungan bidan memiliki pengaruh yang cukup baik pada saat masa menyusui.

Pelaksanaan Manajemen Laktasi

pada Ibu Bekerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen laktasi di Keca-matan Kalibawang, Kulon Progo pada ibu bekerja sudah cukup baik. Hal ini berarti peran Bidan di Kecamatan Kalibawang da-lam program sosialisasi manajemen laktasi cukup berhasil yang diindikasikan dari komitmen yang kuat dari ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai umur 2 tahun. Pemberian ASI bukan hal yang mudah bagi seorang ibu terutama bagi ibu bekerja. Beberapa hambatan ditemukan justru di awal kelahiran bayi. Padahal kesuksesan pemberian ASI nantinya tergantung pada awal pemberian ASI. Selain dari ibu dan bayi, banyak faktor lain dalam keberhasilan

(5)

18

pemberian ASI seperti dukungan keluarga, pekerjaan, dan lingkungan sekitar.

Untuk mendukung keberhasilan ma-najemen laktasi, Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini (IMD) sebagai tindakan penyelamatan kehidupan pertama kelahiran, karena IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi me-ninggal sebelum usia satu bulan. Menyusui satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global.

Menteri Kesehatan Republik Indo-nesia melalui peraturan nomor: 450/ Menkes/SKN/2004 mengajak Bangsa In-donesia melaksanakan pemberian hanya ASI saja selama 6 bulan kehidupan bayi dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan yang mengajak dan mendukung ASI eks-klusif, Kulon Progo telah menerapkan sebuah Peraturan daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2015 mengenai pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Isi aturan ter-sebut berlandaskan ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang ASI eksklusif. Tujuan dibentuknya peraturan tersebut ialah untuk menjamin pemenuhan hak bayi dalam mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahir-kan sampai usia 6 bulan dengan mem-perhatikan setiap pertumbuhan dan per-kembangannya, memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI eks-klusif kepada bayinya, meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, peme-rintah terhadap pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak.

Peraturan yang mengatur tentang hak ibu menyusui ketika bekerja sesuai Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 83 Tentang Ketenagakerjaan yaitu peker-ja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan se-patutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Maksud dari peraturan tersebut yaitu memberi kesempatan bagi buruh/pekerja perempuan untuk menyusui anaknya jika

hal itu harus dilakukan selama waktu kerja atau periode waktu yang disediakan oleh perusahaan pada para buruh/pekerja wanita, atau paling tidak memberikan kesempatan untuk memerah ASI kepada para pekerja wanita yang masih menyusui bayinya dengan mempertimbangkan keter-sediaan tempat/ruangan yang dapat di-gunakan untuk melakukan manajemen laktasi menurut kondisi dan kemampuan finansial perusahaan, yang akan diatur dalam peraturan perusahaan atau ke-sepakatan kerja bersama.

Hambatan Sosialisasi Manajemen Laktasi

Usaha untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif adalah dengan melakukan manajemen laktasi yang baik. Usaha itu perlu didukung oleh suami, keluarga, lingkungan, dan tenaga kesehatan seperti bidan. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang cukup berperan dalam pemberian dukungan ternyata memilliki hambatan tersendiri. Pada dasar-nya bidan akan optimal melaksanakan sosialisasi manajemen laktasi jika ada kerja sama dan saling memberikan dukungan antara berbagai pihak seperti klien (ibu menyusui), bidan sebagai pemberi pe-layanan, keluarga, dan Puskesmas atau Posyandu sebagai pendukung dalam memfasilitasi kegiatan.

Namun dalam praktiknya, sosialisasi manajemen laktasi yang dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang lain mengalami hambatan, yaitu tidak tepatnya sasaran sosialisasi karena yang hadir bukan ibu bayi sendiri, namun ibu atau mertua-nya, sehingga apa yang disampaikan tidak dapat tersampaikan. Kegagalan manajemen laktasi pada ibu bekerja dapat diatasi dengan penyediaan fasilitas yang men-dukung ibu menyusui di tempat kerja dan di tempat umum, meningkatkan jumlah motivator dan konselor laktasi/menyusui serta kelompok pendukung ASI, dan mengembangkan regulasi dan pengawasan yang mendukung keberhasilan menyusui. Agar program tersebut berhasil, maka diperlukan komitmen bersama dan terpadu

(6)

19 dari semua sektor mulai dari pemerintah,

masyarakat sekitar, keluarga, ibu, dan petugas kesehatan (bidan) sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan untuk masyarakat, motivator dan konselor laktasi, serta kelompok pendukung ASI. Upaya tersebut semestinya disesuaikan dengan peran dan tanggung jawab dari masing-masing stakeholder.

Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya lebih meningkatkan promosi dan sosialisasi ASI eksklusif pada ibu menyusui terutama pada ibu bekerja, serta tidak menganjurkan pemberian susu formula sebagai pengganti ASI. Hal ini dapat dimulai sejak ibu hamil (antenatal care). Kegiatan sosialisasi manajemen laktasi juga dapat dilakukan menggunakan media dalam rangka meningkatkan keter-capaiannya. Media sosialisasi tentang manajemen laktasi dapat berupa poster yang ditempelkan di dinding luar ruangan Puskesmas. Poster yang ditempelkan berisi informasi tentang pelaksanaan manajemen laktasi yang benar, selain itu bisa juga

beru-pa booklet dan leaflet, yang disediakan

un-tuk bisa dibawa pulang oleh ibu menyusui. Berdasarkan hasil penelitian beserta pembahasan, peneliti menyimpulkan seba-gai berikut:

1. Pelaksanaan sosialisasi manajemen laktasi sudah dilakukan dengan baik oleh Bidan Puskesmas Kalibawang. Peserta yang mengikuti kegiatan sosia-lisasi adalah ibu hamil, ibu menyusui, terkadang ada suami, orangtua, dan juga kader.

2. Manajemen laktasi pada ibu bekerja adalah dengan memerah ASI, menyim-pan di lemari pendingin, lalu mem-berikan ASI perah dengan cara diha-ngatkan terlebih dahulu. Hambatan yang dialami dalam melakukan mana-jemen laktasi pada ibu bekerja adalah kurangnya kesempatan memerah di tempat kerja, karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, dan adanya sindrom ASI kurang.

3. Hambatan yang muncul ketika praktek pemberian ASI eksklusif berasal dari lingkungan, baik itu internal maupun

eksternal. Faktor penghambat dari in-ternal berasal dari ibu menyusui itu sendiri seperti masih adanya sindrom ASI kurang, beberapa ibu beranggapan bahwa bayi rewel itu karena ASI kurang, sehingga dibantu dengan susu formula. Sedangkan faktor penghambat dari eksternal yaitu kurangnya dukung-an dari pihak keluarga. Untuk me-ngatasi hambatan tersebut adalah de-ngan melakukan penyuluhan dan bimbingan konseling terus-menerus, bekerjasama dengan kader-kader dan tokoh masyarakat untuk ikut membantu dan memantau tentang masalah yang dihadapi ibu menyusui, serta menyam-paikan kepada seluruh masyarakat agar ikut berpartisipasi menggalakkan ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Prasetyono. (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif: Pengenalan, Praktik dan Kemanfaatan-kemanfaatannya.

Yogyakarta: Penerbit Diva Press. Roesli U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif.

Jakarta: Trubus Agriwidya.

Purwanti SH. (2012). Konsep Penerapan ASI Eksklusif: Buku Saku Untuk Bidan. Jakarta: Penerbit buku ke-dokteran EGC.

Roesli U. (2008). Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta, Trubus Agri Widya.

Kemenkes RI. (2015). Infodarin Situasi Gizi dan Analisis Gizi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi.

Kemenkes RI. (2014). Infodatin Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi.

Kurniawan, Bayu. (2013). Determinan Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jurnal Kedokteran Braw-ijaya, 27(4), Agustus 2013. Diakses pada 18 November 2015.

Kemenkes RI .(2010). Strategi Peningkatan Makanan Bayi dan Anak (PMBA). Jakarta: Kemenkes RI.

(7)

20

Gatrell CJ. (2007). Secrets and lies: Breastfeeding and professional paid work. Social Sciences and Medicine, (65): 393-404.

Putri, Marisa AI. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Manajemen Laktasi dan Dukungan Tempat Kerja dengan Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura. Naskah

Publikasi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

Basrowi R. (2012). Pemberian ASI Eksk-lusif Pada Perempuan Pekerja Sektor Formal. Tesis. Magister Kedokteran Kerja FKUI. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pem-berian Air Susu Ibu Eksklusif.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk me- ngetahui pengaruh penggunaan sekam padi sebagai sumber serat dalam ransum berbasis limbah pangan hotel kering terhadap pertumbuhan dan karakteristik

I n this chapter, we describe how to get the most out of type and how to turn Illustrator from a glorified word-processor into an astounding type- modifying tool that can do just

Dalam usaha Nang Kepod mengejar cita-citanya akan mempersunting se- orang gadis cantik bernama Luh Perawan menyebabkan ia menjadikan Men Rasning (bekas pacarnya)

Dengan keadaan sesar lembang yang masih aktif dan banyak penduduk yang hidup di sekitar sesar lembang, membuat mitigasi bencana di daerah sesar sangat perlu dilakukan.. Pengamatan

Sedangkan untuk indikator memberikan alasan dari nilai rata-rata, serta penelitian Putri (2010) pada materi Listrik Statis yaitu Keterampilan Berpikir Kritis siswa

cahaya matahari pada wilayah kepulauan nusa tenggara barat sampai nusa tenggara timur dapat dengan jelas menyinari daerah tersebut karena sedikitnya polusi kendaraan dan

Guru kemarin lebih banyak berharap kepada pemerintah, dan tentu ini saya respon dengan baik, agar misalnya fasilitas perpustakaan itu bisa dibikin lebih baik lagi, kemudian

Proses penggerusan adalah proses yang dilakukan untuk mereduksi ukuran butir agar campuran yang dihasilkan akan semakin baik dikarenakan pembuatan briket batubara