Background
Study
RPJMN
2015
–
2019:
Strategi,
Kebijakan
dan
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
Direktorat
Penanggulangan
Kemiskinan
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
Desember
2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
ABSTRAK
Permasalahan kemiskinan di Indonesia sangat kompleks dan membutuhkan penanganan yang berkelanjutan. Tingkat kemiskinan di Indonesia terus menurun, namun penurunannya melambat dan ketimpangan meningkat. Di samping itu, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, maka jumlah absolut penduduk miskin pun masih besar. Sebagai fenomena yang kompleks, kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi‐ dimensi lain di luar ekonomi. Meskipun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta untuk memenuhi kebutuhan‐kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, tingkat pendidikan, dan kesehatan, yang mana kesemuanya berada dalam lingkup dimensi ekonomi, namun penanggulangan kemiskinan tidak akan berhasil tanpa memperhitungkan banyak aspek lain di luar ekonomi. Kajian ini membedah secara menyeluruh strategi, kebijakan, dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Dimulai dari pembahasan definisi dan kondisi dasar kemiskinan, proyeksi angka kemiskinan menggunakan model ekonomi, pembahasan mengenai program‐program penanggulangan kemiskinan yang bernaung di bawah Klaster 1 hingga Klaster 4 serta evaluasi berdasarkan studi pustaka, pembahasan mengenai transformasi dan indikator capaian program penanggulangan kemiskinan berdasarkan MP3KI, indikasi program, dan ditutup dengan skema pembiayaan RPJMN Bidang Penanggulangan Kemiskinan. Kajian ini diharapkan dapat mendukung upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah agar ke depannya dapat lebih tepat sasaran, efektif dan efisien, sebagai upaya menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia secara adil dan merata.
1.
Latar
Belakang
Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia masih menjadi prioritas program pemerintah. Beberapa permasalahan utama pada kemiskinan di Indonesia, meliputi jumlah penduduk miskin, kelompok penduduk yang berada disekitar garis kemiskinan, dan kesenjangan antar kelompok. Tantangan program penanggulangan kemiskinan meliputi rendahnya kualitas sumberdaya manusia anak dan kelompok usia muda miskin, belum ada sistem perlindungan sosial yang komprehensif, terdapat kelompok yang mengalami ketersisihan sosial, disparitas antara wilayah dan kelompok sosial yang tinggi, pembangunan sosial ekonomi menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim, serta ketidaksetaraan gender dan ketimpangan antar kelompok umur.
2.
Tujuan
Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai background study yang dapat menjadi pertimbangan ilmiah bagi perumusan strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN 2015 – 2019. Dua tujuan utama background study penanggulangan kemiskinan adalah:
1. Menyusun model proyeksi kemiskinan dan perhitungan proyeksi kemiskinan dalam jangka menengah yang akan dijadikan dasar penetapan sasaran tingkat kemiskinan nasional dalam RPJMN 2015 – 2019.
2. Menyusun exercise penyusunan strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah berdasarkan kerangka teori/konsep penanggulangan kemiskinan yang mutakhir dan hasil evaluasi program‐program kemiskinan yang telah berlangsung serta mensinkronisasikan dengan naskah MP3KI.
3.
Metodologi
3.1
Definisi
Kemiskinan
Pada UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005‐2025 dinyatakan bahwa untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan maka kemiskinan harus ditanggulangi. Disebutkan juga bahwa masalah kemiskinan bersifat multidimensi, karena bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena juga kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Selain itu, kemiskinan juga menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Terkait dengan definisi secara legal, berdasar UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dinyatakan bahwa Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi ‘tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak’ bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Selanjutnya berdasar UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, didefinisikan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah kondisi ‘terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya’. Dengan perkataan lain, miskin dapat dijadikan sebagai kondisi kebalikan dari kesejahteraan sosial.
Kemudian, terkait dengan bentuk kebijakan penanggulangan kemiskinan, dengan merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat miskin;
2. Memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan hak‐hak dasar;
3. Mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas‐luasnya dalam pemenuhan hak‐hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan
4. Memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Saat ini pendekatan untuk mengidentifikasi kemiskinan dan untuk memformulasikan kebijakan masih diperdebatkan. Pada satu sisi, sebagaimana dijelaskan pada RPJPN 2005‐2025, sudah ada
peng mend Dalam aspe untu kump pend pend secar kemi “pen
3.2
Seca sepe pere yang perlu Seirin meni kece ratio berad genalan atas dominasi da m perspekti k‐aspek non k meningkat pulan dari dapatan. Un dekatan mon ra nasional. skinan seca anggulangan
Kondisi
ra definitif, k rti makana ncanaan pem akurat ada uasan pengu Sumber: B ng dengan ingkatnya k nderungan p gini adalah da dibawah s kemiskinan lam analisis f historis pe n‐moneter s tkan partisip kekurangan ntuk itu dal neter dengan Hal ini meng ara lebih u n kemiskinan
Dasar
Kem
kemiskinan a an, pakaian mbangunan, alah alat ut rangan kemi Persenta BPS waktu, me kesenjangan peningkatan 0,41. Bandi nilai 0,40. n multidimen kemiskinan. engukuran k eperti ketid asi dalam pe atas kem am penguk n pendekata gingat bahw utuh, dan n”.iskinan
adalah keada , rumah, maka diper tama dalam iskinan. ase Pendudu ski tingkat kesejahter Rasio Gini d ingkan deng nsi. Namun kemiskinan, akberdayaan engurangan k ampuan da uran kemis an deprivasi wa pendekata dapat seca aan ketidakm pendidikan, rlukan data a m perencana Gambar 1 uk Miskin di kemiskinan raan antar alam satu de gan rasio gin
secara umu ada bebera n dan keter kemiskinan. asar dibandi kinan perlu (multidimen an ini yang d ara langsun mampuan un dan kese akurat tenta an dan eva
1
Indonesia, 1
cenderung kelompok. ekade terakh ni pada tahu
um, pendeka pa inovasi s rpencilan ya Kemiskinan ing dengan adanya pe nsi) untuk m dapat merep ng dikaitkan ntuk memen ehatan. Unt ang kemiskin aluasi progra 1976 – 2012 g turun, ter Hal terseb hir (Gambar n 1996 hing atan monete seperti mem ng mengins harus dilihat rendahnya enggabungan mengukur ke presentasikan n dengan uhi kebutuh tuk mempe nan. Data ke am percepa rlihat adany but tergamb 2). Pada tah gga 2010 yan er masih masukkan pirasikan t sebagai a tingkat n antara miskinan n kondisi program han dasar ermudah miskinan atan dan ya gejala bar dari un 2012, ng selalu
Gambar 2 Rasio Gini di Indonesia, 1996 – 2012
Kesenjangan ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama karena perbedaan pertumbuhan pengeluaran riil perkapita dari kelompok miskin jauh lebih rendah dari pertumbuhan pengeluaran perkapita kelompok menengah atas. Kelompok sangat miskin tumbuh sedikit di atas 2 persen. Sementara itu, kelompok sekitar miskin dan rentan sedikit di bawah 2 persen (kelompok ini berada sampai dengan percentile ke‐40). Kemudian untuk kelas menengah (percentile 40‐80) tumbuh di bawah rata‐rata nasional. Hanya 20 persen terkaya tumbuh di atas rata‐rata nasional (BPS, TNP2K).
3.3
Proyeksi
Kemiskinan
dan
Perumusan
Program
Proyeksi angka kemiskinan dilakukan dengan metode regresi dan menggunakan data panel tingkat provinsi. Regresi dilakukan untuk mengetahui arah hubungan atau korelasi antara variabel independen terhadap variabel dependen, serta mengukur elastisitas perubahan variabel dependen terhadap perubahan variabel independen. Regresi tersebut juga dilakukan untuk memeriksa signifikansi masing‐masing variabel, dan model secara keseluruhan. Data yang digunakan dibatasi pada tingkat provinsi. Setelah mendapatkan arah hubungan/korelasi, besaran elastisitas, serta signifikansi variabel dan modelnya, akan dilakukan proyeksi terhadap angka kemiskinan 5 tahun mendatang. 0,35 0,31 0,33 0,32 0,33 0,36 0,36 0,35 0,37 0,38 0,41 0,41 0,3 0,32 0,34 0,36 0,38 0,4 0,42 1996 1999 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Gini Ratio Sumber: BPS
Form pusta ditam untu pena melip study
4.
4.1
Dalam wakt mode nega menj berp pertu 2 ske mulasi progra aka, yaitu d mbah juga d k melihat anggulangan puti indikasi y RPJMN 201
Kajian
d
Proyeks
m analisis in tu dari tahun el pertumbu tif, namun t jadi pertumb engaruh sig umbuhan ek enario, yaituam dan keg dokumen‐do dengan peng program m kemiskinan program da 15 – 2019.
dan
Analisis
si
Kemiskina
i, data yang n 2003 hingg uhan ekonom tidak berpen buhan ekono nifikan seca onomi menu skenario opt M giatan penan okumen pere gayaan dari mana yang . Selanjutny n indikasi kes
an
akan diguna ga 2011. Ada mi total. Pad garuh secara omi tanpa m ara statistik urut kelompo timis dan mo Gambar 3 Metode Pene nggulangan encanaan, e hasil diskusi memiliki d ya, dilakukan egiatan. Dua akan sebagia a tiga mode da model ini a signifikan. minyak dan g dalam meng ok lapangan oderat. 3 elitian kemiskinan evaluasi pro i. Kemudian dampak pa n execise pe output ini m n besar bers l estimasi ya i pertumbuh Kedua, pert gas. Pada m gurangi kem usaha terten terutama b ogram‐progra dilakukan p aling besar enyusunan p menjadi lapor sumber dari ang digunaka han ekonom tumbuhan ek model ini, pe miskinan. Ket ntu. Proyeks bersumber d am yang te pemetaan (m terhadap program kem ran akhir bac BPS, dengan an. Pertama i memiliki h konomi didis rtumbuhan tiga, mendis si akan meng ari studi elah ada, mapping) program miskinan, ckground n rentang , dengan ubungan sagregasi ekonomi sagregasi ggunakan
4.2
Dalam ini m 10 p berb yang Prog adala bant Cont (Jam Misk Klast dalam meng Klast untu untu klast Keter
Program
m RPJMN 20 memiliki tema persen pada asis keluarg berpendapa ram‐program ah program‐ uan pemenu oh program kesmas), Pr in, dan Prog ter kedua ada m PNPM M gembangkan ter ketiga ad k memfasilit k mengemb er ketiga ada rangan: * bers Perkir T 2 2 2 2 2m
Penanggu
010 – 2014, a “Penuruna 2014 dan a, pemberda atan rendah” m penanggul ‐program ba uhan kebutu ‐program pa rogram Bera ram Keluarg alah program Mandiri yang n potensi dan dalah progra tasi rakyat ya angkan usah alah Program Peta K sifat temporer raan Tingkat Tahun 2015 2016 2017 2018 2019ulangan
Kem
Penanggula n tingkat kem perbaikan d ayaan masya ”. langan kemis ntuan sosial uhan dasar, p ada klaster p as untuk Ra a Harapan (P m‐program b g bertujuan n memperku am‐program ang sudah m ha dan meni m Kredit Usa Klaster Prog r Tabel 1 Kemiskinan Optimis 10,3 9,6 9,0 8,3 7,5miskinan
ngan Kemisk miskinan abs distribusi pe arakat dan p skinan diklas berbasis ru pengurangan pertama ada akyat Miskin PKH). berbasis pem untuk me uat kapasitas pemberday ampu meme ngkatkan ke ha Rakyat (K Gambar 4 ram Penang n 2015 – 2019 Mode 11, 10, 10, 10, 9,7 kinan menja solut dari 14 ndapatan de perluasan ke sifikasikan m umah tangga n biaya hidu lah Program n (Raskin), P mberdayaan m ndorong pe s untuk berpa yaan usaha enuhi kebutu sejahteraan KUR). 4 ggulangan Ke 9 (Persen) erat ,0 ,7 ,5 ,1 7 di satu prior 4,1 persen pa engan perlin esempatan e menjadi 3 klas a yang bertuj p, dan perb m Jaminan Ke Program Be masyarakat y emberdayaan artisipasi dal mikro dan k uhan dasar n . Contoh pro emiskinan ritas utama. ada 2009 me ndungan sos ekonomi ma ster. Klaster juan untuk m aikan kualita esehatan Ma easiswa untu yang dikoord n mastaraka lam pemban kecil yang b namun perlu ogram‐progr Prioritas enjadi 8 – sial yang asyarakat pertama memberi as hidup. asyarakat uk Siswa dinasikan at untuk gunan. bertujuan bantuan am pada
Selanjutnya, pada RKP 2012, program penanggulangan kemiskinan dibagi menjadi empat klaster. Sebagai tambahan adalah klaster keempat, yaitu program murah untuk rakyat. Contoh program‐ program pada klaster empat adalah Program Rumah Sangat Murah, Program Kendaraan Angkutan Umum Murah, Program Air Bersih untuk Rakyat, Program Listrik Murah dan Hemat, Program Peningkatan Kehidupan Nelayan, dan Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Miskin Perkotaan.
Evaluasi program‐program penanggulangan kemiskinan untuk semua klaster dilakukan dengan meninjau dan merangkum dokumen‐dokumen penelitian dan evaluasi dari berbagai sumber. Khusus untuk program‐program yang termasuk klaster keempat baru dilaksanakan sejak tahun 2012, sehingga tidak banyak literatur yang membahas tentang dampak program‐program tersebut.
Tabel 2
Rangkuman Sumber Dokumen untuk Evaluasi
Klaster Hasil Evaluasi Catatan
Klaster 1 Sebagian besar program memberikan dampak positif terhadap pengurangan tingkat kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan sebagai buffer untuk mencegah rumah tangga jatuh ke level miskin.
• Perbaikan data targeting sasaran seluruh program. Partisipasi level desa/kelurahan dan komunitas masyarakat bisa
dilibatkan untuk perbaikan data.
• Perbaikan mekanisme penyaluran bantuan dan memperketat pengawasan.
• Mempersiapkan mekanisme banking
literacy kepada sasaran agar
mempermudah penyaluran bantuan. PKH: Coverage program pada daerah terpilih.
(+) Berpengaruh pada tingkat kesejahteraan, meningkatkan kunjungan ke fasilitas
kesehatan, menurunkan jumlah pekerja anak, biaya operasional turun.
(‐) Tidak signifikan terhadap pendidikan, koordinasi antara stakeholder belum maksimal, masih terdapat kesalahan
targeting.
• Desain ulang penyaluran bantuan PKH dengan jadwal akademik sekolah, terutama pada awal semester.
• Perbaikan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan efektivitas PKH.
• Penyesuaian jumlah bantuan sesuai dengan kebutuhan.
BSM: Coverage program nasional. (+) Bantuan mampu men‐cover sekitar sepertiga biaya sekolah, terutama biaya transportasi sebagai salah satu komponen terbesar.
(‐) BSM kurang mampu membantu maksimal siswa saat transisi ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
• Penyaluran bantuan BSM disesuaikan dengan jadwal akademik sekolah, terutama pada masa transisi sekolah dan awal semester.
Jamkesmas: Coverage program nasional, penggunaan Jamkesmas tergantung ketersediaan fasilitas kesehatan. (+) Penggunaan Jamkesmas mampu meningkatkan kunjungan ke fasilitas kesehatan, coverage program nasional. (‐) Masih terdapat kesalahan targeting.
• Jamkesmas harus diberikan perhatian khusus karena asuransi kesehatan adalah kebutuhan dasar masyarakat.
• Perlu mekanisme evaluasi targeting agar Jamkesmas diterima sesuai dengan sasaran.
Raskin: Coverage program nasional.
(‐) Jumlah bantuan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, tidak semua alokasi tepat sasaran,
• Raskin sebaiknya hanya untuk yang miskin dan bersifat temporer.
Klaster Hasil Evaluasi Catatan
harga jual tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
bantuan darurat, seperti ketika terjadi bencana alam atau kelangkaan bahan pangan. Pada situasi ini, seluruh penduduk yang menjadi korban (tidak hanya penduduk miskin) berhak menerima bantuan darurat. JSLU, JSPACA, dan PKSA: Coverageprogram
masih terbatas.
(+) Bantuan digunakan secara langsung oleh penerima untuk kebutuhan nutrisi, alat kesehatan, dan lain‐lain.
• JSLU perlu diperluas pada sasaran lebih banyak orang tua lansia diberbagai daerah dengan cakupan bantuan ditingkatkan.
• JSPACA perlu diperluas pada difable diberbagai daerah dengan cakupan bantuan ditingkatkan, terutama pada alat‐alat kesehatan penunjang dan biaya kesehatan.
• PKSA perlu diperluas pada anak jalanan dengan cakupan bantuan ke arah pemberdayaan, pendidikan, dan pelatihan sebagai exit strategy. BLT: Coverage program nasional, bersifat
temporer
(+) Meningkatkan kesejahteraan penerima bantuan.
(‐) Banyak memancing perdebatan publik, misalnya tentang kesalahan targeting dan mekanisme penyaluran.
• BLT dapat diberikan temporer, misalnya ketika terjadi krisis ekonomi dan inflasi tinggi.
• Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi publik secara gencar tentang manfaat dan dampak positif BLT.
• Perlu dipertimbangkan untuk membuka rekening bank kepada tiap penerima bantuan agar meminimalisir kericuhan saat penyaluran bantuan.
• Mekanisme update data penerima bantuan secara rutin melibatkan komunitas.
Klaster 2 • PNPM memiliki dampak mengurangi kemiskinan, mengurangi penangguran, dan meningkatkan pendapatan.
• PNPM meningkatkan fasilitas fisik pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
• Beberapa hal dapat dilanjutkan pada infrastruktur dasar dan perlu peningkatan dalam transparansi dan tata kelola.
• PNPM Generasi mampu meningkatkan perilaku positif masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan.
• Banyak masyarakat menganggap PNPM (khususnya PNPM Perdesaan) bukan program penanggulangan kemiskinan sehingga proyek yang dijalankan sering tidak terkait dengan kebutuhan masyarakat miskin.
• Pada daerah dengan tingkat kesejahteraan rendah, PNPM berdampak lebih besar daripada di daerah dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi.
• Program ini dapat dilanjutkan dengan cakupan lebih luas sesuai dengan transformasinya ke arah Penghidupan Berkelanjutan
• Fasilitator berperan penting terhadap
keberhasilan PNPM. Pemberdayaan
fasilitator dan jaminan kesejahteraan fasilitator perlu mendapat perhatian. • Perlu peningkatan dalam transparansi
dan tata kelola.
Klaster Hasil Evaluasi Catatan
Klaster 3 • KUR berdampak terhadap peningkatan aset dan pendapatan debitur,
meningkatkan permodalan debitur, membantu debitur merencanakan usaha lebih baik, mengurangi pengangguran terselubung debitur, dan meningkatkan utilisasi tenaga kerja.
• KUR dianggap mampu meredam dampak krisis karena menolong kelompok
unbankable, meningkatkan akses UMKM
terhadap kredit bank, dan mendorong bank menyalurkan kredit.
• Peran KUR untuk peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja masih dianggap terbatas.
• Ibu rumah tangga punya peran strategis dalam financial planning, yang akhirnya berperan penting terhadap keberhasilan KUR.
• KUR masih memerlukan beberapa perbaikan, seperti kejelasan mekanisme penyaluran, pengawasan, dan sosialisasi.
• Sebagian masyarakat menganggap KUR tidak berbeda dengan kredit komersial biasa karena bunga cukup tinggi dan pengajuan cukup sulit.
• Sistem penjaminan masih perlu diperjelas skemanya.
• Pemahaman aparat/pemda masih kurang.
• Penyaluran KUR perlu dievaluasi terhadap kelayakan dan keterjangkauan pada sektor‐sektor produktif.
• Program KUR dapat dilanjutkan dengan
meningkatkan coverage dan
pendampingan debitur secara efektif.
• Sosialisasi KUR perlu mendapatkan
perhatian agar masyarakat menjadi lebih paham.
• Perlu beberapa perbaikan, seperti
kejelasan mekanisme penyaluran,
pengawasan, sosialisasi, dan skema sistem penjaminan.
• Penyaluran KUR perlu mengevaluasi
aspek kelayakan dan keterjangkauan pada sektor‐sektor produktif.
Secara umum, program‐program tersebut belum menjadi program dengan cakupan yang luas. Diantara seluruh program, Program Rumah Sangat Murah dikategorikan sebagai program dengan cakupan paling luas. Target tahun 2011 hingga 2014 adalah 1,05 juta rumah. Dalam pelaksanaan program, masih terdapat kendala, seperti koordinasi, sosialisasi program, keterbatasan tenaga pendamping, dan kurangnya dukungan Pemda.
Tabel 3 Pemetaan Program
Cakupan program yang tidak besar Cakupan program yang besar
Program memiliki
banyak dampak positif
Cakupan program tidak besar dan
banyak dampak positif
JSLU JSPACA PKSA
Cakupan program besar dan
banyak dampak positif
Jamkesmas PKH BSM BLT* PNPM Mandiri KUR
Cakupan program yang tidak besar Cakupan program yang besar
Program memiliki
banyak catatan khusus
Cakupan program besar namun
banyak catatan khusus
Raskin** Keterangan : * program ini bersifat temporer ** program ini memiliki catatan penting
Untuk program klaster 1, seluruh program bisa dilanjutkan dengan beberapa catatan khusus. Program Jamkesmas perlu mendapatkan perhatian penting sebagai bagian dari program asuransi. Sistem asuransi harus dipastikan berjalan dengan baik sebagai hal dasar yang menjamin penduduk miskin. Program Keluarga Harapan dan Beasiswa Siswa Miskin dapat dilanjutkan sebagai program berkelanjutan agar mengangkat derajat penduduk miskin. Dengan demikian, ketiga program ini tetap harus berjalan. Bantuan Langsung Tunai dapat dilakukan sebagai kegiatan temporer dengan perhatian utama pada targeting dan mekanisme penyaluran. Program Raskin menjadi catatan utama, terutama masalah targeting dan mekanisme penyaluran. Raskin sebaiknya diberikan hanya untuk rumah tangga sangat miskin dan rumah tangga miskin. Kedepan, Program Raskin sebaiknya dijadikan program bantuan sosial yang bersifat temporer, artinya diberikan ketika dibutuhkan. Misalnya, ketika terjadi bencana alam, bencana krisis ekonomi, dan kejadian khusus lain.
Program JSLU, JSPACA, dan PKSA sebaiknya diperluas cakupannya untuk kedepan. Program‐ program ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab negara terhadap penduduk yang mengalami ketersisihan sosial. Dengan demikian, program‐program ini tetap harus berjalan. Untuk program klaster 2 dan klaster 3, yaitu PNPM Mandiri dan KUR, program‐program tersebut dapat terus dilanjutkan dengan diperluas cakupannya. Untuk program‐program tersebut, perlu diberikan perhatian dalam pemberdayaan/pendampingan program. Sebagai contoh, fasilitator PNPM Mandiri berperan penting terhadap keberhasilan program disebuah daerah. Dengan demikian, diperlukan jaminan fasilitator yang berkualitas, berkomitmen, dan terjamin kesejahterannya.
4.3
Percepatan
Penurunan
Kemiskinan
Percepatan penurunan kemiskinan disusun untuk mencapai Visi Nasional Indonesia 2025, yaitu “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”. Secara khusus, percepatan penurunan kemiskinan mempunyai misi khusus, yaitu “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, bebas dari kemiskinan absolut, dan memiliki kapabilitas yang tinggi dan berkelanjutan”. Percepatan penurunan kemiskinan mengadopsi prinsip dan pendekatan berbasis penghidupan berkelanjutan, yang menempatkan pengurangan kerentanan dan peningkatan aset penghidupan kelompok miskin dan rentan sebagai fokus utama. Lima aset penghidupan utama adalah (1) aset sumber daya manusia, (2) aset sumber daya alam, (3) aset finansial, (4) aset infrastruktur, dan (5) aset sosial politik. Aset penghidupan ini adalah modal yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan, mengembangkan mata pencaharian, dan mencapai kesejahteraan. Kemiskinan
tidak lagi dilihat sebagai kondisi kekurangan material, namun kondisi dimana aset penghidupan tidak optimal untuk mendukung penghidupan yang ideal dan berkelanjutan.
Tiga strategi utama penurunan kemiskinan adalah:
1. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi, dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan.
2. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan‐kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang.
3. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek lingkungan.
Strategi implementasinya akan dilaksanakan melalui:
1. Penyiapan kelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan sarana pelayanan (supply side) pendukung perlindungan sosial.
2. Perluasan jangkauan program‐program bersasaran (targetted) untuk penduduk miskin dan rentan.
3. Pengembangan penghidupan masyarakat miskin dan rentan berdasarkan koridor pulau dan kawasan khusus, baik di pusat pertumbuhan maupun non‐pusat pertumbuhan. Satu tahapan penting adalah proses transformasi berbagai program‐program yang sudah ada menjadi program‐program percepatan penurunan kemiskinan. Program‐program dalam klaster
pertama (bantuan dan perlindungan sosial) akan diperkuat dan ditingkatkan cakupannya dalam
rangka membangun sistem perlindungan sosial yang komprehensif. Pengembangan sistem jaminan sosial bidang kesehatan dan ketenagakerjaan yang telah dicanangkan dan mulai dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir ini akan dilanjutkan dan disempurnakan sehingga semua penduduk miskin dan rentan akan dapat berpartisipasi penuh dan menerima manfaatnya. Sasaran sistem jaminan sosial adalah seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan bantuan sosial reguler dan temporer, yang selama ini cakupannya sangat terbatas dan kurang efektif, akan ditingkatkan cakupan dan efektivitasnya melalui sistem penargetan yang lebih terpadu dan mekanisme pemberian bantuan yang lebih baik. Sasaran sistem bantuan sosial adalah penduduk miskin, rentan, dan berkebutuhan khusus.
Gambar 5 Transformasi Strategi Penanggulangan Kemiskinan 2013‐2014 2015‐ 2020 2021‐2025 Sasaran STRATEGI (KELOMPOK PROG RAM/KLA STER ) Kelompok Bantuan dan Perlindungan Sosial Kelompok Pro‐ Rakyat Kelompok Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Kredit Usaha Mikro dan Kecil
Sistem Jaminan Sosial (Social
Security System): bidang
kesehatan dan
ketenagakerjaan (kecelakaan kerja, kematian, hari tua, pensiun)
Sistem Bantuan Sosial (Social
Assistance): reguler dan
temporer
Jaminan layanan dasar: pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan
Tersedianya Infrastruktur dasar secara terpadu
Meningkatnya kapabilitas dan produktivitas
Melembaganya pembangunan
partisipatif
(untuk perdesaan dan perkotaan) Semua penduduk Penduduk miskin, rentan dan berkebutu‐ han khusus 40 persen penduduk termiskin 40 persen penduduk termiskin usia produktif
Tahapan Rekonsolidasi Transformasi dan
Ekspansi Keberlanjutan
Program‐program dalam klaster keempat (program pro rakyat) dan berbagai program
pemenuhan hak‐hak dan kebutuhan dasar dari berbagai kementerian/lembaga akan diarahkan menjadi upaya afirmatif dalam bentuk peningkatan penjangkauan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan, tanpa diskriminasi. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk memberikan pelayanan dalam rangka pemenuhan hak‐hak dan kebutuhan dasar semua warga negara Indonesia, kebanyakan penduduk miskin dan rentan belum terlayani karena kondisi kehidupannya yang berbeda. Oleh karena itu, pelayanan administrasi kependudukan, pendidikan, kesehatan, perlindungan dari eksploitasi, dan pemenuhan infrastruktur dasar akan disesuaikan desainnya agar dapat menjangkau penduduk miskin dan rentan, perempuan dan laki‐laki, dengan lebih baik. Sasaran kelompok program ini adalah 40 persen penduduk termiskin.
Program‐program dalam klaster kedua (pemberdayaan masyarakat) dan program‐program
dalam klaster ketiga (kredit usaha kecil dan mikro) akan diarahkan dalam satu kelompok
pengembangan penghidupan penduduk miskin dan rentan. Karena lemahnya koordinasi dan sinegi antarprogram merupakan faktor utama yang mengurangi efektivitas berbagai program yang telah dilaksanakan selama ini, maka sistem penargetan wilayah dan penargetan individual akan disempurnakan melalui pembangunan basis data dan sistem perencanaan terpadu. Sedangkan lemahnya kontrol dan partisipasi penduduk miskin dan rentan dalam proses pembangunan yang mempengaruhi kehidupannya, yang masih menjadi penghambat pengembangan penghidupan mereka, akan diatasi melalui upaya untuk melembagakan sistem
Sistem Perlindungan Sosial yang Komprehensif Pengembangan Penghidupan Penduduk Miskin dan Rentan Peningkatan
Pelayanan Dasar bagi
Penduduk Miskin
pembangunan partisipatif yang dirancang untuk menjamin partisipasi aktif penduduk miskin dan rentan, perempuan dan laki‐laki, di semua tingkat pemerintahan. Transformasi ini diharapkan akan menjamin keberlanjutan pembangunan partisipatif berbasis masyarakat yang telah dirintis melalui PNPM Mandiri. Sasaran kelompok program ini adalah 40 persen penduduk termiskin usia produktif.
Proses transformasi MP3KI dilakukan secara bertahap, mulai dari tahun 2013 hingga 2025. Secara garis besar, proses transformasi dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu:
1. Tahap Rekonsolidasi (2013 – 2014): Melanjutkan program yang sedang berjalan, dan
melakukan langkah‐langkah persiapan menuju transformasi strategi penanggulangan kemiskinan termasuk melakukan uji coba pelaksanaan penanggulangan kemiskinan secara terpadu (quick wins) di beberapa daerah.
2. Tahap Transformasi dan Ekspansi (2015 – 2020): Mentransformasi serta meningkatkan
cakupan dan memperluas strategi pengurangan kemiskinan.
3. Tahap Keberlanjutan (2021 – 2025): Memantapkan sistem pengurangan kemiskinan
secara terpadu.
4.4 Pokok‐Pokok Pikiran, Konsep Penanggulangan Kemiskinan, dan Indikasi Program
Proses transformasi program dilakukan secara bertahap, mulai dari tahun 2013 hingga 2025. Terdapat beberapa tahap seperti “fase rekonsolidasi”, “fase transformasi dan ekspansi” dan adalah “fase keberlanjutan”. Selama tahun 2015 – 2019, program/kegiatan penanggulangan kemiskinan meliputi:
Tabel 4
Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Sistem Jaminan Sosial
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Jaminan Sosial Kesehatan
Kegiatan‐kegiatan mencakup: • Perluasan peserta • Paket manfaat dan iuran • Pelayanan kesehatan • Keuangan • Organisasi dan kelembagaan BPJS Kesehatan 1. Peningkatan cakupan peserta
1a. Persentase penduduk Indonesia yang tercakup BPJS Kesehatan. 1b. Jumlah karyawan yang didaftarkan
perusahaannya ke BPJS Kesehatan. 1c. Jumlah pekerja mandiri (bukan
penerima upah) yang mendaftarkan ke BPJS Kesehatan.
1d. Persentase penduduk di wilayah terpencil, tertinggal, dan terluar yang tercakup BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan
2. Pengelolaan peserta Penerima Bantuan Iuran
2a. Jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan bantuan iuran, sesuai
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
(PBI) dengan Basis Data Terpadu (BDT).
2b. Jumlah masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan iuran namun tidak mendapatkan bantuan iuran.
3. Pengelolaan paket manfaat dan iuran
3a. Cakupan paket manfaat yang diberikan untuk non PBI. 3b. Cakupan paket manfaat yang
diberikan untuk PBI.
3c. Tingkat kecukupan iuran yang diterima BPJS Kesehatan untuk mendanai operasional, cadangan teknis, dana pengembangan program, riset operasional, dan pengobatan baru.
3d. Persentase pembayaran iuran dari peserta tepat waktu.
BPJS Kesehatan
4. Peningkatan ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan
4a. Fasilitas pelayanan kesehatan lebih terdistribusi secara geografis, terutama perdesaan, daerah terpencil, terdepan, dan terluar. 4b. Tenaga kesehatan lebih terdistribusi
secara geografis terutama perdesaan, daerah terpencil, terdepan, dan terluar. 4c. Jumlah fasilitas kesehatan
tambahan yang disediakan Pemda untuk daerah dengan sebaran penduduk jarang. Kementerian Kesehatan 5. Pembayaran tarif pelayanan
(fee for services) dengan prinsip tanpa diskriminasi.
5a. Persentase pembayaran tepat waktu kepada fasilitas kesehatan.
BPJS Kesehatan
6. Pemantauan implementasi
standar kualitas medis dan non medis
6a. Persentase fasilitas kesehatan yang memenuhi standar medis dan non medis.
6b. Persentase fasilitas kesehatan yang mampu meningkatkan capaian pelayanan medis dan non medis.
Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan 7. Pemantauan standar kompetensi
7a. Persentase tenaga kesehatan yang memenuhi standar kompetensi. 7b. Persentase tenaga kesehatan yang
mampu meningkatkan capaian kompetensi. Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran 8. Pengelolaan keuangan dengan hati‐hati (prudent) dan bertanggung jawab.
8a. Persentase pembayaran tepat waktu kepada fasilitas kesehatan. 8b. Persentase dari dana iuran yang
diterima untuk pengembangan riset
dan/atau pengembangan
pembayaran layanan kesehatan, pengembangan manfaat jaminan kesehatan, dan pengembangan iuran yang memadai
8c. Tingkat pengembalian investasi
(return), risiko investasi, likuiditas,
dan solvabilitas.
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
8d. Persentase dana operasional terhadap total dana iuran. 8e. Persentase dana cadangan
minimum terhadap total dana iuran.
8f. Penyampaian laporan keuangan kepada publik tiap 6 bulan yang tepat waktu.
8g. Hasil wajar tanpa pengecualian pada audit internal.
8h. Hasil wajar tanpa pengecualian pada audit oleh BPK.
9. Pengembangan sistem
informasi
9a. Persentase cakupan pelayanan BPJS Kesehatan yang terintegrasi dengan sistem informasi.
9b. Cakupan pelayanan BPJS Kesehatan yang terintegrasi dengan sistem informasi berdasarkan karakteristik geografis.
9b. Tingkat gangguan sistem informasi
BPJS Kesehatan 10. Pembuatan Nomer
Indentifikasi Tunggal dan sinkronisasi data peserta dengan data kependudukan
10a. Persentase data peserta yang tersinkronisasi dengan data kependudukan secara lengkap. BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Pemda, dan institusi terkait 11. Sosialisasi, edukasi, dan
advokasi
11a. Persentase peserta yang paham dengan manfaat, prosedur, dan sistem BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan 12. Transformasi organisasi
12a. Jumlah karyawan BPJS Kesehatan sesuai need assessment.
12b. Jumlah karyawan BPJS Kesehatan yang memenuhi standar minimum kompetensi.
12c. Jumlah kantor perwakilan BPJS Kesehatan.
12d. Persebaran kantor perwakilan BPJS Kesehatan berdasarkan geografis.
BPJS Kesehatan
2 Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Kegiatan‐kegiatan mencakup: • Organisasi dan
kelembagaan
• Nomer indentifikasi tunggal • Perluasan peserta dan
pengelolaan paket manfaat dan iuran
• Manajemen keuangan,
investasi, risiko, dan pengawasan.
BPJS
Ketenagakerjaan
1. Transformasi organisasi
1a. Jumlah karyawan BPJS Ketenagakerjaan sesuai need
assessment.
BPJS
Ketenagakerjaan
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1b. Jumlah karyawan BPJS
Ketenagakerjaan yang memenuhi standar minimum kompetensi. 1c. Jumlah kantor perwakilan BPJS
Ketenagakerjaan.
1d. Persebaran kantor perwakilan BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan geografis.
2. Pengembangan sistem
informasi
2a. Persentase cakupan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan yang terintegrasi dengan sistem informasi.
2b. Cakupan pelayanan BPJS
Ketenagakerjaan yang terintegrasi dengan sistem informasi
berdasarkan karakteristik geografis. 2c. Tingkat gangguan sistem informasi
BPJS
Ketenagakerjaan
3. Sosialisasi, edukasi, dan advokasi
3a. Persentase peserta yang paham dengan manfaat, prosedur, dan sistem BPJS Ketenagakerjaan
BPJS
Ketenagakerjaan
4. Pembuatan Nomer
Indentifikasi Tunggal dan sinkronisasi data peserta dengan data kependudukan
4a. Persentase data peserta yang tersinkronisasi dengan data kependudukan secara lengkap. BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Pemda, dan institusi terkait 5. Peningkatan cakupan peserta
5a. Persentase pekerja Indonesia yang tercakup BPJS Ketenagakerjaan. 5b. Persentase pekerja formal
Indonesia yang tercakup BPJS Ketenagakerjaan.
5c. Persentase pekerja non formal Indonesia yang tercakup BPJS Ketenagakerjaan.
5d. Persentase pekerja di wilayah terpencil, tertinggal, dan terluar yang tercakup BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan 6. Pengelolaan paket manfaat
dan iuran
6a. Cakupan paket manfaat jaminan kecelakaan dan keselamatan kerja. 6b. Cakupan paket manfaat jaminan
kematian.
6c. Cakupan paket manfaat jaminan hari tua.
6d. Cakupan paket manfaat jaminan pensiun.
6c. Tingkat kecukupan iuran yang diterima BPJS Ketenagakerjaan untuk mendanai operasional, cadangan teknis, dana
pengembangan program, dan riset. 6e. Persentase pembayaran iuran dari
peserta tepat waktu.
BPJS
Ketenagakerjaan
7. Manajemen keuangan dan investasi
7a. Mampu membayar kewajiban pembayaran manfaat dimasa
BPJS
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
mendatang secara tepat waktu, baik jangka pendek dan jangka panjang
7b. Tingkat pengembalian investasi
(return), risiko investasi, likuiditas,
dan solvabilitas.
7c. Persentase dana operasional terhadap total dana iuran. 7d. Persentase dana cadangan
minimum terhadap total dana iuran.
bank kustodian milik pemerintah
8. Pengelolaan manajemen
risiko dan pengawasan BPJS Ketenagakerjaan
8a. Persentase pembayaran iuran tepat waktu dari peserta.
8b. Penyampaian laporan keuangan kepada publik tiap 6 bulan yang tepat waktu.
8c. Hasil wajar tanpa pengecualian pada audit internal.
8d. Hasil wajar tanpa pengecualian pada audit oleh BPK.
8e. Hasil wajar tanpa pengecualian pada pengawasan oleh OJK. BPJS Ketenagakerjaan, Otoritas Jasa Keuangan Tabel 5 Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Sistem Bantuan Sosial Reguler
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Tunjangan Lansia • Jumlah penduduk lanjut usia yang
berhasil dilayani.
• Persentase penerima bantuan yang
menerima bantuan sesuai dengan
jumlah yang dijanjikan.
• Persentase bantuan yang diterima tepat waktu.
Kementerian Sosial
2 Program Tunjangan Orang Difable
• Jumlah penduduk difable yang
berhasil dilayani.
• Persentase penerima bantuan yang
menerima bantuan sesuai dengan
jumlah yang dijanjikan.
• Persentase bantuan yang diterima tepat waktu.
Kementerian Sosial
3 Program Tunjangan Anak Terlantar
• Jumlah penerima bantuan yang
berhasail dilayani, yaitu anak dan balita terlantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum, dan anak yang butuh perlindungan hukum. • Persentase penerima bantuan yang
menerima bantuan sesuai dengan
jumlah yang dijanjikan.
• Persentase bantuan yang diterima tepat waktu.
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
4 Program Beasiswa Siswa Miskin
• Jumlah penerima bantuan beasiswa.
• Persentase penerima bantuan
beasiswa yang menerima beasiswa sesuai dengan jumlah yang dijanjikan. • Persentase bantuan beasiswa yang
diterima tepat waktu.
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
5 PKH/Program Bantuan Tunai Bersyarat
• Jumlah RTSM penerima bantuan
beasiswa.
• Persentase penerima bantuan yang
menerima bantuan sesuai dengan
jumlah yang dijanjikan.
• Persentase bantuan yang diterima tepat waktu.
• Persentase RTSM yang mengalami
peningkatan kunjungan ke fasilitas kesehatan dan dampak positif untuk pendidikan. Kementerian Sosial Tabel 6 Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Sistem Bantuan Sosial Temporer
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Bantuan Sosial Bencana Alam
• Persentase penerima bantuan (dari korban bencana alam yang layak
menerima bantuan) yang
mendapatkan bantuan yang layak. • Ketepatan waktu penyaluran bantuan
saat darurat bencana alam.
BNPB
2 Program Bantuan Sosial Bencana Sosial
• Persentase penerima bantuan (dari korban bencana sosial yang layak
menerima bantuan) yang
mendapatkan bantuan yang layak. • Ketepatan waktu penyaluran bantuan
saat darurat bencana sosial.
BNPB
3 Program Bantuan Sosial Bencana Ekonomi
• Persentase penerima bantuan (dari korban bencana ekonomi yang layak
menerima bantuan) yang
mendapatkan bantuan yang layak. • Ketepatan waktu penyaluran bantuan
saat darurat bencana ekonomi.
Bappenas,
Bappeda
Tabel 7
Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Peningkatan Pelayanan Dasar bagi Penduduk Miskin dan Rentan
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Perluasan Penyediaan Pelayanan Dasar Pos Pelayanan Terpadu (Balita & Ibu Hamil, Remaja, dan Lansia)
• Jumlah Posyandu yang memenuhi
syarat minimal pelayanan dasar. • Distribusi Posyandu yang memenuhi
syarat minimal pelayanan dasar.
• Jumlah tenaga Posyandu yang
memenuhi syarat kompetensi
minimal.
• Distribusi tenaga Posyandu antar wilayah.
Kementerian Kesehatan
2 Program Perluasan Wajib Belajar
SMA/SMK
• Angka Partisipasi Kasar (APK)
SMA/SMK.
• Disparitas APK antar wilayah.
Kementerian Pendidikan dan Kesehatan 3 Program Perluasan Akses
Penduduk Miskin ke PAUD dan Fasilitas Penitipan Anak
• Jumlah fasilitas PAUD dan fasilitas penitipan anak tersedia ditingkat desa.
• Disparitas fasilitas PAUD dan fasilitas penitipan anak antar wilayah.
Kementerian Pendidikan dan Kesehatan
4 Program Bedah Kampung • Jumlah rumah keluarga miskin yang
diperbaiki menjadi rumah layak huni.
Kementerian Perumahan Rakyat
5 Program Pembangunan
Kompleks Rumah Sederhana, Rusunawa, dan Rusunami
• Jumlah rumah sederhana, rusunawa, dan rusunami yang dibangun.
• Tingkat ketepatan sasaran rumah sederhana, rusunawa, dan rusunami untuk keluarga miskin.
Kementerian Perumahan Rakyat
6 Program Pembangunan
Infrastruktur Komunitas
• Persentase penduduk miskin yang memiliki akses terhadap air bersih, listrik, dan sanitasi.
Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum,
Pemda
7 Program Pusat Pelayanan dan Rujukan Terpadu
• Pusat Data Terpadu yang terbentuk di level kabupaten dan kecamatan • Persentase Single Identity Number
(SIN) yang terintegrasi dengan data kemiskinan.
TNP2K,
Kementerian Sosial
8 Program Rehabilitasi Panti/Shelter Rehabilitasi
• Jumlah panti/shelter rehabilitasi untuk lansia, anak terlantar, dan kelompok rentan (korban kekerasan anak, KDRT)
Kementerian Sosial, Pemda
9 Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu
• Jumlah instansi dan Pemda yang menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu.
• Jumlah penduduk miskin yang
terlayani.
Berbagai kementerian/ lembaga, Pemda
10 Program Mekanisme Pengaduan, Pencarian Informasi, dan Evaluasi dari Masyarakat Miskin.
• Jumlah pengaduan dari publik yang diterima dan ditindaklanjuti.
Kementerian Sosial
11 Pemberdayaan Pekerja Sosial • Jumlah pekerja sosial yang berhasil ditingkatkan kapasitasnya.
Kementerian Sosial
Tabel 8
Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Peningkatan Pelayanan Dasar bagi Penduduk Miskin dan Rentan
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Perluasan Penyediaan Pelayanan Dasar Pos Pelayanan Terpadu (Balita & Ibu Hamil, Remaja, dan Lansia)
• Jumlah Posyandu yang memenuhi
syarat minimal pelayanan dasar. • Distribusi Posyandu yang memenuhi
syarat minimal pelayanan dasar.
• Jumlah tenaga Posyandu yang
memenuhi syarat kompetensi
minimal.
• Distribusi tenaga Posyandu antar wilayah.
Kementerian Kesehatan
2 Program Perluasan Wajib Belajar
SMA/SMK
• Angka Partisipasi Kasar (APK)
SMA/SMK.
• Disparitas APK antar wilayah.
Kementerian Pendidikan dan Kesehatan 3 Program Perluasan Akses
Penduduk Miskin ke PAUD dan Fasilitas Penitipan Anak
• Jumlah fasilitas PAUD dan fasilitas penitipan anak tersedia ditingkat desa.
• Disparitas fasilitas PAUD dan fasilitas penitipan anak antar wilayah.
Kementerian Pendidikan dan Kesehatan
4 Program Bedah Kampung • Jumlah rumah keluarga miskin yang
diperbaiki menjadi rumah layak huni.
Kementerian Perumahan Rakyat
5 Program Pembangunan
Kompleks Rumah Sederhana, Rusunawa, dan Rusunami
• Jumlah rumah sederhana, rusunawa, dan rusunami yang dibangun.
• Tingkat ketepatan sasaran rumah sederhana, rusunawa, dan rusunami untuk keluarga miskin.
Kementerian Perumahan Rakyat
6 Program Pembangunan
Infrastruktur Komunitas
• Persentase penduduk miskin yang memiliki akses terhadap air bersih, listrik, dan sanitasi.
Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum,
Pemda
7 Program Pusat Pelayanan dan Rujukan Terpadu
• Pusat Data Terpadu yang terbentuk di level kabupaten dan kecamatan • Persentase Single Identity Number
(SIN) yang terintegrasi dengan data kemiskinan.
TNP2K,
Kementerian Sosial
8 Program Rehabilitasi Panti/Shelter Rehabilitasi
• Jumlah panti/shelter rehabilitasi untuk lansia, anak terlantar, dan kelompok rentan (korban kekerasan anak, KDRT)
Kementerian Sosial, Pemda
9 Program Pelayanan Terpadu Satu Pintu
• Jumlah instansi dan Pemda yang menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu.
• Jumlah penduduk miskin yang
terlayani.
Berbagai kementerian/ lembaga, Pemda
10 Program Mekanisme Pengaduan, Pencarian Informasi, dan Evaluasi dari Masyarakat Miskin.
• Jumlah pengaduan dari publik yang diterima dan ditindaklanjuti.
Kementerian Sosial
11 Pemberdayaan Pekerja Sosial • Jumlah pekerja sosial yang berhasil ditingkatkan kapasitasnya.
Kementerian Sosial
Tabel 9
Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan di Perdesaan
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Penguatan Lembaga Pemerintahan Desa
• Jumlah lembaga desa yang aktif
menyelenggarakan pertemuan rutin
minimal tiap bulan untuk koordinasi. • Jumlah lembaga desa yang terkoneksi
dalam networking dengan lembaga
desa lain.
Kementerian Dalam Negeri,
Pemda
2 Program Penguatan Lembaga Non Pemerintah atau Organisasi Masyarakat
• Jumlah desa yang mampu melibatkan
lembaga non pemerintah atau
organisasi dalam pertemuan rutin minimal tiap bulan untuk koordinasi. • Jumlah lembaga non pemerintahan
atau organisasi yang terkoneksi dalam
networking.
Kementerian Dalam Negeri,
Pemda
3 Program Pemberdayaan
Kelompok Ekonomi Desa
(UMKM)
• Jumlah kelompok ekonomi desa yang mampu berkelanjutan (sustainable) setidaknya 6 bulan.
• Jumlah kelompok ekonomi desa yang
mengalami peningkatan aset dan
pendapatan tiap tahun.
• Jumlah kelompok ekonomi desa yang mendapatkan bantuan kredit.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM
4 Program Perluasan Kemitraan Perdesaan
• Jumlah perusahaan yang ikut terlibat dalam program kemitraan.
• Jumlah dana yang diberikan oleh perusahaan untuk terlibat dalam program kemitraan.
• Jumlah desa yang terlibat dalam program kemitraan.
Lintas kementerian
sesuai dengan
bidangnya
5 Program Peningkatan Literasi Finansial Perdesaan
• Persentase unit usaha yang
menggunakan KUR dan LKM.
• Persentase unit usaha yang
menerapkan sistem pelaporan
keuangan sesuai standar.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM, TNP2K
6 Program Perluasan Akses Infrastruktur Terpadu Perdesaan
• Jumlah desa yang telah selesai membangun fasilitas infrastruktur penunjang (perumahan, listrik, air, dan sanitasi). Kementerian PU, Kementerian BUMN, Kementerian Perumahan Rakyat 7 Program Pendidikan dan
Pelatihan untuk Kelompok Ekonomi
• Jumlah unit usaha yang mendapatkan pelatihan.
• Jumlah unit usaha yang mendapatkan pendampingan minimal 6 bulan pasca pelatihan.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM, TNP2K
8 Program Pendidikan dan Pelatihan untuk Individu
• Jumlah penduduk usia pekerja yang
mendapatkan pendidikan dan
pelatihan. Kementerian Ketenagakerjaan & Transmigrasi, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan
Tabel 10
Program/Kegiatan dan Indikator Capaian Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan di Perkotaan
No Program/Kegiatan Indikator Pelaksana
1 Program Walk in Referral Centre • Jumlah kota yang memiliki referral
centre
Kementerian Dalam Negeri,
Pemda
2 Program Penguatan Lembaga Non Pemerintah atau Organisasi Masyarakat
• Jumlah kelurahan yang mampu
melibatkan lembaga non pemerintah atau organisasi dalam pertemuan rutin minimal tiap bulan untuk koordinasi.
• Jumlah lembaga non pemerintahan atau organisasi yang terkoneksi dalam networking.
Kementerian Dalam Negeri,
Pemda
3 Program Perluasan Kemitraan Perkotaan
• Jumlah perusahaan yang ikut terlibat dalam program ini.
• Jumlah dana yang diberikan oleh perusahaan untuk terlibat dalam program ini.
• Jumlah BLK+ yang terlibat dalam program ini.
Lintas kementerian
sesuai dengan
bidangnya
4 Program Penguatan Lembaga BLK menjadi BLK+
• Persentase BLK+ dari keseluruhan BLK dan BLK+.
• Jumlah kota yang memiliki BLK+. Kementerian Ketenagakerjaan & Transmigrasi, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan
5 Program Penguatan Lembaga
Pembinaan UMKM
• Jumlah UMKM yang mampu
berkelanjutan (sustainable)
setidaknya 6 bulan.
• Jumlah UMKM yang mengalami
peningkatan aset dan pendapatan tiap tahun.
• Jumlah UMKM yang mendapatkan
bantuan kredit.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM
6 Program Pendidikan dan Pelatihan untuk UMKM
• Jumlah unit usaha yang mendapatkan pelatihan.
• Jumlah unit usaha yang mendapatkan pendampingan minimal 6 bulan pasca pelatihan.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM 7 Program Peningkatan Literasi
Finansial Perkotaan
• Persentase unit usaha yang
menggunakan KUR dan LKM.
• Persentase unit usaha yang
menerapkan sistem pelaporan
keuangan sesuai standar.
Kemenko
Perekonomian, Kementerian Koperasi & UKM, TNP2K
4.5 Skema Pembiayaan RPJMN Bidang Penanggulangan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan ialah urusan semua pihak. Pemerintah memiliki keterbatasan sumberdaya dalam mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian kemitraan pihak‐pihak terkait
sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan. Besaran dampak akan semakin besar ketika masyarakat dan swasta ikut serta.
Ke depan pergeseran transformasi yang paling penting mungkin adalah pergeseran menuju semangat solidaritas, kerjasama, dan akuntabilitas. Sebuah kemitraan yang baru ini harus didasarkan pada pemahaman bersama tentang pentingnya upaya penanggulangan kemiskinan. Selama ini untuk membiayai dan mendukung kegiatan prioritas serta mencapai sasaran pembangunan, ada dua sumber pembiayaan yaitu pembiayaan pemerintah seperti pendapatan negara (pajak), penerbitan surat utang negara, pinjaman dalam negeri lainnya, dan pembiayaan luar negeri. Kedua, pembiayaan swasta seperti lembaga keuangan bank dan bukan bank, dan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri (PMA/PMDN). Ketiga, kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership). Keempat, harmonisasi program pemerintah dengan CSR. Berkembangnya wacana untuk menjadikan CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non‐ APBN. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema yang dapat diterima oleh keduabelah pihak dan sesuai dengan karakteristik kegiatan CSR tersebut. Penyusunan skema tersebut perlu memperhatikan tiga (3) pilar utama.
1. Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa keberadaan dana CSR tidak dipahami sebagai sumber penerimaan bagi APBN, namun harus lebih diletakkan pada perannya dalam mengurangi beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
2. Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom‐up (bottom‐up planning), dimana program pemberdayaan masyarakat disusun berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik pelaksanaan CSR yang berkembang di masyarakat.
Peran pemerintah sangat besar dalam hal harmonisasi, koordinasi dan membuat/menentukan sasaran penerima manfaat yang tepat. Ada empat fungsi fasilitasi yang dapat diberikan oleh instansi pemerintah dalam mengharmoniskan pelaksanaan CSR:
1. Penyediaan data dan informasi; mengenai capaian hasil‐hasil pembangunan, dan pemetaan potensi program/kegiatan dan lokasi yang membutuhkan dukungan melalui CSR.
2. Konsultasi Perencanaan; meliputi konsultasi alternatif pilihan bentuk kegiatan CSR, standar mutu dan speksifikasi teknis fasilitas pelayanan publik, komponen dan kebutuhan biaya pelaksanaan.
3. Supervisi Pelaksanaan; terhadap pelaksanaan kegiatan CSR agar memenuhi standar minimum pelayanan publik.
4. Monitoring dan Evaluasi; terutama untuk menjamin keberlangsungan pemanfaatan hasil pelaksanaan CSR, inventarisasi hasil pelaksanaan CSR sebagai input (feedback) bagi perencanaan pembangunan selanjutnya.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berikut adalah masukan untuk membenahi strategi, kebijakan, dan program penanggulanga kemiskinan:
a. Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Kemenko Kesra dibantu oleh Kemensos, Kemen PU, Kementan, Kemendiknas, Bappenas dan Kemenkes sudah memiliki data yang valid dan terpercaya untuk melakukan proyeksi angka kemiskinan. Beberapa variabel yang ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap angka kemiskinan adalah: pertumbuhan PDB tanpa migas (negatif), inflasi (positif), tingkat pengangguran (positif), tingkat melek huruf (negatif), serta tingkat elektrifikasi (negatif).
b. Setelah dilakukan estimasi dengan skenario optimis dan moderat, didapatkan bahwa proyeksi atau perkiraan tingkat kemiskinan adalah sebagai berikut:
Tabel 11
Perkiraan Tingkat Kemiskinan 2015 – 2019 (Persen) Tahun Optimis Moderat
2015 10,3 11,0 2016 9,6 10,7 2017 9,0 10,5 2018 8,3 10,1 2019 7,5 9,7
c. Sesuai dengan proses transformasi program penurunan kemiskinan, sampai akhir tahun 2014, kebijakan penanggulangan kemiskinan berada dalam Fase Rekonsolidasi. Selanjutnya, mulai tahun 2015, kebijakan akan memasuki Fase Transformasi dan Ekspansi. Pemerintah perlu memperhatikan indikator capaian untuk mengukur keberhasilan dari fase tersebut.
d. Upaya penanggulangan kemiskinan akan semakin efektif jika mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, mengingat Pemerintah memiliki keterbatasan sumberdaya. Selain dukungan pembiayaan dan pinjaman pemerintah, serta pembiayaan luan negeri, terdapat juga pembiayaan dari pihak swasta (misalnya dari lembaga keuangan bank dan bukan bank), penanaman modal asing dan dalam negeri, dan public private partnership. Terdapat wacana untuk menjadikan CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non‐ APBN. Namun, diperlukan skema khusus agar wacana ini dapat diintegrasikan secara harmonis ke dalam sistem pembiayaan yang sudah ada, agar skema dapat diterima keduabelah pihak, sesuai dengan karakteristik kegiatan CSR, dan dapat membantu mengurangi beban pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ashley, Caroline & Diana Carney (1999). Sustainable Livelihoods: Lessons From Early Experience. DFID. London
Ahluwalia, M.S., Carter, N.G., & Chenery, H.B. (1979). Growth and Poverty in Developing Countries. Journal of Development Economics 6 (1979) 299‐341
Alkire, Sabina & Moizza Binat Sarwar (2009). Multidimensional Measures of Poverty & Well‐ being. Oxford Working Paper.
Balla, S.S. (2002). Imagine There’s No Country: Poverty, Inequality, and Growth on the Era of Globalization. Washington, DC: Institute for International Economics
Bank Dunia (2012). SJSN: Implikasi Program dan Kebijakan. Catatan Kebijakan Edisi Juli 2012. Bank Dunia (2012). Bantuan Siswa Miskin: Cash Transfers for Poor Students Social Assistance
Program And Publicexpenditure Review 5. Working Paper No 67319
Bank Dunia (2011). Memperluas sistem keuangan yang inklusif: Kesempatan usaha dan pasar potensial yang belum tersentuh bagi sektor perbankan. Catatan Teknis Pengembangan Sektor Keuangan No 59833
Bourguignon, F. & Morrison, C. (2002) Inequality Among World Citizens: 1820 – 1992. American Economic Review, 92(4), 727‐744
Carney, Diana. Sustainable Livelihoods: Progress and Possibilities for Change. DFID. Canada Chandy, L. & Gertz, G. (2011). The Changing State of Global Poverty from 2005 to 2015.
Washington DC: The Brookings Institution
Chakravarty, Satya R., Ravi Kanbur and Diganta Mukherjee (2006). Population Growth and Poverty Measurement. Social Choice and Welfare, Vol.26, pp 471‐483.
Chaudhuri, Shubham. Jyotsna Jalan, & Asep Suryahadi (2002). Assessing Household Vulnerability to Poverty from Cross‐sectional Data: A Methodology and Estimates from Indonesia. Columbia University Department of Economics Discussion Paper Series No 0102‐52
Chen, S. & Ravallion, M. (2004), “How Have the World’s Poorest Fared since the Early 1980s?”, mimeo, World Bank Development Research Group
Dikhanov, Y. (2005). Trends in Global Income Distribution, 1970 ‐ 2000 and Scenarios for 2015. Human Development Report 2005
Dollar, D. & Kraay, A. (2002). Growth is Good for the Poor. Journal of Economic Growth, 7(195‐ 225).
Department for International Development. (1999). Sustainable Livelihoods Guidance Sheet: Introduction
Foster, James E (1998) Absolute versus Relative Poverty. The American Economic Review, Vol. 88, No. 2, Papers and Proceedings of the Hundred and Tenth Annual Meeting of the American Economic Association, (May, 1998), pp.335‐341