• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Kelautan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Kelautan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Kelautan

Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan

Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN

Sejak pelita VI rejim orde baru, sektor Kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah Indonesia dalam pembangunan. Sejak kemerdekaan sampai awal pelita VI tersebut, pemerintah lebih memperhatikan eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada masa tersebut daratan masih mempunyai potensi yang sangat besar baik sumberdaya mineral maupun sumberdaya hayati seperti hutan. Namun setelah hutan ditebang habis sedangkan sumberdaya minyak dan gas bumi sulit ditemukan di daratan, pemerintah orde baru mulai berpaling kepada sektor kelautan (Budiharsono S., 2001).

Indonesia memiliki potensi Kelautan yang sangat besar dan beragam yakni memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau 70 persen dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dengan besarnya keanekaragaman hayati , selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata bahari (Budiharsono S., 2001). Potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia sebesar 6.167.940 ton/tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil (52,54 %), jenis ikan demersal (28,96 %) dan perikanan pelagis besar (15,81 %) komoditi. Selain potensi tersebut masih tersimpan potensi perikanan yang bernilai ekonomi tinggi seperti kepiting, rumput laut dan rajungan (Budiharsono S., 2001). Potensi yang besar tersebut akan menjadi suatu kenyataan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia jika ekosistem pesisir dan laut tidak dirusak karena perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut serta daerah aliran sungai (DAS) yang tidak terarah, termasuk di dalamnya ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan mengalami kerusakan. Kondisi ini semakin lama semakin mengkhawatirkan dan apabila keadaan ini tidak segera ditanggulangi akan membawa bencana besar bagi kehidupan biota laut dan kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia. Menurut

Ministery of State for Environment (1996) dari luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 50.000 km2 diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak dan 15 % lainnya kondisinya sudah kritis (Supriharyono, 2000). Kerusakan terumbu karang ini dipastikan sebagai akibat aktivitas manusia yang secara langsung dan tidak langsung, sengaja atau tidak tanpa memperhitungkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya.

II. ISU UTAMA DAN TUJUAN.

Dalam pengelolaan terumbu karang harus terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir secara lestari dan berkelanjutan. Isu utama dalam pengelolaan terumbu karang adalah : (1) Kesejahteraan masyarakat pesisir pada umumnya tergolong rendah dan

(2)

kebanyakan dikategorikan sebagai nelayan tradisional (2) Sering terjadi banjir dan erosi akibat lahan atas dimanfaatkan untuk areal perladangan (3) masih ditemukan penangkapan ikan dengan menggunakan potasium dan bahan peledak atau bom (4) Masih terjadinya aktivitas pengambilan karang untuk dijadikan kapur bangunan dan (5) Sering terjadinya konflik pemanfaatan ruang antara nelayan.

Dalam pengelolaan terumbu karang tidak mungkin di lepaskan dari unsur ekonomi masyarakat pesisir dengan demikian isu utama masyarakat pesisir yang terkait dengan kegiatan ekonominya adalah (1) modalnya terbatas dan tidak memiliki akses untuk mendapatkan modal luar (2) terbatasnya sarana produksi seperti benih (benur, bibit rumput laut) (3) tidak terdapatnya kelompok usaha bersama (4) Penataan ruang pesisir yang belum dilakukan dan (5) masih rendahnya ketrampilan masyarakat pesisir dalam budidaya pesisir seperti rumput laut, lobster, mutiara, ikan hias dan lain-lain.

Berdasarkan isu tersebut tulisan ini mencoba menelaah dengan menggunakan metoda kepustakaan tentang “Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir” dengan tujuan (1) untuk mengkaji secara mantik beberapa aktivitas manusia yang berdampak negatif terhadap kerusakan terumbu karang dan produktivitas (2) mencoba memberikan alternatif skenario penanganan kerusakan terumbu karang (3) Menjelaskan pendekatan yang digunakan untuk peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.

III. TINJAUAN MENGENAI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Karang tergolong dalam dalam jenis mahluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan. Terumbu karang (coral reefs) sebagai suatu ekosistem termasuk dalam organisme-organisme karang. Dawes (1981) mengatakan terumbu karang (coral reefs) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat

menahan gaya gelombang laut. Selanjutnya Bengen D.G. (2001) menyatakan terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Coridaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit tambahan alga berkapur serta organisme lain yang menyereksi kalsium karbonat. Karang hermatipik (Hermatypic corals) yang bersimbiosis dengan alga melaksanakan fotosintesis, sehingga peranan cahaya sinar matahari penting sekali bagi Hermatypic corals. Hermatypic corals

biasanya hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal di mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan, selain itu untuk hidup lebih baik binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC .

(3)

menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan (Supriharyono, 2000). Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatan pertanian di Indonesia tercatat sekitar 350.000,- ton, maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat menjadi 1.500.000,- ton. Total penggunaan pestisida (insektisida) pada tahun 1975 sebesar 2.000 ton, kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000,- ton (Dahuri R.et al. 2001).

Di pesisir dan lautan, kegiatan manusia seperti penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak, pengerukan di sekitar terubu karang, penangkapan ikan dengan bahan peledak (Bengen D.G., 2001), lalulintas pelayaran, pertambakan dan lainnya telah menimbulkan masalah besar bagi kerusakan terumbu karang. Sebagai contoh kegiatan pelayaran di Teluk Jakarta, Selat Malaka, Semarang, Surabaya, Lhokseumawe dan Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0,002-0,35 ppm (Dahuri R.et al. 2001).

Menurut Nybakken dalam Dahuri R.et al.(2000), terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi, Stoddart (1969) dalam Supriharyono (2000) mengatakan secara biologis terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang yang sehat memiliki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak.

Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), 16 % dari total hasil eksport ikan dari Indonesia berasal dari daerah karang. Secara rinci Bengen D.G. (2001) merinci dampak kerusakan terumbu karang sebagai akibat kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan lautan seperti terlihat pada Tabel 1.

Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders

perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.

(4)

Tabel 1. Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Terumbu Karang

No. Kegiatan Dampak potensial

1. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak

Perusakan habitat dan kematian masal hewan terumbu

2. Pembuangan limbah panas Meningkatnya suhu air 5-10oC di atas suhu ambien, dapat mematikan karang dan biota lainnya.

3. Pengundulan hutan di lahan atas

Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen ke dalam polib.

4. Pengerukan di sekitar terum-bu karang

Meningkatnya kekeruhan yang meng-ganggu pertumbuhan karang.

5. Kepariwisataan ♦ Peningkatan suhu air karena buang-an air pendingin dari pembangkit listrik perhotelan

♦ Pencemaran limbah manusia yang dapat menyebabkan eutrofikasi.

♦ Kerusakan fisik karang karena jang-kar kapal

♦ Rusaknya karang oleh

penyelam.

♦ Koleksi dan keanekaragaman biota karang menurun.

6. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun (misalnya Kalium Sianida)

Mengakibatkan ikan pingsan, memati-kan karang dan biota avertebrata.

7. Penangkapan ikan dengan ba-han peledak

Mematikan ikan tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang. ♦♦ ♦♦ ♦♦ ♦♦ ♦♦

Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan

(5)

ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.

V. UPAYA PENANGANAN KERUSAKAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG Berdasarkan tujuan pengelolaan terumbu karang tersebut maka target penanganannya adalah (1) target sosial, di mana meningkatnya status kesejahteraan masyarakat dan pengguna, tingkat partisipasi masyarakat dan pengguna dalam kegiatan dan pemanfataan terumbu karang semakin meningkat, (2) target konservasi ekologi yaitu implementasi dan penegakan peraturan semakin membaik dan gerjala over-exploitation

terumbu karang semakin berkurang, menurunnya sedimentasi yang berasal dari aktivitas di daratan, (3) target ekonomi, yaitu pendapatan masyarakat dan stakeholders

meningkat, tingkat pengangguran semakin menurun, dan terwujudnya sistem pembagian hasil kegiatan usaha yang semakin adil (4) target kelembagaan, yaitu konflik pemanfaatan ruang antar masyarakat dan stakeholders semakin berkurang dan terbentuknya aturan yang dapat difahami, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat dan

stakeholders.

Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat hal, yaitu (1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan matapencaharian alternatif (2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (3) lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan (4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang. Berdasarkan akar permasalahan kerusakan terumbu karang tersebut maka secara ringkas skenario penanganannya seperti tampak pada Gambar 1.

(6)

Penambangan Karang

Gambar 1. Upaya Penanganan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Keterangan :

= garis pengaruh

= Faktor yang mempengaruhi produktivitas ikan

= Garis upaya penanganannya

Produktivitas dalam suatu ekosistem terumbu karang dapat dibedakan antara

Pembuangan limbah panas Pengundulan hutan Pengerukan Pariwisata Penangkapan ikan dengan bahan beracun/boom

• • Habitat karang rusak

• • Kematian kan/biota karang

• • Meningkat suhu air

• • Kekeruhan akibat sedimen

• • Eutrofikasi

• • Jumlah spesies karang menurun

Produktivitas biota/ikan terumbu karang menurun

Hasil tangkap (Produksi) dan Nilai tambah menurun Masyarakat miskin, kurang sejahtera • • Tekhnologi • • Labor • • Modal • • Managemen Ekonomi Wilayah dan Nasional tak

berkembang

Pemberdayaan Masyarakat dan Pengguna

(7)

Taylor (1994) mengatakan bahwa fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu organisasi perusahaan. Secara umum suatu fungsi produksi dapat diformulasikan sebagai berikut (Debertin D.L, 1986)

Y = f (X) ………..(1) Di mana Y = produksi

X = input

Dalam kaitan dengan produksi pada pengelolaan sumber daya pesisir dan laut pada sub ekosistem terumbu karang di mana produksi (hasil tangkap) dapat diformulasikan sebagai berikut (Gambar 1) :

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5) ……….(2)

Keterangan :

Y = Hasil produksi lestari (Sustainable Yield) X1 = Ekosistem terumbu karang

X2 = Teknologi penangkapan X3 = Tenaga kerja

X4 = Modal X5 = Manajemen

Ekosistem terumbu karang (X1) dapat diartikan sebagai luasan terumbu karang (X11) dan tingkat kerusakan ekosistem terumbu karang (X12), dan tingkat kerusakan ini dapat di kelompokan dari sangat sangat baik, baik, sedang, rusak dan sangat rusak. Sehingga formulasi (2) dapat diformulasikan menjadi formulasi tiga sebagai berikut :

Y = f(X11, X12, X2, X3, X4, X5) ………..(3)

Dalam kaitannya dengan ekosistem terumbu karang yang semakin lama semakin mengalami penurunan luasannya dan tingkat kerusakannya yang semakin tinggi, maka sangat mungkin di masa depan produktivitas biotanya menurun baik produktivitas primer maupun produktivitas sekunder. Keadaan ini akan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap perekonomian masyarakat pesisir, ekonomi kawasan maupun ekonomi nasional.

Dalam pemanfataan sumber daya pesisir dan laut khususnya pada ekosistem terumbu karang secara bijak, optimal dan berkelanjutan maka salah satu caranya adalah melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa di antara faktor penyebab kerusakan terumbu karang adalah unsur masyarakat pesisir.

VI. PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR

Salah satu pendekatan yang dinilai efektif dan mampu meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir adalah pendekatan agribisnis dan agroindustri. Kegiatan ini dengan melibatkan secara utuh subsistem input, subsistem

(8)

produksi, subsistem pengolahan hasil, subsistem pemasaran dan subsitem kelembagaan keuangan maupun kelembagaan penyuluhan.

Sebagai upaya untuk mendorong penyediaan produk agribisnis dan agroindustri agar mampu bersaing di pasar global, maka pemerintah harus secara konsisten dan berkelanjutan melakukan berbagai langkah, salah satunya adalah meningkatkan perluasan dan penyebaran agribisnis dan agroindustri di pedesaan atau masyarakat pesisir. Pengembangannya dapat ditempuh melalui pengembangan unit Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang dapat menyerap, melibatkan dan dimiliki oleh warga pesisir melalui suatu pola inti-plasma dengan mitra usahanya. Secara skematis pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir pada Gambar 2.

Ada beberapa alasan kenapa pendekatan agribisnis-agroindustri menjadi hal yang diprioritas (a) dengan agribisnis-agroindustri peluang usaha yang menguntungkan masyarakat menjadi lebih banyak (b) dengan agribisnis-agroindustri masyarakat dapat meningkatkan nilai tambah produknya (c) dengan adanya agribisnis-agroindustri dapat menampung lebih banyak tenaga kerja (d) dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan variabilitas produk yang dihasilkan masyarakat pesisir (e) dapat berdampak pada peningkatan expor nonmigas dan devisa negara (f) dan dengan ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir beberapa upaya yang harus dilakukan meliputi pemberian bantuan modal yang dapat digulirkan (revolving fund) agar mereka dapat memperoleh segala kebutuhan input/modal seperti benih (benur, anak siput, bibit rumput laut), peningkatan ketrampilan dalam budidaya yang dinginkan oleh masyarakat sesuai tuntutan pasar, peningkatan ketrampilan pengolahan hasil, pembentukan dan pembinaan kelompok usaha bersama sebagai embrio pembentukan koperasi masyarakat pesisir. Selain itu juga pihak pemerintah dapat membangun sarana dan prasarana penunjang seperti lembaga keuangan yang khusus untuk bantuan permodalan bagi masyarakat pesisir, kelembagaan penyuluhan di wilayah pesisir, pembinaan penataan ruang untuk budidaya laut dan mendorong serta memfasilitasi adanya program kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak masyarakat pesisir dengan pemilik modal dan tekhnologi.

(9)

Gambar 2 : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Subsistem Input Subsistem Produksi Subsistem Pengolahan Subsistem Pemasaran Pendapatan, nilai tambah masyara-kat meningmasyara-kat Ekonomi wilayah dan nasional ber-kembang

Pengelolaan terum-bu karang secara terpadu dan berke-lanjutan PEMBANGUN-AN WILAYAH / NASIONAL BERIMBANG DAN BERKE-LANJUTAN

KUB KUB KUB

Produksi Meningkat

Subsistem Penunjang Kelembagaan Penyuluhan dan Keuangan

Mitra

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Penyelenggaraan usaha agribisnis-agroindustri khususnya dalam pemilihan produk yang dikembangkan oleh masyarakat harus mengacu pada beberapa alasan yaitu (Amanto, B.S.1999): (a) menunjukkan kecenderungan permintaan yang meningkat di pasar ekspor, (b) merupakan kebutuhan pokok masyarakat luas (c) mampu bersaing di pasar domestik, regional dan global (d) berdampak luas terhadap sektor ekonomi lainnya

(10)

(e) berpeluang besar untuk dikembangkan (f) memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap hasil perikanan atau hasil laut dan (g) mempunyai efek ganda (multiplier effect) terhadap peningkatan perekonomian wilayah dan nasional.

VII. PENUTUP

Hubungan antara kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan laut selama ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan ekosistem terumbu karang dan kerusakan terumbu karang berdampak luas terhadap menurunnya produktivitas biota (ikan) yang hidup pada ekosistem terumbu karang yang pada gilirannya hasil tangkap ikan akan semakin menurun, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir menurun. Untuk menanggulangi permasalahan ini maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dengan pendekatan agribisnis-agroindustri, sehingga di masa datang ekosistem terumbu karang lestari dan pendapatan masyarakat meningkat serta kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.

Beattie B.R. dan Taylor C.R., 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 386 p.

Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.

Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.

Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328 p.

Debertin D. L. 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky. Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.

Gambar

Gambar 1. Upaya Penanganan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang    Keterangan :
Gambar 2 : Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Subsistem Input Subsistem Produksi Subsistem Pengolahan   Subsistem  Pemasaran Pendapatan, nilai tambah masyara-kat meningmasyara-katEkonomi wilayah dan nasional ber-kembang

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai proses terakhir di hari kedua pertemuan, peserta yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil evaluasi kegiatan yang

• Bahwa berdasarkan pada keseluruhan pertimbangan hukum tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat dalam menerbitkan obyektum litis secara

Beberapa jenis indikator kinerja yang digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja kegiatan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Palembang tahun 2019

Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah grafik fungsi kuadrat berupa

Analisis data hasil pengukuran menunjukkan bahwa peserta didik di Madrasah Tsanawiyah kode S mempunyai sikap-sikap spiritual yang unggul pada aspek beriman kepada Allah

MAHASISWA DALAM PENGISIAN KRS HARUS MENGISI KELAS SUPAYA NAMANYA TERCANTUM DALAM DAFTAR ABSEN KULIAH MAUPUN DAFTAR ABSEN

Tata kerja kelompok ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aturan besar kelompok SHK Lestari Muara Tiga sebagai acuan atau landasan pelaksanaan kerja kelompok dalam

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan