• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang dan Upaya Mengatasinya

N/A
N/A
Ahmad Zaky Ilham

Academic year: 2025

Membagikan "Penyebab Kerusakan Terumbu Karang dan Upaya Mengatasinya"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEBAB KERUSAKAN TERUMBU KARANG DAN CARA MENGATASINYA

Imran Aiman1

Latar belakang

Terumbu karang adalah struktur bawah air yang tersusun dari endapan kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh fauna karang yang pada umumnya dijumpai di perairan tropis. Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan. Struktur fisiknya yang rumit, bercabangcabang, bergua-gua dan berlorong- lorong membuat ekosistem ini habitatnya sangat menarik bagi banyak jenis biota laut baik flora maupun fauna. Di samping itu, sering kita jumpai beberapa terumbu karang yang mengalami penyakit karang yang membuat terumbu karang tersebut tidak elok lahi untuk di nikmati keindahannya. Oleh karena itu, sangat baik jika terumbu karang tersebut di teliti sehingga kita dapat mengetahui kondisi terumbu karang tersebut.

Pengamatan karang secara umum selama satu dekade memberikan pola kecenderungan naiknya kualitas karang hidup di kawasan perlindungan dibandingkan dengan kawasan non perlindungan. Meskipun dalam beberapa kasus ada pemanfaatan dikawasan perlindungan,akan tetapi keberadaannya sedikit banyak cukup memberikan bukti bahwa keberadaan kawasan perlindungan mampu meningkatkan kualitas ekosistem yang berada di dalamnya. Penelitian mengatakan selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu karang Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%. Jika kerusakan tetap dibiarkanterjadi,maka diperkirakan akan terjadi kerugian US$2,6 triliun selama periode 20 tahun. Nilai yang sangat kecil jika dibandingkan dengan keuntungan senilai lebih dari US$1,6 triliun per tahun jika ekosistem ini tetap dijaga dalam keadaan sehat (Cesar et al., 1997)

Kondisi ekosistem terumbu karang diamati dengan metode transek garis (line intercept transect) (Englishetal.,1994)sepanjang 50 m sejajar dengan garis pantai.

Penentuan persentase tutupan benthic lifeform menggunakan program Lifeform Software Program berdasarkan atas standar UNEP yang berlaku untuk ASEAN- Australia (Rahmat & Yosephine, 2001).

Berdasarkan hal ini, maka perlu dipertimbangkan kedepannya terkait penelitian mengenai kondisi ekosistem terumbu karang di bergabagai derah tertentu. Oleh karena

1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil

(2)

itu perlu umtuk di gali lebih dalam lagi apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya kerusakan terumbu karang? dan bagaimana metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kondisi terumbu karang tersebut?

Pembahasan

Faktor Penyebab Terjadinya Kerusakan Terumbu Karang

Beberapa faktor lingkungan penyebab terjadi penyakit karang di antaranya adalah faktor abiotik seperti kenaikan temperatur, sedimentasi, sinar ultraviolet, logam berat, dan bahan kimia dari kegiatan budidaya. Sementara dari faktor biotik seperti bakteri, virus, jamur, atau protozoa dan juga karena cacing dan arthropoda.

a. Tempetatur atau suhu

Beberapa penelitian berhasil mengungkapkan bahwa pemanasan global merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan hewan karang, karena sempitnya rentang toleransi terhadap suhu (18°C-30°C) sehingga hewan karang mudah mengalami stres terhadap perubahan suhu. Jika stres ini terjadi akan ditemukan tanda bahwa karang akan mengalami pemutihan (bleach), di mana terjadi kehilangan alga yang bersimbiosis dengan hewan karang yang dikenal dengan zooxanthellae. Kejadian kematian massal karang akibat kenaikan atau penurunan suhu.

b. Kualitas perairan

Seiring bertambahnya jumlah penduduk, nutrien, masuknya sedimen dari daratan, polusi dan bahkan patogen dapat masuk ke perairan yang banyak terdapat komunitas hewan dasar termasuk karang. Sementara hubungan antara stres antropogenik dan keberadaan penyakit masih belum banyak dipahami, satu hipotesis di mana penyakit karang difasilitasi oleh menurunnya kualitas perairan khususnya karena eutrofikasi dan sedimentasi. Kondisi ini sangat membutuhkan prioritas manajemen untuk memahami hubungan antara kualitas perairan dan infeksi penyakit karang, karena faktor lokal ini yang dapat diharapkan dari suatu manajemen

c. Penyakit karang disebabkan oleh bakteri

Salah satu jenis penyakit karang yaitu white pox, pernah menyebar dan telah membunuh karang sekitar 90% karang bercabang Acropora palmata di terumbu

(3)

karang Caribbean sehingga jenis karang ini menjadi spesies yang hampir punah.

Kematian karang rata-rata mencapai 10 m2/hari yang disebabkan oleh bakteri Serratia marcescens.

d. Penyakit karang disebabkan oleh cacing

Penyakit karang juga dapat disebabkan oleh cacing yang dikenal dengan Porites Pink Block Disease (PPBD), di lapangan sangat mudah mengenalnya karena permukaan koloni dicirikan berwarna pink. . Penelitian di Hawaii ditemukan cacing Trematoda Podocotyloides sebagai parasit di polip karang.

Sebenarnya cacing ini juga hidup di kekerangan (bibalve), koral dan ikan (ikan kepe-kepe, Chaetodon). Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan rata-rata pertumbuhan mencapai 50%. Karang akan mengalami penurunan kandungan zooxanthella.

Metode Penelitian Yang Dilakukan

Penentuan titik-titik pengambilan sampel menggunakan metode time swimming (snorkeling) yaitu seorang peneliti melakukan penyelaman singkat di atas permukaan air sejajar garis pantai untuk melihat kondisi terumbu karang dan keberadaan bintang laut yang berasosiasi dengan terumbu karang sehingga dapat mewakili kondisi terumbu karang dan bintang laut yang berasosiasi dengan terumbu karang secara keseluruhan di lokasi penelitian. Setelah titik lokasi penelitian/titik stasiun telah ditentukan, kemudian dicatat posisi geografisnya menggunakan GPS (Global Position System).

Metode yang digunakan untuk melihat bentuk pertumbuhan karang yaitu metode Line Intercept Transect (LIT) atau metode transek garis, pemasangannya secara horisontal atau sejajar garis pantai. Pengamatan dilakukan dengan melihat bentuk pertumbuhan karang yang bersinggungan dan dilewati oleh garis transek. Pengambilan data atau pengukuran terumbu karang dilakukan menggunakan transek garis sepanjang 20 m. Pengukuran diawali dengan pemasangan transek garis menggunakan meteran roll sepanjang 100 m, kemudian melakukan pengukuran sepanjang 20 m dengan interval 10m. Pengukuran pertama dilakukan pada jarak 0-20 m, pengukuran kedua dilakukan pada jarak 40-60 m, pengukuran ketiga dilakukan pada jarak 80-100 m (Gambar 2), sehingga pengukuran yang dilakukan pada setiap stasiun pengamatan sebanyak 3 kali pengambilan sampel.

(4)

Transek sabuk (belt transect) digunakan untuk mengamati bintang laut yang berasosiasi dengan terumbu karang, dimana pemasangan dan cara pengukurannya mengikuti transek garis (Gambar 2). Luasan transek yang digunakan yaitu 40 m2 dengan panjang 20 m dan lebar transek sepanjang 2 m, 1 m ke atas/ kanan dan 1 m ke bawah/kiri. Pengamatan dilakukan dengan melihat dan menghitung bintang laut yang berada dalam transek sabuk, setelah itu dihitung kelimpahannya. Dalam rangka mempermudah pengambilan data terumbu karang dan bintang laut yang berasosiasi dengan terumbu karang digunakan kamera bawah air sebagai alat bantu foto atau video bawah air. Adapun pengukuran parameter lingkungan dilakukan secara insitu pada setiap stasiun pengamatan yang meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, kecerahan, dan kedalaman.

Kesimpulan

Kerusakan karang dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor abiotik (stres temperatur, sedimentasi, zat kimia,nutrien tidak seimbang, radiasi ultra-violet) dan faktor biotik (predasi, kompetisi dengan alga, terinfeksi penyakit). Karang yang mengalami infeksi penyakit akan terlihat ada bagian koloninya yang mengalami lesion atau ada perbedaan band dari jaringan karang (tissue) yang hilang, hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, atau jamur.

Terumbu karang dapat ditutup terhadap aktivitas manusia dengan melarang penyelam dan aktivitas snorkeling pada waktu tertentu. Usaha seperti ini berhasil dilakukan di Florida pada tahun 2003 selama terjangkitnya penyakit karang.

Eksperimen lain menunjukkan black band disease dapat dihilangkan dan rata kemunculan infeksi baru dapat diturunkan dengan memasukkan hewan herbivor urchin (bulu babi, Diadema antillarum) ke habitat di mana penyakit tersebut banyak ditemukan. Bulu babi akan memakan (grazing) sehingga akan menurunkan potensi kompetisi alga dengan karang, dengan demikian menurunkan kemungkinan luka yang akan mendorong invasi patogen, dengan langsung meninggalkan substrat di mana filamen cyanobacterial membutuhkan untuk penempelan.

Kondisi ekosistem terumbu karang diamati dengan metode transek garis(line intercept transect).sepanjang 50 m sejajar dengan garis pantai. Penentuan persentase tutupan benthic life form menggunakan program Lifeform Software Program

(5)

berdasarkan atas standar UNEP yang berlaku untuk ASEAN-Australia. Penetapan kondisi kesehatan terumbu karang mengacu pada kriteria persentase tutupan karang batu(hardcorals)meliputi sangat baik (excellent) >75%, baik (good) <75%->50%, sedang (fair)<50->25%,dan buruk(poor)<25%(Chou,1998).

Daftar pustaka

Mangunsong, Farma. (2006).Persepsi masyarakat tentang terumbu karang di kepulauan seribu.

Feto, Drajad Sarwo & Probunusu, Namastra. (2014). Kondisi terumbu karang di kawasan taman nasional laut kepulauan seribu Jakata.

Warsa, Andri & Purnawati, Baiq Ida. (2010). Kondisi lingkungan dan terumbu karang di daerah perlindungan laut pulau pramuka kepulauan seribu.

Zamani’, Neviaty P. (2015) kondisi terumbu karang dan asosiasinya dengan bintang laut di perairan pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten.

Johan, Ofri. (2010). Penyebab, dampak, dan manajemen penyakit karang di ekosistem terumbu karang.

Referensi

Dokumen terkait

Terumbu karang ( coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan

Berdasarkan kerusakan-kerusakan dan dampak yang terjadi, kita seharusnya bersikap lebih ramah terhadap alam, terutama terumbu karang yang ada di sekitar kita,

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut. Ekosistem terumbu karang di Karimunjawa telah lama dimanfaatkan sebagai kegiatan ekonomi

Kondisi ekosistem bawah laut di Pulau Serangan membawa keprihatinan sebagian warga Pulau Serangan dimana ekosistem mulai terganggu, banyak terumbu karang rusak,

Kesimpulan Upaya yang dilakukan CTI-CFF untuk melestarikan kawasan segitiga terumbu karang adalah pengelolaan bentang laut, mempromosikan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan ikan,

Terumbu Karang merupakan salah satu ekosistem laut yang paling produktif, menyediakan habitat bagi berbagai jenis ikan dan hewan laut lainnya.. Jika Terumbu Karang hilang, maka

56-60 Kerusakan Lingkungan Laut Pada Ekosistem Terumbu Karang Di Kabupaten Maluku Tenggara Akibat Faktor Alam dan Aktifitas Manusia Physico Natural Features Environmental Analysis

Artikel ini membahas perlindungan hukum dan peran pemerintah dalam mencegah kerusakan terumbu