• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA INDONESIA DALAM MENANGGULANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KAWASAN SEGITIGA TERUMBU KARANG MELALUI CORAL TRIANGLE INITIATIVE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA INDONESIA DALAM MENANGGULANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KAWASAN SEGITIGA TERUMBU KARANG MELALUI CORAL TRIANGLE INITIATIVE"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA INDONESIA DALAM MENANGGULANGI

KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KAWASAN SEGITIGA

TERUMBU KARANG MELALUI CORAL TRIANGLE

INITIATIVE

SKRIPSI

Disusun oleh :

Puput Harti Wulandari

20120510457

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

UPAYA INDONESIA DALAM MENANGGULANGI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI KAWASAN SEGITIGA TERUMBU KARANG MELALUI

CORAL TRIANGLE INITIATIVE SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 (S1)

Pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DISUSUN OLEH : PUPUT HARTI WULANDARI

20120510457

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang telah dituliskan atau dipublikasikan orang lain---kecuali secara tertulis jelas dengan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan di daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila ada ketidakbenaran dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, Desember 2016

(4)

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan skripsi ini yang akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Terutama kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik

2. Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan waktu dan arahan dalam proses penulisan skripsi ini 3. Bapak Sugito, S.IP, M.Si selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan

arahan dalam menyempurnakan skripsi ini

4. Ibu Wahyuni Kartikasari, S.T, S.IP, M.Si selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan arahan dalam menyempurnakan skripsi ini

5. Bapak Sidiq Ahmadi, S.IP, M.A selaku dosen penguji proposal yang telah memberikan arahan dalam menyempurnakan skripsi ini

6. Bapak Sugeng Riyanto, S.IP, M.Si selaku dosen penguji proposal yang telah memberikan arahan dalam menyempurnakan skripsi ini

7. Seluruh dosen jurusan Ilmu Hubungan Internasional Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat sehingga membantu proses pembuatan skripsi ini

8. Seluruh karyawan Tata Usaha jurusan Hubungan Internasional dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan pelayanan fasilitas dalam proses pembuatan skripsi ini

9. Kedua orangtua, Bapak Haryatno dan Ibu Suparti yang telah memberikan motivasi, dukungan, dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini

(5)

iv 11.Teman-teman alumni 2006 SD Muhammadiyah Karangploso terutama Asterina dan Heni yang telah banyak membantu dan berbagi pengalaman serta memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini

Serta kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih

Yogyakarta, Desember 2016

(6)

v MOTTO

(7)

vi ABSTRAK

Dampak global warming dirasakan semua sektor kehidupan manusia tak terkecuali laut dunia. kerusakan di kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle). Diperlukan usaha bersama baik antar negara, lembaga, maupun sistem internasional dalam mengupayakan pelestarian dan penganggulangan kerusakan lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia di bumi dalam bentuk kerjasama internasioanlKebutuhan untuk melindungi sumber daya laut dan pesisir di kawasan tersebut, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mempelopori pemimpin negara di kawasan coral triangle untuk meluncurkan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). Terdapat tahapan-tahapan

penting dalam kerjasama tersebut untuk menarik banyak aktor pendukung di luar kawasan CT sehingga proses interaksi semakin kompleks.

(8)

vii

F. Sistematika Penelitian ………... 31

BAB II ………... 34

ISU CORAL TRIANGLE DAN ANCAMAN TERHADAP SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR ……….. 34

A. Ancaman Terhadap Sumber Daya Laut Coral Triangle ………... 34

B. Kerusakan Kawasan Hutan Mangrove dan Padang Lamun Coral Triangle ……….. 42

C. Upaya Konsevasi Laut dan Pesisir ……….. 46

BAB III ……….. 49

(9)

viii

A. Upaya Konservasi Laut dan Pesisir Regional ………. 50

B. Rencana Aksi Regional (Regional Plan of Action) ………. 53

C. Kolaborasi dan Koordinasi CTI ……….. 56

D. Coral Triangle Support Partnership (CTSP) ………... 61

E. Coral Triangle Initiative sebagai “Green Business” Baru ………... 69

BAB IV ………... 76

PENERAPAN DIPLOMASI INDONESIA DAAM CORAL TRINGLE INITIATIVE ……….. 76

A. Politik Luar Negeri Indoesia dalam Isu Lingkungan ………... 77

B. Peran dan Strategi Indonesia dalam Penyelamatan Lingkungan CTI ……….. 87

BAB V ………... 97

KESIMPULAN ………... 97

LAMPIRAN ……….. 101

DAFTAR PUSTAKA ……… 107

Daftar Gambar

(10)
(11)
(12)

ABSTRAK

Dampak global warming dirasakan semua sektor kehidupan manusia tak terkecuali laut dunia. kerusakan di kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle). Diperlukan usaha bersama baik antar negara, lembaga, maupun sistem internasional dalam mengupayakan pelestarian dan penganggulangan kerusakan lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia di bumi dalam bentuk kerjasama internasioanlKebutuhan untuk melindungi sumber daya laut dan pesisir di kawasan tersebut, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mempelopori pemimpin negara di kawasan coral triangle untuk meluncurkan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). Terdapat tahapan-tahapan penting dalam kerjasama

tersebut untuk menarik banyak aktor pendukung di luar kawasan CT sehingga proses interaksi semakin kompleks.

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Masalah lingkungan hidup, dewasa ini telah menjadi isu sentral dalam politik dan wacana global serta menciptakan jaringan politik yang kompleks di seluruh dunia. Di Indonesia, isu-isu lingkungan telah menjadi fenomena penting dan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Dengan posisi tersebut, lingkungan melahirkan pola-pola interaksi dengan variasi yang kompleks dan melibatkan aktor yang paling majemuk. Konflik dan kerjasama antar negara, antar daerah atau antar pemerintahan, antara pemerintah dan masyarakat, antara masyarakat dan dunia usaha, dan masih banyak lagi sudah menjadi tema penting yang menghubungkan aktor-aktor yang bervariasi. Bahkan pengembangan gagasan-gagasan konseptual seperti network governance yang merupakan konsekuensi logis dari perubahan teknologi dan

(14)

2 dari masalah lingkungan. Sebagian wilayah cenderung berfokus pada isu-isu lingkungan lokal tertentu yang berdampak langsung terhadap wilayah tersebut.

Persoalan lingkungan hidup kini bukan lagi persoalan ringan karena sudah menyentuh level pengambilan keputusan baik di tingkat negara maupun sistem internasional. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika masuknya isu lingkungan hidup dalam ilmu Hubungan Internasional dapat memberikan kontribusi penting bagi penyelamatan dan upaya pelestarian lingkungan hidup tersebut. Dalam perspektif manusia, masalah lingkungan melibatkan kekhawatiran tentang ilmu pengetahuan, alam, kesehatan, pekerjaan, keuntungan, politik, etika, danekonomi. Kebanyakan keputusan sosial dan politik yang dibuat sehubungan dengan yurisdiksi politik tapi masalah lingkungan tidak selalu bertepatan dengan batas-batas politik buatan (Enger & Smith, 2013).

(15)

3 penduduk dunia dibanding dalam seluruh milenia keberadaan manusia sebelumnya. Populasi global yang sangat cepat meningkat mengejar standar kehidupan yang lebih tinggi merupakan ancaman potensial terhadap lingkungan hidup (Jackson & Sorensen, 2005).

Diperlukan usaha bersama baik antar negara, lembaga, maupun sistem internasional dalam mengupayakan pelestarian dan penganggulangan kerusakan lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia di bumi dalam bentuk kerjasama internasioanl. Terkait upaya pelestarian lingkungan hidup, melakukan kerjasama internasional merupakan salah satu alternatif solusi yang efektif. Hingga saat ini sudah terdapat beberapa bentuk kerjasama internasional terkait persoalan lingkungan hidup. Seperti pada tahun 1972, PBB membentuk United Nation Environment Programme (UNEP) dan Dana Lingkungan Internasional (Environment Fund) yang merupakan kerjasama internasional untuk penanganan masalah-masalah lingkungan yang konvensional (Yusran).

Salah satu isu lingkungan yang sering dibahas yaitu pemanasan global (global warming). Global warming tersebut membawa efek domino terhadap kehidupan

(16)

4 terutama di kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) oleh pemanasan, pengasaman dan naiknya permukaan air laut. Dua kejadian terdahsyat pemutihan karang yang mengakibatkan kerusakan signifikan pada terumbu di seluruh dunia juga terkait dengan perubahan iklim, pada tahun 1998, pemutihan karang menghancurkan lebih dari 16% dari terumbu karang dunia, termasuk di wilayah Segitiga Terumbu Karang. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, banyak bagian dari Segitiga Terumbu Karang akan hilang pada akhir abad ini. Terumbu karang adalah ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-jenis molusca, crustasea, echinodermata, polichaeta dan porifera serta biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk plankton dan nekton.

(17)

5 daerah aliran sungai, dan pembangunan kawasan pesisir. Ketika ancaman ini digabungkan dengan pemutihan terumbu karang (coral bleaching) yang didorong

oleh kenaikan suhu laut, terumbu karang yang tergolong “terancam” meningkat

menjadi 90% (WRI, 2013).

Kawasan Segitiga Terumbu Karang merupakan kawasan jantung terumbu karang dunia yang membentang sepanjang perairan laut Malaysia, Indonesia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Segitiga Terumbu karang membentang sepanjang wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) utuh keenam

wilayah negara tersebut. Kawasan ini juga sering disebut dengan “Amazon Laut”

yang mencakup 30% luas terumbu karang dunia(73.000 km2) dan 75% dari semua spesies karang yang dikenal, 86% dari spesies penyu laut. Kawasan ini merupakan tempat tinggal lebih dari 3000 spesies ikan (dua kali lipat dari jumlah yang ditemui di tempat lain). Terumbu karang dikawasan tersebut menghasilkan sumber daya alam yang menyangga kehidupan lebih dari 130 juta penduduk yang tinggal di kawasan tersebut (WRI, 2012).

(18)

6 oleh berbagai peneliti di seluruh dunia. Tak hanya bagi mahluk air, terumbu karang pun menjadi sumber protein bagi manusia lewat ikan-ikan yang tumbuh besar di wilayah ini. Di Indonesia, sekitar 60% protein nabati diperoleh dari ikan. Artinya, sekitar 120 juta orang bergantung pada pasokan ikan di perairan sebagai sumber pangan mereka. Hal ini belum termasuk menjadi sumber pendapatan sebesar US$2.4 juta dari bisnis perikanan dan US$12 juta dari bisnis pariwisata di Asia Tenggara, termasuk Pulau Komodo dan Kepulauan Raja Ampat. Segitiga terumbu karang adalah sebuah tempat perkembangbiakan berbagai spesies perairan di wilayah ini, di Indonesiea saja ada 1650 spesies yang bergantung pada terumbu karang. Lokasi ini juga memiliki 75% dari seluruh spesies mangrove atau bakau di seluruh dunia, dan 45% spesies rumput laut (Wihardandi, Mongabay, 2012).

(19)

7 limbah industri, buangan kota dan rumah tangga, dan buangan minyak (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008). Hal ini menyebabkan kehidupan dan pertumbuhan terumbu karang sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan dan perairan yang ada di sekitarnya. Apabila kualitas perairannya baik maka terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, begitupun sebaliknya jika lingkungan sekitarnya mengalami perubahan dan gangguan maka terumbu karang akan mengalami kerusakan (Triswiyana, 2014). Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita ada tindakan yang secara langsung ataupun tidak langsung ikut mencemari air laut yang berdampak pada kehidupan terumbu karang, seperti membuang sampah ke laut dan pantai, membawa pulang atau menyentuh terumbu karang saat menyelam, membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya, reklamasi pantai, penangkapan ikan dengan cara yang salah seperti pemakaian bom ikan, potas atau racun.

(20)

8 minyak, penambangan karang illegal, penambangan pasir, serta pembuangan limbah tambang ke laut merupakan faktor lain yang menyumbang terhadap pemutihan dan kerusakan terumbu karang serta kematian biota laut.

(21)

9 bahwa antara kepentingan publik domestik dengan isu-isu eksternal akan tetap dapat berjalan tanpa meniadakan isu dari salah satu pihak tersebut. Perlunya melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang terjadi di dunia internasional tersebut, karena isu-isu yang muncul tentunya akan selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan dunia. Karena itulah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berupaya untuk mengakomodir setiap isu-isu domestik yang menjadi isu utama dalam kaitannya dengan kebijakan luar negeri Indonesia di dunia internasional agar tetap mendapat perhatian di dunia luar.

(22)

10

Countries (REDD), pemrakarsa “Forest-11” merupakan berbagai usaha yang telah

dibangun diplomasi Indonesia yang membawa citra positif di tingkat internasional di era pemerintahan SBY (Kemenlu RI, 2009).

(23)

11 di tahun 1998 ketika terjadi kerusakan global (Schmidt & Linardy, 2010). Menurutnya, kerusakan terumbu karang disebabkan air yang suhunya terlalu tinggi. Air bersuhu panas mengalir ke wilayah laut Indonesia. Hal ini mengganggu hidup terumbu karang. Di Samudra Hindia ada aliran, yang membawa air bersuhu lebih tinggi, seperti halnya El Nino. Tetapi menurut Andrew Baird aliran yang menjadi siklus alamiah itu tidak menyebabkan pemanasan yang merusak terumbu karang. Pemanasan global yang diakibatkan manusia menambah tinggi suhu air.

Sepanjang wilayah segitiga terumbu karang, komunitas pesisir tergantung pada terumbu karang untuk ketersediaan pangan, kehidupan dan perlindungan pada saat badai melanda, namun ironisnya ancaman di wilayah-wilayah ini justru sangat tinggi. Lebih dari 130 juta orang hidup bergantung pada ekosistem pesisir untuk mendapatkan pangan, pekerjaan, dan keuntungan dari pariwisata laut (Wihardandi, Mongabay, 2012).

(24)

12 karang yang tinggi tidak membuat Indonesia memiliki pengelolaan konservasi alam yang baik serta mampu mengembalikan kelestarian sumber daya alam. Peraturan Perundangan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang telah disahkanpun juga tidak mampu mencegah degradasi ekosistem kelautan dan kawasan pesisir laut Indonesia.

(25)

13 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah : Bagaimana upaya Indonesia dalam menanggulangi kerusakan lingkungan di kawasan Segitiga Terumbu Karang ?

C. Kerangka Pemikiran

Untuk membantu mendeskripsikan dan memahami mengenai upaya Indonesia dalam menangguangi kerusakan lingkungan di kawasan Segitiga Terumbu Karang melalui Coral Triangle Initiative digunakan suatu alat analisa berupa kerangka pemikiran sebagai landasan teori yang relevan dengan permasalahan yang diangkat yaitu Kerjasama Internasional, Rezim Internasional, dan Multitrack Diplomacy

1. Teori kerjasama internasional

(26)

14 merundingkan, atau membahas masalah , mengemukakan bukti teknis untuk menyetujui satu penyelesaian atau lainnya dan mengakhiri perundingan dengan perjanjian atau pengertian tertentu yang memuaskan kedua belah pihak. Proses ini disebut kolaborasi atau kerjasama.

(27)

15 dilandasi prinsip saling percaya,menghargai, dan menghormati. Dalam kerjasama internasional yang mencakup bidang ataupun aspek social,politik,ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan dapat dilakukan lebih dari dua Negara maupun lembaga yang terlibat.

Menurut K.J Holsti, istilah kerjasama internasional berarti (Holsti, 1988) :

“Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan saling

bertemu dan saling menghasilkan sesuatu , dipromosikan, atau dipenuhi oleh

semua pihak sekaligus”

(28)

16 kaitannya itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan kepentingan nasional antar Negara (Dam & Riswandi, 1955:15). Kerjasama internasional dilakukan sekurang-kurangnya harus memiliki dua syarat utama, yaitu pertama, adanya keharusan untuk menghargai kepentingan nasional masing-masing pihak yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan, tidak mungkin dapat dicapai suatu kerjasama yang diharapkan. Kedua, adanya kepentingan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang timbul. Untuk mencapai keputusan bersama diperlukan komunikasi dan konsultasi secara berkesinambungan (Dam & Riswandi, 1955:16).

(29)

17 koordinasi multilateral kebiakan nasional atau pembentukan peraturan dalam lembaga-lembaga internasional aatau supranasional, ada kerja sama yang tidak

dilembagakan yang disebut oleh Karl Deutch sebagai “masalah keamanan

pluralistik”. Dalam masyarakat keamanan pluralistik, dua negara atau lebih mempunyai banyak transaksi dan interaksi yang hampir terus-menerus, tetapi tidak perlu organisasi resmi untuk kerjasama (Holsti, 1988:210-211)

Seiring dengan berjalannya waktu, kerjasama di antara negara-negara intensitasnya semakin tiggi dan cakupannya semakin luas. Kerjasama multilateral tak terhindarkan lagi, sehingga ide pembentukan organisasi interasional (Inter-Govermental Organization/IGO) dirasakan perlu untuk dibentuk (Widjajanto,

(30)

18 Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian di lingkungan global,dimana aktor-aktor non negara memainkan peranan penting dalammerespon permasalahan lingkungan hidup internasional. Respon terhadappermasalahan lingkungan globalberfokus pada perkembangan danimplementasi dari rezim lingkunganhidup internasional (Greene, 1996:202). Secara khusus makna lingkungan hidup itu sendiri yaitu seluruh kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan peranan organisme. Kerjasama internasional dalam menagani isu lingkungan hidup global diarahkan untuk mencari kesepakatan ukuran-ukuran, patokan-patokan dan norma-norma internasional yang sah serta cara penerapannya. Berkaitan dengan masalah di kawasan Coral Triangle, Indonesia sebagai kawasan yang memiliki bentang terluas dalam kawasan tersebut berinisiatif dan mendorong negara-negara yang meliputi kawasan untuk bersama-sama menemukan solusi untuk memecahkan persoalan dalam kawasan tersebut.

2. Konsep rezim internasional

(31)

19 umum fungsi Organisasi Internasional dalam dunia Internasional menurut Karent Mingst adalah mempunyai kontribusi untuk mengatur kerjasama membantu menyelesaikan perselisihan, memfasilitasi pembentukan jaringan antar pemerintah dan antar bangsa, sebagai arena perundingan Internasional, sebagai tempat penciptaan rezim internasional. Menurut Stephen D. Krasner yang dimaksud rezim adalah

principle,norms, rules, and decisión-making procedures around which actor„s

expectation converge in a given issue areal”

(32)

20 a. Kepentingan sikap aktor menyatu pada hasrat bersama untuk memaksimalisasi fungsi kegunaannya masing-masing, dimana ini tidak termasuk fungsi kegunaannya bagi negara lain. Variable ini hanya prihatin pada prilaku negara anggota lain apabila prilaku tersebut mempengaruhi kepentingan mereka(Egoistic self-interest).

b. Keputusan politik merupakan variabel kedua yang mempunyai dua macam orientasi terhadap penggunaan power, yaitu kekuasaan terhadap kepentingan umum (power in service of the common good) dan Kekuasaan terhadap kepentingan tertentu

(power in the service of particular interest).

c. Norma-norma dan prinsip merupakan dua komponen kritis yang dapat mencerminkan karakteristik dari suatu rezim.

d. Pemanfaatan dan kebiasaan Pemanfaatan menyatu pada prilaku dasar berdasarkan kegiatan aktual sedangkan kebiasaan merupakan kegiatan yang telah berlangsung lama.

(33)

21 Masalah lingkungan hidup bisa memberikan tekanan pada negara untuk terlibat dalam kerjasama internasional yang lebih besar. Pengaplikasian keefektivitasan rezim dapat dilihat melalui rezim lingkungan internasional. Hurrel dan Kingbury menjelaskan adanya kebutuhan rezim lingkungan internasional seiring dengan meningkatnya skala permasalahan lingkungan dari lokal dan regional menuju global. Untuk menangani hal tersebut, maka dibutuhkan seperangkat aturan yang mampu disediakan oleh rezim dan institusi. Aturan-aturan yang dimaksud adalah seperti penciptaan hukum rezim lingkungan untuk menurunkan tingkat ketidakpastian permasalahan yang akan berujung pada ketidakefektifan rezim (Rahmadhani, 2013).

3. Multitrack diplomacy

(34)

22 menjalankan misi diplomasi, tentu saja tidak akan efektif dalam rangka menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap suatu negara. Oleh karena itu, aktivitas diplomasi publik yang melibatkan peran serta publik akan sangat dibutuhkan dalam rangka melengkapi aktivitas diplomasi tradisional.

(35)

23 Diagram Multitrack System

Track one diplomacy adalah diplomasi yang dilakukan oleh aktor negara yakni

pemerintah (government-to-government) dan merupakan elemen penting dalam diplomasi. Track one diplomacy dilakukan dengan mempertimbangkan aspek formal dalam proses pemerintahan karena dilakukan oleh kepala negara ataupun diplomat professional serta wakil-wakil yang telah diberi instruksi oleh negara yang berdaulat.

Track two diplomacy adalah bentuk diplomasi yang dilakukan oleh aktor-aktor

non-negara dalam situasi informal untuk dapat menangani konflik-konflik antar kelompok masyarakat yang tujuannya menurunkan ketegangan dengan cara meningkatkan komunikasi dan saling pengertian untuk menciptakan perdamaian

(36)

24 dunia. Menurut McDonald, diplomasi jalur kedua ini adalah sebagai pendukung diplomasi jalur pertama dalam membuka jalan bagi negosiasi-negosiasi dan kesepakatan yang dilakukan oleh Pemerintah.

Track three diplomacy adalah diplomasi bisnis yang melibatkan peran para pelaku bisnis melalui peluang kegiatan kerjasama internasional di bidang ekonomi guna menjalin relasi dengan negara-negara lain melalui komunikasi ataupun jaringan bisnis untuk membantu menciptakan perdamaian dan memperkokoh interaksi kerjasama bisnis dan perekonomian antarnegara.

(37)

25 Track five diplomacy merupakan media yang dirancang untuk menghasilkan dan mentransfer informasi yang relevan dalam suatu konflik atau pilihan kebijakan yang direkomendasikan.

Track six diplomacy melibatkan aktivis perdamaian,lingkungan, HAM dan

isu-isu sosial lainnya. Dalam track ini,aktivis mencoba mengubah sikap, kebijakan, atau lembaga atau dalam pihak oposisi.

Track seven diplomacy merupakan upaya masyarakat agama untuk terlibat

dalam upaya rekonsiliasi pihak yang berkonflik.

Track eight diplomacy terdapat organisasi maupun pihak yang memberi dukungan finansial dalam kegiatan yang berlansung di track lainnya yang memiliki masalah yang terus-menerus.

(38)

26 maupun peristiwa teraktual dari seluruh belahan dunia melalui televisi ataupun jaringan internet, sehingga sangat membantu dalam proses penyelenggaran diplomasi suatu negara. Media bertindak sebagai messenger dan berada dalam lingkaran sentris untuk menghubungkan peran para aktor multi-track diplomacy yang berperan aktif dalam membangun saling pengertian dan toleransi antarnegara, antar budaya ataupun antar agama.

Pelaksanaan multi-track diplomacy didasarkan pada kesadaran dan keinginan aktor non-negara secara umum dari berbagai kalangan yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda untuk melakukan usaha menciptakan

(39)

27 Sebagai instrument soft power, perkembangan multitrack diplomacy tergolong pesat. Pesatnya perkembangan ini dipicu oleh kenyataan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam diplomasi jalur pertama dianggap telah gagal mengatasi konflik-konflik antarnegara. Kegagalan diplomasi jalur pertama telah mengembangkan pemikiran untuk meningkatkan diplomasi publik sebagai cara alternatif untuk menyelesaikan konflik-konflik antarnegara (Diamond & McDonald, 1991).

Penerapan multi-track diplomacy akan semakin mendorong jaringan kerjasama suatu negara dengan negara lain karena komponen para aktor dalam multi-track

diplomacy menempati posisi berbeda tetapi terkait satu sama lain dan saling berinteraksi untuk membangun kerjasama yang strategis, terlebih lagi media semakin bisa membentuk opini publik secara efektif yang dapat mempengaruhi tindakan pemerintah mengambil kebijakan melalui apa yang ditampilkan dalam berita melalui media cetak, media elektronik dan tentunya media online (internet)

(40)

28 hanya melibatkan pemerintah satu dengan pemerintah lainnya tetapi juga masyaarkat seperti organisasi non pemerintah (NGO) ikut ambil bagian dalam proses kerjasama antar bangsa tersebut (Saefudin, 2008).

(41)

29 D. Hipotesa

Berdasarkan pada asumsi – asumsi yang sesusai dengan kerangka pemikiran, penulis menduga bahwa :

Upaya Indonesia dalam menanggulangi kerusakan lingkungan di kawasan Coral Triangle dilakukan melalui 2 cara :

-Pertama, pada level rezim internasional Indonesia mempelopori kerjasama internasional dengan membentuk Coral Triangle Initiative serta membuat berbagai kebijakan lingkungan kelautan untuk menanggulangi dan memberdayakan ekosistem kelautan demi kelangsungan hidup manusia.

(42)

30 E. Metode Penelitian

1. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif, dimana metode deskriptif bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan upaya kerjasama interasional dalam menangani kerusakan lingkungan di kawasan Segitiga Terumbu Karang serta penanggulangan dampak kerusakan yang ditimbulkan.

2. Teknik pengumpulan data

Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode telaah pustaka (Library Search) yaitu dengan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku-buku, dokumen, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, dan situs-situs internet ataupun laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti.

3. Jenis data

(43)

31 beberapa sumber sumber ,baik berupa buku, jurnal, surat kabar, dan dokumen-dokumen yang terkait objek yang diteliti

4. Analisa data

Dalam mengkaji masalah ini penulis menggunakan analisa data kualitatif karena data yang diperoleh tidak bisa diukur secara statistik-matematis. Dalam penulisan ini, data sekunder yang dipakai mayoritas berupa pendapat orang dan data pendukung kualitatif lain yang mencerminkan sikap, perilaku, pandangan dan ideologi seseorang yang tercermin dalam berbagai bentuk publikasi, baik cetak maupun elektronik.

5. Jangkauan penulisan

(44)

32 F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan hasil karya tulis yang teratur dan sistematis, maka secara keseluruhan penulis membagi karya tulis ini ke dalam 5 (lima) bab sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan bab yang memuat latar belakang masalah, rumusan permasalahan, kerangka dasar pemikiran, hipotesa, tujuan penelitian, metodologi dan pengumpulan data, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Isu Coral Triangle dan Ancaman Terhadap Sumber Daya Laut dan Pesisir

Bab ini akan menguraikan segala permasalahan yang ada di kawasan Coral Triangle dan isu kelautan di Coral Triangle sebagai isu global

BAB III. Konservasi Coral Triangle dan Kolaborasi CTI-CFF Partnership

Bab ini akan menguraikan proses pembentukan inisiasi kerjasama konservasi terhadap Coral Triangle, tugas kelompok kerja dalam CTI serta pihak-pihak pendukung dalam kerjasama

(45)

33 Bab ini menjabarkan perubahan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia dalam isu lingkungan dan penerapannya untuk menangani permasalahan kelautan di kawasan Coral Triangle.

BAB V. Kesimpulan

(46)

36 BAB II

ISU CORAL TRIANGLE DAN ANCAMAN TERHADAP SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR

Terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang sangat terancam didunia. Sebanding dengan hutan hujan dalam keanekaragaman hayatinya dan merupakan sumber keuntungan ekonomi yang besar dari sektor perikanan dan pariwisata, ekosistem terumbu karang adalah salah satu kepentingan dunia. Selain itu, karang memegang fungsi penting di negara-negara berkembang, khususnya di negara-negara kepulauan berkembang. Hingga kini, tekanan yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan yang merusak telah dianggap sebagai bahaya utama untuk terumbu karang. Sementara masalah-masalah ini belum hilang, selama dua dekade terakhir telah muncul ancaman lain yang lebih potensial. Kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia atau Coral Triangle tidak dapat menghindari dampak dari perubahan global yang berakibat pada rusaknya lingkungan dan habitat laut maupun pesisir.

(47)

37 merupakan kawasan yang terancam paling serius dengan 40% terumbu karang telah kehilangan manfaatnya, 45% di bawah ancaman, dan 15% dalam ancaman rendah. Sebaliknya, terumbu karang di Kepulauan Pasifik dan sekitar Australia, termasuk Melanesia, berada dalam kondisi yang lebih baik dengan 2-8% terumbu karang mati, 2-35% di bawah ancaman, dan 44-90% pada ancaman rendah. Presentase tersebut juga termasuk proporsi untuk mangrove dan padang lamun di CT sebagai habitat utama untuk ribuan spesies laut. Hal yang paling penting, perubahan ini telah mengakibatkan pengurangan kemampuan ekosistem pesisir untuk menyediakan makanan dan manfaat untuk masyarakat pesisir.

A. Ancaman Terhadap Sumber Daya Laut Coral Triangle

(48)

38 karena tidak adanya prses ftosinyesis. Hal ini berhubungan dengan adanya buangan gas rumah kaca di atmosfer sehingga meningkatkan suhu bumi, khususnya kenaikan suhu air laut.

Pemutihan yang parah dan lama dapat memperluasan kematian karang dan peristiwa kematian dan pemutihan terumbu di tahun 1998 telah mempengaruhi sebagian besar daerah terumbu karang di kawasan Indo-Pasifik (Westmacott, Teleki, Wells, & West, 2000). Tahun 1998 merupakan terjadinya kasus coral bleaching terparah akibat kombinasi badai El Nino dengan perubahan iklim yang dibarengi dengan kenaikan suhu air laut, setidaknya 15% terumbu karang di dunia mati (Novina, 2014). Penelitian menunjukkan coral bleaching secara keseluruhan ditandai kematian massal terumbu karang pada skala global, hal ini terjadi karena sebagai respon perlindungan karang dari penurunan suhu, salinitas air laut, peningkatan sedimentasi atau turdibitas, infeksi bakteri, infeksi protozoa dan paparan sinar UV dan pencemaran logam logam berat (Riegl, 2002).

Bleaching yang terjadi dalam waktu pendek umumnya tidak menyebabkan

(49)

39 terjadi secara berkepanjangan akan menyebabkan kematian pada binatang karang dan lingkungan terumbu karang akan hancur. Kerusakan terumbu karang, seperti telah dijelaskan sebelumnya akan mempengaruhi kehidupan dan penyediaan sumberdaya bagi masyarakat pesisir

Tahun 1998, Konferensi CBD ke-4 menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap peristiwa pemutihan karang yang meningkat tajam dan ekstensif dengan hubungannya kepada perubahan iklim dunia. Sebagai jawabannya, Sekretaris Eksekutif CBD menyelenggarakan Konsultasi Ahli untuk Pemutihan Terumbu Karang bulan Oktober 1999. Mereka menghasilkan suatu laporan dan seperangkat usulan bagi daerah-daerah prioritas untuk ditindak. Laporan ini disajikan pada Badan

Tambahan CBD untuk Usulan Ilmiah, Tehnik dan Teknologi/ CBD’s Subsidiary

Body on Scientific, Technical and Technological Advice (SBSTTA-5) yang selanjutnya berkembang menjadi rancangan tindakan. SBSTTA kemudian menyampaikan usulan mereka kepada Konferensi Kelima Pihak-Pihak dalam CBD (COP-5) (Westmacott, Teleki, Wells, & West, 2000)

(50)

40 sehingga menurunkan kondisi terumbu karang dunia. Kegiatan manusia tersebut sebagian besar merupakan kegiatan penggunaan sumber daya laut dan pesisir yang berlebihan serta ditunjang oleh perencanaan dan pengelolaan yang kurang tepat. Di negara kepulauan berkembang seperti Komoro, Fiji, Grenada, Haiti, Indonesia, Kiribati, Filipina, Tanzania, dan Vanuatu paling rentan terhadap pengaruh kerusakan terumbu karang. Di negara tersebut, terumbu karang menghadapi ancaman tingkat tinggi, penduduk sangat tergantung pada terumbu karang tetapi kemampuan penduduknya terbatas dalam beradaptasi terhadap kematian terumbu karang.

(51)

41 secara besar-besaran dan eksploitatif. Dampak dari pembangunan pesisir ini telah mengancam lebih dari 30% terumbu karang.

(52)

42 transportasi dan industri yang berada di laut seperti lambung kapal yang tercemar, kebocoran bahan bakar, limbah cair yang tidak diolah terlebih dahulu, limbah padat, dan tumpahan minyak.

Overfishing dan destructivefishing adalah kegiatan penangkapan ikan

(53)

43 terumbu karang yang jauh dari pusat permukiman berpenduduk banyak (Burke, Reytar, Spalding, & Perry, 2012).

Coral Triangle yang mencakup sebagian Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia. kawasan ini mempunyai kekayaan spesies karang dan ikan karang yang lebih besar dibandingkan dengan tempat lain mana pun di muka bumi ini. Alasan kekayaan yang luar biasa dari Segitiga Karang mencakup keadaan geologi, lingkungan fisik dan berbagai proses ekologi. Temuan ini didukung oleh penyebaran paralel ikan karang dan biota laut lainnya, hal memberikan pembenaran ilmiah yang jelas untuk Coral Triangle Initiative yang dapat dikatakan salah satu usaha konservasi terumbu karang yang paling signifikan di dunia (Veron, et al., 2009).

B. Kerusakan Kawasan Hutan Magrove dan Padang Lamun Coral Triangle

Di sepanjang pesisir dan lautan Indonesia terdapat kawasan yang sangat “unik”

(54)

44 ekosistem padang lamun yang dapat memberikan kontribusi sebagai areal penghasil sumber protein dan dapat meningkatkan pendapatan nelayan serta pendapatan daerah (Damanhuri, 2003).

Pada umumnya, daerah dataran rendah di kawasan CT sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya terhadap peningkatan intensitas badai dan banjir akibat kenaikan permukaan air laut. Para ilmuwan memprediksi bahwa pada akhir abad ini sebagian besar kawasan CT tidak dapat dihuni lagi, bila pelepasan emisi gas rumah kaca tidak dapat diperlambat. Perubahan iklim telah membawa dampak yang nyata dan mahal terhadap ekosistem pesisir di kawasan CT melalui pemanasan global, pengasaman dan naiknya permukaan laut. Naiknya suhu mengakibatkan pemutihan dan kematian karang secara massal. Hal ini akan mempercepat rusaknya ekosistem terumbu karang apabila hal tersebut terus berlangsung dengan disertai peningkatan intensitas dan frekuensinya (Lawrence, 2012)

(55)

45 dengan efek variabilitas alam (misalnya air laut lebih hangat dari rata-rata tahunan). Ketika dikombinasikan dengan tekanan lingkungan seperti kualitas air yang buruk, polusi atau over fishing, perubahan ini akan menghilangkan fungsional terumbu karang dan ekosistem lainnya seperti mangrove di garis pantai dari CT. Dampak dari perubahan ini akan membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pesisir yang sangat serius terutama dalam aspek perekonomian.

(56)

46 berlindung, mencari makan, bertelur, dan membesarkan anaknya. Ikan baronang, misalnya, adalah salah satu jenis ikan yang hidup di padang lamun (Nontji, 2010). Padang lamun biasanya tumbuh tumpah tindih dengan ekosistem hutan mangrove di sekitar wilayah pesisir. Fungsi padang lamun yang tidak banyak diketahui masyarakat menyebabkan pengrusakan terhadap ekosistem tersebut beresiko kehilangan habitatnya yang juga akan mempengaruhi ekosistem biota laut lainnya yang menggantugkan hidup pada ekosistem padang lamun.

(57)

47 Seluruh negara di kawasan CT mengalami kehilangan ekosistem pesisir secara nyata. Misalnya Indonesia yang memiliki hampir seperempat luas hutan bakau dunia, telah kehilangan lebih dari seperempat luas hutan bakau dalam tiga dekade terakhir dari 4,20 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3,11 juta hektar pada tahun 2011 . Sama halnya dengan Filipina yang memiliki 450.000 hektar bakau pada tahun 1918 , dan diperkirakan saat ini tersisa 263.137 hektar. Pada kedua kasus tersebut, hamparan hutan bakau telah diubah menjadi tambak ikan dan udang (Filipina 232.000 ha dan Indonesia 211.000 ha)

(58)

48 padang lamun menstabilkan sedimen, dan perikanan dukungan dengan menyediakan habitat bagi bermacam benih ikan dan invertebrata. ekosistem ini sangat penting sebagai filter pesisir, menjebak sedimen dan nutrisi, serta menyerap polutan yang mengalir dari tanah ke laut. Bersama dengan terumbu karang, ekosistem ini sangat penting untuk stabilitas dan kesehatan lingkungan pesisir.

C. Upaya Konservasi Laut dan Pesisir

(59)

49 Sejarah kerjasama multilateral dalam kawasan sebagian besar biasanya merupakan kerjasama multilateral yang diciptakan untuk tujuan ekonomi, seperti ASEAN, APEC, BIMP-EAGA, dan (MSG). Beberapa kerjasama multilateral yang ada hanya secara eksplisit berfokus pada aspek-aspek tertentu dari sumber daya kelautan dan pesisir seperti South Pacific Regional Environment Program (SPREP), Forum Fisheries Agency (FFA), dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs).

(60)

50 BAB III

KONSERVASI CORAL TRIANGLE DAN KOLABORASI CTI-CFF PARTNERSHIP

Keruasakan laut dan pesisir di kawasan coral triangle membawa kesadaran bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama antar negara di kawasan Coral Triangle. Negara CT6 melewati serangkaian proses penting menuju perubahan dari inisiasi ke kerjasama multilateral yang dapat mengukuhkan komitmen bersama untuk menganggulangi, memkonservasi, dan memberdayakan lingkungan dan masyarakat CT agar tercipta lingkungan yang dapat mendukung kehidupan bernegara.

(61)

51 menawarkan kemitraan diluar negara anggota sebagai mitra financial maupun mitra pembangunan.

A. Upaya Konservasi Laut dan Pesisir Regional

(62)

52 Keenam kepala negara CT6 berpendapat bahwa kekayaan laut dan ekosistem yang terdapat di wilayah segitiga karang Indo Pasifik mampu menunjang kebutuhan pangan bagi masyarakat luas. Namun, disadari pula, ekosistem laut, pantai dan kepulauan kecil di wilayah segitiga karang saat ini berada di bawah ancaman kerusakan. Cara yang paling efektif untuk mengurangi dan menghindari ancaman-ancaman tersebut harus melalui kemitraan dan kesepakatan global yang komprehensif berdasarkan dasar hukum internasional yang telah ada. Melalui pembentukan CTI-CFF ini dimaksudkan untuk mengatasi ancaman terhadap ekosistem laut, pantai, dan kepulauan kecil di dalam wilayah segitiga karang, melalui tindakan kolaborasi dan akselerasi, yang melibatkan partisipasi multistakeholder dari enam negara.

Dalam pembentukan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) tidak terlepas dari tahapan-tahapan penting untuk

(63)

53 dengan Presiden Bush (Amerika Serikat), Perdana Menteri John Howard (Australia) dan Perdana Menteri Somare (PNG) kemudian disahkan oleh para kepala negara ASEAN dan BIMPEAGA pada November 2007. 1st CTI Senior Officials Meeting (SOM-1) merupakan pertemuan resmi pertama CT6 pada Desember 2007 di Bali yang juga turut dihadari oleh Amerika Serikat dan Australia serta 3 NGO Internasional yang focus pada kajian CT.

(64)

54 Pemerintah Australia yang juga sebagai negara partnership turut ambil bagian dalam memberikan fasilitas forum lokakarya. Townsville Workshop oleh pemerintah Australia pada November 2008 merupakan forum diskusi antar pemerintah dan NGO dalam menemukan permasalahan, kendala utama, kesenjangan, dan peluang di sekitar pelaksanaan tujuan CTI. Hasil dari lokakarya tersebut berlanjut ke 3rd CTI Senior Officials Meeting (SOM-3) dan 1st Ministerial Meeting (MM-1) pada Maret 2009 yang menghasilkan draf akhir CTI RPoA dan para Menteri Negara CT6 sepakat untuk menerima Joint Ministerial Statement.

(65)

55 B. Rencana Aksi Nasional (Regional Plan of Action)

Kerjasama CTI memiliki kebutuhan untuk bergerak melalui serangkaian tindakan yang dibutuhkan dalam waktu jangka panjang untuk memastikan keberkelanjutan dari pemanfaatan dari sumber daya kelautan dan pesisir untuk saat ini dan untuk masa mendatang. Keenam negara di wilayah CT saat ini telah mempersiapkan rencana kerja dengan tema perlindungan terumbu karang, perikanan dan ketersediaan pangan. Rencana Kerja Nasional (National Plan Of Action: NPOA) dari masing-masing negara dibahas pada tingkat Senior Official dan dicetuskan pada World Ocean Conference (WOC) pada bulan Mei 2009 di Manado, Indonesia. Dalam

(66)

56 kawasan konservasi laut, mitigasi bencana, rehabilitasi pesisir dan perlindungan spesies yang terancam punah, dan status spesies ikan yang terancam punah membaik.

Semua komponen sasaran dalam rencana kerja ditujukan untuk melindungi ketersedian sumberdaya hayati laut dan mengurangi dampak kerusakan dari pengaruh perubahan iklim global (Muhammad, Wiadnya, & Sutjipto, 2009). Rencana Aksi CTI dilaksanakan di bawah yurisdiksi nasional dari masing-masing pemerintah negara CT sesuai dengan hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional, hukum yang berlaku, aturan dan peraturan masing-masing negara. Ruang lingkup penerapan CTI tidak mengurangi hak berdaulat pihak atas sumber daya kelautan dan batas maritim dalam yurisdiksi nasional.

(67)

57 yang menetapkan target ( 10 % dari habitat laut kritis dilarang untuk megadakan aktivitas penangkapan laut pada tahun 2020 dan 20 % dari habitat laut kritis dalam beberapa bentuk MPA 2020. Dalam kawasan CT, Indonesia , Malaysia, dan Filipina memiliki perjanjian formal dan rencana yang telah disetujui untuk menerapkan manajemen Sulu Sulawesi Marine Eco - Region ( SSME ) & Seascape (Alan T. White, 2014). Dari CTMPAs tersebut diharapkan memberi rangsangan kepada setiap negara anggota untuk menaikan standard pengelolaan KKP sehingga memenuhi syarat sistem yang berlaku.

Keberhasilan pelaksanaan RPoA dalam ruang lingkup yang luas membutuhkan satu set mekanisme koordinasi yang terstruktur dan sangat efektif di berbagai tingkat organisasi. Selain itu, pelaksanaan program membutuhkan kelompok besar dan beragam kemitraan yang diimplementasikan dari dalam dan luar daerah termasuk pemerintah daerah, masyarakat lokal, LSM, lembaga pendanaan utama, organisasi multilateral dan bilateral, perusahaan swasta, dan lain-lain.

(68)

58 Elemen kunci keberhasilan program CTI yaitu 5 sasaran utama konservasi yang dilakukan oleh negara anggota. 5 sasaran utama tersebut dimuat dalam RPOA yang mengatur tujuan dan komitmen bersama dalam menghadapi ancaman di kawasan CT serta penanggulangannya. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, CTI membentuk badan kerja yang masing-masing memiliki tugas sesuai 5 sasaran utama RPOA yaitu Kelompok Kolaborasi dan pelaksana. Kelompok koordinasi dan pelaksana terdiri dari kelompok praktisi, ahli geografis dan teknologi serta bisnis yang berbagi dan bekerja sama untuk mencapai sasaran utama/target dari CTI-CFF. Masing-masing target/goals membentuk kelompok kerja dan berkolaborasi bersama berdasarkan sasaran yang akan dicapai.

(69)

59 rencana investasi untuk prioritas semua bentang laut yang teridentifikasi, termasuk rencana joint investment untuk bentang laut yang melibatkan dua negara atau lebih.

Ecosystems Approach to Fisheries Management group/ Pendekatan Ekosistem

Manajemen Perikanan memastikan untuk pengelolaan perikanan dan sumber daya laut lainnya menerapkan kebijakan dan regulasi berdasarkan RPOA. EAFM berkolaborasi untuk menghasilkan kerangka regional agar dapat diadopsikan kedalam undang-undang atau kebijakan nasional terkait perikanan. Marine Protected Areas/MPAs menetapkan tujuan, prinsip, dan elemen desain operasional untuk CTMPAS, melengkapi peta jaringan komprehensif MPA untuk masuk dalam peta prioritas CTMAPS, dan membangun manajemen CTMPAS yang efektif. EAFM juga membangun public private partnership untuk terlibat dalam industri terkait untuk mendukung CTMPAS.

Climate Change Adaptation/Adaptasi Perubahan Iklim melakukan identifikasi

(70)

60 Adaptation. Selain itu juga meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap perubahan dampak iklim.

Threatened Species/spesies terancam bekerja untuk meningkatkan status spesies laut dan pesisir yang terancam di CT seperti penyu, mamalia laut, lamun, terumbu karang dan spesies teridentifikasi lainnya melalui rencana konservasi yang efektif dan kebijakan yang kuat (CTI, 2009). Selain 5 sasaran utama tersebut ada kelompok tambahan ang dibentuk untuk membantu tugas 5 target tersebut yaitu Cross-Cutting Themes. Cross-Cutting Themes memastikan pelaksanaan terpadu dan koheren kegiatan CTI dalam membahas isu-isu yang yang ada dalam 5 target dari RPOA.

(71)

61 investasi dengan berbagai pemangku kepentingan, dan untuk membawa koordinasi dan integrasi yang lebih besar untuk tindakan tersebut.

Mekanisme koordinasi dan mitra implementasi (Coordination Mechanisms and Implementation Partners) dilaksanakan di dua tingkat kunci yaitu pada tingkat

regional-subregional dan negara. Pada tingkat regional-subregional menggunakan sistem komunikasi, strutur lembaga, dan pertemuan-pertemuan rutin untuk mendukung proses integrasi dan efisisensi RPOA di semua kawasan. Sedangkan pada tingkat negara, Komite Koordinasi Nasional di masing-masing negara memimpin multi-stakeholder untuk mengkoordinasi dam melaksanakan RPOA dan NPOA.

(72)

62 Evaluation ) untuk rencana monitoring, menyediakan informasi, melakukan evaluasi

dan mengembangkan seperangkat indikator terukur dari setiap target RPOA.

Pelaksanaan RPOA memerlukan koordinasi yang efektif antara berbagai kelompok pelaku pemangku kepentingan antara lain dari pemerintah, non-pemerintah, multilateral dan organisasi swasta. Hal ini membuat CTI sebagai sebuah wadah besar yang mewadahi semua pemangku kepentingan ini bekerja sama untuk kelestarian ekosistem dan ekologi dunia.

D. Coral Triangle Support Partnership ( CTSP )

(73)

63 Pelaksanaan CTSP diimplementasikan dalam dua track, yaitu parallel dan complementary. Track pertama, termasuk pengimplementasian pada tingkat nasional

yang sebagian besar disalurkan melalui proyek yang diatur oleh tiga LSM pada skala nasional dan / atau lokal di berbagai lokasi proyek di seluruh wilayah. Track kedua dioperasikan di tingkat regional dan terutama berfokus pada penyediaan dukungan kepada CTI dan Kelompok Kerja Teknis daerah yang memfokuskan pada tiga dari lima goals dari RPoA (Perikanan, Kawasan Konservasi Laut dan Adaptasi Perubahan Iklim) (Chistie, Pollnac, Stevenson, & Pietri, 2014).

CTSP terdiri dari 8 partner formal utama yang memiliki tugas dan peran masing-masing dalam mendukung dan melaksanakan program konservasi CTI. 8 partner formal utama tersebut antara lain U.S. Agency for International Development (USAID), Australian Government: Department of the Environment, Asian Development Bank (ADB), Global Environment Facility (GEF), Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Coral Triangle Center (CTC) (CTI-CFF, CTI-CFF, 2009).

(74)

64 diatasi di tingkat regional karena ekosistem laut tidak mengenal batas-batas nasional. Amerika Serikat juga mengakui pentingnya CT untuk ketahanan pangan regional dan global, dan ingin mendukung hubungan baru dan komitmen dari para pemimpin CT6. Tujuan USCTI dalam proyek CTI ini adalah meningkatkan pengelolaan biologis dan ekonomis sumber daya laut-pesisir dan ekosistem terkait yang mendukung mata pencaharian masyarakat dan ekonomi di CT

Di bawah payung program ini, USAID melibatkan sebuah perusahaan konsultan Tetra Tech sebagai Program Integrator (PI) untuk membantu pengelolaan arus informasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan (dana US $ 10 juta). PI juga mulai memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dengan mitra pembangunan lainnya seperti Australia dan lembaga pembangunan Jerman (GIZ). PI juga menyediakan mekanisme fleksibel untuk mengakses ahli teknis yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik program USCTI keseluruhan (Read, 2014).

(75)

65 Food Fish Trade (LRFFT) di kawasan CT, NOAA melakukan lima langkah pendekatan antara lain membangun kemitraan regional, kerjasama dan bantuan teknis, saran ilmiah dan manajemen / kebijakan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, serta bantuan dengan pendekatan alternatif. Kemitraan NOAA/USCTI ini diharapkan dapat meningkatkan sektor perikanan dan manajemennya di dalam suatu ekosistem secara lokal yang didukung oleh penegakan hukum yang efektif dari peraturan yang diperlukan untuk keberhasilan peningkatkan keberlanjutan dan ekonomi yang adil dari LRFFT di kawasan CT (Schroeder, 2010).

(76)

66 kedua dari dukungan difokuskan untuk mendukung Seascapes Goals dari RPOA, membantu dalam pembentukan Sekretariat Regional dan membangun kapasitas individu dan masyarakat untuk berkembang dalam industri dan mata pencaharian berkelanjutan. (AUS, 2014). Tahap ketiga merupakan dukungan dalam investasi skala regional. Australia telah menginvestasikan dana sebesaar AUD$ 8,5 juta dari program donasi Australia Aid.

(77)

67 Australia akan berusaha untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan dan dukungan pelaksanaan CTI.

ADB Regional Technical Assistance for Regional Cooperation in Knowledge Management, Policy, and Institutional Support to the Coral Triangle Initiative (TA

7307-REG) merupakan dukungan pertama bagi CTI. Salah satu isu utama TA bertujuan untuk mengatasi kurangnya aksesibilitas informasi dalam pengambilan keputusan untuk suatu kebijakan .Pada lokakarya regional pertama yang diadakan di markas ADB di Manila, Filipina pada tanggal 26-27 April 2012, perwakilan stakeholder, termasuk mitra pembangunan utama dari CT6, dan ADB sepakat untuk mempersempit fokus TA dalam tiga bidang antara lain pertama pendanaan berkelanjutan, kedua, ekonomi lingkungan dan pembayaran untuk jasa ekosistem, dan ang ketiga penyusunan Laporan CT6 (Coral Triangle Knowledge Network, 2013).

(78)

68 GEF memberikan hibah pada awal proyek kepada CTI sebesar US$ 75 juta (CTI-CFF, CTI-(CTI-CFF, 2009).

CI adalah organisasi nirlaba yang memiliki tujuan untuk menjamin kesehatan manusia dengan melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai mitra pendiri CTI sejak didirikan pada tahun 2007, CI bekerja pada pemberdayaan masyarakat untuk mengelola ekosistem laut secara berkelanjutan sehingga dapat mendukung kesejahteraan mereka untuk masa sekarang dan masa depan. CI juga memfasilitasi pertukaran regional dan kerjasama, dan bekerja untuk mengintegrasikan keberhasilan dan pelajaran menjadi pedoman manajemen yang dapat disesuaikan dan berbagi di seluruh wilayah (Conservation International, 2009).

(79)

69 mencapai keseimbangan antara kebutuhan pendapatan jangka pendek dan pelestarian jangka panjang perikanan.

TNC memiliki beberapa wilayah prioritas sebagai kawasan yang memiliki potensi kerusakan tinggi dan berdamapak besar bagi ekosistem kelautan di CT antara lain Taman Nasional Wakatobi, Kepulauan Raja Ampat, Kepulauan Derawan, Kimbe Bay, Laut Bismarck dan Pulau Solomon. Di setiap tempat tersebut dan lainnya, mereka membangun kemitraan yang kuat dengan masyarakat, industri dan lembaga pengambil keputusan. TNC membuat beragam penelitian, menyalurkan dana yang dibutuhkan, membantu penduduk untuk membuat matapencaharian yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesadaran dan kebanggaan nasional (The Nature Coservancy, 2009)

(80)

70 mereka secara berkelanjutan. WWF membantu TDA mengelola sumber daya laut, memonitoring terumbu karang, dan mengumpulkan data tentang penyu yang terancam punah dan memastikan sarang mereka terlindungi (WWF, 2008).

Coral Triangle Center (CTC) adalah lembaga independen yang berfokus pada penguatan kapasitas lokal untuk konservasi laut melalui situs pembelajaran kawasan laut lindung, pelatihan, dan fasilitasi kemitraan swasta publik dan jaringan di Coral Triangle. CTC juga salah satu penyelenggara inti dari Forum Women Leader CTI-CFF dan CTI-CTI-CFF Regional Bisnis Forum. Visinya adalah untuk menginspirasi dan melatih generasi untuk merawat ekosistem pesisir dan laut.

E. Coral Triangle Initiative sebagai “Green Business” Baru

(81)

71 memiliki pemahaman bisnis yang menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya (Sulistyowati, 2015).

(82)

72 Dalam forum pertama tersebut, CTI memiliki 3 target utama untuk merangsang investasi dalam kemitraan publik-swasta yang menjamin keberlanjutan dan profitabilitas sektor-sektor kunci yang bergantung pada sumber daya laut di CT. Pertama, menginspirasi sektor-sektor kelautan berbasis sumber daya (tuna, ikan karang hidup, agen perjalanan dan pariwisata) yang beroperasi di CT untuk menangani ancaman bisnis (lingkungan, sosial dan ekonomi) melalui akses green investment yang mendukung kemitraan untuk bisnis yang menguntungkan dan

berkelanjutan dalam CT. Kedua, mengkatalisasikan kolaborasi antara pemerintah CT6, LSM, lembaga internasional dan sektor swasta yang mendorong kemitraan swasta-publik dan mendorong investasi berkelanjutan, dan pertumbuhan "hijau" dan bersih. Ketiga, memastikan komitmen berkelanjutan dari sektor-sektor kunci dalam mendukung tujuan negara anggota CTI menuju pembangunan berkelanjutan (WWF, 2010).

(83)

73 yang bertanggung jawab dari lingkungan laut. Ancaman perubahan iklim dan permintaan konsumen yang meningkat untuk green products menunjukkan salah satu peningkatan kebutuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen dari CT (WWF, 2009).

Tahun 2011 Malaysia bersama USCTI didaulat sebagai penyelenggaraan untuk

2��CTI Business Summit dan mengganti nama menjadi CTI Regional Business Forum/CTI-RBF. CTI-RBF 2011 menarik 188 peserta mewakili 43% dari lembaga pemerintah, 25% dari sektor swasta dan 32% dari masyarakat sipil dan akademisi. Peserta termasuk perwakilan dari bisnis dan industri, instansi pemerintah lokal dan nasional, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga akademis yang bekerja di kawasan Coral Triangle. Para pemimpin bisnis dan industri diwakili sektor termasuk ekowisata, teknologi informasi, pengiriman dan logistik, investasi hijau, dan perikanan komersial. Masing-masing dari CT6 mengumumkan kemitraan baru dengan sektor swasta dan telah menyoroti kemajuan program sektor swasta mereka sejak 1 CTI Business Summit yang diadakan di Filipina tahun 2010.

Public-Private Partnerships (PPPs) dibentuk untuk tujuan kerjasama bersama

(84)

74 dan nasional yang akan melindungi spesies laut, meningkatkan hasil perikanan dan mengurangi jumlah penangkapan spesies laut. Kelompok bisnis ini akan mendukung program-program pelestarian lingkungan ekosistem laut dan pesisir serta mempromosikan Untuk masuk dalam PPPs, kelompok bisnis harus mematuhi regulasi dan telah memperoleh persetujuan dari CT6.

3 � CTI-RBF 2013 di Bali fokus dalam membangun perkembangan Blue Economy di kawasan dengan menerapkan model bisnis ekonomi baru yang secara

ekonomi menguntungkan dan berkelanjutan bagi lingkungan. Blue Economy dapat membantu memperbesar upaya produksi makanan laut yang bertanggung jawab di Coral Triangle. Forum ini digunakan sebagai latform regional untuk membantu menjaga profitabilitas jangka panjang dari bisnis, kelestarian sumber daya laut yang terbatas di kawasan dan kesejahteraan jutaan orang yang secara langsung tergantung pada CT untuk makanan dan mata pencaharian (CTI-RBF, 2013)

��� CTI-CFF Regional Business Forum 2015 diadakan di Bali dengan 3

(85)

75 bahari yang berkelanjutan serta pengembangan inovasi baru dalam industri pariwisata. Menurut Rili Djhani, pengelolaan sektor bisnis pariwisata bahari secara berkelanjutan akan memberikan dampak yang besar pada upaya pelestarian keanekaragaman hayati laut di kawasan Segitiga Karang serta membantu penghidupan 120 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem laut. Kita bisa menjaga dan melestarikan sumber daya yang unik ini dengan baik dengan melibatkan berbagai lapisan pemangku kepentingan termasuk dari sektor swasta, pejabat pemerintah lokal, dan para pemimpin perempuan yang ada di kawasan Segitiga Karang (Herdiman, 2015)

CTI-RBF bagi regional sangat penting. Dengan menggandeng sector-sektor public dan swasta, CTI dapat mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan khususnya lingkungan ekosistem laut dan pesisir. Tren

“greening” yang mulai digandrungi masyarakat menciptakan peluang pasar dan

(86)

76 PPPs memberikan akses terbuka bagi proses industri dan peralihan teknologi hijau untuk perikanan dan pengembangan properti pesisir yang berkelanjutan. Pemangku kepentingan CT6 akan mengejar kemitraan sektor publik-swasta untuk menjamin keberlanjutan sumber daya laut sehingga pemerintah harus menetapkan dan menegakkan kerangka kerja untuk investasi hijau yang berkelanjutan.

(87)

76 BAB IV

PENERAPAN DIPLOMASI INDONESIA DALAM CORAL TRIANGLE INITIATIVE

Perubahan peta politik, struktur dan sistem internasional saat ini memunculkan aktor-aktor politik baru. Aktor-aktor politik dalam hubungan internasional tersebut kini tidak hanya diisi oleh negara tetapi juga aktor non negara seperti NGO, IGO, lembaga riset, perusahaan multinasional-transnasional, organisasi keagamaan, akademisi, bahkan individu. Keragaman aktor-aktor tersebut membawa perubahan pada agenda internasional. Isu-isu yang dihadapi masyarakat global juga beragam mulai dari isu perbatasan wilayah, HAM dan demokrasi, energi dan sumberdaya, perubahan iklim, dan lainnya. Untuk menghadapi isu-isu tersebut diperlukan penyelesaian secara multilateral ditengah kompleksitas lingkungan regional dan global.

(88)

77 kawasan laut terluas di kawasan CT memiliki peran yang pennting untuk perbaikan dan kelestarian kawasan maritim.

A. Politik Luar Negeri Indonesia dalam Isu Lingkungan

Perubahan peta politik dunia serta beberapa isu baru yang dihadapi masyarakat global turut mempengaruhi pola politik luar negeri suatu negara. Isu lingkungan hidup mulai menjadi agenda internasional sekitar 1970an meskipun telah ada konvensi atau perjanjian mengenai lingkungan sebelumnya. Indonesia yang mengusung prinsip politik luar negeri bebas aktif sejak era kepemimpinan Soekarno hingga saat ini tidak terlepas dalam perubahan fokus pelaksanaan politik luar negerinya khususnya terkait isu lingkungan hidup.

(89)

78 terutama pembakaran lahan dan pembuangan limbah merupakan isu lingkungan domestik yang mendominasi di era kepemimpinan Soeharto (Alami, 2015).

Tahun 1972 diselenggarakan Konferensi Stockholm sebagai titik awal pertemuan yang membicarakan masalah pembangunan dan lingkungan hidup. Konferensi Stockholm mengkaji ulang pola pembangunan konvensional yang selama ini cenderung merusak bumi yang berkaitan erat dengan masalah kemiskinan, tingkat pertumbuhan ekonomi, tekanan kependudukan di negara berkembang, pola konsumsi yang berlebihan di negara maju, serta ketimpangan tata ekonomi internasional. Indonesia hadir sebagai peserta konferensi tersebut dan turut menandatangani kesepakatan untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan.

(90)

79 hidup sebagaimana tertuang dalam Butir 10 Bab II GBHN 1973-1978 dan Bab 4 Repelita II (Kementerian Lingkungan Hidup, 2010). Keberadaan lembaga yang khusus mengelola lingkungan hidup dirasakan mendesak agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup baik di tingkat pusat maupun di daerah lebih terjamin. Untuk merealisasikan komitmen Indonesia tersebut dibentuklah badan-badan yang bertugas untuk merumuskan kebijakan dan pengembangan lingkungan hidup yaitu LIPI dan Badan Perencanaan Pembangunan Indonesia walaupun pembentukan kedua lembaga tersebut dianggap hanya sebagai formalitas implementasi Indonesia atas keikutsertaannya dalam konferensi lingkungan hidup.

(91)

80 populasi dan kerjasama regional/internasional yang hanya melanjutkan program pemerintahan sebelumnya.

Perubahan pola politik luar negeri dan diplomasi era SBY dinilai banyak pihak membawa perubahan dan citra positif bagi Indonesia. Manifestasi dari prinsip politik bebas aktif semakin dikembangkan dan mengembangkan konsep dynamic

equilibrium untuk kondisi multipolaritas yang senantiasa dinamis tanpa adanya kekuatan dominan tunggal sehingga memungkinkan berbagai negara berinteraksi secara saling menguntungkan (Tan, 2007). Dynamic equilibrium digunakan untuk menjaga keseimbangan yang direalisasikan pada tingkat global dengan perbaiakn global governance termasuk reformasi dalam dewan keamanan PBB, ditingkat

regional dengan merealiasikan komunitas ASEAN dan turut aktif dalam mengembangkan arsitektur regional, serta pada tingkat bilateral melalui kemitraan strategis atau komprehensif beberapa negara (Brotodiningrat, 2012)

(92)

81 agar AS lebih mengandalkan soft power ketimbang hard power. Penggunaan soft power dalam politik luar negeri ini membawa kenaikan peran diplomasi Indonesia di tingkat internasional, selain tetap berperan aktif dikawasan Asia Tenggara melaui ASEAN, Indonesia pun semakin menunjukkan kiprahnya ditingkat Asia Pasifik maupun global. Bahkan Indonesia pernah menjadi ketua Asia pasific Economic Cooperation (APEC) maupun menjadi anggota G20.

(93)

82 terpilih sebagi Presiden Governing Council UNEP periode 2005-2007 membawa keuntungan antara lain kemudahan Indonesia memperoleh dukungan pendanaan , SDM, maupun teknologi lingkungan dari dunia internasional dan terbukanya jalinan komunikasi dan kerjasama internasioanal untuk penerapan Protokol Kyoto (Urin, 2006).

Dalam menanggapi isu lingkungan hidup yang merupakan juga dampak globalisasi, Indonesia memegang peranan yang penting karena Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia, bahkan saat ini dipandang sebagai environmental super power, karena memiliki hutan yang sedemikian besar. Masalah perubahan iklim tidak

Gambar

Gambar 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa jenis indikator kinerja yang digunakan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja kegiatan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Palembang tahun 2019

MAHASISWA DALAM PENGISIAN KRS HARUS MENGISI KELAS SUPAYA NAMANYA TERCANTUM DALAM DAFTAR ABSEN KULIAH MAUPUN DAFTAR ABSEN

Meskipun demikian, penelitian ini setidaknya melengkapi gambaran tentang penerapan hukum waris pada masyarakat Bali kuno ditinjau dari segi prasasti dan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti berpendapat bahwa apabila tidak ada dukungan emosional dan tidak ada kontrol dari orang tua terhadap anak usia

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan bermain disentra balok dapat meningkatkan kemampuan visual spasial anak

penerapan model pembelajaran ARIAS oleh guru di kelas. Pada akhir siklus I diadakan post test untuk mengukur hasil belajar siswa setelah diberikan

Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 5 Juni 2012 tentang Jadual Pelaksanaan Kampanye Pasangan Calon Gubernur dan Wakil

berpesan antara lain: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau