• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. Penerapan Diplomasi Indonesia dalam Coral Triangle Initiative

KONSERVASI CORAL TRIANGLE DAN KOLABORASI CTI-CFF PARTNERSHIP

D. Coral Triangle Support Partnership ( CTSP )

CTSP merupakan proyek dukungan dari negara-negara donatur untuk mendukung secara teknis pengaplikasian RPOA dan NPOA di negara CT6. Ketika awal CTI digagas, kelompok stakeholder diundang agar menjadi mitra CTI untuk menyediakan pendanaan serta dukungan teknis dan strategis. Dukungan teknis dan strategis ini meliputi pendanaan untuk proyek-proyek konservasi dan keberlanjutan proyek dan kegiatan di tingkat daerah, nasional dan masyarakat, penyusunan laporan dan studi, serta mendukung komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang CT dan CTI-CFF.

63 Pelaksanaan CTSP diimplementasikan dalam dua track, yaitu parallel dan complementary. Track pertama, termasuk pengimplementasian pada tingkat nasional yang sebagian besar disalurkan melalui proyek yang diatur oleh tiga LSM pada skala nasional dan / atau lokal di berbagai lokasi proyek di seluruh wilayah. Track kedua dioperasikan di tingkat regional dan terutama berfokus pada penyediaan dukungan kepada CTI dan Kelompok Kerja Teknis daerah yang memfokuskan pada tiga dari lima goals dari RPoA (Perikanan, Kawasan Konservasi Laut dan Adaptasi Perubahan Iklim) (Chistie, Pollnac, Stevenson, & Pietri, 2014).

CTSP terdiri dari 8 partner formal utama yang memiliki tugas dan peran masing-masing dalam mendukung dan melaksanakan program konservasi CTI. 8 partner formal utama tersebut antara lain U.S. Agency for International Development (USAID), Australian Government: Department of the Environment, Asian Development Bank (ADB), Global Environment Facility (GEF), Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), World Wide Fund for Nature (WWF), dan Coral Triangle Center (CTC) (CTI-CFF, CTI-CFF, 2009).

USAID memiliki sejarah keterlibatan yang kuat dengan isu-isu kelautan dan pesisir di wilayah CT dan USAID sangat menyadari bahwa banyak isu kelautan harus

64 diatasi di tingkat regional karena ekosistem laut tidak mengenal batas-batas nasional. Amerika Serikat juga mengakui pentingnya CT untuk ketahanan pangan regional dan global, dan ingin mendukung hubungan baru dan komitmen dari para pemimpin CT6. Tujuan USCTI dalam proyek CTI ini adalah meningkatkan pengelolaan biologis dan ekonomis sumber daya laut-pesisir dan ekosistem terkait yang mendukung mata pencaharian masyarakat dan ekonomi di CT

Di bawah payung program ini, USAID melibatkan sebuah perusahaan konsultan Tetra Tech sebagai Program Integrator (PI) untuk membantu pengelolaan arus informasi dan koordinasi antar pemangku kepentingan (dana US $ 10 juta). PI juga mulai memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dengan mitra pembangunan lainnya seperti Australia dan lembaga pembangunan Jerman (GIZ). PI juga menyediakan mekanisme fleksibel untuk mengakses ahli teknis yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik program USCTI keseluruhan (Read, 2014).

Selain Tetra Tech, USAID juga menggandeng NOAA memainkan peran sentral dalam mengembangkan kerangka regional CTI-CFF EAFM dan membangun modul pelatihan EAFM bagi para praktisi, eksekutif, dan pengambil keputusan yang sekarang digunakan di seluruh wilayah. Dalam melaksanakan program Live Reef

65 Food Fish Trade (LRFFT) di kawasan CT, NOAA melakukan lima langkah pendekatan antara lain membangun kemitraan regional, kerjasama dan bantuan teknis, saran ilmiah dan manajemen / kebijakan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, serta bantuan dengan pendekatan alternatif. Kemitraan NOAA/USCTI ini diharapkan dapat meningkatkan sektor perikanan dan manajemennya di dalam suatu ekosistem secara lokal yang didukung oleh penegakan hukum yang efektif dari peraturan yang diperlukan untuk keberhasilan peningkatkan keberlanjutan dan ekonomi yang adil dari LRFFT di kawasan CT (Schroeder, 2010).

Investasi Pemerintah Australia dalam CTI digunakan sebagai platform untuk mempromosikan dan menggarisbawahi komitmen Pemerintah Australia untuk agenda internasional dan nasionalnya dalam isu lingkungan, termasuk adaptasi perubahan iklim, Blue Economy dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals. Hal itu termasuk dalam investasi dalam skala daerah (seperti dalam Seascapes Goals) serta investasi untuk mendukung NPOA Papua Nugini, Timor Leste dan Kepulauan Solomon. Pemerintah Australia telah berkomitmen untuk memberikan dukungan kepada CTI secara bertahap . Tahap pertama dari dukungan berfokus pada membangun institusi dan momentum berkembangnya CTI. Tahap

66 kedua dari dukungan difokuskan untuk mendukung Seascapes Goals dari RPOA, membantu dalam pembentukan Sekretariat Regional dan membangun kapasitas individu dan masyarakat untuk berkembang dalam industri dan mata pencaharian berkelanjutan. (AUS, 2014). Tahap ketiga merupakan dukungan dalam investasi skala regional. Australia telah menginvestasikan dana sebesaar AUD$ 8,5 juta dari program donasi Australia Aid.

Dalam 3 CTI Ministerial Meeting, Menteri Lingkungan, Air, Populasi dan

Komunitas Berkelanjutan Australia, Hon Tony Burke mengatakan bahwa kawasan CT sangat penting untuk keamanan ekonomi dan sumber makanan di kawasan tersebut, dengan keahlian Australia yang diakui secara global di bidang kelautan dan penelitian, perencanaan dan manajemen pesisir, Australia sangat dan akan terus mendukung kegiatan di bawah CTI (AusAID, 2011). Berbagai stakeholder Australia terlibat dalam kegiatan dan mendukung CTI, termasuk lembaga penelitian dan pendidikan, perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah, organisasi masyarakat, negara / pemerintah regional dan pemerintah daerah. Pengalaman, pengetahuan dan keahlian dari para pemangku kepentingan tersebut sangat berharga, dan Pemerintah

67 Australia akan berusaha untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan dan dukungan pelaksanaan CTI.

ADB Regional Technical Assistance for Regional Cooperation in Knowledge Management, Policy, and Institutional Support to the Coral Triangle Initiative (TA 7307-REG) merupakan dukungan pertama bagi CTI. Salah satu isu utama TA bertujuan untuk mengatasi kurangnya aksesibilitas informasi dalam pengambilan keputusan untuk suatu kebijakan .Pada lokakarya regional pertama yang diadakan di markas ADB di Manila, Filipina pada tanggal 26-27 April 2012, perwakilan stakeholder, termasuk mitra pembangunan utama dari CT6, dan ADB sepakat untuk mempersempit fokus TA dalam tiga bidang antara lain pertama pendanaan berkelanjutan, kedua, ekonomi lingkungan dan pembayaran untuk jasa ekosistem, dan ang ketiga penyusunan Laporan CT6 (Coral Triangle Knowledge Network, 2013).

GEF adalah sebuah organisasi keuangan independen yang beranggotakan 182 pemerintah anggota yang memiliki kemitraan dengan lembaga-lembaga internasional, LSM, dan sektor swasta. GEF memberikan hibah kepada negara-negara berkembang dan negara dengan ekonomi dalam transisi untuk proyek-proyek yang membahas isu-isu lingkungan global dan mempromosikan mata pencaharian yang berkelanjutan.

68 GEF memberikan hibah pada awal proyek kepada CTI sebesar US$ 75 juta (CTI-CFF, CTI-(CTI-CFF, 2009).

CI adalah organisasi nirlaba yang memiliki tujuan untuk menjamin kesehatan manusia dengan melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai mitra pendiri CTI sejak didirikan pada tahun 2007, CI bekerja pada pemberdayaan masyarakat untuk mengelola ekosistem laut secara berkelanjutan sehingga dapat mendukung kesejahteraan mereka untuk masa sekarang dan masa depan. CI juga memfasilitasi pertukaran regional dan kerjasama, dan bekerja untuk mengintegrasikan keberhasilan dan pelajaran menjadi pedoman manajemen yang dapat disesuaikan dan berbagi di seluruh wilayah (Conservation International, 2009).

TNC berperan dalam mempercepat pengembangan dan manajemen yang efektif dari Kawasan Perlindungan Laut yang tangguh dalam menghadapi perubahan iklim, tempat yang begitu ekologis penting bahwa mereka sisihkan dari penggunaan manusia yang intensif. TNC juga berbagi data dan keahlianya dengan pemerintah daerah dan nelayan untuk mendidik dan memotivasi mereka untuk membuat kebijakan yang mendorong pemanfaatan sumber daya laut berkelanjutan di luar wilayah resmi dilindungi. Dengan ilmu sebagai panduan, memungkinkan untuk

69 mencapai keseimbangan antara kebutuhan pendapatan jangka pendek dan pelestarian jangka panjang perikanan.

TNC memiliki beberapa wilayah prioritas sebagai kawasan yang memiliki potensi kerusakan tinggi dan berdamapak besar bagi ekosistem kelautan di CT antara lain Taman Nasional Wakatobi, Kepulauan Raja Ampat, Kepulauan Derawan, Kimbe Bay, Laut Bismarck dan Pulau Solomon. Di setiap tempat tersebut dan lainnya, mereka membangun kemitraan yang kuat dengan masyarakat, industri dan lembaga pengambil keputusan. TNC membuat beragam penelitian, menyalurkan dana yang dibutuhkan, membantu penduduk untuk membuat matapencaharian yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesadaran dan kebanggaan nasional (The Nature Coservancy, 2009)

Di tingkat nasional, WWF fokus pada kawasan yang ditargetkan sebagai prioritas utama NPOA. Di tingkat regional, program regional WWF fokus pada membawa isu yang memungkinkan untuk diatasi oleh sehingga dapat diambil tindakan secara regional. Di Kepulauan Solomon, WWF mendukung Tetepare Descendants Association (TDA) yaitu sekelompok penduduk lokal yang memastikan masa depan mata pencaharian mereka dengan mengelola sumber daya laut dan tanah

70 mereka secara berkelanjutan. WWF membantu TDA mengelola sumber daya laut, memonitoring terumbu karang, dan mengumpulkan data tentang penyu yang terancam punah dan memastikan sarang mereka terlindungi (WWF, 2008).

Coral Triangle Center (CTC) adalah lembaga independen yang berfokus pada penguatan kapasitas lokal untuk konservasi laut melalui situs pembelajaran kawasan laut lindung, pelatihan, dan fasilitasi kemitraan swasta publik dan jaringan di Coral Triangle. CTC juga salah satu penyelenggara inti dari Forum Women Leader CTI-CFF dan CTI-CTI-CFF Regional Bisnis Forum. Visinya adalah untuk menginspirasi dan melatih generasi untuk merawat ekosistem pesisir dan laut.

E. Coral Triangle Initiative sebagai “Green Business” Baru

Dampak global warming dan permasalahan lingkungn lainnya yang semakin kompleks menjadikan tren produk hasil aktivitas manusia berubah dari konvensional menjadi serba hijau, mulai dari green product, green industry, green label, green packaging, dan yang lainnya. Tren greening ini telah menjadi tuntutan pasar dengan pengelolaan yang ramah lingkungan demi keselamatan dan kelestarian lingkungan dari dampak global warming. Dari tren inilah dikenalkan konsep green business yang

71 memiliki pemahaman bisnis yang menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan lingkungan, termasuk pengelolaan bahan baku, pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya (Sulistyowati, 2015).

Hal yang menarik di dalam CTI, mereka menghimpun tidak hanya mitra penyalur dana dan kelompok kepentingan saja tetapi juga mitra ekonomi bisnis untuk menawarkan investasi hijau di kawasan CT. Konsep green business yang sedang tren dimanfaatkan untuk tujuan RPOA melalui jalur ekonomi swasta maupun publik. Dibukanya kemitraan sektor ekonomi membuat CTI menyelenggarakan suatu forum untuk mewadahi peluang bisnis di kawasan CT. Pada Januari 2010, Filipina bersama WFF menjadi tuan rumah dan penyelenggara 1 CTI Bussiness Summit yang mememiliki tujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pemimpin ekonomi bisnis untuk mengeksplorasi munculnya peluang investasi hijau, blue economy, jaringan dan menjalin kemitraan dengan perusahaan lain dan industri yang bergantung pada sumber daya alam CT dan memberikan arahan untuk mengadopsi operasi bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan (WWF, 2010) .

72 Dalam forum pertama tersebut, CTI memiliki 3 target utama untuk merangsang investasi dalam kemitraan publik-swasta yang menjamin keberlanjutan dan profitabilitas sektor-sektor kunci yang bergantung pada sumber daya laut di CT. Pertama, menginspirasi sektor-sektor kelautan berbasis sumber daya (tuna, ikan karang hidup, agen perjalanan dan pariwisata) yang beroperasi di CT untuk menangani ancaman bisnis (lingkungan, sosial dan ekonomi) melalui akses green investment yang mendukung kemitraan untuk bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam CT. Kedua, mengkatalisasikan kolaborasi antara pemerintah CT6, LSM, lembaga internasional dan sektor swasta yang mendorong kemitraan swasta-publik dan mendorong investasi berkelanjutan, dan pertumbuhan "hijau" dan bersih. Ketiga, memastikan komitmen berkelanjutan dari sektor-sektor kunci dalam mendukung tujuan negara anggota CTI menuju pembangunan berkelanjutan (WWF, 2010).

Bisnis di CT yang siap untuk berganti haluan menjadi green investment yang dapat menuai keuntungan dari peluang pasar baru dan menyelaraskan diri dengan prioritas CTI. Menurut Dr Lida Pet-Soede, Coral Triangle Business Summit dimaksudkan untuk membantu bisnis menuai keuntungan pasar melalui pengelolaan

73 yang bertanggung jawab dari lingkungan laut. Ancaman perubahan iklim dan permintaan konsumen yang meningkat untuk green products menunjukkan salah satu peningkatan kebutuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manajemen dari CT (WWF, 2009).

Tahun 2011 Malaysia bersama USCTI didaulat sebagai penyelenggaraan untuk 2��CTI Business Summit dan mengganti nama menjadi CTI Regional Business

Forum/CTI-RBF. CTI-RBF 2011 menarik 188 peserta mewakili 43% dari lembaga pemerintah, 25% dari sektor swasta dan 32% dari masyarakat sipil dan akademisi. Peserta termasuk perwakilan dari bisnis dan industri, instansi pemerintah lokal dan nasional, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga akademis yang bekerja di kawasan Coral Triangle. Para pemimpin bisnis dan industri diwakili sektor termasuk ekowisata, teknologi informasi, pengiriman dan logistik, investasi hijau, dan perikanan komersial. Masing-masing dari CT6 mengumumkan kemitraan baru dengan sektor swasta dan telah menyoroti kemajuan program sektor swasta mereka sejak 1 CTI Business Summit yang diadakan di Filipina tahun 2010.

Public-Private Partnerships (PPPs) dibentuk untuk tujuan kerjasama bersama sektor bisnis publik-privat dalam bidang tekknologi dan praktik baru skala regional

74 dan nasional yang akan melindungi spesies laut, meningkatkan hasil perikanan dan mengurangi jumlah penangkapan spesies laut. Kelompok bisnis ini akan mendukung program-program pelestarian lingkungan ekosistem laut dan pesisir serta mempromosikan Untuk masuk dalam PPPs, kelompok bisnis harus mematuhi regulasi dan telah memperoleh persetujuan dari CT6.

3 CTI-RBF 2013 di Bali fokus dalam membangun perkembangan Blue

Economy di kawasan dengan menerapkan model bisnis ekonomi baru yang secara ekonomi menguntungkan dan berkelanjutan bagi lingkungan. Blue Economy dapat membantu memperbesar upaya produksi makanan laut yang bertanggung jawab di Coral Triangle. Forum ini digunakan sebagai latform regional untuk membantu menjaga profitabilitas jangka panjang dari bisnis, kelestarian sumber daya laut yang terbatas di kawasan dan kesejahteraan jutaan orang yang secara langsung tergantung pada CT untuk makanan dan mata pencaharian (CTI-RBF, 2013)

�� CTI-CFF Regional Business Forum 2015 diadakan di Bali dengan 3

kegiatan khusus yaitu Coral Triangle Sustainable Marine Tourism Conference, Coral Triangle Marine Tourism Investment Forum, Coral Triangle Marine Tourism Expo. Forum ini sebagaian besar memfokuskan pada investasi dan pengelolaan pariwisata

75 bahari yang berkelanjutan serta pengembangan inovasi baru dalam industri pariwisata. Menurut Rili Djhani, pengelolaan sektor bisnis pariwisata bahari secara berkelanjutan akan memberikan dampak yang besar pada upaya pelestarian keanekaragaman hayati laut di kawasan Segitiga Karang serta membantu penghidupan 120 juta orang yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem laut. Kita bisa menjaga dan melestarikan sumber daya yang unik ini dengan baik dengan melibatkan berbagai lapisan pemangku kepentingan termasuk dari sektor swasta, pejabat pemerintah lokal, dan para pemimpin perempuan yang ada di kawasan Segitiga Karang (Herdiman, 2015)

CTI-RBF bagi regional sangat penting. Dengan menggandeng sector-sektor public dan swasta, CTI dapat mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan khususnya lingkungan ekosistem laut dan pesisir. Tren

“greening” yang mulai digandrungi masyarakat menciptakan peluang pasar dan

dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang semula dengan cara konvensional beralih ke ramah lingkungan. Program CSR yang diwajibkan bagi industri bisnis semakin inovatif yang mempertimbangkan keanekaragaman hayati, konservasi, dan ekosistem.

76 PPPs memberikan akses terbuka bagi proses industri dan peralihan teknologi hijau untuk perikanan dan pengembangan properti pesisir yang berkelanjutan. Pemangku kepentingan CT6 akan mengejar kemitraan sektor publik-swasta untuk menjamin keberlanjutan sumber daya laut sehingga pemerintah harus menetapkan dan menegakkan kerangka kerja untuk investasi hijau yang berkelanjutan.

Beralihnya model filantropi dari tradisional ke model bisnis hijau, membuat keterlibatan bisnis kedalam kemitraan regional dalam isu lingkungan semakin besar. Melalui RBF ini CTI mengembangkan skema program insentif, menarik investasi baru bagi kawasan, pelatihan dan peningkatan kapasitas, menilai dan monitoring, dan menerjemahkan hasil dari investasi bisnis dan program CSR swasta sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut dan pesisir segitiga karang. Dukungan dari sektor bisnis untuk pengelolaan berkelanjutan Segitiga Karang merupakan hal yang sangat baik yang tidak hanya membantu bumi ini tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan ekonomi yang solid dan berkelanjutan.

76 BAB IV

PENERAPAN DIPLOMASI INDONESIA DALAM CORAL TRIANGLE

Dokumen terkait