• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. Penerapan Diplomasi Indonesia dalam Coral Triangle Initiative

BAHAN KULTWIT NCC CTI CFF

1. Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) merupakan prakarsa enam Kepala Negara untuk meningkatkan kerjasama multilateral antar enam (6) negara meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nuigini, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon (CT6) dalam pengelolaan kawasan dan sumber daya alam secara berkelanjutan di dalam kawasan Segitiga Karang (Coral Triangle area) yang pusat kehidupan dan keanekaragaman kelautan dunia.

2. Tujuan CTI CFF meliputi :

a. Ditetapkannya beberapa kawasan prioritas “bentang laut” (seascape) yang

dikelola efektif (Designate and manage seascapes/large-scale geographies that are prioritised for investments and action, where best practices are demonstrated and expanded).

b. Diterapkannya “pendekatan ekosistem” pada pengelolaan perikanan dan

sumber daya laut lainnya (Apply an ecosystem approach to management of fisheries and other marine resources):

c. Penetapan beberapa Kawasan Konservasi Laut dan dikelola secara efektif (Establish and to manage Marine Protected Areas (MPAs), including ccommunity-base resource utilization and management);

d. Tersusunnya tata cara dan metode penanganan adaptasi terhadap perubahan iklim (Achieve climate change adaptation measures for marine and coastal resources);

102 e. Tercapainya perbaikan status dan kondisi berbagai spesies yang terancam

punah di laut (Improve the status of threatened species).

3. Kontribusi utama Indonesia dalam CTI CFF adalah fasilitasi pembentukan Sekretariat Regional (ratifikasi Perjanjian Pendirian, Sekretariat Regional Interim dan perjanjian fasilitas Indonesia selaku Host Country), pembangunan Gedung Regional Sekretariat di Manado, pemilihan Direktur Eksekutif, fasilitasi dan penyelenggaraan berbagai pertemuan startegis regional..

4. CTI-CFF adalah wahana untuk meningkatkan profil diplomasi Indonesia di bidang konservasi sumber daya laut sebagai bentuk multi-layer diplomacy, yang relatif belum tersentuh. CTI-CFF memberikan peluang berinteraksi dan saling melengkapi serta mendukung mekanisme kebijakan luar negeri bilateral dengan negara-negara anggotanya khususnya di bidang kelautan.

5. CTI-CFF di bawah kepemimpinan Indonesia dapat menjadi forum yang efektif dalam memperkuat upaya pembenahan pengelolaan sumber daya laut. Berbagai upaya KKP saat ini seperti pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, pelarangan penggunaan alat dan cara tangkap ikan yang merusak ekosistem, penegakan peraturan zonasi dan tata ruang kawasan konservasi laut yang tegas dan perlindungan terhadap spesies laut yang terancam punah dapat direplikasi ke skala regional melalui CTI-CFF. Replikasi tersebut sejalan dengan Goals CTI-CFF, terutama Ecosystem Approach to Management of Fisheries Fully Applied, Marine Protected Areas Established and Effectively Managed dan Threatened Species Status Improved.

6. Sebagai penggagas CTI-CFF, Indonesia dapat lebih berperan untuk menentukan arahan masa depan organisasi yang dapat disesuaikan dengan kepentingan

103 nasional serta disinergikan dengan kebijakan Indonesia di kawasan. Kepemimpinan dan peran strategis Indonesia dalam CTI CFF sangat sejalan dengan visi KKP yang mengandung tiga (3) esensi utama yaitu kedaulatan (sovereignty), keberlanjutan (sustainability) dan kemakmuran (prosperity) dan misi KKP untuk memperkuat jati diri sebagai negara maritim/kepulauan.

7. Indonesia dapat mengambil berbagai manfaat sebagai berikut :

a. Anggota CI-CFF yang meliputi negara-negara Kawasan Pasifik yang memiliki cadangan sumber daya laut yang besar, dan CTI dapat menjadi sarana tambahan yang melengkapi upaya untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia.

b. Indonesia dapat mengembangkan kapasitas konservasi sumber daya laut, perlindungan dan pelestarian sumber-sumber perikanan yang bermigrasi secara lintas batas negara

c. Keanggotaan Indonesia dalam CTI-CFF dapat mendukung upaya diplomasi Indonesia di dalam organisasi regional yang bergerak dibidang sumber daya laut seperti Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang telah diratifikasi dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2007, Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) yang diratifikasi dengan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2007 dan Western-Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) dimana Indonesia telah menjadi

cooperating non-member” dan sedang dalam proses menjadi anggota penuh; d. Terangkatnya profil dan reputasi Indonesia di dunia internasional sebagai tuan

rumah dari sekretariat sebuah kerjasama regional;

e. Dampak positif dari segi pembangunan ekonomi lokal dapat diharapkan sejalan dengan didirikan dan beroperasinya sebuah organisasi regional bagi Kota Manado dan Provinsi Sulawesi Utara.

104 8. Inisiatif dan keikutsertaan Indonesia dalam CTI-CFF merupakan bagian dari

upaya Indonesia untuk mentaati (“comply with”) dengan berbagai ketentuan

internasional baik berupa perjanjian internasional yang telah diratifikasi maupun international guidelines meliputi :

a. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (1982 UNCLOS) b. Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations

Convention on the Law of the Sea on 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (United Nations Implementing Agreement/UNIA) 1995 c. Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) 1995

d. United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD) 1992

e. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) 1992 dan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change 1997

f. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) 1973

9. Melalui CTI CFF, Indonesia bisa menerapkan pendekatan ekosistem dan pengelolaan bersama untuk perikanan yang berkelanjutan dan penguatan jejaring Coral Triangle Marine Protected Area (CTMPA) untuk melindungi ikan tuna, ikan karang dan ikan ekonomis penting lainnya pada masa/proses pemijahan di kawasan daerah perlindungan laut (marine protected area/MPA). Indonesia bisa melakukan kolaborasi dan kerja sama yang berkelanjutan untuk mencegah kegiatan IUU Fishing lintas batas/negara dan kegiatan perdagangan ikan karang hidup illegal.

10.Indonesia bisa mengedepankan pentingnya penyusunan kerangka kebijakan regional untuk dapat dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat pada perdagangan ikan karang hidup, termasuk eksportir dan importer seperti pengembangkan Cyanide Detection Test (CDT) yang akurat, pembentukan fasilitas laboratorium pada titik-titik pengumpulan ikan karang utama, pembentukan sistem monitoring dan pengumpulan data regional yang dapat memberikan data yang bermanfaat,

105 akurat dan tepat, pelarangan atau pembatasan perdagangan, khususnya bagi spesies ikan karang yang sudah hampir punah seperti Napoleon wrasse (Cheilinus undulates).

11.Indonesia bisa mengambil peran strategis wadah yang dibangun CTI CFF yaitu Live Reef Fish Food Trade Inter-Governmental Forum (LRFFT). Upaya reformasi dan diplomasi perikanan Indonesia khususnya untuk perdagangan ikan karang hidup bisa difasilitasi melalui wadah ini dengan mendorong penguatan dalam negeri dan sinergi dengan negara-negara CTI dan Asia Tenggara yang menjadi pemasok sekaligus ekportir utama ikan karang hidup khususnya untuk dua tempat tujuan ekspor utama, China, Hong Kong dan Taiwan.

12.Hingga saat ini telah terbentuk 9 (Sembilan) Kelompok Kerja yang masing-masing menangani Kawasan Perlindungan Laut, Bentang Laut, Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem, Adaptasi Perubahan Iklim, Spesies Laut Terancam Punah, Mekanisme Koordinasi, Sumberdaya Keuangan dan Monitoring dan Evaluasi. Kelompok Kerja tersebut telah menghasilkan berbagai produk berupa sistem, panduan dan kerangka kerja untuk memastikan bahwa kegiatan dilakukan dengan metode yang tepat, memiliki ukuran yang disepakati bersama dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

Dokumen terkait