• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Uangkita Terjaga, Kualitas Pelaksanaan APBN Meningkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengelolaan Uangkita Terjaga, Kualitas Pelaksanaan APBN Meningkat"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan #Uangkita Terjaga,

K I N E R J A D A N F A K T A

Edisi Desember 2018

APBN KITA

(2)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

“Kami sudah membuat layanan informasi dan konsultasi melalui website dan teleconference. Jadi, ongkos 46 kali ke pusat itu bisa dipakai untuk bangun jembatan,

memperbaiki pasar, air bersih yang berguna bagi masyarakat. Saya mohon pemda mengurangi kunjungannya ke pusat”

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

(3)

A

Hingga akhir bulan November 2018, penerimaan pendapatan negara dan hibah telah terealisasi sebesar Rp1.662,94 triliun atau mencapai 87,77 persen dari target penerimaannya pada APBN 2018.

Pertumbuhan realisasi penerimaan PPh nonmigas sebesar 15,01 persen (yoy) didominasi oleh pertumbuhan penerimaan komponen utama PPh nonmigas yaitu PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh 25/29 OP yang tercatat tumbuh berturut-turut sebesar 27,28 persen (yoy), 22,05 persen (yoy), dan 20,86 persen (yoy).

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir November 2018 sebesar Rp1.942,93 triliun (87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018), tumbuh 11,06 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan November 2018 mencapai Rp717,07 triliun atau 93,59 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer

Keberlanjutan fiskal sampai akhir November 2018 masih tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga November 2018

Ringkasan Eksekutif

O

utlook pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2018 diperkirakan masih dalam rentang target yang ditetapkan dan diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan di tahun 2019. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan PDB. Stabilitas ekonomi nasional juga tetap terus terjaga dengan tingkat inflasi yang terkendali disertai dengan tren penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat akhir-akhir ini. Namun, risiko ketidakpastian situasi ekonomi dan keuangan global masih perlu tetap diwaspadai pemerintah dan kinerja perdagangan internasional diharapkan akan lebih baik pada Triwulan IV tahun 2018.

(4)

A

yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan Perpajakan dan PNBP tetap tumbuh berturut-turut sebesar 15,27 persen (yoy) dan 31,54 persen (yoy).

Penerimaan perpajakan terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp1.136,66 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp164,82 triliun atau masing-masing mencapai sebesar 79,82 persen dan 84,91 persen dari target APBN tahun 2018. Komponen realisasi penerimaan pajak secara yoy tumbuh sebesar 15,35 persen. Jika tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan tax amnesty pada tahun 2017, maka realisasi penerimaan pajak mampu tumbuh sebesar 16,77 persen (yoy). Faktor yang mendorong pertumbuhan penerimaan pajak diantaranya yaitu kontribusi PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan dan orang pribadi (OP), serta PPN Impor yang mampu tumbuh cukup tinggi. Lebih lanjut, secara yoykomponen dari penerimaan Kepabeanan dan Cukai keseluruhannya tetap tumbuh mencapai 14,70 persen. Hal ini didukung oleh komponen penerimaan dari cukai dan bea masuk (BM) yang masih terus tumbuh positif, seiring dengan pertumbuhan penerimaan dari bea keluar (BK) yang tumbuh signifikan dengan angka pertumbuhan tertinggi diantara komponen

penerimaan tersebut.

Pertumbuhan realisasi penerimaan PPh nonmigas sebesar 15,01 persen (yoy) didominasi oleh pertumbuhan penerimaan komponen utama PPh nonmigas yaitu PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan, dan PPh 25/29 OP yang tercatat tumbuh berturut-turut sebesar 27,28 persen (yoy), 22,05 persen (yoy), dan 20,86 persen (yoy). Pertumbuhan penerimaan tersebut didukung oleh beberapa faktor diantaranya masih tetap tumbuhnya aktivitas perdagangan internasional Indonesia dan kinerja positif yang ditunjukkan oleh beberapa sektor usaha di dalam negeri. Selain itu, faktor masih terjadinya apresiasi nilai dollar Amerika terhadap rupiah juga menjadi pendorong secara tidak langsung terhadap pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas. Dari sisi penerimaan PPh migas, tercatat masih tumbuh secara signifikan sebesar 26,66 persen (yoy), dimana pertumbuhan utamanya dipengaruhi oleh faktor peningkatan harga ICP.

Komponen penerimaan pajak yang bersumber dari penerimaan PPN dan PPnBm tercatat masih tumbuh mencapai 14,11 persen (yoy). Kinerja konsumsi dalam negeri dan kegiatan impor yang masih terus meningkat masih menjadi faktor pendorong pertumbuhan bagi penerimaan PPN impor dan PPN dalam negeri (DN), dimana masing-masing tumbuh 26,55 persen (yoy) dan 8,45 persen (yoy). Penerimaan PPnBM impor, realisasi capaiannya

mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,60 persen (yoy), sedangkan PPnBM DN pertumbuhannya sebesar -2,89 persen (yoy), sedikit meningkat jika dibandingkan pertumbuhan penerimaannya pada periode bulan sebelumnya (-3,96 persen secara yoy).

Sementara itu, kinerja positif pertumbuhan penerimaan juga ditunjukkan oleh komponen penerimaan perpajakan yang bersumber dari penerimaan Kepabeanan dan Cukai. Realisasi penerimaan dari Cukai tumbuh sebesar 13,18 persen (yoy), penerimaan BM tumbuh mencapai 13,11 persen (yoy), dan penerimaan BK tetap tumbuh mencapai 76,24 persen (yoy). Pertumbuhan penerimaan Kepabeanan dan Cukai masih didukung oleh faktor peningkatan aktivitas perdagangan internasional, dampak positif kebijakan Kepabeanan dan Cukai melalui program PIBT dan PCBT, serta peningkatan harga komoditas internasional.

Realisasi komponen penerimaan Cukai yang bersumber dari penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tumbuh mencapai 12,86 persen (yoy). Penerimaan CHT pertumbuhannya masih didukung oleh faktor meningkatnya produksi hasil tembakau (HT) sebagai dampak positif implementasi kebijakan program pemberantasan peredaran rokok illegal. Kenaikan tarif efektif

cukai pada produk HT yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan rata-rata tarifnya di 2018 juga turut mendorong tetap tumbuhnya penerimaan CHT. Lebih lanjut, realisasi penerimaan yang bersumber dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) mampu tumbuh mencapai 15,37 persen (yoy), sedangkan cukai yang bersumber dari penerimaan etil alkohol (EA) mengalami pertumbuhan sebesar -3,64 persen (yoy).

Aktivitas impor yang masih tumbuh dan dampak positif implementasi program PIBT menjadi pendorong pertumbuhan komponen penerimaan dari BM, dimana masih melanjutkan tren positif dari periode sebelumnya. Masih terus tumbuhnya aktivitas impor khususnya bahan baku penolong untuk sektor industri pengolahan (manufaktur), menunjukkan indikasi masih terus terjaganya pertumbuhan industri di dalam negeri. Disamping itu, aktivitas ekspor minerba yang terus meningkat dan masih tingginya permintaan produk Indonesia di luar negeri, menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan positif penerimaan BK hingga jelang akhir tahun 2018.

(5)

A

tumbuh sebesar 31,54 persen jika dibandingkan dengan realisasi PNBP pada November 2017. Kenaikan rata-rata harga komoditas minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari-November 2018 yang terus berlanjut menjadi faktor utama yang menyebabkan peningkatan realisasi PNBP. Realisasi PNBP SDA pada periode ini mencapai Rp163,75 triliun dengan pertumbuhan mencapai 60,42 persen (yoy). Realisasi PNBP SDA ini terutama didukung oleh penerimaan SDA migas yang mencapai Rp119,83 triliun yang tumbuh 72,86 persen (yoy). Peningkatan penerimaan SDA secara umum dan migas secara khusus ini disebabkan oleh tren peningkatan ICP. Rata-rata ICP Januari-November 2018 sebesar USD68,62 per barel, dimana lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar USD50,29 per barel. Di sisi lain, realisasi PNBP SDA Non Migas pada November 2018 telah mencapai Rp33,92 triliun atau sebesar 145,42 persen dari target APBN 2018 yang tumbuh sebesar 27,89 persen (yoy). Peningkatan realisasi penerimaan PNBP SDA Non Migas ini salah satunya dipicu oleh peningkatan kenaikan rata-rata harga batubara acuan (HBA) pada periode Januari–November 2018 yang mencapai USD99,55 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar USD85,18 per ton.

Sementara itu, Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan telah mencapai Rp45,04 triliun hingga November 2018 atau sebesar 100,77 persen dari target APBN tahun 2018 atau tumbuh sebesar 3,64 persen (yoy). Di sisi komponen PNBP Lainnya hingga November 2018 telah mencapai Rp105,71 triliun atau sebesar 126,22 persen dari target APBN tahun 2018 serta mengalami pertumbuhan 20,25 persen (yoy). Di sisi lain, Pendapatan BLU hingga November 2018 telah mencapai Rp46,37 triliun atau sebesar 107,08 persen dari target APBN tahun 2018 atau tumbuh 17,30 persen (yoy).

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir November 2018 sebesar Rp1.942,93 triliun (87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018), tumbuh 11,06 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.225,86 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp717,07 triliun. Membaiknya kinerja penyerapan tersebut seiring dengan komitmen Pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan November 2018 juga tumbuh 16,78 persen jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi

Belanja Pemerintah Pusat tersebut terutama didorong oleh realisasi Belanja Bantuan Sosial (bansos) yang telah mencapai Rp73,38 triliun (tumbuh 36,70 persen) dan Subsidi yang mencapai Rp182,69 triliun (tumbuh 39,79 persen). Perbaikan kinerja belanja bansos tersebut antara lain dipengaruhi adanya percepatan penyaluran bansos yang dilakukan Pemerintah di tahun 2018, seperti PKH, bidik misi, dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Program JKN.

Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir November 2018 mencapai Rp182,69 triliun atau 116,94 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun 2018. Realisasi belanja subsidi tersebut meliputi subsidi energi Rp130,43 triliun dan subsidi non energi Rp52,26 triliun. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir November 2018 lebih besar Rp52,00 triliun atau 39,79 persen dibandingkan realisasi belanja subsidi pada periode yang sama tahun 2017. Lebih tingginya realisasi belanja subsidi sampai dengan bulan November 2018 tersebut terutama disebabkan oleh realisasi belanja subsidi energi yang dipengaruhi pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar rupiah (kurs), serta pembayaran kurang bayar belanja subsidi tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah akan secara konsisten melakukan pengelolaan belanja

subsidi yang sangat penting dalam upaya menjaga daya beli masyarakat, dengan tetap memperhatikan realisasi asumsi ekonomi makro APBN dan kesinambungan pengelolaan keuangan negara.

(6)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

PEMBIAYAAN ANGGARAN KESEIMBANGAN PRIMER

SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B) BELANJA NEGARA (B)

dalam miliar Rupiah PENDAPATAN

NEGARA (A)

APBN 2018 Realisasi

s.d. 30 Nov

% thd APBNP

1,894,720.4

2,220,657.0

(87,329.5)

(325,936.6)

325,936.6

1,662,937.8

1.942.926,4

(28.876,1)

(279.988,6)

346.157,6

87.8%

87.5%

33.1%

106.2%

REALISASI APBN 2018

s/d 30 NOVEMBER 2018

Keberlanjutan fiskal sampai akhir

November 2018 masih tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga November 2018 mencapai Rp279,99 triliun atau 1,89 persen terhadap PDB,merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama. Realisasi defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit di periode yang sama tahun sebelumnya, baik secara nominal (sebesar Rp349,64 triliun) maupun persentase terhadap PDB (2,59 persen). Selain itu, posisi keseimbangan primer hingga November 2018 berada pada posisi negatif Rp28,88 triliun, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama. Keseimbangan primer yang menuju kearah positif tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah yang tetap

menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan. Hingga November 2018, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp346,16 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp361,91 triliun atau sekitar 90,65 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp369,44 triliun (89,12 persen dari target APBN tahun 2018) dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp7,53 triliun (49,2 persen dari target APBN tahun 2018). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi pembiayaan utang hingga November 2018 mengalami penurunan dengan tumbuh negatif 18,64 persen. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk terus menjaga APBN tahun 2018 agar tetap kredibel, aman dan terpercaya.

(7)

A

Realisasi APBN sampai dengan akhir November

2018

C

apaian positif tercermin dalam realisasi APBN hingga periode 30 November 2018, baik dari sisi pendapatan negara maupun belanja negara. Kondisi tersebut juga didukung oleh strategi pengendalian defisit anggaran yang hingga saat ini masih dapat dijaga di bawah target APBN. Rasio defisit anggaran 1,89 persen terhadap PDB, dan defisit keseimbangan primer Rp28,88 triliun, merupakan angka terendah dalam 5 tahun terakhir pada periode yang sama.

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.662,94 triliun, tumbuh sebesar 18,80 persen (yoy) atau 87,77 persen dari target dalam APBN tahun 2018, lebih baik dibandingkan realisasi pendapatan negara tahun 2017 yang mencapai Rp1.399,81 triliun atau 80,63 persen dari targetnya. Penjelasan rincian realisasi pendapatan negara sebagai berikut:

a. Laju realisasi penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 15,27 persen (yoy) atau mencapai Rp1.301,47 triliun (80,43 persen dari target APBN tahun 2018), terutama bersumber dari:

• Penerimaan Pajak tumbuh sebesar 15,35 persen (yoy) dengan capaian sebesar Rp1.136,66 triliun atau 79,82 persen dari target APBN tahun 2018.

• Penerimaan bea dan cukai tumbuh sebesar 14,70 persen (yoy) dengan capaian sebesar Rp164,82 triliun atau 84,91 persen dari target APBN tahun 2018.

b. Realisasi PNBP juga menunjukkan pertumbuhan signifikan dan sangat positif yaitu sebesar 31,54 persen (yoy) yang mampu membukukan nilai realisasi sebesar Rp350,86 triliun atau 127,39 persen dari target APBN tahun 2018.

c. Sementara itu, penerimaan hibah juga mengalami peningkatan sebesar 166,87 persen (yoy) dengan nilai nominal Rp10,60 triliun atau 885,75 persen dari target APBN tahun 2018, meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar Rp3,97 triliun atau 127,81 persen dari target APBN/P tahun 2017.

Selanjutnya, untuk kinerja penyerapan belanja negara meningkat 11,06 persen (yoy) yang mencapai

Rp1.942,93 triliun atau 87,49 persen dari pagu APBN tahun 2018 dengan rincian sebagai berikut:

a. Belanja pemerintah pusat tumbuh 16,78 persen (yoy), dengan capaian Rp1.225,86 triliun atau 84,28 persen dari pagu. Kontribusi belanja negara ini didukung oleh :

• belanja K/L yang meningkat sebesar 11,96 persen (yoy) dengan nominal Rp666,43 triliun atau 78,64 persen dari pagu ;

• belanja Non K/L naik 23,10 persen (yoy) yang mencapai Rp559,42 triliun atau 92,15 persen dari pagu.

b. Sedangkan TKDD tumbuh sebesar 2,48 persen (yoy) dengan capaian Rp717,07 triliun atau 93,59 persen dari pagu APBN tahun 2018, diantaranya adalah :

• Transfer ke Daerah meningkat sebesar 2,77 persen (yoy) dengan nominal

Rp662,64 triliun atau 93,84 persen dari pagu.

• Dana Desa sedikit mengalami penurunan sebesar 0,99 persen (yoy) dengan capaian Rp54,43 triliun atau 90,71 persen dari pagu.

(8)

A

O

utlook pertumbuhan ekonomi nasional hingga akhir tahun 2018 diperkirakan masih berada pada kisaran target yang ditetapkan sebesar 5,1 hingga 5,2 persen. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2018 karena adanya masa libur, peningkatan kegiatan sosial terkait tanggap bencana, dan memasuki kampanye. Konsumsi pemerintah juga perlu dioptimalkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan IV tahun 2018. Investasi (PMTB) diperkirakan tetap tumbuh di atas 6 persen dengan adanya dukungan penyelesaian pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan impor diperkirakan masih lebih tinggi dari ekspor sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik meskipun terdapat kecenderungan ekspor akan tumbuh lebih tinggi di akhir tahun sebagai upaya pelaku usaha untuk mencapai target ekspor tahunan.

Neraca perdagangan bulan Oktober 2018 mencatatkan defisit sebesar USD1,82 miliar, dimana pada bulan sebelumnya (September) mencatat surplus sebesar USD314 juta. Sehingga, secara kumulatif, defisit Januari–Oktober 2018 tercatat sebesar USD5,51 miliar. Defisit neraca perdagangan pada Oktober 2018 terjadi karena nilai ekspor hanya meningkat sebesar 5,87 persen dari USD14,92 miliar pada September 2018 menjadi USD15,8 miliar pada bulan Oktober 2018. Sementara itu, nilai impor pada periode yang sama meningkat sebesar 20,6 persen dari USD14,61 miliar menjadi USD17,62 miliar. Dari sisi ekspor, peningkatan bersumber dari ekspor sektor

manufaktur (meskipun masih terbatas) terutama perhiasan/permata dan ekspor pertambangan seperti batu bara, tembaga dan perak. Ekspor migas juga meningkat didorong oleh kenaikan harga minyak mentah dan gas. Dari sisi impor, peningkatan bersumber dari peningkatan impor bahan baku terutama bahan bakar

dan pelumas dan bahan bakar motor (migas). Sementara untuk impor nonmigas adalah mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, mesin dan peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik.

Perkembangan harga di tingkat konsumen hingga November 2018 menggambarkan stabilitas ekonomi domestik yang tetap terjaga. Laju inflasi tercatat sebesar 0,27 persen (mtm) atau 2,50 persen (ytd) atau 3,23 persen (yoy). Inflasi pada November 2018 terutama dipengaruhi oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring

meningkatnya permintaan menjelang akhir tahun serta kenaikan harga beberapa komoditas pangan, seperti bawang merah karena faktor cuaca dan beras seiring masuknya musim tanam. Pada bulan Desember 2018, tekanan inflasi diperkirakan berasal dari faktor kenaikan harga pangan karena pergantian musim serta peningkatan permintaan menjelang Natal dan liburan akhir

tahun. Pemerintah terus berupaya untuk menjaga stabilitas harga di akhir tahun sehingga inflasi diperkirakan terkendali di kisaran 3,2 persen (yoy).

Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah mulai mengalami penurunan pada November 2018 dan akan sedikit mengalami tekanan pada Desember 2018. Per Akhir November 2018 nilai tukar rupiah tercatat pada level Rp14.577,0 per dolar Amerika Serikat, atau terdepresiasi sebesar 7,64 persen (ytd). Perkembangan penguatannilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi olehrisk apetite dan kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam meningkatkan kinerja ekonomi nasional. Bank Indonesia pada November 2018 melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen guna mengantisipasi kenaikan suku bunga global pada Desember 2018 telah direspon positif Stabilitas Ekonomi Masih terjaga untuk menopang

(9)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan oleh investor. Posisi cadangan devisa

Indonesia pada akhir November 2018 tercatat sebesar USD117,2 miliar, atau meningkat USD2,0 miliar dibandingkan cadangan devisa pada akhir Oktober 2018 sebesar USD115,2 miliar. Posisi cadangan devisa Indonesia tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Kondisi cadangan devisa tersebut diharapkan mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan nasional. Selanjutnya, penguatan nilai tukar Rupiah tersebut berimbas pada penurunan rata-rata tingkat SPN 3 bulan dimana pada lelang terakhir (21 November 2018), yield yang dimenangkan sebesar 5,796 persen, sehingga rata-rata yield selama Januari-November 2018 tercatat sebesar 4,95 persen dibawah target sebesar 5 persen.

Kedepan, Pemerintah akan terus berupaya mengantisipasi risiko-risiko yang ada dan memperkuat fundamental ekonomi guna menopang kondisi perekonomian nasional di tahun 2019. Penguatan posisi Transaksi Berjalan tetap akan memperoleh perhatian

(10)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

PENYER AHAN DIPA

PETIK AN 2019 DI DAER AH

Foto: Biro KLI

D

alam hitungan hari tahun fiskal 2018 akan berakhir. Tak lama lagi pemerintah akan memasuki tahun fiskal 2019. Penyerahan DIPA menjadi tahapan pertama pelaksanaan anggaran yang merupakan fase ketiga siklus APBN. Siklus APBN meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

Penyerahan DIPA merupakan simbol penyerahan otorisasi dari Presiden (Chief Executive Officer) kepada Chief Operating Officer (COO). Merujuk UU 17 Tahun 2003 dan UU 1 Tahun 2004, COO terdiri dari Menteri/ Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/ Walikota. Pernyerahan otorisasi menjadi langkah awal para COO menjalankan program-program yang telah direncanakan. Terlebih

dahulu, pemerintah bersama DPR resmi menyetujui UU APBN 2019 pada 31 Oktober 2018 dengan mengusung tema “APBN untuk Mendorong Investasi dan Daya Saing Melalui Pembangunan (Investasi) Sumber Daya Manusia”. Besaran belanja negara pada 2019 ditetapkan sebesar Rp2.461,1 triliun, sementara pendapatan negara sebesar Rp2.165,1 triliun. Perkiraan defisit sebesar 1,84 persen terhadap PDB.

Penyerahan DIPA yang lebih dini merupakan langkah jitu dalam upaya percepatan penyerapan anggaran. Penyerahan DIPA pada awal waktu memberikan lebih banyak waktu bagi COO untuk melakukan persiapan dengan lebih baik sehingga COO dapat segera menjalankan programnya mulai 2 Januari 2019. Semakin cepat penyerapan DIPA semakin banyak Stabilitas Ekonomi Masih terjaga untuk menopang

(11)

A

program stategis yang tercapai. Adapun program strategis pada APBN 2019 antara lain: (1)Pertama, penguatan bidang kesehatan yang salah satunya difokuskan pada program penurunan stunting terintegrasi dengan melakukan intervensi gizi di 160 kabupaten/ kota. (2)Kedua, penajaman anggaran pendidikan melalui peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan penyelarasan dengan kebutuhan industri, serta pengalokasian dana abadi penelitian. (3)Ketiga, penguatan program perlindungan sosial melalui peningkatan besaran manfaat program keluarga harapan. (4)Keempat, pengelolaan khusus dana penanggulangan bencana alam (pooling fund) untuk kegiatan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana alam. (5) Kelima, percepatan pembangunan

infrastruktur dengan melibatkan peran swasta dan BUMN dalam mendukung pembangunan infrastruktur melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan skema Availibility Payment. (6) Keenam, pengalokasian DAU Tambahan untuk pembangunan sarana dan prasarana kelurahan serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan sebesar Rp3,0 triliunyang ditujukan kepada 8.212 kelurahan..

Penyerahan DIPA Petikan Tahun 2019 oleh Presiden telah dilaksanakan pada 11 Desember 2018 kepada para Menteri dan Gubernur. Di seluruh Indonesia, penyerahan DIPA Petikan 2019 dilaksanakan 12-18 Desember 2018 oleh Gubernur. Gubernur didampingi Kepala Kanwil DJPb Kemenkeu menyerahkan petikan DIPA kepada Bupati/Walikota dan Kepala

Satuan Kerja lingkup wilayahnya.

Menilik belanja yang dialokasikan di daerah, dalam APBN 2019 pemerintah menyiapkan TKDD sebesar Rp826,8 triliun. Terdiri dari Transfer ke Daerah sebesar Rp756,8 Triliun dan Dana Desa sebesar Rp70,0 Triliun. Selain itu terdapat belanja dengan kewenangan dekonsentrasi/tugas pembantuan. Secara tren, belanja yang dialokasikan di daerah selalu meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah APBN. Bersamaan dengan penyerahan DIPA tersebut, kampanye value for money APBN perlu terus didengungkan. Beberapa hal yang akan dilakukan dalam penerapan konsep Value for Money adalah sebagai berikut:

Mempersiapkan program-program pembangunan tahun 2019 dengan baik agar dapat berjalan efektif sejak awal Januari 2019 dan memberikan manfaat seluas-luasnya pada masyarakat. Untuk itu, agar dapat dilakukan persiapan lelang lebih awal.

Memastikan agar alokasi anggaran difokuskan pada kegiatan utama, yang langsung dirasakan masyarakat, dan melakukan pembatasan dan penghematan belanja-belanja pendukung seperti biaya rapat, perjalanan dinas, dan honorarium.

Melakukan pemantauan efektifitas kegiatan dan anggaran secara berkala agar semua program Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah

berjalan maksimal, sembari terus melakukan perbaikan.

Menghilangkan penyalahgunaan anggaran, baik dalam bentuk pemborosan, mark-up, maupun perbuatan menyimpang lainnya. Untuk itu, Pimpinan instansi harus ikut serta dalam melakukan pengawasan, serta mengoptimalkan dukungan aparat pengawas intern di masing-masing K/L dan Pemda.

Memperbaiki koordinasi dan sinergi baik antar Kementerian, antar Pemerintah Daerah, maupun antara pusat dan daerah untuk bisa mengefisienkan dan mengefektifkan pencapaian output kegiatan pembangunan.

Melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada publik mengenai kegiatan, anggaran, dan hasil-hasil output yang dicapai, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang utuh dan benar mengenai program kerja Pemerintah dan hasilnya.

Konsep value for money APBN perlu ditularkan ke daerah demi terciptanya efektifitas dan efisiensi belanja. Celah fiskal daerah perlu terus diperbesar demi kemandirian. Pembangunan insfrastruktur dan peningkatan kesejahteraan daerah tidak lagi bergantung pada pusat. Sehingga tujuan kebijakan fiskal untuk mencapai kesejahteraan dapat tercapai.

(12)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

S

alah satu tantangan besar Indonesia adalah penguatan desa menuju desa membangun yang kuat dan mandiri. Hal ini selaras dengan Nawacita ke-3 yaitu “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Dalam mewujudkan cita-cita Nawacita tersebut, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang salah satu isinya adalah memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengalokasikan Dana Desa guna mendukung tugas dan fungsi desa dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan desa sesuai kewenangan yang dimiliki.

Dana Desa sendiri merupakan dana APBN yang diperuntukkan bagi

desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota dan diprioritaskan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan besaran 10 persen dari dan di luar Dana Transfer ke Daerah secara bertahap. Dana Desa yang dialokasikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2015 Dana Desa yang dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun dan meningkat menjadi Rp46,98 triliun di tahun 2016. Jumlah ini kembali meningkat menjadi Rp60 triliun di tahun 2017. Adapun jumlah Dana Desa tahun 2018 sama dengan tahun sebelumnya.

Besarnya alokasi dana dan wewenang yang diterima oleh desa tentu perlu disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Pemerintah desa harus dapat menerapkan prinsip akuntabilitas

DESA BERK ARYA

UNTUK NEGERI

Laporan Utama

Foto:

(13)

A

dalam tata pemerintahannya, dimana setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan. Namun, pada kenyataannya alokasi dana dan wewenang yang telah diterima oleh desa belum diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Tingkat pendidikan aparat desa yang relatif rendah dan tidak merata adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Sementara itu besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa tentu saja memiliki risiko yang tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi aparat pemerintah desa. Oleh karena itu, pemahaman terkait pengelolaan Dana Desa perlu ditingkatkan kembali guna menciptakan tata kelola pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan.

Berbekal semangat tersebut, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) c.q. Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan (Pusdiklat KNPK) pada tahun 2018 mendapatkan mandat untuk melaksanakan salah satu Program Prioritas Nasional yaitu Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa yang dilakukan dalam bentuk pelatihan dengan tujuan mewujudkan aparatur pengelolaan keuangan dan aset desa yang kompeten. Sasaran peserta program ini adalah aparatur dari desa tertinggal dan desa berkembang. Hal ini sesuai sasaran pengembangan wilayah perdesaan dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatkan

desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. Target Program Prioritas Nasional ini adalah melatih aparatur pengelolaan keuangan dan aset desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) sebanyak 2000 aparatur dari 500 desa, dengan komposisi di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur (200 desa dari 2.996 desa atau 6,7 persen), Sulawesi Tenggara (150 desa dari 1.967 desa atau 7,6 persen), dan Sulawesi Tengah (150 desa dari 1.842 desa atau 8,1 persen) dengan dukungan anggaran sebesar Rp15,8 miliar. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada data yang dilansir dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada multilateral meeting penyusunan RKP 2018 Prioritas Pembangunan Nasional.

BPPK senantiasa melakukan sinergi dan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); serta Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) guna meningkatkan efektifitas dan governance Dana Desa terutama dalam penyusunan desain pembelajaran, karena masing-masing juga memiliki peran penting dalam pembangunan desa. Dalam pelaksanaannya, BPPK memiliki 4 strategi yang diharapkan dapat mendukung keberhasilan pencapaian output kegiatan dimaksud yang meliputi desain pembelajaran, pelaksanaan pelatihan, peningkatan kompetensi SDM, dan asistensi desa.

1. Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dirancang sedemikian rupa dimulai dari identifikasi peraturan yang berlaku serta tugas dan fungsi aparatur desa yang menjadi sasaran pelatihan. Desain pembelajaran harus selaras dan sepenuhnya sesuai dengan tugas dan fungsi aparatur desa, serta

dapat diikuti oleh perangkat desa sesuai dengan tugas masing-masing. Dalam hal ini, disusun 4 program pelatihan dimana masing-masing desa mengirimkan 4 aparaturnya untuk mengikuti pelatihan, dimana masing-masing aparatur mengikuti satu pelatihan sesuai bidang tugasnya sehingga materi dapat tersampaikan secara komprehensif.

No Program Pelatihan Sasaran Pesera Mata Pelajaran

1 Pelatihan Perencanaan dan

Penganggaran Desa Kepala Desa/ Sekretaris Desa

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Desa (RPJM Desa)

2. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah

Desa (RKP Desa)

3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

4. Penyusunan Peraturan Desa

2. Pelatihan Pengelolaan

dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa

Kaur Keuangan/ Bendahara Desa

1. Penatausahaan Pendapatan Desa

2. Penatausahaan Belanja Desa

3. Penatausahaan Pembiayaan Desa

4. Pelaporan dan Pertanggungjawaban

APBDesa

5. Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes)

3. Pelatihan Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Aset Desa

Aparat yang membidangi pengelolaan aset desa

1. Inventarisasi Aset Desa

2. Pembukuan Aset Desa

3. Pelaporan Aset Desa

4. Pembuatan Database Aset Desa Dengan

Aplikasi Excel

4. Pelatihan Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban BUM Desa

Pengurus BUMDes

1. Pendirian Badan Usaha Milik Desa

2. Manajemen Keuangan BUM Desa

3. Akuntansi dan Pertanggungjawaban

Keuangan BUMDes

(14)

A

Untuk mendukung keberlangsungan peningkatan kompetensi aparatur desa, diperlukan tenaga pengajar yang kompeten dalam menyampaikan materi terkait pengelolaan keuangan dan aset desa. Untuk mewujudkan hal tersebut, BPPK juga mendesain pelatihan yang dikhususkan bagi calon pengajar dalam bentuk Training of Trainers (TOT) Peningkatan Kapasitas Pengelola Keuangan Desa yang dilaksanakan dalam 2 angkatan dengan jumlah peserta 70 orang. Salah satu bentuk sinergi bersama Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, danTransmigrasi; serta BPKP adalah dengan melibatkan pejabat/pegawai dari instansi tersebut untuk menjadi tenaga pengajar TOT.

2. Pelaksanaan Pelatihan

Dalam menyelenggarakan pelatihan, BPPK berkoordinasi dengan pemerintah provinsi setempat melalui Bappeda, Sekda, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 19 Februari sampai dengan 10 Mei 2018 di 3 provinsi dengan membagi jadwal pelatihan menjadi 3 batch di masing-masing provinsi dengan lokasi yang berbeda pada tiap batch nya. Pelatihan di Nusa Tenggara Timur diselenggarakan di Kupang, Ende, dan Tambolaka; pelatihan di Sulawesi

Tenggara diselenggarakan di Kendari, Kolaka, dan Baubau; pelatihan di Sulawesi Tengah diselenggarakan di Palu, Poso, dan Luwuk. Dari target 2.000 peserta, hingga akhir pelaksanaan pelatihan jumlah realisasi peserta sebanyak 2.047 orang. Adapun realisasi desa yang mengikuti pelatihan sebanyak 671 desa. Pengajar yang dilibatkan dalam pelaksanaan pelatihan tidak hanya dari alumni TOT yang telah diselenggarakan sebelumnya, namun juga melibatkan pengajar dari Pemerintah Daerah setempat yang memiliki kompetensi untuk menyampaikan materi terkait pengelolaan keuangan dan aset desa serta telah memiliki sertifikat TOT/ MOT.

Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan pelatihan, BPPK melakukan kegiatan evaluasi atas penyelenggaraan pelatihan baik evaluasi bagi peserta, evaluasi bagi penyelenggara dan pengajar, maupun evaluasi pasca pembelajaran. Evaluasi bagi peserta dilakukan melalui pengukuran nilai pre-test dan post-test dengan hasil 69,74 persen meningkat, 12,9 persen stabil, dan 17,29 persen menurun. Penurunan nilai terjadi pada sebagian besar peserta yang memperoleh nilai pre-test di atas 60. Evaluasi terhadap pengajar maupun penyelenggara mendapatkan nilai dengan predikat

sangat baik, masing-masing adalah 4,59 dan 4,46 dari skala 5 yang digunakan dalam kuesioner evaluasi. Evaluasi pasca pembelajaran yang dilaksanakan meliputi evaluasi level 3 untuk mengukur perubahan perilaku peserta pelatihan setelah kembali ke desa masing-masing, serta level 4 yang diharapkan dapat mengukur pengaruh dari apa yang telah diberikan dalam pelatihan terhadap peningkatan kinerja. Khusus evaluasi pasca pembelajaran, tidak dilakukan terhadap seluruh peserta. Pemilihan responden didasarkan pada beberapa kriteria antara lain memiliki nilai pre-assessment rata-rata kurang dari 6,00; sampel memenuhi 10 persen dari total jumlah peserta per pelatihan; mewakili 3 provinsi yang menjadi lokus pelatihan; serta memiliki lokasi yang berdekatan dan akses yang dekat dengan lokus pengambilan data.

3. Peningkatan Kompetensi SDM

Tujuan program prioritas nasional diukur menggunakan indikator nilai peningkatan kompetensi SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa dengan target peningkatan sebesar 23 poin sebagaimana tertuang dalam inisiatif strategis BPPK Tahun 2018. Pengukuran nilai peningkatan tersebut diformulasikan melalui perbandingan hasil pre-assessment (dilakukan sebelum

pelatihan dimulai) dan post-assessment (dilakukan minimal tiga bulan setelah pelatihan selesai) yang dilakukan oleh peserta menggunakan tools yang disusun oleh BPPK.

4. Asistensi Desa

(15)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Kegiatan 2019

Program Prioritas Nasional

Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset tahun 2019 akan dilaksanakan di 4 pulau besar di Indonesia yang belum tersentuh program pelatihan ini pada tahun 2018 dengan memperhatikan prinsip pemerataan dan mengacu pada Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 126 Tahun 2017 tentang Penetapan Desa Prioritas Sasaran Pembangunan Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu Sumatera , Kalimantan, Maluku, dan Papua. Pemilihan daerah di masing-masing di pulau tersebut juga mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Sasaran peserta adalah aparat dari desa dengan kategori tertinggal dan berkembang dengan target peserta yang semula 2.000 menjadi 2.400 dan target desa dari 500 menjadi 600.

Bentuk kegiatan masih sama dengan yang diaksanakan di tahun 2018 dengan adanya beberapa penyesuaian terutama terkait desain pembelajaran

mengingat pada tahun 2018 telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dalam melaksanakan kegiatan Program Prioritas Nasional Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur Pengelolaan Keuangan dan Aset tahun 2019, BPPK tetap senantiasa bersinergi dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; BPKP; DJPK; serta Pemerintah Provinsi/Daerah setempat baik dalam pengembangan desain pembelajaran, keterlibatan dalam mengajar, maupun koordinasi teknis lainnya.

Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan penguatan kompetensi aparatur desa dalam rangka pengelolaan keuangan dan aset desa serta pengelolaan BUMDes dapat terwujud sehingga penyelenggaraan pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan dapat tercipta khususnya dalam pertanggungjawaban Dana Desa yang telah dialokasikan.

(16)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

L

aporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah atas penyelenggaraan APBN, yang menggabungkan 87 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK-K/L) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN). LKPP disusun oleh Menteri Keuangan, yang mana sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) juga bertanggung jawab menyusun Laporan Keuangan BUN (LK-BUN). Demi menjaga kredibilitas dan keandalan informasi pada laporan sekaligus demi menjaga kepercayaan masyarakat, BPK melakukan pemeriksaan keuangan dan memberikan opini terhadap Laporan Keuangan Pemerintah. Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, termasuk

PENGUATAN IMPLEMENTASI

REVIU PENGENDALIAN INTERN

ATAS PELAPOR AN KEUANGAN

di dalam pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas LKPP dan LK BUN.

Pada tahun 2017 dan 2018, BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada LKPP Tahun 2016 dan 2017. Hal ini berarti bahwa informasi yang disajikan pada LKPP dinilai bebas dari salah saji secara material. Ini adalah capaian terbaik pemerintah sejak dilakukannya pemeriksaan keuangan pada 2004.

(17)

A

Keuangan (PIPK). Sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Itjen Kemenkeu terus melakukan penguatan dari sisi implementasi reviu PIPK.

Reviu PIPK telah dilakukan Itjen Kemenkeu atas 3 Laporan Keuangan yang dihasilkan Kementerian Keuangan: LK-BUN, LK Kementerian Keuangan, dan LKPP, dimulai sejak November 2017 sampai dengan Desember 2018. Di samping kegiatan reviu PIPK yang intensif. Itjen Kemenkeu menyadari perlunya pembekalan pada APIP K/L lainnya untuk mendapatkan kedalaman pemahaman yang sama atas reviu PIPK. Itjen Kemenkeu kemudian menyelenggarakan kegiatan Training of Trainers atas penerapan, penilaian, dan reviu PIPK selama bulan

September sampai dengan Oktober di tahun 2018, yang terbagi ke dalam 4 angkatan dan 6 kelas.

Tidak berhenti sampai di situ, Itjen Kemenkeu juga melakukan asistensi penerapan, penilaian, dan reviu PIPK kepada APIP K/L. Asistensi tersebut dilaksanakan sesuai permintaan dari K/L ataupun Unit Eselon I di

lingkungan Kementerian Keuangan. Sampai dengan bulan September 2018, beberapa K/L dan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah memanfaatkan asistensi Itjen Kemenkeu antara lain BPPK Kemenkeu, BSSN, ANRI, Komnas HAM, Kementerian PPPA, Kementerian Pora, Kemenko Bidang PMK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS, Kemenkominfo, Kemenkes, ESDM, Kemendikbud, Kementan, BNN, Bawaslu dan juga Kemendes.

Program terakhir yang akan dilakukan Itjen Kemenkeu yaitu uji coba pelaksanaan reviu PIPK pada seluruh K/L. Itjen Kemenkeu telah berkoordinasi dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan DJPB, selaku konsolidator LKPP, untuk menyampaikan surat himbauan kepada seluruh K/L agar melaksanakan penilaian dan reviu PIPK atas Laporan Keuangan tahun 2018. Selanjutnya, implementasi reviu PIPK diserahkan penuh pada APIP K/L. Tentu, Itjen Kemenkeu membuka peluang kepada APIP K/L untuk melakukan permintaan Asistensi apabila diperlukan.

P

ada tahun 2018 ini, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah

Annual Meeting International Monetary Funds-World Bank Groups (Annual Meeting IMF & WBG) yang diselenggarakan di Bali tanggal 4 s.d. 18 Oktober 2018. Dihadiri oleh lebih dari 36.000 peserta dari 189 negara anggota, pertemuan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi indonesia, khususnya dalam peningkatan cadangan devisa, perdagangan dan investasi, pariwisata serta kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia. Sehubungan dengan itu, Itjen Kemenkeu melakukan pengawasan atas pelaksanaan pertemuan tahunan tersebut, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa. Pengawasan ini bertujuan untuk menjaga governance dari proses pengadaan barang dan jasa.

Pada awal kegiatan Annual Meeting,

Itjen Kemenkeu melakukan Probity Audit pada terhadap penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan jasa lainnya Professional Congress Organizer (PCO) bulan Mei 2017. Probity Audit pada kegiatan

ini menghasilkan efisiensi HPS

Pengawalan akuntabilitas

Pelaksanaan Annual Meeting IMF

& WBG di Bali

sebesar 8,25% dari nilai awal yang ditetapkan. Alokasi anggaran yang terkoreksi berdasarkan hasil

probity audit antara lain terkait dengan perhitungan frekuensi hari

pertemuan, penyesuaian spesifikasi

teknis barang, serta penentuan harga satuan yang lebih tepat. Dengan demikian, HPS yang ditetapkan telah dikalkulasikan dengan keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta disusun dengan memperhatikan standar barang dan standar kebutuhan yang ditetapkan oleh IMF & WBG.

Selanjutnya, Itjen Kemenkeu melakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali sejak Januari s.d. September 2018. Pada bulan Januari 2018 Itjen Kemenkeu melakukan pemantauan capaian pelaksanaan kontrak tahap awal melalui site inspection dan sit in antara Meeting Team Secretary (MTS), Indonesian Planning Team (IPT),

(18)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

sewa.

Pada bulan Juli 2018, Itjen Kemenkeu kembali melakukan pemantauan capaian pelaksanaan kontrak tahap kedua melalui site inspection dan

sit in antara Meeting Team Secretary (MTS), Indonesian Planning Team (IPT),

PCO, dan pihak lain yang terkait. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa capaian pelaksanaan kontrak pada beberapa item pekerjaan telah mencapai 80% antara lain untuk Bidang Hospitality,Event Services,

Information Technology and Audio Video (ITAV), dan Transportation, Security, and Medical (TSM). Namun demikian, Sekretariat IPT belum membentuk Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Itjen Kemenkeu merekomendasikan agar segera dibentuk Tim PPHP dengan pembagian tugas sesuai bidang yang ada. Melalui rekomendasi-rekomendasi yang diberikan, Itjen Kemenkeu selalu berusaha menjaga governance sejak kegiatan perencanaan pengadaan, sehingga

barang dan jasa bisa berjalan lancar dan akuntabel.

Setelah Tim PPHP dibentuk, pada September 2018 Itjen Kemenkeu melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan oleh PPHP pada bidang Meeting Requirement, Liaison Officer, dan Host Country Reception yang telah mulai melakukan pemeriksaan pekerjaan, khususnya untuk peralatan yang terkait dengan meeting requirement. Dari hasil pemeriksaan, Itjen Kemenkeu

mengidentifikasi beberapa

permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tugas PPHP. Beberapa permasalahan tersebut adalah PPHP tidak melakukan update atas

Contract Change Order (CCO) ketika

ada perubahan atas spesifikasi

barang atau pekerjaan, PPHP tidak mempunyai kompetensi yang memadai untuk melakukan

pemeriksaan atas spesifikasi barang

tertentu, serta adanya perubahan ruang lingkup pekerjaan yang belum dituangkan dalam kontrak/addendum

kontrak. Atas temuan tersebut, Itjen Kemenkeu telah merekomendasikan penggunaan jasa profesi/tenaga ahli untuk mendampingi PPHP, sehingga pelaksanaan tugas PPHP dapat berjalan dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain pada tahap pengawasan penyusunan HPS, Itjen Kemenkeu juga melakukan Probity Audit pada tahap pelaksanaan kontrak yaitu tanggal 4 s.d. 14 Oktober 2018. ProbityAudit

dilakukan untuk menjaga governance

terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Itjen Kemenkeu memastikan akuntabilitas mekanisme atas hal-hal yang tidak direncanakan sebelumnya, seperti adanya perubahan kuantitas dan kualitas barang langsung dimintakan oleh MTS kepada PCO tanpa melalui PPK, dilakukan CCO atas head set translater

meskipun telah sesuai dengan

spesifikasi teknis yang dibutuhkan

MTS dan barang didatangkan langsung dari China, serta perbedaan

spesifikasi kendaraan delegasi peserta

yang diserahterimakan dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tidak berhenti di tahap pelaksanaan kegiatan Annual Meeting, di akhir kegiatan Itjen Kemenkeu juga melakukan pendampingan atas pelaksanaan hibah atas perangkat

IT End User (Laptop dan printer) AM IMF – WBG 2018 yang telah selesai digunakan kepada tiga pemerintah daerah, yaitu Pemprov NTB, Pemprov Bali, dan Pemkab Banyuwangi. Sebanyak 500 unit laptop dan 300 unit printer harus diserahkan dengan kondisi baik, yaitu telah terpasang lisensi OS, Microsoft Office, dan

Antivirus (Kaspersky) serta kelengkapan

hardware sesuai dengan kondisi saat diserahkan kepada PCO. Itjen Kemenkeu memastikan baik laptop

(19)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Akhir November, Penerimaan Pajak Mencapai 79,82 Persen Pertumbuhan 15,35 Persen (16,77 Persen di Luar Tax Amnesty)

PENERIMA AN

PERPAJAK AN

Foto:

Media Keuangan/ Anas

(dalam triliun Rupiah)

Uraian APBN

2018

Realisasi s/d 30 Nov 2018

∆%

2017 - 2018

% thd APBN

Pajak Penghasilan 855,13 651,44 15,99% 76,18%

- Migas 38,13 59,77 26,66% 156,74%

- Non Migas 817,00 591,67 15,01% 72,42%

PPN & PPnBM 541,80 459,91 14,11% 84,89%

PBB & Pajak Lainnya 27,06 25,30 22,09% 93,51%

Jumlah 1.424,00 1.136,66 15,35% 79,82%

Realisasi Penerimaan Pajak s/d 30 Nov 2018

*angka memperhitungkan pemindahbukuan penerimaan PBB tahun 2017

H

ingga akhir bulan November 2018, realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp1.136,66 triliun atau setara dengan 79,82 persen dari target APBN tahun 2018.

(20)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Jenis Pajak growth growth

Januari - November 2017 Januari - November 2018

PPh Pasal 21 5,74% 15,57%

PPh Badan 16,61% 22,12%

PPN Orang pribadi 45,96% 20,86%

PPN Dalam Negeri 13,83% 8,45%

Pajak atas Impor 19,25% 26,35%

- PPh 22 Impor 15,17% 27,28%

- PPN Impor 21,82% 26,55%

- PPnBM Impor -15,20% 8,60%

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Realisasi

Penerimaan Pajak s/d 30 November 2018

2015 2016 2017 2018

Non TA

Inc TA

triwulan I tahun 2017 dikeluarkan dari perhitungan (merupakan penerimaan yang bersifat one-off/tidak berulang sebesar Rp12 triliun), pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 16,77 persen (yoy). Capaian ini merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tujuh tahun terakhir (2012 – 2018).

Positifnya kinerja pertumbuhan penerimaan pajak ini ditopang oleh pertumbuhan PPh Non-Migas, yang mencapai 15,01 persen (yoy) serta PPN & PPnBM yang tumbuh 14,11 persen

(yoy). Hal ini juga didukung kinerja dari PPh Migas yang tumbuh 26,66 persen (yoy), serta PBB dan Pajak Lainnya yang tumbuh 22,09 persen (yoy).

Apabila kita lihat lebih dalam, jenis-jenis pajak utama memang menunjukkan kinerja yang menggembirakan, umumnya

mencapai pertumbuhan double digits. Sampai dengan bulan November 2018, PPh Pasal 25/29 masih mampu melanjutkan tren pertumbuhan di atas 20 persen yang telah berlangsung

sepanjang tahun 2018, dimana PPh Pasal 25/29 Badan tumbuh hingga 22,12 persen (yoy), sementara PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi tumbuh hingga 20,86 persen (yoy). PPh Pasal 21 tumbuh 15,57 persen (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar 5,74 persen.

Pertumbuhan signifikan juga

dicatatkan oleh pajak-pajak atas impor. Melanjutkan tren pertumbuhan tahun 2017, PPh Pasal 22 Impor tumbuh 27,28 persen (yoy), naik dari 15,17

persen, PPN Impor tumbuh 26,55 persen (yoy), naik dari 21,82 persen, serta PPnBM Impor tumbuh 8,60 persen (yoy), setelah di tahun 2017 mengalami pertum buhan negatif 15,20 persen (yoy). Secara umum, pajak atas impor tumbuh 26,35 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang tumbuh 19,25 persen.

(21)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan Ditinjau dari sisi penerimaan pajak

sektoral, hingga akhir November 2018 ini sektor-sektor usaha utama mengalami pertumbuhan double digits. Industri Pengolahan tumbuh 12,74 persen (yoy), Perdagangan tumbuh 26,64 persen (yoy), serta Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh 12,07 persen (yoy). Demikian juga dengan Konstruksi dan Real Estat tumbuh 11,43 persen (yoy), Pertambangan tumbuh 54,93 persen (yoy), serta Pertanian tumbuh 25,11 persen (yoy).

Secara umum, kinerja penerimaan pajak mendekati penghujung tahun 2018 ini cukup baik dengan pertumbuhan jauh di atas pertumbuhan ekonomi. Khusus untuk bulan Desember 2018, momentum libur natal dan tahun baru diperkirakan akan meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga diharapkan penerimaan pajak di bulan Desember akan meningkat. Disamping itu, meningkatnya belanja pemerintah baik pusat maupun daerah juga diharapkan akan mendorong peningkatan penerimaan.

(22)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Peningkatan perdagangan internasional dan kebijakan kepabeanan dan cukai mendorong performa penerimaan DJBC.

KEPABEANAN DAN

CUK AI

No. Jenis Penerimaan Target APBN Realisasi 2018 % Capaian Realisasi 2017

Pertumbuhan (yoy)

Nominal %2018 %2017

1 Bea Masuk 35.70 35.37 99.08 31.27 4.10 13.11 10.25

2 Cukai 155.40 123.27 79.32 108.91 14.36 13.18 5.98

3 Bea Keluar 3.00 6.18 205.90 3.50 2.67 76.24 31.16

Total 194.10 164.82 84.91 143.69 21.13 14.70 7.39

PPN Impor 169.07 133.60 35.47 26.55 21.82

PPn BM Impor 3.83 3.53 0.30 8.60 -15.20

PPh Pasal 22 Impor 50.05 39.32 10.73 27.28 15.17

Total PDRI lainnya 222.95 176.46 46.50 26.35 19.25

Total Bea Cukai dan Pajak 387.77 320.15 67.63 21.12 13.62

Pertumbuhan Penerimaan Total s.d. November 2015-2018

Pertumbuhan Penerimaan Bea Masuk s.d. November,

2015-2018

P

enerimaan kepabeanan dan cukai hingga 30 November 2018 sudah mencapai Rp164,82 triliun, capaian tersebut adalah 84,91 persen dari target yang diamanatkan pada APBN tahun 2018. Kinerja penerimaan DJBC ini terus konsisten sejak awal tahun, yaitu selalu tumbuh positif dan menjadi pertumbuhan tertinggi dalam 3 tahun terakhir sebesar 14,70 persen. Performa penerimaan

kepabeanan dan cukai dipengaruhi oleh peningkatan perdagangan internasional dan berbagai perbaikan kebijakan kepabeanan dan cukai (penertiban impor, cukai dan ekspor berisiko tinggi / PICE-BT) turut berkontribusi pada capaian tersebut. Pertumbuhan positif tersebut juga didukung oleh kebijakan tarif yang efektif, membaiknya ekspor impor, serta peningkatan harga komoditas internasional.

Kinerja positif juga terjadi di semua komponen penerimaan kepabeanan dan cukai, yaitu bea masuk (BM), bea keluar (BK), dan cukai. Bahkan penerimaan pajak dalam rangka impor (PDRI) lainnya, seperti PPN impor, PPnBM impor, dan PPh pasal 22 impor menunjukkan kinerja yang juga tumbuh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Realisasi penerimaan BM sejak 1 Januari sampai dengan 30 November 2018 adalah sebesar Rp35,37 triliun. Capaian penerimaan tersebut hampir

memenuhi target BM pada APBN tahun 2018, yaitu Rp35,70 triliun atau 99,08 persen. Kinerja tersebut menggambarkan pertumbuhan positif BM yang mencapai 13,11 persen. Faktor rutin maupun extra effort, dimana kedua faktor tersebut mampu tumbuh positif menjadi pendorong penerimaan BM.

Pertumbuhan impor yang tinggi sejak awal tahun, dimana mampu tumbuh sebesar 15,61 persen pada bulan November, menjadi faktor utama pendorong penerimaan BM. Kebijakan Pendapatan Negara

(23)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Pertumbuhan Penerimaan Cukai s.d. November, 2015-2018 Pertumbuhan

Penerimaan BK November 2015 - 2018

impor dalam rangka pengamanan pasokan kebutuhan dalam negeri turut berperan positif, selain faktor peningkatan kurs mata uang dolar Amerika Serikat. Implementasi kebijakan program penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) menjadi penggerak utama penerimaan extra effort BM melalui peningkatan taxbase per teus yang mencapai 57,59 persen.

Realisasi penerimaan BK hingga 30 November 2018 adalah sebesar Rp6,18 triliun. Capaian tersebut telah melebihi target BK pada APBN tahun 2018 yang sebesar Rp3,00 triliun atau 205,90 persen. Pertumbuhannya juga luar biasa, yaitu mencapai 76,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Prosentase capaian atas target dan pertumbuhan penerimaan BK, merupakan yang tertinggi dibandingkan komponen penerimaan yang lain.

Kinerja penerimaan BK didorong oleh harga komoditas di pasar dunia yang mulai membaik dan relatif stabil. Tingginya permintaan negara mitra dagang juga turut berkontribusi atas pertumbuhan penerimaan BK. Kontributor terbesar penerimaan BK sendiri adalah komoditas mineral tambang (minerba), yang mampu tumbuh hingga 120,70 persen dibanding tahun lalu.

Penerimaan cukai merupakan penyumbang penerimaan terbesar kepabeanan dan cukai, dimana hingga 30 November 2018 sudah mencapai Rp123,27 triliun. Sama seperti komponen penerimaan yang lain, penerimaan cukai tumbuh lebih tinggi sepanjang 3 tahun terakhir yaitu 13,18 persen. Prosentase capaian penerimaan cukai terhadap target APBN masih di angka 79,32 persen, namun demikian secara nominal realisasi penerimaan cukai

adalah yang tertinggi dibandingkan komponen penerimaan yang lain. Penerimaan cukai sendiri hingga saat ini masih terdiri dari cukai hasil tembakau (HT), cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA), dan cukai etil alkohol (EA).

Cukai HT berkontribusi sebesar Rp117,69 triliun terhadap penerimaan cukai. Fungsi pengendalian pada cukai, terutama HT, efektif menurunkan produksi batang rokok sebesar negatif 0,47 persen hingga bulan November 2018. Namun demikian faktor kenaikan tarif efektif yang lebih besar 10,84 persen terhadap kenaikan tarif normatif, mampu menopang penerimaan cukai HT. Efektifitas program penertiban cukai berisiko tinggi (PCBT) dalam menekan peredaran rokok ilegal, diyakini turut mendorong kinerja penerimaan cukai HT.

Penerimaan cukai MMEA dan EA memberikan sumbangan penerimaan masing-masing sebesar Rp5,36 triliun dan Rp0,13 triliun. Khusus kinerja penerimaan cukai MMEA secara umum lebih baik dibandingkan tahun lalu, yaitu mampu tumbuh 15,37 persen. Hal itu disebabkan oleh kinerja produksi MMEA yang tumbuh lebih baik dari tahun lalu, sebagai upaya pemenuhan permintaan MMEA yang sebelumnya dibanjiri oleh produk ilegal. Kondisi tersebut diyakini disebabkan oleh keberhasilan program PCBT dalam menekan peredaran MMEA ilegal. Namun demikian, pertumbuhan tersebut masih belum mampu memenuhi trajektori penerimaan MMEA sepanjang tahun 2018 ini.

(24)

A

I. Penerimaan Negara Bukan Pajak

Realisasi PNBP s/d 30 Nov 2018 (dalam miliar Rupiah)

Realisasi penerimaan SDA migas sangat baik, mencapai hampir 1,5 kali dari target APBN tahun 2018.

PENERIMA AN

NEGAR A BUK AN PAJAK

S

ampai dengan tanggal 30 November 2018, realisasi PNBP mencapai Rp350,86 triliun atau 127,39 persen dari APBN tahun 2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 31,54 persen jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017. Kenaikan ini antara lain disebabkan meningkatnya rata-rata harga komoditas, khususnya harga minyak bumi dan batu bara pada tahun 2018,

meskipun harga komoditas tersebut mengalami penurunan pada bulan November 2018.

Realisasi penerimaan SDA Migas mencapai Rp119,83 triliun atau 149,13 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 72,86 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Kenaikan penerimaan SDA Migas tersebut

antara lain disebabkan karena lebih tingginya realisasi ICP periode bulan Desember 2017 sampai dengan November 2018, yaitu sebesar USD67,98 per barel atau periode bulan Januari sampai dengan

November 2018 sebesar USD68,62 per barel, dibandingkan realisasi ICP bulan bulan Desember 2016 sampai dengan November 2017, yaitu sebesar USD 50,35 per barel atau periode bulan Januari sampai dengan November 2017 sebesar USD50,29 per barel.

Realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp33,92 triliun atau 145,42 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi 27,89 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp26,52 triliun. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh kenaikan rata-rata harga batubara acuan (HBA) pada periode Januari sampai dengan November 2018 yang mencapai USD99,54 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode Januari sampai dengan November 2017 sebesar USD85,18 per ton.

Realisasi pendapatan dari kekayaan

negara dipisahkan mencapai Rp45,04 triliun atau 100,77 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi 3,64 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp43,46 triliun. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh perbaikan kinerja BUMN.

Realisasi penerimaan PNBP Lainnya mencapai Rp105,71 triliun atau 126,22 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut meningkat sebesar 20,25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp87,91 triliun. Peningkatan realisasi penerimaan PNBP Lainnya ini antara lain disebabkan kenaikan realisasi Penjualan Hasil Tambang yang mencapai Rp17,65 triliun dan terdapat penerimaan dari akumulasi iuran pensiun sebesar Rp7,70 triliun. Sementara itu, pendapatan BLU hingga 30 November 2018 terealisasi sebesar Rp46,37 triliun, atau mencapai 107,08 persen dari target APBN tahun 2018, meningkat 17,30 persen dari realisasi periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp39,53 triliun.

(25)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

2018 Realisasi

APBN s.d. Nov 2018 APBNP% thd % Growth

Belanja K/L 847,44 666,43 78,64 7,90

Belanja Pegawai 227,46 199,72 87,81 0,97

Belanja Barang 338,83 265,12 78,25 16,14

Belanja Modal 203,88 128,20 62,88 (6,95)

Bantuan Sosial 77,26 73,38 94,98 36,42

Belanja Non K/L 607,06 559,42 92,15 29,47

Pembayaran Bunga Utang 238,61 252,06 105,64 19,72

Subsidi 156,23 182,69 116,94 41,02

Jumlah 1.454,49 1.225,86 84,28 16,78

Tingkat Penyerapan Belanja Pemerintah Pusat Sampai November 2018 Lebih Tinggi Dibandingkan Tahun Sebelumnya, Diikuti Dengan Pencapaian Berbagai Sasaran Output Strategis

BELANJA PEMERINTAH

PUSAT

Foto:

Media Keuangan/ Langgeng WP

P

ada tahun 2018, Pemerintah telah melaksanakan dengan baik berbagai event yang berskala internasional, diantaranya Asian Games, Asian Para Games serta pertemuan IMF-WB. Penyelenggaraanya telah mampu menciptakan reputasi yang sangat

baik bagi Indonesia dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi Indonesia. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, termasuk berbagai kegiatan Pemerintah lainnya sangat mempengaruhi kinerja pelaksanaan belanja Pemerintah Pusat sampai dengan akhir November 2018. Belanja Negara

(26)

Komponen BPP Realisasi Anggaran

BPP sampai dengan 30 November 2018

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Realisasi anggaran BPP sampai dengan 30 November 2018 telah mencapai Rp1.225,86 triliun atau 84,28 persen dari pagu APBN tahun 2018. Realisasi anggaran BPP tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar 76,79 persen. Anggaran BPP terdiri atas (1) belanja K/L yang realisasinya sebesar Rp666,43 triliun atau 78,64 persen dari pagu APBN tahun 2018; dan (2) belanja Non-K/L yang realisasinya sebesar Rp559,42 triliun atau 92,15 persen dari pagu APBN tahun 2018.

Kinerja penyerapan anggaran BPP

sampai dengan November 2018 tersebut dipengaruhi oleh kinerja beberapa komponen BPP, antara lain: 1) realisasi belanja barang mencapai Rp265,12 triliun atau 78,25 persen dari pagu APBN tahun 2018 yang lebih tinggi dari tahun 2017 sebesar 75,27 persen, 2) realisasi penyerapan belanja subsidi mencapai Rp182,69 triliun atau 116,94 persen dari pagu APBN tahun 2018 yang lebih tinggi dari tahun 2017 sebesar 77,39 persen, dan 3) belanja bantuan sosial mencapai Rp73,38 triliun atau 94,98 persen yang lebih rendah dari tahun 2017 sebesar 98,36 persen.

rapat, perjalanan dinas biasa, dan honorarium. Hal tersebut juga diikuti dengan upaya untuk pencapaian output sebagaimana direncanakan. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat merasakan manfaat dari pengeluaran anggaran negara tersebut.

Secara umum kinerja BPP sampai dengan November tahun 2018 dapat dikatakan lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari kinerja beberapa komponen BPP menunjukkan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun 2017.

Dalam rangka mendukung penggunaan BPP ke arah yang lebih produktif, Pemerintah terus menjalankan berbagai upaya efisiensi belanja, antara lain dalam bentuk pembantasan berbagai kegiatan yang bersifat non-produktif, seperti dalam triliun Rupiah

(27)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Penyerapan Belanja 15 K/L dengan Pagu Terbesar S.D 30 November periode Tahun 2017 - 2018 (dalam triliun Rupiah)

REALIASI BELANJA K/L TAHUN 2018

Realisasi Belanja K/L sampai dengan 30 November 2018 mencapai

Rp666,43 triliun atau 78,64 persen dari pagu APBN 2018. Realisasi belanja K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja K/L pada periode yang sama dengan tahun 2017. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan belanja K/L antara lain kelanjutan kebijakan percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini, percepatan penyaluran bantuan sosial seperti PKH, bidik misi, dan PBI (untuk mendukung keberlangsungan program JKN), dan pelaksanaan

beberapa agenda strategis seperti Pilkada Serentak, pelaksanaan Asian Games di Jakarta dan Palembang tahun 2018, dan Asian Para Games di Jakarta tahun 2018.

Realisasi penyerapan anggaran belanja pada 15 K/L dengan pagu terbesar sampai dengan 30 November 2018 mencapai Rp554,11 triliun atau mencapai 78,58 persen dari pagu alokasi APBN tahun 2018. Realisasi penyerapan anggaran tersebut lebih baik apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama

tahun 2017. Dari 15 K/L dengan pagu terbesar tersebut terdapat lima K/L yang memiliki kinerja penyerapan belanja di atas rata-rata nasional sebesar 78,56 persen, yaitu: (1) Kepolisan RI, (2) Kementerian Agama, (3) Kementerian Kesehatan, (4) Kementerian Ristek dan Dikti, serta (5) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Capaian beberapa output strategis K/L yang tugasnya hampir seluruhnya pembangunan fisik, antara lain realisasi pembangunan jalan baru

(28)

A

P

B

N

K

ITA

(

K

in

e

rj

a d

a

n F

a

k

ta

) E

d

is

i D

e

s

e

m

b

e

r 2

0

1

8

Penyerapan belanja non- k/l s.d. Novem tahun 2015 – 2018

Meskipun analisis kinerja menunjukkan optimisme dalam capaian target output maupun target penyerapan anggaran, dalam pelaksanaan masih terdapat potensi kendala yang perlu diantisipasi, misalnya pada kementerian yang pekerjaannya berupa pembangunan fisik, antara lain: (1) masih perlu reviu UMP terhadap kegiatan yang akan dilelangkan; (2) keterlambatan proses pengadaan, keterlambatan memulai pekerjaan, beberapa paket masih proses lelang; dan (3) dokumen kontrak tahun jamak (multiyears contract) yang belum lengkap.

REALISASI BELANJA NON-K/L

Kinerja realisasi pada belanja non-K/L sampai dengan 30 November 2018 mencapai Rp559,42 triliun atau mencapai 92,15 persen dari pagu APBN tahun 2018. Realisasi belanja non-K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan belanja Non-K/L, antara lain: realisasi belanja pegawai lebih tinggi karena pembayaran THR bagi pensiunan, realisasi subsidi lebih tinggi karena penyelesaian pembayaran kurang bayar subsidi energi tahun sebelumnya, serta

pembayaran bunga utang lebih tinggi antara lain karena kenaikan yield SBN seiring dengan kenaikan tingkat suku bunga The Fed dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Perkembangan belanja subsidi selama periode 2015 – 2018 cenderung fluktuatif antara lain dipengaruhi oleh pelaksanaan reformasi kebijakan subsidi energi, misalnya perbaikan skema penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran (penerima manfaat subsidi) dan pemberian subsidi terbatas untuk minyak solar.

Selain itu, realisasi belanja non-K/L juga dipengaruhi oleh pencairan dana cadangan program JKN untuk menutup defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan, serta penanggulangan pasca bencana alam di Palu-Donggala (Sulawesi Tengah) dan Lombok (Nusa Tenggara Barat). Sampai dengan akhir tahun, penyerapan belanja non-K/L antara lain juga dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah untuk memberikan bantuan melalui dana cadangan program JKN kepada BPJS Kesehatan yang mengalami defisit.

Referensi

Dokumen terkait

Realisasi belanja negara sampai dengan Triwulan III-2020 mencapai Rp42,58 triliun atau 75,9 persen dari total pagu, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun

Komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mengatur hubungan antar individu dan kelompok, kompleksnya kehidupan manusia, membuat peranan komunikasi tidak terelakan,

mampu membuat kebijakan atas hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pendampingan hukum kepada individu dan/atau Lemsaneg dimana kebijakan tersebut dapat memberikan

Pemberian rasa nyaman, dukungan, jaminan,dll.. maintenance ialah mencari kedekatan dengan individu dewasa yang dijadikan figur lekat dan menunjukkan protes terhadap

Selain menganalisa dari segi sintaksis, penulis juga menganalisa sosial faktor yang mempengaruhi perubahan bahasa atau variasi bahasa Inggris yang digunakan pemeran utama

Hasil Penelitian Hasil analisis penentuan harga sewa perkantoran dan variabel yang berpengaruh guna mendapatkan pengetahuan empiris mengenai proses pembentukan harga

Simpulan, AT-III merupakan biomarker koagulasi yang memiliki hubungan dengan derajat keparahan PK yang dinilai dengan skor CURB-65 sehingga AT-III dapat digunakan untuk