PERJUANGAN PENDIDIKAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL NAMAKU TEWERAUT KARYA ANI SEKARNINGSIH
oleh
Lamsari1) Yundi2) Hadiyanto2)
1) Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Jambi 2) Dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Jambi
Email: lamsarisilitonga23@gmail.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan gambar mengenai kenyataan, tetapi dunia melukiskan banyak hal yang dalam kenyataan tidak pernah ada. Sastra juga merupakan cabang dari kebudayaan, ia merupakan proses kreatif seniman berupa ekspresi pengalaman jiwa mengenai kehidupan manusia dengan media tertentu menjadi karya seni. Dengan media bahasa yang estetik (indah) seniman dapat menciptakan seni sastra berupa karya sastra, seperti novel, cerpen, drama, dan lain-lain.
Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai aspek kehidupannya, sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.
Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan karangan imajinatif yang berangkat dari fakta kehidupan masyarakat dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Sejalan dengan pengertian novel menurut Scholes ialah sebuah cerita yang berkaitan dengan peristiwa nyata atau fiksional yang
dibayangkan pengarang melalui pengamatannya terhadap realitas.
Begitu juga dengan novel Namaku
Teweraut merupakan salah satu karya
sastra yang ditulis pengarang melalui pengamatannya tentang kehidupan Asmat. Faktor pernah hidup dan pernah mengabdi di Asmat Papua selama beberapa lama membuat Ani merasa tersentuh untuk merekam keeksotisan budaya dan perilaku masyarakat Asmat dalam bentuk karangan fiksi.
Novel Namaku Teweraut berhasil memperoleh penghargaan Hadiah Sastra Buku Utama Tahun 2002 dari Menteri Pendidikan Nasional. Ada hal menarik yang membuat seorang Ani Sekarningsih menulis novel dengan latar Asmat Papua tersebut diantaranya mulai dari budaya, pendidikan, dan perilaku masyarakat Asmat yang sampai sekarang masih dianut dan perjumpaan budaya lokal Asmat dengan budaya modern luar.
kesenjangan gender khsusnya pendiskriminasian terhadap perempuan. Theodorson (1979:115-116) mengatakan bahwa diskriminasi gender merupakan perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Ksesenjangan gender yang dialami perempuan Asmat jelas sangat berkaitan dengan teori feminisme. Dimana teori tersebut bersinggungan dengan keperempuanan. Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial (Wiyatmi 2014:10).
Novel namaku Teweraut berlatar waktu masa orde baru ketika presiden Indonesia dijabat Suharto dan ketua MPR/ DPR RI dijabat oleh Kharis Suhut (Sekarningsih, 2006:11-12) menjadi salah satu jenis karya sastra yang mengisahkan tentang bentuk perjuangan pendidikan. Bentuk perjuangan itu bermula ketika peraturan adat Asmat mendiskriminasi kebebasan perempuan untuk memperoleh pendidikan dan menenmpatkan posisi perempuan di sumur, di kasur dan di dapur.
Sebagai seorang perempuan yang kritis dengan keadaan, Teweraut menentang ketidakadilan bagi perempuan Asmat. Dia ingin bersekolah dan membawa perubahan bagi masyarakat Asmat yang masih berpikiran primitif. Perjuangan itu mengalami banyak rintangan hingga akhirnya Teweraut
berhasil menjadi dampak perubahan pendidikan bagi masyarakat Asmat.
Ketertarikan peneliti dalam menganalisis novel Namaku Teweraut
Karya Ani Sekarningsih ini dikarenakan dalam novel tersebut menceritakan bagaimana perjuangan tokoh perempuan dalam pendidikan. Meskipun perjuangan itu diperhadapkan dengan situasi sulit seperti peraturan adat yang mendiskriminasi kebebasan hak perempuan, tetapi tokoh utama tidak menjadi lemah melainkan bangkit dan berjuang demi masa depan yang penuh harapan.
Selain itu, yang menjadi alasan peneliti menganalisis novel tersebut karena di dalam novel terdapat satu terobosan pendidikan di Papua melalui seorang perempuan. Dimana perjuangan itu membuktikan betapa perempuan sangat berperan penting dalam kemajuan negeri ini juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi para perempuan-perempuan Indonesia agar tidak mau diperbudak oleh budaya patriarki. Perempuan Indonesia adalah aset yang berharga karena itu pantas berpendidikan, cerdas, dan terampil.
Oleh karena itulah peneliti menggunakan pendekatan feminisme untuk mengkaji perjuangan pendidikan oleh tokoh utama dalam novel Namaku
Teweraut. Pendekatan ini bertujuan untuk
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Novel
Pengertian novel berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah buku
berisi cerita yang pelakunya mengalami peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam hidup. Priyatni (2010; 124) novel adalah cerita yang menyampaikan tentang kehidupan sehari-hari yang dapat dirasa dan dihayati oleh masyarakat pembaca.
Novel adalah karangan prosa yang panjang yang berisikan rangkain cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan sikap dan watak setiap pelaku. Cerita novel beragam dari segi tempat, alur dan tokoh-tokoh. Terkadang novel banyak menceritakan tentang permasalahan manusia yang lebih mendalam.
Kosasih (2008: 54), novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang berarti sebuah barang baru yang kecil. Dalam perkembangannya, novel diartikan sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Kisah novel berawal dari kemunculan persoalan yang dialami oleh tokoh hingga tahap penyelesaiannya.
Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai pemasalahan hidup. Dari permasalahan hidup manusia yang komplek dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel pengarang dapat menceritakan tentang aspek kehidupan manusia secara mendalam termasuk berbagai perilaku manusia.
Hakikat Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti
perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan sebagai kelas sosial. Sedangkan menurut Wiyatmi (2014: 10) feminisme merupakan gerakan perempuan untuk mencapai hak asasi dan mengakhiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat. Gerakan feminisme terjadi akibat kedudukan tokoh perempuan sering diperlakukan atau diposisikan lebih rendah dari pada tokoh laki-laki. Para tokoh perempuan itu tidak memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berbagai hal yang menyangkut aspek kehidupan (Nurgiyantoro, 2013: 107).
Hakikat feminisme itu sendiri adalah perlawanan, anti, dan bebas dari penindasan, dominasi, hegemoni, ketidakadilan, dan kekerasan. Kekhasan feminisme adalah melawan penindasan (Valentina 2004: 5). Feminisme membongkar pengalaman ketertindasan sebagai perempuan, mempertanyakan relasi-relasi kekuasaan (personal politik) yang berlangsung pada perempuan dan berbuat sesuatu untuk mengubahnya.
Menurut Humm (dalam Wiyatmi 2012: 10) feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan. Feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan dengan keyakinan
bahwa perempuan mengalami
Prinsip feminisme berakar pada posisi perempuan dalam dunia (filsafat, politik, ekonomi, budaya, dan sosial) patriarki dan berorientasi pada perubahan pola hubungan kekuasaan. Untuk itu tatanan masyarakat yang hierarkis dan menindas perempuan, baik dalam aspek kelas, budaya, feodalistis, dan kontrak sosial, haruslah diubah menuju penataan hubungan-hubungan sosial baru dimana perempuan sama dengan laki-laki.
Ratna (2004: 186) teori feminisme digunakan kaum wanita untuk memperjuangkan hak-haknya, erat kaitannya dengan konflik kelas dan ras, khususnya konflik gender. Feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki.
Kemunculan teori feminisme menjadi sebuah gerakan emansipasi perempuan, yaitu proses pelepasan diri kaum perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah serta pengekangan kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Selain itu, feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, maupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih 2008: 78-79).
Dalam tahun 1960-an, tujuan politik-politik feminis terfokus pada penentuan wanita agar sederajat dengan laki-laki. Setelah berabad-abad diabaikan oleh disiplin patriarkis wanita berusaha masuk menjadi objek penyelidikan. Teori-teori tradisional kerap dimodifikasi oleh kaum feminis untuk menerangkan penindasan wanita.
Suatu perubahan politik feminis terjadi, ketika kaum feminis menunjukkan teori-teori untuk menerangkan otonomi wanita yakni hak wanita untuk politik, sosial, ekonomi, dan penentuan diri secara intelektual (Gross, 1986:193). Pendekatan-pendekatan studi wanita yang dicakup oleh beberapa sosiologi meliputi tradisi feminis Liberal, feminisme Marxis, feminisme Radikal, Feminisme Sosialis, feminisme Kultural, dan feminisme Pasca Struktural (Helen, 1996:21).
Diskriminasi Gender
Pengertian diskriminasi berdasarkan wikipedia lebih merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu. Theodorson (1979: 115-116) menjelaskan diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Puspitawati (2013:1) menguraikan bahwa gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.
Dilihat dari aspek biologis
(biological reductionism) sebagaimana
kategori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu pertama kategori laki-laki dan kedua kategori perempuan. Setiap kategori mengandung makna yang pengertiannya bervariasi dari satu ke lain masyarakat.
Menurut Sarah (2004: 69) feminisme kontemporer telah menggunakan strategi-strategi dekonstruktif dalam rangka untuk mengurangi kestabilan sepasang model yang tertuang dalam pasangan maskulin/ feminism. Di samping itu, feminisme telah mengembangkan secara provokatif kerangka-kerangka baru yang digunakan untuk memosisikan perseoalan gender dan seksual. Daalam hal ini feminisme mencoba untuk membalik keadaan yang mengatakan posisi laki-laki lebih diistimewakan menjad perempuan lebih bisa diistimewakan.
Pendidikan Perempuan
Pendidikan feminis adalah salah satu aliran pendidikan yang bertujuan membangun kedasaran kritis dan analisis kritis terhadap realita sekaligus mendorong aksi-aksi transformatif untuk keadilan dan kesetaraan (Muchtar,2010: 61). Pendidikan feminis sebenarnya merupakan bagian dari pedagogis kritis. Hal ini karena kedua aliran pemikiran pendidikan tersebut memahami persoalan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari realitas, konteks sosio-kultural yang terjadi dalam masyarakat yang mengandung diskriminasi, ketidakadilan, dan bahkan penindasan. Keduanya memandang pendidikan memiliki peran untuk melakukan pembebasan untuk menuju keadilan dan kesetaraan.
Pedagogik kritis adalah aliran pemikiran dalam pendidikan yang lahir
dan dikembangkan oleh pikiran kritis (Buchori, dalam Tilaar dkk., 2011: vii). Yang dimaksud berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang diyakini untuk diperbuat (Tilaar, 2011: 15). Sementara itu, pendidikan feminis adalah aliran pemikiran dalam pendidikan yang memandang bahwa selama ini kaum perempuan mengalami diskriminasi, ketidakadilan, dan bahkan penindasan dalam masyarakat patriarkat (Muchtar 2010: 62).
Pedagogik kritis sering disebut juga dengan pendidikan kritis, pendidikan pembebasan (oleh Freire, 1970), pedagogik radikal (oleh Giroux, 1997; McLaren, 1995), pedagogik transformatif (oleh Tilaar, 2002), dan pendidikan popular (oleh Fakih, 2002 ) (Subkhan, dalam Tilaar dkk., 2011:137). Pedagogik kritis melihat bahwa praktik pendidikan tidak dapat dilepaskan dari konteks sosio-kultural yang melingkupinya, dan kemudian bersikap kritis terhadap fenomena sosio-kultural tersebut (Subkhan, dalam Tilaar dkk., 2011:137).
Pedagogik kritis memahami praksis pendidikan dan kondisi sosio-kultural masyarakat selalu menyimpan bentuk-bentuk diskriminasi, ketidakadilan, dan bahkan penindasan (Subkhan, dalam Tilaar dkk., 2011:137). Berdasarkan definisi kedua jenis aliran pemikiran pendidikan tersebut tampak ada kemiripan antara pedagogik kritis dan pendidikan feminis dalam memahami persoalan pendidikan.
yang selama ini mengalami diskriminasi, ketidakadilan, dan bahkan penindasan dalam masyarakat patriarkat. Pedagogik kritis tidak memfokuskan pendidikan kepada kaum perempuan saja, tetapi kepada kelompok sosial yang selama ini mengalami diskriminasi, ketidakadilan, dan bahkan penindasan, yang menurut Mangunwijaya adalah kaum kecil, lemah, miskin, dan terpingirkan (Tilaar dkk., 2011: 54).
Pendidikan feminis, seperti diuraikan oleh Yanti Muchtar (2010: 62) bertujuan untuk meredifinisikan dan merekonstruksi pola hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan yang selama ini timpang agar menjadi lebih adil. Hal ini akan menjadi fondasi utama perempuan untuk mewujudkan hak-hak asasinya. Selain itu, pendidikan feminis mengemban fungsi untuk (1) membangun kesadaran kriris perempuan, (2) mendorong aksi-aksi transformatif perempuan, (3) memperluas dialog-dialog konstruktif untuk perdamaian.
Proyek pendidikan feminis dalam konteks Indonesia semakin mendapat dukungan secara formal dari pemerintah sejak terbitnya Instruksi Presiden nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional (Gender Mainstreaming), Indonesia menjadi salah satu negara yang secara
yuridis formal menjadikan
pengarusutamaan gender sebagai landasan kebijakan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Secara historis terbitnya Instruksi Presiden tersebut, merupakan tindak lanjut dari hasil Konferensi Internasional Perempuan III yang diselenggarakan oleh
PBB pada tahun 1985 di Nairobi, yang melahirkan konsep gender mainstreaming. Konsep ini dibuat untuk keperluan
mendukung perempuan dalam
pembangunan dan bagaimana
memasukkan nilai-nilai keperempuanan ke dalam pembangunan itu sendiri (Hidajati, 2001: 14).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Penelitian ini akan mendeskripsikan kutipan-kutipan data yang berasal dalam novel Namaku
Teweraut karya Ani Sekarningsih. Hal ini
sesuai pendapat Moleong (2001: 6) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan data yang dikumpulkan berupa kata, frase, kalimat dan bukan angka-angka. Sedangkan penelitian kualitatif Moleong (2001:11) merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistis dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah bentuk perjuangan pendidikan tokoh perempuan pada novel Namaku Teweraut
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan atau studi pustaka, teknik baca dan catat. Teknik kepustakaan yaitu teknik yang dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, dan mempelajari buku acuan, artikel atau tulisan lain yang berhubungan dengan objek penelitian (Nasution S dan Thomas 1999: 81). Adapun langkah yang peneliti lakukan adalah;
1. Membaca isi novel berulang-ulang dan memahami isi novel 2. Membaca referensi yang
berhubungan dengan bentuk perjuangan pendidikan yang dalam hal ini mengacu pada permasalahan pengdiskriminasi gender dengan menggunakan pendekatan feminisme.
3. Setelah membaca dan memahami referensi, peneliti melakukan penandaan dan pencatatan data yang berhubungan dengan keperluan penelitian kemudian mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahan masing-masing ke kartu data yang telah disediakan sesuai permasalahan yang akan dideskripsikan.
Teknik Analsis Data
Bedasarkan permasalahan yang ada maka langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut:
a. Reduksi data
Tahap ini adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, memilih, memilah, memisah, memusatkan perhatian kepada
penyederhanaan, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik.
b. Setelah mereduksi data, peneliti mengidentifikasikan data-data yang terpilih untuk dijadikan bahan penelitian
sehingga terbentuk
kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c. Pengidentifikasian data-data tersebut terkait dengan bentuk perjuangan pendidikan oleh tokoh utama, diskriminasi gender, dan dampak dari perjuangan yang dilakukan Teweraut sebagai tokoh utama pada novel Namaku Teweraut
karya Ani Sekarningsih.
d. Mengkaji dan mendeskripsikan kembali hasil yang sudah didapatkan.
e. Merumuskan kesimpulan dan mengemukakan saran.
Instrumen Penelitian
PEMBAHASAN Bentuk Perjuangan
Menurut Marsam (2000: 181) Perjuangan berasal dari kata juang yang berarti berkelahi untuk mempertahankan hidup atau kemerdekaan Negara. Perjuangan pada penelitian ini dapat diartikan sebagai usaha seorang wanita dalam rangka mempertahankan hak- hak dan martabat wanita yang tertindas akibat kesewenang-wenangan budaya patriarki yang cukup menjamur di masyarakat.
Kartono (1992: 10) mengemukakan bahwa wanita dapat merealisasikan dirinya dengan bakat dan potensi yang dimilikinya untuk perjuangan eksistensinya secara khusus dan manusiawi. Dalam keberadaannya di dunia perempuan mempunyai hubungan tertentu dengan realitas, sehingga ia sanggup melepaskan diri dari situasi sekarang dan di sisi lain menuju ke hari esok.
Jadi, perjuangan di sini adalah sebuah bentuk usaha yang dilakukan seorang perempaun demi mempertahankan hak-hak dan martabat wanita terhadap budaya Patriarki yang dinilai menindas kaum wanita. Wujud perjuangan tersebut adalah merealisasikan dirinya dengan bakat dan potensi yang dimilikinya untuk perjuangan eksistensinya secara khusus dan manusiawi. Hal ini sesuai dengan perjuangan yang dilakukan oleh Teweraut.
Novel namaku Teweraut berlatar waktu masa orde baru ketika presiden Indonesia dijabat Suharto dan ketua MPR/ DPR RI dijabat oleh Kharis Suhut (Sekarningsih, 2000:15). Dalam novel tersebut digambarkan sejumlah tokoh perempuan yang berjuang untuk memperoleh pendidikan dan membangun
Asmat menjadi daerah yang menerima pendidikan.
“Dalam tanganmu , tergenggam kekuatan kemauan itu. Kemampuan untuk menegakkan kedisiplinan dalam bersikap, berpikir, menumbuhkan etos kerja. Kamu harus menggembala anak-anakmu mendapat pendidikan agar mampu menjawab tantangan zaman. Kuncinya cuma ada padamu. Kamu harus belajar dan berusaha mengembangkan diri...
“Kalau wanita selalu siap mencerdaskan diri, ia juga mampu memberikan kecerdasan kepada anak-anaknya. Intinya Cuma kesabaran dan ketekunan menimba pengetahuan-pengetahuan pendukung untuk mendidik. Wanita sudah ditakdirkan untuk sepanjang hidupnya belajar pada setiap perubahan” (Sekarningsih, 2006:271).
Dari kutipan tersebut tampak bahwa sosok perempuan menjadi penyemangat dan motivator untuk pembangunan di Asmat. Melalui perjuangan dan perjalanan ke luar negeri Asmat menjadi daerah pembangunan dan mendapatkan banyak perhatian dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Perjuangan itu memberikan dampak kepada masyarakat Asmat.
laku perbuatan (Ani Sekarningsih 2006:293)”
Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Perjuangan Pendidikan Tokoh Utama dalam Novel Namaku Teweraut memiliki tiga fase dalam memperjuangkan pendidikan. Fase pertama ketika Teweraut sebelum sekolah, dalam fase ini Teweraut memperjuangkan pendidikan dihambat oleh kekuatan adat yang mendeskriminasi gender. Fase kedua ketika Teweraut setelah sekolah, dalam fase ini Teweraut berhasil meyakinkan keluarganya untuk bisa bersekolah. Namun biaya yang tidak mencukupi membuat Teweraut harus berhenti sekolah dan kembali menjalani hari-harinya seperti biasa.
Pada fase yang ke tiga ketika Teweraut terpilih menjadi anggota delegasi, dalam fase ini Teweraut memperoleh harapan baru untuk menggapai cita-citanya yaitu membawa nama baik Asmat ke mancanegara. Dalam fase ini dia bertemu dengan Mama Rin yang merupakan motivator pendidikan perempuan di Asmat. Fase terakhir, Teweraut ke luar negeri dalam fase ini Teweraut memperoleh pengalaman dan ilmu baru yang semakin membuka wawasannya. Dalam fase inilah Teweraut mempunyai kekuatan untuk mewujudkan perjuangannya khususnya dalam pendidikan.
Saran
Novel Namaku Teweraut adalah novel yang kaya akan nilai budaya dan antropologi sosial Asmat. Kekayaan novel
ini menjadikan banyak hal yang bisa dipelajari di dalamnya salah satunya adalah perjuangan seorang Teweraut melawan hukum patriarki yang mendiskriminasi kebebasan perempuan, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada pecinta novel khususnya yang mencintai cerita-cerita suku rimba dan kehidupannya dapat menganalisis kembali novel Namaku Teweraut karya Ani Sekarningsih.
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Fajar. 2014. Berbagai Pandangan Mengenai Gender & Feminisme: Kajian Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Mulawarman.
Fakih, Mansoer. 2006. Analisis Gender &
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gamble, Sarah. 2004. Feminisme &
Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra
Moleong, J.L. 2001. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sujarwa, Rachmat. 2001. Polemik Gender. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Wiyatmi. 2014. “Novel Indonesia sebagai Arena Perjuangan Pendidikan
Feminis: Sebuah Jurnal Bahasa, Sastra, dan Seni sebagai Jalan
Pemberadaban Bangsa”. Yogyakarta: UNY Press
Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya dalam Sastra