• Tidak ada hasil yang ditemukan

LUNG CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LUNG CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN

KOMPARASI RECIST 1.0 DAN RECIST 1.1 PADA NON SMALL CELL LUNG CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

BERBASIS PLATIN DAN IMMUNOTERAPI RACOTUMUMAB PENGAMATAN DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK RSUD DR SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015

Oleh : dr. Mayla Yahya

Pembimbing :

dr. Rosy Setiawati, Sp. Rad (K) dr. Paulus Rahardjo Sp.Rad (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI DEPARTEMEN/SMF RADIOLOGI FK UNAIR- RSUD DR SOETOMO

SURABAYA 2016

(2)

ii KARYA AKHIR PENELITIAN

KOMPARASI RECIST 1.0 DAN RECIST 1.1 PADA NON SMALL CELL LUNG CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

BERBASIS PLATIN DAN IMMUNOTERAPI RACOTUMUMAB PENGAMATAN DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK RSUD DR SOETOMO SURABAYA PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015

Sebagai sebagian syarat untuk memperoleh gelar spesialis radiologi

dr. Mayla Yahya

NIM: 011181717

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2016

(3)

LAPORAN PENELITIAN KOMPARASI RECIST 1.0 ... MAYLA YAHYA

(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini

sebagai karya akhir PPDS I Radiologi tepat waktu tanpa ada hambatan

yang berarti.

Adapun laporan tugas akhir yang berjudul “KOMPARASI

RECIST 1.0 DAN RECIST 1.1 PADA NON SMALL CELL LUNG

CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

BERBASIS PLATIN DAN IMMUNOTERAPI RACOTUMUMAB” ini

merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program

Pendidikan Dokter Spesialis I Radiologi di Departemen/SMF Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD dr. Soetomo Surabaya.

Laporan penelitian ini secara umum terdiri dari : latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta

tinjauan kepustakaan yang berkaitan dengan topik masalah tersebut. Di

dalam laporan penelitian ini disertakan kerangka konseptual yang

merupakan ringkasan dari konsep metodologi penelitian. Hasil pengolahan

data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang untuk selanjutnya

(6)

vi

Peneliti sangat menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh

dari kata sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami

mengaharapkan saran dan kritik dalam upaya perbaikan dan

penyempurnaan laporan ini.

Surabaya, April 2016

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya akhir

ini sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Radiologi di Departemen/SMF Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga - RSUD dr. Soetomo Surabaya.

Dengan hati yang tulus dan ikhlas kami menghaturkan terima kasih

dan penghargaan yang setingi-tingginya kepada semua pihak yang telah

membantu baik secara moral maupun material selama mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis I Radiologi.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati kami menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya atas

kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan

menyelesaikan Pendidikan di bidang Radiologi.

2. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo Surabaya atas

kesempatan yang telah diberikan kepada saya sehingga dapat bekerja

dan menimba ilmu di Rumah Sakit ini.

3. dr. Budi Laraswati, Sp. Rad (K) selaku Kepala Departemen/SMF

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya -

RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah membimbing dan mendidik

(8)

viii

4. dr. Lies Mardiyana, Sp. Rad (K) selaku Ketua Program Studi

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang

telah membimbing dan mendidik kami selama masa Pendidikan

Dokter Spesialis I Radiologi.

5. dr. G.A. Indirawati, Sp.Rad (K) selaku Ketua Program Studi

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

periode sebelumnya yang telah membimbing dan mendidik kami

selama masa Pendidikan Dokter Spesialis I Radiologi.

6. dr. Rosy Setiawati, Sp.Rad (K) selaku Sekretaris Program Studi

Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang

telah membimbing dan mendidik kami selama masa Pendidikan

Dokter Spesialis I Radiologi.

7. dr. M. Yamin, Sp. Rad (K) selaku Kepala Instalasi Radiodiagnostik

RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah menyediakan fasilitas,

membimbing serta mendidik selama masa Pendidikan Dokter

Spesialis I Radiologi.

8. dr. Rosy Setiawati, Sp.Rad (K) dan dr. Paulus Rahardjo, Sp. Rad (K)

selaku pembimbing dan tim penguji yang telah meluangkan waktu di

sela kesibukannya untuk membimbing dan membantu dalam

menyusun karya akhir ini.

9. Seluruh staf pengajar SMF Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga - RSUD dr. Soetomo Surabaya yang telah

sabar dan tekun mendidik dan membimbing selama masa

(9)

ix

10. Seluruh staf dan karyawan Radiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga - RSUD dr. Soetomo Surabaya atas bantuan

dan dukungannya selama masa pendidikan.

11. Abah dan Mama tercinta serta Suami dan Anak ku tersayang yang

selalu memberikan doa, dukungan dan pengertiannya selama masa

pendidikan.

12. Semua teman dan sahabat serta pihak yang telah membantu baik

secara moral maupun material selama menyelesaikan pendidikan dan

karya akhir ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk menyempurnakan karya akhir ini.

Surabaya, April 2016

Penyusun

(10)

x

COMPARISON OF THE RECIST 1.0 AND RECIST 1.1 IN ADVANCED NON SMALL CELL LUNG CANCER TREATED WITH PLATINUM

BASED CHEMOTHERAPHY AND RACOTUMUMAB IMMUNOTHERAPHY

Mayla Yahya1, Rosy Setiawati2, Paulus Rahardjo3

1Radiology Resident, Airlangga University Soetomo Hospital

2Radiology Residency Program Staff, Airlangga University Soetomo Hospital 3Radiology Residency Program Staff, Airlangga University Soetomo Hospital Abstract

Objective : to compare the impact of RECIST 1.1 with RECIST 1.0 on the

selection of target lesions and assesment of tumor response in patients with

advanced NSCLC who received platinum based chemotherapy and

immunotheraphy.

Methods: We retrospectively reviewed medical records MDCT scan thorax of patients with advanced NSCLC who received platinum based chemotherapy and immunotheraphy between January and December 2015. Tumor measurements and response assessment were performed using RECIST 1.0 and RECIST 1.1. The number of target lesions and tumor response were compared between RECIST 1.1and RECIST 1.0

.Results: A total of 32 samples who had at least one target lesion according to the

RECIST 1.0 were included in the study. The number of target lesions by the RECIST 1.1 was significantly lower than that by the RECIST 1.0. When adopting the RECIST 1.1 instead of the RECIST 1.0. 26 samples (81,25 %) showed a the two criteria, which were all due to the change of the lymph node criteria.

Conclusion: RECIST 1.1 provided concordant response assessment with a decreased

number of target lesions compared with RECIST 1.0 in advanced NSCLC patients who received platinum based chemotherapy and immunotheraphy. The new lymph node criteria were the major cause of the reduction of target lesions and reclassification of the tumor response.

(11)

xi

KOMPARASI RECIST 1.0 DAN RECIST 1.1 PADA NON SMALL CELL LUNG CANCER STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

BERBASIS PLATIN DAN IMMUNOTERAPI RACOTUMUMAB

Mayla Yahya1, Rosy Setiawati2, Paulus Rahardjo3

1PPDS I Program Studi Ilmu Radiologi FK UNAIR-RSUD Soetomo 2Staf Pengajar Departemen Radiologi FK UNAIR-RSUD Soetomo 3Staf Pengajar Departemen Radiologi FK UNAIR-RSUD Soetomo

Tujuan: untuk membandingkan RECIST 1.1 dengan RECIST 1.0 pada pemilihan

lesi target dan penilaian respon tumor pada pasien NSCLC stadium lanjut yang menerima kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi.

Metode: Kami meninjau data rekam medis MDCT scan thorax pasien NSCLC stadium lanjut yang mendapat kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi antara Januari dan Desember 2015. Pengukuran tumor dan penilaian respon dilakukan menggunakan RECIST 1.0 dan RECIST 1.1. Jumlah lesi target dan respon tumor dibandingkan antara RECIST 1.1 dan RECIST 1.0.

Hasil: Sebanyak 32 sampel yang memiliki setidaknya satu sasaran lesi menurut

RECIST 1.0 dilibatkan dalam penelitian ini. Jumlah lesi target oleh RECIST 1.1 secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan RECIST 1.0. Ketika mengadopsi RECIST 1.1, sebanyak 26 sampel (81,25%) menunjukkan penurunan jumlah lesi target. Penurunan lesi target dengan mengadopsi RECIST 1.1 terutama disebabkan oleh perubahan kriteria respon. Sebanyak 28 sampel (81,25 %) memiliki respon tumor yang sama antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1. Respon tumor menunjukkan tingkat kesesuaian antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1, dengan nilai kappa 0.614. Enam pasien (18,75%) menunjukkan ketidaksesuaian respon tumor antara dua kriteria, yang semuanya karena perubahan kriteria lymph

node pada RECIST 1.1.

Kesimpulan: RECIST 1.1 menunjukkan penurunan jumlah lesi sasaran secara

signifikan dibandingkan dengan RECIST 1.0 dan memiliki tingkat kesesuaian dengan RECIST 1.0 dalam penilaian respon tumor pada pasien NSCLC stadium lanjut yang mendapat kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi. Kriteria lymph node baru pada RECIST 1.1 merupakan penyebab utama dari pengurangan lesi target dan reklasifikasi respon tumor.

(12)

xii

DAFTAR ISI

COVER ...i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ...iv

1.4 ManfaatPenelitian ... 3

1.4.1 Manfaat Klinis ... 3

(13)

xiii

2.3 Metode RECIST ... 10

2.3.1 Panduan RECIST versi 1.0 ... 10

2.3.2 Panduan RECIST versi 1.1 ... 14

2.3.2.1 Pengukuran Tumor di Waktu Awal ... 18

2.3.2.2 Spesifikasi Metode Pengukuran ... 20

2.3.2.3 Metode Pengukuran ... 20

2.3.2.4 Kriteria Respon Tumor Lesi Target ... 20

2.3.2.5 Kriteria Respon Tumor Lesi Non Target ... 21

2.3.2.5 Respon Evaluasi Secara Keseluruhan ... 21

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 24

3.1 KerangkaKonsep ... 24

3.2 PenjelasanKerangkaKonsep ... 25

3.3 Hipotesis ... 25

BAB IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Jenis dan Rancangan penelitian ... 26

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

4.2.1 Populasi Penelitian ... 26

4.2.2 Sampel Penelitian ... 26

4.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 26

4.3.1 Kriteria Inklusi ... 26

4.3.2 Kriteria Eksklusi ... 27

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

4.4.1 Variabel Penelitian ... 27

4.4.2 Definisi Operasional ... 27

4.5 Alur Penelitian ... 29

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.7 Cara Mengolah dan Analisa Data ... 30

4.8 Etika Penelitian ... 31

BAB V HASIL PENELITIAN ... 32

5.1 Karakteristik Pasien ... 32

5.1.1 Distribusi sampel berdasarkan usia ... 33

5.1.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 33

5.1.3 Distribusi sampel berdasarkan histopatologis ... 34

(14)

xiv

5.2 Jumlah Lesi Target ... 35

5.3 Respon Tumor ... 37

BAB VI PEMBAHASAN ... 40

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram ilustrasi sistem staging TNM edisi ke 7 untuk kanker paru. . 9

Gambar.2 Ukuran lesi berdasarkan Response Evaluation Criteria in Solid Tumor

(RECIST) ... 11

Gambar.3 Lesi yang tidak diukur berdasarkan Response Evaluation Criteria in Solid Tumor (RECIST) ... 12

Gambar. 4 Lesi target dengan ukurannya ... 13

Gambar 5 Penilaian respon. ... 13

Gambar 6 Jumlah lesi target berdasarkan revisi RECIST versi 1.1 terdapat pengurangan jumlah lesi target per organ menjadi dua. ... 15

Gambar 7. Jumlah lesi target berdasarkan revisi RECIST versi 1.1 terdapat pengurangan jumlah lesi target per organ menjadi lima ... 16

Gambar 8. Penilaian kelenjar getah bening patologis pada RECIST versi 1.1 .... 17

Gambar 9. Penjelasan mengenai progresivitas penyakit.. ... 17

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Konsep ... 23

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Evaluasi dari lesi target dan non – target berdasarkan Response

Evaluation Criteria in Solid Tumor (RECIST) 1.0 (Nishino, 2010) ... 14

Tabel 2. Evaluasi dari lesi target dan non – target berdasarkan Response

Evaluation Criteria in Solid Tumor (RECIST)1.1 (Chalian et al, 2011) ... 22

Tabel 3. Kategori respon keseluruhan dari penyakit dengan menggunakan kriteria

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

CT : Computed Tomography

RECIST : Respon Evaluation Criteria In Solid Tumors

NSCLC : Non Small Cell Lung Cancer

SCLC : Small Cell Lung Cancer

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor

TNM : Tumor Node Metastasis

FDG : Fluoro-Deoxy-Glucose

MDCT : Multislice Detector Computed Tomography

PET : Possitron Emission Tomography

MRI : Magnetic Resonance Imaging

CR : Complete Response

PR : Partial Response

SD : Stable Disease

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sekitar 80% pasien dengan tumor paru NSCLC datang pada stadium lanjut

dan tidak dapat dioperasi karena adanya ekstensi tumor ke locoregional,

metastasis ke organ lain atau kondisi fisik pasien yang buruk, sehingga pilihan

terapinya bukan lagi operasi, melainkan kemoterapi atau radioterapi. Pasien

dengan tumor paru NSCLC stadium lanjut tidak memiliki pilihan pengobatan

kuratif, oleh karena itu, terapi yang diberikan harus memperpanjang

kelangsungan hidup dan meningkatkan kualitas hidup.

Radiologi mempunyai peran yang sangat penting dalam monitoring respon

tumor terhadap terapi pada pencitraan onkologi. Studi pencitraan memainkan

peranan yang vital dan objektif dalam menghitung kuantitas respon tumor

terhadap berbagai variasi terapi. Computed tomography (CT) merupakan

teknik pencitraan yang efektif

untuk menilai respon terhadap pengobatan pada pasien dengan tumor padat.

Kebanyakan penilaian bergantung pada Kriteria Respon Evaluasi pada Tumor

Padat (RECIST).

Secara teori, demarkasi batas massa pada potongan Computed tomography

(CT) sangat menentukan dalam mengukur lesi target. Pemilihan tepi antara

jaringan neoplastik dan normal, bisa menstabilkan bias dari waktu ke waktu

untuk memudahkan penilaian perubahan respon tumor. Pada pasien NSCLC

(20)

2

terkait dengan penyakit paru komorbiditas, sehingga secara radiologis hal ini

merupakan tantangan yang sangat besar untuk menentukan lesi target secara

tepat karena akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap penilaian

respon tumor.

Pedoman Kriteria Respon Evaluasi Tumor Padat (RECIST) yang

diterbitkan pada tahun 2000 mendefinisikan ukuran minimum lesi yang dapat

diukur, jumlah lesi yang diukur, teknik pencitraan yang akan digunakan, dan

kebutuhan untuk pengukuran uni-dimensional daripada bi-dimensional untuk

evaluasi beban tumor (Therasse et al, 2000). Namun, sejumlah pertanyaan dan

masalah muncul yang telah menyebabkan pengembangan pedoman RECIST

yang direvisi (versi 1.1) (Eisenhauer et al, 2009).

Di instalasi radiologi RSUD Dr Soetomo Surabaya sampai saat ini belum

ada standar pengukuran yang objektif untuk penilaian respon tumor padat

terutama tumor paru. Padahal untuk menilai respon tumor diperlukan adanya

suatu standar pengukuran yang objektif. Data-data yang didapat pada

penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu dasar untuk ditetapkannya

penggunaan standar pengukuran tumor padat di instalasi radiologi RSUD Dr

Soetomo Surabaya.

Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan hasil pengukuran CT

scan dan penilaian respon tumor RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 pada tumor

paru NSCLC stadium lanjut yang mendapat kemoterapi berbasis platin dan

(21)

3

1.2Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan penilaian respon tumor RECIST 1.0 dan RECIST

1.1 pada tumor paru NSCLC stadium lanjut yang mendapat kemoterapi

berbasis platin dan immunoterapi racotumumab?

1.3Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan penilaian respon

tumor RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 pada tumor paru NSCLC stadium lanjut

yang mendapat kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi racotumumab.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran respon tumor berdasarkan RECIST 1.0

2. Mengetahui gambaran respon tumor berdasarkan RECIST 1.1

3. Mengetahui gambaran perbandingan respon tumor RECIST 1.0 dan

RECIST 1.1

1.4Manfaat

1.4.1 Manfaat Klinis

(22)

4

2. Untuk membuat suatu standar pengukuran yang objektif pada tumor

padat.

3. Memberi masukan kepada klinisi tentang metode pengukuran respon

tumor paru NSCLC stadium lanjut.

4. Untuk menentukan prognosa pasien tumor paru NSCLC stadium lanjut

sehingga dapat mengurangi angka mortalitas tumor paru.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Mengetahui perubahan morfologis yang terjadi pada tumor paru tipe

NSCLC stadium lanjut.

2. Sebagai dasar atau bahan rujukan untuk melakukan penelitian

(23)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker paru

2.1.1 Prevalensi

Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 kanker paru merupakan

jenis kanker dengan kasus baru tertinggi yaitu sebesar 13,6% atau sekitar

1.824.701 kasus di seluruh dunia dan kematian akibat kanker paru sebesar 11,1%.

(Ferlay et al, 2013).

Kanker paru merupakan penyebab kematian yang utama dari seluruh

kematian karena kanker di dunia, pada tahun 2012 angka mortalitas akibat kanker

paru pada laki-laki sekitar 29% dan pada wanita sekitar 26%. Pasien kanker paru

tanpa metastasis mempunyai angka harapan hidup 5 tahun sebesar 52,2% dan

pasien kanker paru dengan metastasis mempunyai angka harapan hidup 5 tahun

hanya sebesar 3,7%. Angka harapan hidup ini mencakup baik small cell lung

cancer (SCLC) dan non-small cell lung cancer (Hall et al, 2013).

2.1.2 Definisi dan Patologi

Kanker paru adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan sel yang

tidak terkontrol pada jaringan paru. Kebanyakan kanker paru yang terjadi

merupakan kanker primer, dimana kanker tumbuh dari sel epitelial paru (Fong et

al, 2003).

(24)

6

Penyebab utama timbulnya kanker paru adalah pajanan yang lama pada

rokok atau asap rokok. Penyebab lainnya adalah faktor genetik, gas radon,

asbestos, dan polusi udara termasuk perokok pasif (Alberg et al, 2010)

2.1.4 Gejala dan Tanda

Gejala-gejala kanker paru yang paling sering ditemui adalah batuk

(termasuk batuk darah), turunnya berat badan secara signifikan dan sesak napas.

Gejala lainnya termasuk nyeri dada, demam, kelelahan, disfagia, sindrom vena

cava superior dan nyeri pada tulang. Kanker paru paling sering metastasis ke otak,

tulang, hati dan kelenjar adrenal (Collins et al, 2007).

2.1.5 Klasifikasi

Secara histologis, kanker paru terbagi menjadi dua tipe utama, yaitu small

cell lung carcinoma (SCLC) dan non small cell lung carcinoma (NSCLC) (Maitra,

2007).

Pada SCLC, sel-sel nya mengandung granula-granula neurosecretory

(vesicula mengandung hormon neuroendokrin), yang biasanya menyebabkan

endokrin/sindrom paraneoplastic pada kanker paru tipe ini. SCLC terbanyak

ditemukan pada bronchus primer dan sekunder. Kanker jenis ini tumbuh dengan

cepat dan sering metastase pada stadium awal (Lu et al, 2008).

NSCLC terbagi menjadi 3 sub tipe, yaitu adenocarcinoma, squamous cell

(25)

7

dari seluruh kanker paru, squamous cell carcinoma sekitar 30% dari seluruh

kanker paru dan large cell carcinoma sekitar 9% dari kanker paru (Lu et al, 2008).

2.1.6 Diagnosa dan Terapi

Kanker paru dapat di diagnosa dengan modalitas foto polos thorax dan CT

scan thorax. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi. Biopsi dapat

dilakukan dengan bronchoscopy atau CT-guided biopsy. Terapi dan prognosa

kanker paru tergantung pada tipe histologis kanker, stadium penyakit dan keadaan

umum pasien. Terapi kanker paru pada umumnya meliputi operasi, kemoterapi

dan radioterapi (Collins et al, 2007).

Terapi pada SCLC menggunakan kemoterapi dan radioterapi. SCLC

sangat sensitive terhadap kemoterapi dan radioterapi, sehingga kombinasi

kemoterapi dan radioterapi pada stadium awal SCLC sangat direkomendasikan.

Namun, kombinasi ini ditentukan oleh staging penyakit dan performance status

penderita (Herbst, 2008).

NSCLC relatif tidak sensitif terhadap kemoterapi, jika memungkinkan

NSCLC di terapi dengan operasi (reseksi tumor) disertai terapi kuratif intensif,

walaupun demikian kemoterapi tetap digunakan baik sebelum maupun sesudah

operasi (Herbst, 2008).

Jika NSCLC terdiagnosa pada stadium awal (early stage) maka terapi

pilihannya adalah operasi, disertai kemoterapi sebelum dan sesudah operasi. Jika

NSCLC terdiagnosa pada stadium lanjut (advanced stage) maka terapi pilihannya

(26)

8

Meskipun pengobatan agresif dengan operasi, radiasi dan kemoterapi,

kelangsungan hidup jangka panjang untuk pasien kanker paru-paru masih rendah.

Bahkan mereka dengan penyakit "tahap awal" sering menyerah pada kanker

paru-paru karena perkembangan metastasis. Akibatnya, terapi sistemik telah menjadi

komponen yang diperlukan pada manajemen kanker paru-paru (Raez et al, 2005).

Dalam dekade terakhir, telah terjadi pemahaman yang lebih baik tentang

bagaimana kanker berinteraksi dengan sel-sel kekebalan tubuh dan bahwa kanker

telah menemukan cara untuk menghindari sistem kekebalan tubuh, sehingga era

baru protokol immunoterapi kanker diharapkan dapat membantu dalam mengatasi

keterbatasan strategi terapi konvensional (Hannahan et al, 2011).

Kemungkinan hubungan antara infeksi / peradangan / aktivasi kekebalan

dan hasil pasien kanker dari kedua penyebab dan titik hasil pandang telah lama

didalilkan. Kemajuan substansial dalam pemahaman tumor terkait antigen /

epitop, subpopulasi seluler kekebalan tubuh, jalur sitokin / ekspresi, lingkungan

mikro tumor, dan keseimbangan antara penekanan tumor-imun dan stimulasi telah

dilakukan pada dekade sebelumnya. Hal ini telah menyebabkan dikembangkannya

sebuah imunoterapi tumor memanfaatkan vaksin, penghambatan kekebalan tubuh,

dan virus oncolytic. Meskipun kemajuan yang signifikan di era molekuler

sekarang dengan targeted theraphy seperti inhibitor EGFR tirosin kinase dan

inhibitor ALK fusi protein yang secara signifikan telah meningkatkan

subpopulasi kanker paru-paru tertentu, secara keseluruhan kelangsungan hidup 5

tahun untuk kanker paru-paru (NSCLC) masih < 20% (Morris, 2014).

(27)

9

Sistem klasifikasi TNM (tumor-node-metastasis) untuk kanker paru

merupakan pedoman yang sangat penting dalam menentukan terapi dan prognosis

penyakit. Sistem klasifikasi TNM edisi ke-7 memberikan gambaran beberapa

revisi, antara lain kategori tumor subdivisi berdasarkan ukuran, perbedaan antara

penyakit metastasis lokal intrathoracic dan penyakit metastasis jauh,

rekategorisasi penyakit pleura maligna atau penyakit pericardial dari stadium III

sampai stadium IV, reklasifikasi dari nodul tumor yang terpisah pada paru atau

lobus yang sama dengan tumor primer dari T4 sampai T3 dan reklasifikasi dari

beberapa nodul tumor terpisah pada paru yang sama tapi pada lobus yang berbeda

dari tumor primer mulai M1 sampai T4 (Uybico et al, 2010).

(28)

10 Gambar 2. Thoracic lymph node station

2.2 Pencitraan CT scan pada Kanker Paru

Radiologi memiliki peranan yang penting baik dalam screening, diagnosis

serta evaluasi post terapi pada kanker paru (Bouchard et al, 2002).

. Berbagai modalitas pencitraan di bidang radiologi yang dapat digunakan

meliputi foto polos, CT scan, PET dan MRI (Mc Cloud & Boiselle, 2010).

Sampai saat ini, CT scan masih merupakan modalitas pencitraan pilihan

baik untuk screening, diagnosa dan evaluasi post terapi pada kanker paru (Laurent

et al, 2006).

CT scan merupakan gold standart untuk mendeteksi nodul pada paru.

(29)

11

CT scan juga digunakan sebagai modalitas untuk menentukan stadium pada

kanker paru, karena stadium pada kanker paru sangat menentukan pilihan terapi

dan prognosa (Laurent et al, 2006).

CT scan dapat mengetahui ukuran tumor, bentuk dan batas tumor,

kalsifikasi, cavitasi dan nodul dengan adanya karakteristik enhancement pada

densitas dan kontras (Bouchard 2002, Laurent 2006).

Evaluasi secara radiologis pada pasien setelah diterapi juga tidak kalah

pentingnya. Untuk banyak klinisi, CT scan setelah terapi dilakukan secara berkala

pada bulan ke 3, 6 dan 12 dan setelah itu dilakukan tiap tahun, terutama pada

kanker paru yang potensial untuk metastasis (Laurent et al, 2006).

Pada pasien kanker paru yang dilakukan kemoterapi, efektivitas terapi

sangat penting. Metode yang terpilih untuk mengukur respon terapi adalah dengan

menggunakan RECIST (Respon Evaluation Criteria in Solid Tumors) (Laurent et

al, 2006) (Padhani, 2001) .

Parameter yang sangat penting pada gambaran CT scan untuk evaluasi

tumor yang optimal dengan menggunakan RECIST adalah anatomi yang

menyeluruh, administrasi kontras, ketebalan potongan dan interval rekonstruksi

(Laurent et al, 2006).

2.3 Metode RECIST

Ukuran perubahan pada tumor merupakan evaluasi klinis yang sangat

penting pada terapi kanker. Respon tumor dan perkembangan tumor menjadi

(30)

12

kedua hal tersebut hanya bermanfaat jika dapat diterima secara luas dan telah

diaplikasikan sebagai kriteria standar berdasarkan anatomi perubahan tumor. Pada

tahun 2000, telah dipublikasikan suatu kriteria respon tumor yang telah

distandarisasi, dikenal sebagai RECIST (Respon Evaluation Criteria in Solid

Tumors) (van Meerten, 2010). Hal-hal kunci dalam RECIST mencakup : definisi

ukuran minimum lesi yang dapat diukur, instruksi berapa banyak lesi yang harus

di follow-up (sampai 10 lesi, maksimal 5 setiap organ), dan penggunaan ukuran

unidimensional, mengukur evaluasi keseluruhan dari tumor (Eisenhauer, 2009).

2.3.1Panduan RECIST versi 1.0

Pada panduan RECIST versi 1.0 pertama, dibahas mengenai lesi target

yang diukur dan yang tidak diukur. Pada versi ini, pengukuran lesi berdasarkan

diameter terbesar lebih besar sama dengan satu sentimeter dengan ketebalan

kurang sama dengan 5 mm pada potongan gambar CT, atau diameter terbesar

lebih besar sama dengan 2 cm pada non – helical CT dengan ketebalan lebih dari

10 mm, atau diameter tebesar lebih besar sama dengan 2 cm pada radiografi

thorax (Gambar.1) (Nishino, 2010).

(31)

13 A. CT scan thorax, laki – laki, 64 tahun dengan tumor di colon, didapatkan multiple nodul metastasis di lobus inferior paru kiri dengan diameter terbesar 2,1 cm (tanda panah). Dimana berdasarkan kriteria, ukuran lesi tersebut lebih dari 1 cm.

B. CT scan abdomen, wanita, 75 tahun dengan tumor paru; didapatkan lesi metastasis di hepar dengan diameter terbesar 2,1 cm (tanda panah). Dimana berdasarkan kriteria, ukuran lesi tersebut lebih dari 1 cm.

C. Chest X ray, dengan proyeksi PA, wanita, 52 tahun yang didapakan gambaran massa dengan diameter terbesar 4,2 cm (tanda panah). Menunjukan adanya tumor paru. Dimana berdasarkan kriteria, ukuran lesi pada foto konvensional tersebut lebih dari 2 cm.

Sedangkan lesi yang tidak diukur memiliki kriteria sebagai berikut, yaitu

lesi kecil yang berdiameter kurang dari 1 cm, metastasis pada tulang tanpa

keterlibatan komponen soft tissue, ascites, efusi pleura, penyebaran secara

limfogen, penyakit leptomeningeal, penyakit inflamasi pada payudara, lesi kistik

atau nekrosis, lesi yang berada para area yang tidak diradiasi, dan lesi pada ruang

(32)

14 Gambar.2 Lesi yang tidak diukur berdasarkan Response Evaluation Criteria in Solid Tumor (RECIST)

A. CT scan thorax, wanita, 52 tahun dengan tumor paru menunjukkan multiple nodul kecil di kedua lapang paru dengan ukuran kurang dari 1 cm. Gambaran ini sesuai dengan proses metastasis tipe milier

B. CT scan pada basis paru, wanita, 59 tahun dengan kanker payudara menunjukkan adanya proses metastasis pada corpus vertebra (tanda panah).

C. CT scan abdomen, laki – laki, 45 tahun dengan tumor gaster menunjukkan adanya ascites yang massif. Berdasarkan hasil sitology didapatkan gambaran sel – sel ganas.

D. CT scan thorax, wanita, 70 tahun dengan tumor paru didapatkan penebalan ireguler dari septum interlobular dan cabang – cabang bronkovaskular di lobus inferior paru. Gambaran ini sesuai dengan proses metastasis tipe lymphangitic spread

Kedua, lesi target yang dijadikan sebagai landasan dasar pengukuran harus

dijumlahkan total ukurannya dengan target lesi sejumlah lima hingga sepuluh per

organ. Lesi yang diukur tersebut harus tergambar pada imaging dan digunakan

sebagai penilaian yang objektif dari respons suatu tumor.Pengukuran pada lesi

non-target tidak dibutuhkan.Ada tidaknya lesi non-target seharusnya dilaporkan

pada acuan dasar pelaporan dan evaluasi selanjutnya(Nishino,2010).

Gambar. 3 Lesi target dengan ukurannya. A-C. Ct scan abdomen, wanita, 49 tahun dengan tumor ovarium

metastasis yang menunjukkan tiga ukuran lesi target di hepar, peritoneal, dan pembesaran kelenjar getah

bening di illiaca dengan diameter masing – masing 1,9 cm, 1,6 cm, dan 3,1 cm. Total semua ukuran tersebut

adalah 6 cm

Tanda RECIST meliputi empat kategori dari suatu respon, yaitu complete

response (CR), partial response (PR), stable disease (SD), progressive disease

(PD). Kriteria dalam mengevaluasi lesi target dan non target diringkas pada tabel.

(33)

15

berdasarkan hasil evaluasi lesi target dan non-target yang diikuti dan pengukuran

lesi tersebut tergambar pada imaging (Nishino, 2010).

Gambar. 4 Penilaian respon

A dan B, CT scan abdomen awal, laki – laki, 68 tahun dengan tumor colon menunjukkan dua buah lesi target di hepar (tanda panah). Ukuran lesi tersebut berdasarkan RECIST adalah 4,6 cm dan 5,4 cm dengan jumlah total 10 cm.

C dan D, CT scan abdomen evaluasi setelah terapi inisiasi menunjukkan penurunan ukuran lesi berdasarkan RECIST adalah 3,3 cm dan 2,7 cm dengan jumlah total 6 cm. Apabila dibandingkan dengan foto sebelumnya didapatkan penguran jumlah total ukuran lesi target sebesar 40%. Sehingga RECIST pada lesi target termasuk kategori PR (partial response).

Tabel 1. Evaluasi dari lesi target dan non – target berdasarkan Response Evaluation

Criteria in Solid Tumor (RECIST) (Nishino, 2010).

(34)

16

Evaluasi lesi target

CR (complete response) Semua lesi target tidak ada

PR (partial response) Pengurangan jumlah total diameter lesi target lebih

besar sama dengan 30% dibandingkan lesi target

pada imaging sebelumnya

PD (progressive

disease)

Penambahan jumlah total diameter lesi target lebih

besar dari 20% dibandingkan lesi target yang

tergambar pada imaging sebelumnya atau terdapat

satu/ lebih lesi baru

SD (stable disease) Tidak termasuk PR atau PD

Evaluasi lesi

non-tumor marker di atas nilai normal yang menetap pada

tiap evaluasi

PD Adanya satu atau lebih lesi dan atau adanya

penambahan dari lesi non –target yang sudah ada sebelumnya

2.3.2 Panduan RECIST versi 1.1

RECIST dapat diterima secara luas sebagai standard yang objektif dalam

pengukuran respons tumor terhadap terapi dan perkembangan tumor dari waktu ke

waktu, terutama pada uji klinis di bidang onkologi. Walaupun RECIST memiliki

keterbatasan, ini dapat dimininimalkan dengan kemajuan teknologi imaging yang

(35)

17

Pada bulan Januari 2009, dikenalkanlah revisi dari panduan RECIST versi

1.1 berdasarkan uji klinis dari lebih dari 6500 data pasien dan lebih dari 18000

lesi target (Nishino, 2010).

Perubahan besar dari RECIST versi 1.1 dikaitkan dengan imaging, yaitu

pertama, jumlah lesi target; kedua, penilaian terhadap kelenjar getah bening yang

patologis; ketiga, penilaian terhadap progresivitas penyakit; keempat, penilaian

terhadap perbedaan progresivitas pada lesi non-target; dan kelima, peran F-FDG

PET pada deteksi lesi baru (Nishino, 2010).

Gambar. 6 Jumlah lesi target berdasarkan revisi RECIST versi 1.1 terdapat pengurangan jumlah lesi target per organ menjadi dua.

A. CT scan abdomen, wanita 72 tahun dengan tumor pankreas menunjukkan massa pancreas (panah hitam) disertai multiple lesi metastasis di hepar. Berdasarakan RECIST versi 1.0 ditampilkan minimal lima lesi target dengan ukuran masing – masing diameter dari lesi target (panah bolak – balik).

(36)

18 Gambar 7. Jumlah lesi target berdasarkan revisi RECIST versi 1.1 terdapat pengurangan jumlah lesi target per organ menjadi lima.

A. CT scan thorax, laki laki, 74 tahun, dengan kanker paru small cell stadium lanjut disertai multipel pembesaran kelenjar getah bening di cavum thorax dan abdomen bagian atas, lesi pada lobus kanan paru, dan metastasis kelenjar adrenal bilateral. Berdasarkan RECIST versi 1.0 dibutuhkan maksimal sepuluh lesi target, dimana pada gambar ini didapatkan delapan lesi target.

(37)

19 Gambar. 8 Penilaian kelenjar getah bening patologis pada RECIST versi 1.1

A. CT scan thorax, pasien dengan tumor paru, terdapat kelenjar getah bening subcarina dengan axis yang pendek sebesar 1,2 cm (tanda panah); dimana berdasarkan RECIST versi 1.1, kelenjar getah bening tersebut merupakan lesi non – target.

B. CT scan thorax, pasien dengan tumor paru, didapatkan kelenjar getah bening pericarina dengan axis pendek sebesar 0,7 cm. Dimana berdasarkan RECIST versi 1.1, kelenjar getah bening tersebut merupan lesi non patologis.

Gambar 9. Penjelasan mengenai progresivitas penyakit.

A. Lesi target awal sebelum pemberian terapi dengan diameter tiga cm.

B. Setelah pemberian terapi terdapat penurunan diameter lesi menjadi satu cm dengan persentase sebesar 67% dibandingkan lesi awal.

(38)

20 D. Jika pada evaluasi berikutnya terjadi penambahan ukuran lesi tersebut lebih dari lima mm dibandingkan evaluasi pertama setelah pemberian terapi; maka berdasarkan RECIST versi 1.1 dapat dikategorikan sebagai PD.

Gambar. 10 Penjelasan mengenai progresivitas penyakit pada wanita, usia 55 tahun dengan non – small cell tumor paru yang diterapi dengan epidermal growth factor receptor inhibitor erlotinib.

A. CT scan thorax yang menunjukkan lesi target yang spiculated dengan diameter terpanjang 2,8 cm. B. Evaluasi imaging setelah pemberian terapi sebanyak satu siklus, didapatkan pengurangan ukuran

lesi tersebut menjadi 1,3 cm dengan persentase pengurangan sebesar 54%. Sehingga penilaian tumor berdasar RECIST tergolong sebagai PR.

C. Evaluasi setelah pemberian terapi, didapatkan pertumbuhan yang lambat dari sel tumor dengan diameter terbesar tumor saat ini 1,7 cm dan bila dibandingkan dengan foto sebelumnya terdapat pertambahan ukuran sebesar 4 mm yang setara dengan 30%. Jika menggunakan panduan RECIST versi 1.0 dapat digolongkan sebagai PD sehingga terapi dapat dihentikan; tetapi berdasarkan panduan RECIST versi 1.1 penambahan kurang dari lima mm digolongkan sebagai SD.

D. Evaluasi CT scan thorax selanjutnya terjadi penambahan ukuran diameter lesi menjadi 2 cm dimana pertambahan ukuran ini bila dibandingkan dengan CT scan evaluasi pada pemberian terapi setelah satu siklus terjadi penambahan ukuran sebesar 7 mm (setara 54%) sehingga berdasarkan RECIST versi 1.1 dikategorikan sebagai PD.

(39)

21

Pada waktu awal, lesi tumor atau nodul limfatik dikategorikan menjadi

measurable atau non-measurable (Eisenhauer, 2009).

Measurable tumor lesion : harus dapat diukur secara akurat dalam satu

dimensi (diameter terpanjang pada bidang datar pengukuran yang dapat diukur)

dengan ukuran minimum (Eisenhauer, 2009) :

- 10 mm dengan menggunakan CT scan (dengan ketebalan potongan CT

scan < 5 mm)

- 10 mm ukuran caliper dengan pemeriksaan klinis (lesi yang tidak dapat

diukur secara akurat dengan caliper dimasukkan ke dalam non

measurable)

- 20 mm dengan menggunakan foto thorax konvensional

Nodul limfatik maligna : dipertimbangkan membesar secara patologis dan

dapat diukur bila > 15 mm dalam axis pendek ketika dilihat pada CT scan

(dengan ketebalan potongan CT scan < 5 mm). Pada waktu awal dan follow up,

hanya axis pendek yang diukur dan dipantau (Eisenhauer, 2009).

Non-measurable : semua lesi lainnya, termasuk lesi yang kecil (diameter

terpanjang < 10 mm atau nodul limfatik patologis dengan axis pendek > 10 mm

dan < 15 mm). Lesi yang termasuk dalam non measurable adalah penyakit

leptomeningeal, ascites, efusi pleura atau pericardial, penyakit inflamasi payudara,

penyebaran limfatik pada kulit atau paru, massa abdomen/organomegali abdomen

yang teridentifikasi pada pemeriksaan klinis namun tidak dapat diukur pada teknik

(40)

22

Lesi target adalah satu atau lebih lesi (total semua lesi maksimal 5 lesi , atau

maksimal 2 lesi tiap organ) yang dapat diukur (measurable lesion) yang ada pada

awal waktu pengukuran (Eisenhauer, 2009).

Lesi non target adalah semua lesi lainnya termasuk nodul limfatik patologis

dan seharusnya didokumentasikan pada awal waktu pengukuran. Lesi non target

tidak dilakukan pengukuran, hanya direpresentasikan sebagai ada atau tidak ada

(Eisenhauer, 2009).

2.3.2.2 Spesifikasi metode pengukuran

Semua pengukuran seharusnya diukur dengan notasi metrik, menggunakan

penggaris jika diperiksa secara klinis. Semua pengukuran awal harus dilakukan

sedekat mungkin dengan waktu dimulainya terapi dan tidak lebih dari 4 minggu

sebelum dimulainya terapi (Eisenhauer, 2009).

2.3.2.3 Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang sama dan teknik pengukuran yang sama harus

digunakan untuk menggambarkan dan melaporkan setiap lesi pada waktu

pengukuran awal dan selama follow up. Evaluasi berdasarkan imaging sebaiknya

selalu dilakukan dibandingkan dengan evaluasi secara klinis kecuali lesi yang

dievaluasi tersebut tidak dapat digambarkan melalui imaging, hanya melalui

evaluasi klinis (Eisenhauer, 2009).

(41)

23

Complete Response (CR) : hilangnya seluruh lesi target. Jika terdapat

nodul limfatik patologis (target atau non target) maka harus berkurang sampai <

10 mm pada axis pendek nya (Eisenhauer, 2009).

Partial Response (PR) : Paling sedikit berkurang sebanyak 30% pada

diameter lesi target, berdasarkan pada diameter pada waktu pengukuran awal

(Eisenhauer, 2009).

Progressive Disease (PD) : Paling sedikit bertambah sebanyak 20% pada

diameter lesi target, dimana yang diambil sebagai patokan adalah diameter

terkecil pada pengukuran awal. Sebagai tambahan, meningkat sebanyak 20%

harus dibuktikan dengan pertambahan absolut diameter paling sedikit 5 mm

(munculnya 1 atau lebih lesi baru juga dikatakan progressive) (Eisenhauer, 2009).

Stable Disease (SD) : Tidak adanya kriteria yang mencukupi untuk

dimasukkan pada PR atau PD, dimana yang diambil sebagai patokan adalah

diameter terkecil pada pengukuran awal (Eisenhauer, 2009).

2.3.2.5 Kriteria respon tumor pada lesi non target

Complete Response : hilangnya seluruh lesi non target dan level tumor

marker kembali normal. Semua ukuran nodul limfatik adalah non patologis (< 10

mm axis pendek) (Eisenhauer, 2009).

Non-CR atau non-PD : persistensi satu atau lebih lesi non target dan atau

(42)

24

Progressive Disease (PD) : Unequivocal progression pada lesi non target

yang ada (munculnya 1 atau lebih lesi baru juga dikatakan progressive)

(Eisenhauer, 2009).

2.3.2.6 Respon evaluasi secara keseluruhan

Respon secara keseluruhan yang terbaik adalah respon terbaik yang diukur

sejak awal dimulainya terapi hingga terapi berakhir. Kadang kala suatu respon

tidak didokumentasikan hingga berakhirnya terapi, seharusnya secara protokol

terapi, pengukuran sesudah terapi sangat menentukan dalam respon evaluasi

secara keseluruhan. Respon evaluasi terbaik pasien tergantung pada temuan lesi

target dan non target serta mempertimbangkan ada atau tidaknya lesi baru

(Eisenhauer, 2009).

Tabel 2. Evaluasi dari lesi target dan non – target berdasarkan Response Evaluation

Criteria in Solid Tumor (RECIST) 1.1 (Chalian et al, 2011).

Penilaian Respon Panduan RECIST versi 1.1 Evaluasi lesi target

CR (complete response) Semua lesi target tidak ada, ditambah dengan

pengurangan pada diameter short-axis pada lymph

node yang patologis sampai < 10 mm

PR (partial response) Pengurangan jumlah total diameter lesi target lebih

(43)

25

PD (progressive

disease)

Penambahan jumlah total diameter lesi target lebih

besar dari 20% (penambahan sebesar lebih dari atau

sama dengan 5 mm) dibandingkan lesi target yang

tergambar pada imaging sebelumnya atau terdapat

satu/ lebih lesi baru

SD (stable disease) Tidak termasuk PR atau PD

Evaluasi lesi non-target

CR (complete response) Hilangnya semua lesi non target dan hasil tumor

marker yang normal, pengurangan pada diameter

short-axis pada semua lymph node sampai < 10 mm

Non-complete Response

atau non-progressive

disease

Masih ada satu atau lebih lesi target, dan atau hasil

tumor marker di atas nilai normal yang menetap pada

tiap evaluasi

PD (progressive

disease)

Adanya satu atau lebih lesi baru, atau adanya

penambahan ukuran pada satu atau lebih lesi non – target, penambahan ukuran pada lesi non-target yang

mengakibatkan penambahan keseluruhan beban tumor

Tabel 3. Kategori Respon Keseluruhan dari Penyakit dengan menggunakan

kriteria RECIST (Chalian, 2011).

Status Lesi Target Status Lesi non-target Adanya lesi

baru

Respon

(44)

26

A. Kriteria RECIST 1.0 dan RECIST 1.1

Complete Response

B. Kriteria Tambahan pada RECIST 1.1

(45)

27

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

(46)

28

3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini diambil sampel NSCLC yang dilakukan pemeriksaan

MDCT scan thorax untuk menentukan staging tumor berdasarkan AJCC tahun

2010. Sampel NSCLC yang diambil adalah NSCLC stadium lanjut yang

non-operable yang kemudian mendapat kemoterapi serial berbasis platin dan

immunoterapi racotumumab. Mengidentifikasi lesi yang dapat diukur, pada

evaluasi awal (baseline) semua lesi harus dikategorikan sebagai lesi terukur dan

tidak terukur. Setelah semua lesi yang dikategorikan sebagai lesi terukur dan tidak

terukur, lalu diidentifikasi lesi target. Menurut kriteria RECIST 1.0, sepuluh lesi

sasaran (lima per organ) harus dipilih dari antara lesi terukur .Menurut kriteria

RECIST 1.1, lima lesi sasaran (dua per organ) harus dipilih dari antara lesi terukur

. Meskipun lesi dengan diameter terpanjang pada awal (baseline) mungkin

mencerminkan beban tumor secara keseluruhan, lesi terbesar belum tentu lesi

target yang terbaik. Semua lesi selain lesi target yang dianggap lesi non

target.Pada evaluasi follow up, jumlah dari diameter terpanjang dari lesi target

harus dihitung dan dicatat. Lesi target yang sama diukur pada setiap evaluasi.Lesi

non target tidak dilakukan pengukuran, hanya direpresentasikan sebagai ada atau

tidak ada baik pada awal (baseline) maupun pada evaluasi follow up. Kemudian

dievaluasi penilaian respon tumor dengan menggunakan metode RECIST 1.0 dan

RECIST 1.1. Kedua kriteria RECIST 1.0 dan 1.1 mendefinisikan empat kategori

respon : complete response (CR), partial response (PR), stable disease (SD), dan

(47)

29

dan RECIST 1.1 dibandingkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan diantara

keduanya.

3.3Hipotesis

Terdapat perbedaan penilaian respon tumor dengan menggunakan metode

RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 pada NSCLC stadium lanjut yang mendapat

(48)

30

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yang dilakukan

secara retrospektif menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medik.

4.2 Populasi, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi populasi . Populasi penelitian ini adalah

semua hasil rekam medik MDCT Scan Thorax dengan diagnosa kanker paru tipe

non small cell lung cancer (NSCLC) minimal stadium 3A non-operable yang

memenuhi kriteria penerimaan sampel di RSUD Dr Soetomo pada periode Januari

2015 - Desember 2015.

4.2.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah semua hasil rekam medik MDCT Scan Thorax

dengan diagnosa kanker paru tipe non small cell lung cancer (NSCLC) minimal

stadium 3A non-operable yang memenuhi kriteria penerimaan sampel di RSUD

Dr Soetomo pada periode Januari 2015 - Desember 2015.

4.2.2.1 Kriteria Penerimaan Sampel/Inklusi

Semua hasil rekam medik MDCT Scan Thorax pasien dengan diagnosa

kanker paru tipe non small cell lung cancer (NSCLC) minimal stadium 3A

(49)

31

laboratoris, radiologis dan patologi anatomi, serta telah menjalani kemoterapi

serial berbasis platin dan mendapatkan immunoterapi racotumumab.

4.2.2.2 Kriteria Penolakan Sampel/Eksklusi

Semua hasil rekam medik MDCT Scan Thorax pasien dengan diagnosa

kanker paru tipe non small cell lung cancer (NSCLC) minimal stadium 3A

non-operable yang datanya tidak lengkap.

4.3 Definisi Operasional

- Tumor paru tipe NSCLC stadium 3A : secara histologis telah terbukti sebagai

NSCLC dengan ketentuan staging T1-T2, N2, M0, atau T1-T3, N2, M0 atau T4,

N0-N1, M0 (menurut staging TNM edisi ke 7).

- Terapi Kemoterapi : kemoterapi standar platinum based sebanyak 4 siklus.

- Terapi immunoterapi : immunoterapi dengan racotumumab

- CT scan serial : Hasil pemeriksaan CT scan yang dilakukan sebelum dan

sesudah pemberian kemoterapi standar platinum based sebanyak 4 siklus dan

immunoterapi racotumumab di instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr.Soetomo

Surabaya.

- Metode RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 : Pedoman Kriteria Respon Evaluasi

Tumor Padat mencakup lesi measurable dan non measurable serta lesi target dan

non-target.

- Pada waktu awal, lesi tumor atau nodul limfatik dikategorikan menjadi

(50)

32

a.Measurable tumor lesion : harus dapat diukur secara akurat dalam satu dimensi

(diameter terpanjang pada bidang datar pengukuran yang dapat diukur) dengan

ukuran minimum 10 mm dengan menggunakan CT scan (dengan ketebalan

potongan CT scan < 5 mm). Nodul limfatik maligna : dipertimbangkan membesar

secara patologis dan dapat diukur bila > 15 mm dalam axis pendek ketika dilihat

pada CT scan (dengan ketebalan potongan CT scan < 5 mm). Pada waktu awal

dan follow up, hanya axis pendek yang diukur dan dipantau.

b. Non-measurable : semua lesi lainnya, termasuk lesi yang kecil (diameter

terpanjang < 10 mm atau nodul limfatik patologis dengan axis pendek > 10 mm

dan < 15 mm). Lesi yang termasuk dalam non measurable adalah penyakit

leptomeningeal, ascites, efusi pleura atau pericardial, penyakit inflamasi payudara,

penyebaran limfatik pada kulit atau paru, massa abdomen/organomegali abdomen

yang teridentifikasi pada pemeriksaan klinis namun tidak dapat diukur pada teknik

imaging.

- Lesi target adalah satu atau lebih lesi (total semua lesi maksimal 5 lesi , atau

maksimal 2 lesi tiap organ) yang dapat diukur (measurable lesion) yang ada pada

awal waktu pengukuran.

- Lesi non target adalah semua lesi lainnya termasuk nodul limfatik patologis dan

seharusnya didokumentasikan pada awal waktu pengukuran. Lesi non target tidak

dilakukan pengukuran, hanya direpresentasikan sebagai ada atau tidak ada.

(51)

33

a. Complete Response (CR) : hilangnya seluruh lesi target. Jika terdapat nodul

limfatik patologis (target atau non target) maka harus berkurang sampai < 10 mm

pada axis pendek nya.

b.Partial Response (PR) : Paling sedikit berkurang sebanyak 30% pada diameter

lesi target, berdasarkan pada diameter pada waktu pengukuran awal.

c. Progressive Disease (PD) : Paling sedikit bertambah sebanyak 20% pada

diameter lesi target, dimana yang diambil sebagai patokan adalah diameter

terkecil pada pengukuran awal. Sebagai tambahan, meningkat sebanyak 20%

harus dibuktikan dengan pertambahan absolut diameter paling sedikit 5 mm

(munculnya 1 atau lebih lesi baru juga dikatakan progressive).

d.Stable Disease (SD) : Tidak adanya kriteria yang mencukupi untuk dimasukkan

pada PR atau PD, dimana yang diambil sebagai patokan adalah diameter terkecil

pada pengukuran awal.

4.4Alur Penelitian

Rekam medik MDCT Scan Thorax pasien dengan diagnosa kanker paru tipe non small cell lung cancer (NSCLC) minimal stadium 3A non-operable yang masuk kriteria inklusi di Instalasi

Radiodiagnostik RSUD Dr.Soetomo Surabaya (Periode Januari 2015 – Desember 2015)

Studi Penilaian berdasarkan metode RECIST 1.0

Studi Penilaian berdasarkan metode RECIST 1.0

Identifikasi dan pemilihan lesi target dan lesi non-target

Identifikasi dan pemilihan lesi target dan lesi non-target

Mengukur diameter lesi target dan mencatat adanya lesi non target

Mengukur diameter lesi target dan mencatat adanya lesi non target

Menentukan respon tumor berdasarkan metode RECIST 1.0

Menentukan respon tumor berdasarkan metode RECIST 1.1

(52)

34

4.3.1 KeteranganAlur Penelitian

Semua hasil rekam medik MDCT scan thorax pasien dengan diagnosa

kanker paru tipe non small cell lung cancer (NSCLC) minimal stadium 3A

non-operable yang masuk kriteria penerimaan sampel di Instalasi Radiodiagnostik

RSUD Dr.Soetomo Surabaya periode Januari 2015 – Desember 2015, dilakukan

studi penilaian berdasarkan metode RECIST 1.0 dan RECIST 1.1. Pada MDCT

scan thorax baseline dilakukan identifikasi dan pemilihan lesi target dan

non-target masing-masing berdasarkan metode RECIST 1.0 dan RECIST 1.1.

Kemudian dilakukan pengukuran lesi target dan pencatatan lesi non-target.

Selanjutnya pada MDCT scan thorax post-treatment dilakukan follow-up pada lesi

target dan non-target yang telah diukur sebelumnya pada MDCT scan thorax

baseline dan menilai apakah ada lesi baru. Lalu dilakukan penilaian respon tumor

berdasarkan RECIST 1.0 dan RECIST 1.1. Respon tumor antara RECIST 1.0 dan

(53)

35

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari 2016 – April 2016 di

Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr Soetomo Surabaya.

4.8 Cara Mengolah dan Analisa Data

- Pada MDCT scan thorax baseline dilakukan identifikasi dan pemilihan lesi

target dan non-target masing-masing berdasarkan metode RECIST 1.0 dan

RECIST 1.1

- Kemudian dilakukan pengukuran lesi target dan pencatatan lesi non-target pada

MDCT scan thorax baseline.

- Pada MDCT scan thorax post-treatment dilakukan follow-up pada lesi target

dan non-target yang telah diukur sebelumnya pada MDCT scan thorax baseline

dan menilai apakah ada lesi baru.

- Menilai respon tumor berdasarkan metode RECIST 1.0 dan RECIST 1.1

- Membandingkan respon tumor berdasarkan metode RECIST 1.0 dan RECIST

1.1

4.9 Etika Penelitian

Penulis mengajukan persetujuan penelitian ke Komisi Etik Fakultas

(54)

36

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Pasien

Pada penelitian ini, total ada 32 pasien dengan tumor paru tipe NSCLC stadium

lanjut yang mendapat kemoterapi lini pertama berbasis platin dan regimen

immunoterapi racotumumab.

Karakteristik pasien pada baseline dapat dilihat pada tabel 1.

Karakteristik Jumlah Pasien %

(55)

37

5.1.1 Distribusi sampel berdasarkan usia

Pada penelitian ini diperoleh 32 sampel berusia 32 – 83 tahun dengan rerata usia

56,5 tahun. Kelompok usia terbanyak pada usia 51-60 tahun dan 61-70 tahun

dengan masing-masing kelompok sebanyak 12 sampel (37,5 %). Pada kelompok

usia 31-40 tahun didapatkan 1 sampel (3,1 %), usia 41-50 tahun sebanyak 6

sampel (18,8 %) dan usia > 80 tahun sebanyak 1 sampel (3,1 %).

Gambar 5.1.1 Distribusi sampel berdasarkan kelompok usia.

5.1.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Pada penelitian ini didapatkan sampel laki-laki sebanyak 20 orang (62,5 %) dan

perempuan 12 orang (37,5 %).

Umur

(56)

38

Gambar 5.1.2 Distribusi sampel berdasarkan kelamin.

5.1.3 Distribusi sampel berdasarkan histopatologis

Karakteristik histopatologis terbanyak yang didapatkan pada 32 sampel adalah

adenocarcinoma sebanyak 25 pasien (78,1 %) dan squamous cell carcinoma

sebanyak 7 pasien (21,9 %).

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Histopatologi

Adenocarcinoma

(57)

39

Gambar 5.1.3 Distribusi sampel berdasarkan histopatologis.

5.1.4 Distribusi sampel berdasarkan staging tumor

Pada penelitian ini, dari 32 sampel, sebanyak 9 orang dengan staging tumor III A

(28,1 %), 9 orang dengan staging tumor III B (28,1 %) dan 14 orang dengan

staging tumor IV (43,8 %).

5.2 Jumlah lesi target

Jumlah lesi target berdasarkan RECIST 1.1 secara signifikan lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah lesi target berdasarkan RECIST 1.0 (p < 0,05).

Rerata jumlah lesi target pada RECIST 1.0 adalah 3 (kisaran 1-6), dan pada

RECIST 1.1 adalah 2 (kisaran 1-6). Pada baseline sebanyak 13 pasien (40,6 %)

menunjukkan pengurangan jumlah lesi target dengan menggunakan RECIST 1.1.

Sebanyak 14 pasien (43,75%) menunjukkan pengurangan lesi target dikarenakan

kriteria baru lymph node yang digunakan pada RECIST 1.1.

Staging

(58)

40

Pada paska terapi sebanyak 26 pasien (81,25 %) menunjukkan

pengurangan jumlah lesi target dengan menggunakan RECIST 1.1. Pengurangan

lesi target dikarenakan kriteria baru lymph node yang digunakan pada RECIST

1.1.

Gambar 5.2. Perbandingan Jumlah Lesi Target antara RECIST 1.0 dan RECIST

1.1 pada baseline

0 1 2 3 4 5 6 7

(59)

41

Gambar 5.2. Perbandingan Jumlah Lesi Target antara RECIST 1.0 dan RECIST

1.1 pada post treatment.

TABEL 5.2 Independent Sample Test

0 1 2 3 4 5 6 7

(60)

42

5.3 Respon Tumor

Persentase respon tumor dengan menggunakan RECIST 1.0 dan RECIST 1.1

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

TABEL 5.3. RESPON TUMOR PASIEN RECIST 1.0

Frequency Percent

.002 .967 2.103 62 .040 .65625 .31205 .03248 1.28002

2.103 61.844 .040 .65625 .31205 .03245 1.28005

.383 .538 3.485 62 .001 1.1875 .34076 .50633 1.86867

3.485 61.307 .001 1.1875 .34076 .50618 1.86882

.065 .799 2.096 62 .040 .65625 .31305 .03046 1.28204

2.096 61.700 .040 .65625 .31305 .03040 1.28210

.685 .411 3.625 62 .001 1.1875 .32756 .53272 1.84228

(61)

43 TABEL 5.3. RESPON TUMOR PASIEN RECIST 1.1

Frequency Percent

Tabel. Komparasi Respon Tumor berdasarkan RECIST 1.0 dan RECIST 1.1

Respon Tumor

Berdasarkan RECIST

1.0

Respon Tumor Berdasarkan RECIST 1.1 Total

CR PR SD PD

Sebanyak 6 pasien (18,75 %) menunjukkan ketidaksesuaian respon tumor antara

(62)

44

pada RECIST 1.0 di re-klasifikasi menjadi complete response (CR) karena lymph

node dengan diameter short axis < 10 mm dikategorikan normal sesuai dengan

kriteria RECIST 1.1. Tiga pasien dengan progressive disease (PD) pada RECIST

1.0 di re-klasifikasi sebagai partial disease (PR) dan dua pasien dengan

progressive disease (PD) pada RECIST 1.0 di re-klasifikasi sebagai stable disease

(SD) dikarenakan pengukuran lymph node yang < 10 mm pada diameter

short-axis tidak memenuhi kriteria lymph node yang patologis pada RECIST 1.1.

Komparasi respon tumor antara dua kriteria RECIST ditunjukkan pada tabel 4.

Hasil perhitungan statistik dengan tes Mann-Whitney U untuk respon tumor

antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 berbeda namun tidak signifikan dengan nilai

(63)

45

N of Valid Cases 32

Respon tumor menunjukkan kesesuaian (level of concordance) antara RECIST 1.0

dan RECIST 1.1, dengan nilai koeffisien kappa sebesar 0,614 dengan nilai p <

(64)

46

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan komparasi respon tumor antara RECIST 1.0

dan RECIST 1.1 pada pasien NSCLC stadium lanjut yang mendapatkan

kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi racotumumab.

Data yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa RECIST

1.1 secara signifikan mengurangi jumlah lesi target yang diukur untuk

menentukan respon tumor dibandingkan dengan RECIST 1.0 (nilai p < 0,05

dengan menggunakan independent samples test). Pengurangan lesi target dengan

menggunakan metode RECIST 1.1 sebagian besar disebabkan oleh perubahan

pada kriteria evaluasi lymph node. RECIST 1.0 tidak memberikan rekomendasi

tertentu untuk penilaian lymph node. RECIST 1.1 memberikan pedoman khusus

untuk penilaian lymph node : lymph node dengan diameter short-axis kurang dari

10 mm dianggap normal, lymph node dengan diameter short-axis minimal 10 mm

tapi kurang dari 15 mm dianggap sebagai lesi non-target, dan lymph node dengan

diameter short-axis 15 mm atau lebih dianggap sebagai lesi target.

Walaupun jumlah sampel pada penelitian ini relatif sedikit (n = 32),

namun pada uji statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon tumor

antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1, namun tidak signifikan dengan nilai p > 0,05

(65)

47

Respon tumor menunjukkan kesesuaian (level of concordance) antara

RECIST 1.0 dan RECIST 1.1, dengan nilai koeffisien kappa sebesar 0,614 dengan

nilai p < 0,001. Sebanyak 28 sampel (81,25 %) memiliki respon tumor yang sama

antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

kesesuaian antara pedoman RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 dalam menilai respon

tumor paru tipe non-small cell cancer stadium lanjut yang mendapatkan

kemoterapi berbasis platin dan immunoterapi racotumumab.

Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nishino et

al (2010) yang membandingkan RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 pada pasien tumor

paru NSCLC stage IV dengan EGFR mutasi yang mendapat terapi inhibitor

EGFR tirosin kinase , Choi et al (2015) yang membandingkan RECIST 1.0 dan

RECIST 1.1 pada pasien tumor paru NSCLC stage III B – IV yang mendapat

kemoterapi sitotoksik, dan Kim et al (2015) yang membandingkan RECIST 1.0

dan RECIST 1.1 pada pasien dengan kanker metatasis.

Perbedaan yang signifikan antara RECIST 1.0 dan RECIST 1.1 selain

jumlah lesi target yang lebih sedikit dan kriteria baru penilaian lymph node,

adalah adanya perbedaan dalam definisi progressive disease. Perubahan ini pada

RECIST 1.1 antara lain adalah peningkatan ukuran lesi target ≥ 5 mm selain

peningkatan 20% untuk kriteria respon progressive disease, diharapkan dapat

memberikan penilaian respon klinis yang lebih relevan pada pasien yang diterapi

dengan agen target molekular (molecular targeting agents) yang efektif.

Contoh kasus pada pasien, tumor awalnya cenderung memberikan respon

yang baik untuk terapi yang ditargetkan dan ukuran akan berkurang secara

(66)

48

dengan mudah memenuhi kriteria peningkatan 20% didefinisikan sebagai

penyakit progresif (PD) oleh RECIST 1.0 meskipun pasien tetap asimtomatik dan

ukuran tumor lebih kecil dari ukuran pada baseline. Misalnya, pasien dengan lesi

5,0 cm pada awal memberikan respon yang baik dengan terapi target yang efektif

dan lesi berukuran 1,0 cm pada studi follow-up; jika lesi berukuran 1,2 cm pada

follow-up berikutnya, pasien ini memenuhi kriteria untuk penyakit progresif (PD)

menurut RECIST 1,0. Namun, perbedaan 2 mm merupakan perubahan lesi yang

sangat kecil, mungkin saja suatu variabilitas pengukuran bukan perubahan ukuran

yang sebenarnya. Pasien yang sama, menurut RECIST 1.1, tidak memenuhi

kriteria untuk PD karena peningkatan mutlak dalam ukuran kurang dari 5 mm.

Respon tumor dapat dinilai dengan mudah dengan menggunakan RECIST

1.1. Namun, kriteria terutama tergantung pada perubahan ukuran tumor. Kriteria

ini tidak mencerminkan morfologi lainnya (nekrosis tumor, perdarahan, dan

kavitasi), fungsional, atau perubahan metabolik yang mungkin terjadi dengan

kemoterapi ditargetkan (targeted chemotheraphy) atau bahkan dengan kemoterapi

konvensional. Hal ini merupakan salah satu kelemahan pada kriteria ini (Kang et

al, 2012).

Peran modalitas pencitraan saat ini memungkinkan pengukuran yang lebih

akurat dan reproduksi volume tumor. Oleh karenanya dapat mengukur volume

bukan hanya diameter satu dimensi tumor. Seperti disebutkan sebelumnya, lesi

terbesar mungkin tidak selalu menjadi lesi target terbaik. Lesi besar mungkin

sebagian nekrotik atau mengandung kavitasi dan mungkin tidak menurun dalam

ukuran pada tingkat yang sama dengan lesi kecil yang respon terhadap

(67)

49

perubahan kistik pada tumor padat tanpa tentu menyebabkan penyusutan tumor

(Kang et al, 2012).

Lee et al. (2011) mengusulkan bahwa kriteria respon CT terbaru dirancang

dengan pertimbangan konstituen tumor (padat dan komponen GGO), kehadiran

kavitasi dan redaman perubahan dalam lesi target dapat digunakan untuk evaluasi

respon pada pasien kanker paru-paru non-small cell lung cancer (NSCLC ) yang

menjalani terapi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) TKI (Gbr. 5)

karena kriteria yang mencerminkan karakteristik morfologi tambahan pada lesi

sasaran yang direproduksi dan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik

dengan kelangsungan hidup pasien secara keseluruhan.

Gambar 5. Diagram yang menggambarkan sasaran lesi pengukuran dengan metode RECIST dan kriteria respon baru (31). Menurut pengukuran RECIST, ukuran target lesi diukur dengan termasuk baik padat dan komponen ground glass opacity (x). Menurut pengukuran Lee, ukuran target lesi diukur dengan termasuk komponen padat sendirian dan dengan menilai ukuran gambar pada

Gambar

Tabel 3. Kategori respon keseluruhan dari penyakit dengan menggunakan kriteria
Gambar 1. Diagram ilustrasi sistem staging TNM edisi ke 7 untuk kanker paru.
Gambar 2. Thoracic lymph node station
Gambar. 3 Lesi target dengan ukurannya. A-C. Ct scan abdomen, wanita, 49 tahun dengan tumor ovarium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan

'al ini sesuai dengan pendapat (atih dkk. !#$1$&amp; yang menyatakan bahwa uji /4PT akan menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya garis presipitasi

Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel Asma dalam kehamilan adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast dan eosinofil

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanalla wata’ala, Dzat Yang Maha Hidup dan tidak ada sekutu bagi-Nya yang telah memberikan berkah dan

TAHUN ANGGARAN 2020 PEMERINTAH DESA

Pada gambar 3 dapat dilihat dari ketiga jenis pelarut yang digunakan, terlihat bahwa asam nitrat memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan yang lain.. Menurut

Tujuan penelitian untuk: (1) Mengetahui proses penerapan sebagai gambaran umum pemberian kredit pola Grameen Bank oleh Koperasi LEPP-M3 Tuban; (2)

Hasil analisa tahapan identifikasi terhadap metoda yang ada menghasilkan metoda identifikasi yang paling sederhana digunakan untuk pengidentifikasian bangunan cagar budaya,