• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

yang harus dijadikan kawasan konservasi yang berfungsi sebagai penyangga untuk ekosistem di wilayah sekitarnya.

Hasil dari musyawarah ini dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 660/Kep.369-Huk/2007 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut daerah yang isinya ada 10 titik yang dijadikan kawasan konservasi laut daerah. Selanjutnya pada tahun 2010 SK Bupati ini ditindak lanjuti oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan untuk dibuat peta sebaran terumbu karang sekaligus untuk mengevaluasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Analytic Network Process untuk Seleksi Kriteria

Identifikasi Kriteria yang Berpengaruh

Sektor perikanan dan kelautan dalam pembangunan wilayah memegang peranan penting, mengingat kabupaten Pandeglang mempunyai wilayah laut yang sangat besar. Namun pada kenyataannya banyak terjadi masalah-masalah yang dapat mengancam keberlanjutan sektor perikanan dan kelautan di masa yang akan datang.

Hasil survei di lapangan dan wawancara awal mengindikasikan bahwa isu permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir disebabkan oleh konflik kepentingan antar stakeholder. Hal ini ditemukan di kecamatan Carita dimana kondisi aktual saat ini sebagai kawasan pariwisata yang memicu para investor untuk mendirikan hotel-hotel di sepanjang sempadan pantai sedangkan berdasarkan dalam aturan penataan ruang tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan sepanjang sempadan pantai. Selain itu pembangunan PLTU Labuan memicu perubahan kualitas perairan yang mengakibatkan tingginya kekeruhan di sepanjang perairan pantai (KKP 2010) sedangkan pada kawasan ini ada area bernilai tinggi seperti terumbu karang yang harus dilindungi keberadaannya. Tingginya pemanfaatan di sekitar pesisir Pandeglang menyebabkan degradasi lingkungan hal ini terlihat dengan sering terjadinya banjir dan abrasi di beberapa wilayah pesisir sebagai dampak dari kerusakan lingkungan.

Berdasarkan Tabel 15 kondisi permasalahan di wilayah pesisir dipicu oleh tumpang tindihnya kewenangan antar instansi terkait yang disebabkan tidak adanya koordinasi lintas sektoral untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi. Selain itu berdasarkan informasi Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang bahwa belum adanya perencanaan yang terarah dari Pemerintah Daerah untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu karena semua instansi diprioritaskan untuk memenuhi target penghasilan daerah.

Hasil wawancara selanjutnya diperoleh 31 kriteria yang keberadaannya penting dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu berdasarkan kriteria ekologis, kriteria sosial ekonomi dan kriteria kebijakan (Tabel 16).

(2)

Tabel 15. Isu permasalahan dan faktor penyebab dalam pemanfaatan ruang Isu Permasalahan Pemanfaatan

Ruang Faktor Penyebab

Solusi Alternatif Permasalahan

1. Konflik kepentingan 2. Degradasi lingkungan 3. Kurangnya pemahaman

mengenai pentingnya potensi di kawasan pesisir

4. Tumpangtindihnya kewenangan dalam pemanfaatan ruang 5. Tidak sesuai dengan penataan

ruang yang ada

6. Kurangnya koordinasi antar SKPD

7. Belum adanya peraturan daerah tentang zonasi di perairan laut 8. Penetapan rencana tata ruang

kurang memperhatikan keberlanjutannya

1. Masih egosektoral 2. Orientasi terhadap PAD 3. Terlalu banyak peraturan

yang didasarkan pada kepentingan sementara 4. Penyusunan zonasi tidak

sesuai dengan kondisi yang ada

5. Dalam penyusunan zonasi tidak melibatkan

stakeholder terkait 6. Zonasi yang disusun tidak

mengakomodir keinginan dan aspirasi masyarakat 7. Kurangnya sosialisasi

zonasi ruang

1.Melaksanakan peraturan UU yang telah ditetapkan

2.Penetapan zonasi wilayah pesisir melalui peraturan daerah 3.Meningkatkan koordinasi antar

lembaga dan pemangku kepentingan

4.Melibatkan seluruh stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir

5.Pengumpulan data-data yang tepat dan akurat setiap sektor terkait

6.Menyusun rencana aksi secara komprehensif, sinergi dan terukur

Tabel 16. Kriteria pemanfaatan ruang menurut responden

Kriteria Ekologi Kriteria Sosial ekonomi Kriteria Kebijakan 1. Kondisi geografis perairan

2. Terdapat ekosistem penting 3. Daya dukung lingkungan 4. Ketersediaan lahan 5. Pencemaran

6. Degradasi lingkungan 7. Pemulihan stok ikan 8. Spesies endemik

9. Keanekaragaman

sumberdaya ikan 10.Kualitas perairan 11.Kondisi oseanografi 12.Habitat dan tempat

migrasinya ikan 13.Kelestarian SDI dan

ekosistem penunjangnya

1. Peluang

pasar/pemasaran 2. Adanya sarana dan

prasarana 3. Kepadatan aktivitas penangkapan 4. Penggunaan alat tangkap 5. Akses pemodalan 6. Fasilitas perekonomian 7. Transportasi 8. Kontribusi terhadap PAD 9. Infrastruktur jalan 1. Adat kebiasaan / kearifan lokal / kultur yang turun temurun 2. Sumberdaya manusia 3. Kebijakan / peraturan 4. Tingkat pengetahuan

masyarakat pesisir 5. Tingkat pendidikan dan

penguasaan teknologi 6. Aksessibilitas 7. Kelembagaan 8. Kerawanan sosial/keamanan 9. Peluang konflik

Tabel 16 menunjukkan fungsi ekologi, kriteria yang menjadi bahan pertimbangan adalah keberadaan ekosistem sebagai habitat makhluk hidup yang berada di wilayah pesisir dan kondisi fisik yang menunjang keberlanjutan ekosistem tersebut. Fungsi sosial ekonomi lebih menekankan kepada kepentingan keberlanjutan hidup manusia dan membangun sarana pendukung untuk menunjang pemanfaatan sumberdaya alam yang berada di wilayah pesisir dan laut. Fungsi kebijakan sebagai alat pengontrol dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sehingga generasi yang akan datang masih dapat menikmati sumberdaya alam yang ada saat ini.

Tahap selanjutnya yaitu pengisian kuesioner kedua yang dilakukan berdasarkan literatur yang ada dan dimodifikasi dengan hasil wawancara pertama untuk mencari kriteria kesesuaian pemanfaatan ruang dan responden diminta untuk memberikan nilai bobot dalam melihat tingkat kepentingan pengaruhnya

(3)

dalam setiap pemanfaatan ruang. Rekapitulasi hasil pembobotan para responden dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 17. Kriteria parameter dalam wilayah pesisir

Fungsi Kriteria Parameter

Ekologi

Kesesuaian fisik

a. Kedalaman perairan b. Jarak dari pantai c. Substrat dasar perairan d. Kemiringan lereng

Kualitas perairan

a. Suhu permukaan laut b. Salinitas perairan c. Kecerahan perairan d. Kecepatan arus e. Tinggi gelombang Penggunaan lahan a. Pemukiman b. Pertanian

c. Hutan lindung dan produksi d. Perkebunan

e. Air

Area bernila tinggi

a. Ekosistem Terumbu karang b. Ekosistem Mangrove c. Ekosistem Padang lamun

d. Keanekaragaman sumberdaya hayati laut Kedekatan dengan

sumber pencemar

a. Limbah rumah tangga b. Limbah industri

c. Limbah tumpahan minyak

Resiko bahaya

a. Banjir b. Abrasi c. Erosi d. Sedimentasi Pengaruh iklim global a. Curah hujan

b. Kenaikan permukaan laut

Sosial ekonomi

Kedekatan dengan sapras penting

a. Kedekatan dengan jalan raya b. Kedekatan dengan fasilitas umum c. Kedekatan dengan fasilitas kesehatan Sarana transportasi a. Jumlah angkutan umum

b. Kemudahan akses Sarana dan prasarana

a. Sapras tangkap (TPI, Cold storage, pabrik pengolahan es, jetty, docking, SPDN)

b. Sapras budidaya (depurasi dan balai benih ikan) Struktur populasi

penduduk

a. Tingkat kepadatan penduduk b. Nelayan Tangkap

c. Nelayan Pembudidaya Tekanan Penduduk Aktivitas penduduk

Kebijakan

RZWP3K Provinsi

a. Kawasan Pemanfaatan umum b. Kawasan Konservasi

c. Kawasan Strategis tertentu

RTRW a. Kawasan lindung

b. Kawasan budidaya

Pada Tabel 17 menunjukkan komposisi kriteria dan parameter yang diambil dalam menilai tingkat kesesuaian lingkungan wilayah pesisir yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(4)

a. Kesesuaian fisik

Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa kesesuaian fisik wilayah pesisir yang terletak di darat dan di laut selain ditentukan oleh tahapan tektoniknya (apakah labil atau stabil) juga dipengaruhi oleh kegiatan di daratan seperti penggundulan hutan, perubahan iklim global, pembuatan bendungan dan konstruksi bangunan lainnya. Parameter oseanografi seperti arus laut, ombak dan pasang surut memegang peran yang dominan dalam pembentukan morfologi pantai yang pada akhirnya akan menentukan kesesuaian fisik suatu perairan.

Faktor yang termasuk dalam kriteria kesesuaian fisik adalah kedalaman perairan, jarak dari pantai, substrat perairan dan kemiringan lereng. Substrat perairan merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi morfologi dari suatu bentuk pantai. Substrat berlumpur lebih banyak terdapat di daerah estuaria yaitu daerah peralihan antara darat dan laut, karena kondisi tersebut mengakibatkan endapan yang dibawa dan didominasi oleh lumpur yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Pantai dengan substrat berpasir komposisi yang terkandung di dalamnya terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan bagian paling banyak dan paling keras dari sisa-sisa pelapukan batu di gunung. Sedangkan pantai berbatu merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air.

Kedalaman perairan merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk topografi bawah laut, kemiringan suatu perairan serta besarnya kecepatan arus dan tinggi gelombang. Faktor jarak dari pantai diukur dari batas area yang mengalami pasang air laut tertinggi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara dan survei menunjukkan bahwa kesesuaian fisik perairan di Pandeglang pada umumnya relatif seragam karena kesamaan tipe morfologinya yang membedakannya adalah keterlindungan dari hempasan ombak yang dipengaruhi oleh adanya pulau-pulau kecil di sekitar perairan.

b. Kualitas perairan

Kualitas air suatu perairan dicirikan oleh karakteristik kimia yang sangat dipengaruhi oleh interaksi antara sumber masukan dari daratan maupun dari laut sekitarnya. Beberapa masalah yang berhubungan dengan air adalah banjir, erosi, kekeringan dan pencemaran lingkungan.

Kualitas perairan di pesisir Kabupaten Pandeglang masih dalam kategori di bawah ambang batas daya dukung lingkungan walaupun kondisi saat ini sudah terjadi penurunan kualitas akibat tingginya pemanfaatan manusia di sekitar wilayah pesisir di perairan Selat Sunda ini.

Fungsi ekologis kriteria kualitas perairan mencakup faktor suhu, salinitas kecerahan perairan, kecepatan arus dan tinggi gelombang. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang menentukan biota laut bisa hidup dan berkembang dalam habitat tersebut Kisaran suhu perairan yang cocok untuk tempat hidup bagi biota laut berkisar antara 29-30°C. Pada kisaran suhu tersebut makhluk hidup bisa melakukan proses reproduksi dan pertumbuhannya dengan optimal. Salinitas perairan lebih banyak dipengaruhi oleh pencampuran dari massa air laut dan air tawar. Kisaran salinitas perairan yang cocok untuk biota dapat hidup dan berkembang optimal adalah 30-31‰. Gelombang dan arus merupakan parameter utama dalam proses erosi, sedimentasi dan abrasi.

(5)

Kecerahan perairan merupakan parameter yang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan suatu perairan. Tingkat kekeruhan ini tergantung dari komposisi bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalamnya.

c. Resiko bahaya

Resiko bahaya yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah bahaya banjir, erosi, abrasi, akresi dan sedimentasi. Banjir merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh kondisi letak suatu wilayah yang berada di bawah permukaan laut. Selain itu disebabkan oleh tingginya gelombang di perairan yang membawa hempasan air ke daratan. Tingginya curah hujan juga mempengaruhi fenomena banjir di suatu wilayah sedangkan daya resap tanah di wilayah tersebut lambat dan konstruksi pembangunan yang tidak mempertimbangkan adanya aliran air.

Resiko bahaya abrasi seringkali terjadi akibat besarnya hempasan ombak di sepanjang pesisir pantai tanpa adanya penghalang yang mampu meredamnya. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai peredam gelombang. Abrasi juga dapat mengikis garis pantai sehingga wilayah darat di pesisir tersebut akan mengalami pengurangan luas area di daratan. Banjir dan abrasi merupakan faktor yang saling terkait dalam resiko bahaya, karena abrasi bisa menyebabkan banjir di wilayah pesisir pantai.

d. Perubahan iklim global

Dampak primer yang ditimbulkan akibat perubahan iklim global cenderung menyebabkan kenaikan muka laut yang mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi banjir di wilayah pesisir, membatasi volume persediaan air tawar dan intrusi, penyusunan kembali sedimen dan tanah pesisir yang renggang, peningkatan salinitas tanah, perubahan iklim gelombang, peningkatan laju erosi pantai dan bukit pasir, kemunduran ke arah darat batas antara perairan tawar dan payau, perubahan vegetasi yang tumbuh di rawa dan tebing, perubahan lokasi fisik batas perairan darat (Dahuri et al. 2001).

e. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di wilayah pesisir merupakan salah satu aspek penting yang dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan. Tipe penggunaan lahan di wilayah pesisir meliputi pemukiman, pertanian, hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan tubuh air.

Pemukiman nelayan di pesisir Pandeglang belum tertata sebagaimana mestinya. Banyak fasilitas penting yang belum tersedia seperti fasilitas kebersihan, kesehatan dan sistem drainase air. Masyarakat yang hidup di wilayah pesisir tidak semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai petani, pengolah dan pembudidaya. Mengingat kondisi lahan pesisir yang multikompleks dan kaya akan sumberdaya alam, sehingga penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya alam yang ada.

Selain lahan pertanian, wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang juga memiliki kawasan hutan yang dibagi menjadi hutan lindung dan hutan produksi. Penggunaan kawasan lindung terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan sebagai Kawasan Lindung Nasional (KLN).

(6)

f. Area bernilai tinggi

Ekosistem di perairan yang termasuk dalam area bernilai tinggi adalah terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Kondisi yang terjadi di Pandeglang saat ini kawasan hutan mangrove telah mengalami alih fungsi lahan menjadi peruntukkan lain seperti tambak dan pemukiman penduduk. Sedangkan kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan data dari KKP tahun 2010 bahwa luas tutupan di perairan Pandeglang sudah semakin berkurang. Faktor penyebabnya adalah aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti mengambil ikan dengan menggunakan bahan peledak, eksploitasi karang secara besar-besaran, tingginya pencemaran perairan yang menyebabkan banyak karang mati. Keberadaan terumbu karang di alam harus dipertahankan karena menghasilkan produktivitas organik yang tinggi sebagai sumber bahan makanan untuk biota laut yang hidup di dalamnya. Kemampuan produktivitas tinggi ini disebabkan oleh terumbu mampu untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Di samping itu terumbu karang juga dapat melindungi komponen ekosistem pesisir dan laut lainnya dari tekanan gelombang dan badai.

g. Kedekatan dengan sumber pencemar

Sumber pencemar di wilayah pesisir Pandeglang sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri. Limbah rumah tangga berasal dari buangan sampah organik dan anorganik serta buangan air hasil pencucian rumah tangga. Sedangkan limbah industri berasal hasil pengolahan proses produksi di pabrik yang kadarnya banyak mengandung komposisi zat-zat kimia berbahaya. Selain kedua sumber pencemar tersebut, pencemar yang sulit sekali untuk dinetralisir oleh mikroorganisme yang hidup di perairan adalah limbah hasil buangan bahan bakar minyak yang berasal dari perahu kapal motor dan air bilasan pencucian dari docking kapal yang bersandar di perairan.

Keberadaan PLTU di Kecamatan Labuan telah meningkatkan sumber pencemar yang berbahaya bagi manusia dan organisme laut. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir adalah dengan tidak membangun pemukiman nelayan di sekitar area tersebut serta melakukan pemindahan biota karang yang ada di wilayah tersebut ke daerah yang masih bagus perairannya dengan teknik transplantasi karang. Oleh karena itu pemanfaatan ruang untuk industri dan pelabuhan sebaiknya jauh dari area yang bernilai tinggi untuk mempertahankan keberadaan populasi biota laut agar tetap lestari.

h. Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten (RZWP3K)

RZWP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya pada setiap satuan perencanaan yang disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan.

Kebijakan penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi Banten merupakan landasan yang mendasari kebijakan penataan ruang wilayah pesisir pada skala Kabupaten. Kondisi saat ini Provinsi Banten telah membuat RZWP3K tingkat provinsi yang mana Kabupaten Pandeglang termasuk di dalam penentuan pola ruang dan struktur ruang yang dalam RZWP3K di kenal istilah

(7)

kawasan pemanfaatan umum. kawasan konservasi. kawasan alur laut dan kawasan strategis nasional tertentu. Kawasan pemanfaatan umum memuat untuk pemanfaatan perikanan tangkap, budidaya, industri perikanan, pelabuhan, pertanian, pemukiman, pariwisata. Kawasan konservasi meliputi kawasan konservasi perairan, kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Kawasan konservasi maritim, dan sempadan pantai. Sedangkan kawasan strategis tertentu meliputi kawasan strategis dari sudut militer dan kawasan strategis dari sudut kepentingan peninggalan situs dunia.

i. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang

Rencana tata ruang wilayah merupakan acuan yang menjadi dasar dalam membuat suatu perencanaan pemanfaatan ruang di suatu wilayah. Kabupaten Pandeglang sudah memiliki rencana tata ruang wilayah yang berlaku hingga tahun 2031. Berdasarkan RTRW tersebut menjadi acuan untuk membuat zonasi pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang.

Pola ruang wilayah dikenal kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung merupakan kawasan yang keberadaannya harus dipertahankan berdasarkan fungsi ekologisnya seperti untuk cagar alam, taman nasional, sempadan pantai dan kawasan hutan lindung serta dalam pemanfaatannya tidak boleh digunakan untuk pemanfaatan yang lain. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang boleh dimanfaatkan untuk fungsi sosial dan ekonomi meliputi pemukiman perkotaan, persawahan, perkebunan dan hutan produksi. Berdasarkan RTRW tersebut pemanfaatan ruang seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, pelabuhan dan pemukiman di wilayah pesisir ini hanya boleh dilakukan dalam zona kawasan budidaya, sedangkan untuk pemanfaatan ruang konservasi perairan belum tentu termasuk dalam kawasan lindung dalam RTRW karena beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah kerentanan, keanekaragaman biota yang hidup di perairan tersebut, tingginya nilai ekonomis suatu biota, tingginya aktivitas penduduk di wilayah tersebut dan keberadaan biota langka di perairan tersebut.

j. Sarana dan prasarana

Keberadaan sarana dan prasarana perikanan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Sarana dan prasarana ini dibagi menjadi sarana dan prasarana perikanan tangkap dan sarana prasarana perikanan budidaya.

Sarana prasarana perikanan tangkap meliputi jumlah armada kapal motor nelayan, banyaknya alat tangkap yang digunakan, tempat pelelangan ikan, cold storage (rantai pendingin), pabrik es, bengkel (docking) kapal, dan tempat pengisian bahan bakar untuk kapal motor nelayan (SPDN). Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelangkan hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan sebelum dijual ke konsumen. Sistem rantai pendingin merupakan sarana pembekuan agar ikan tetap segar sebelum dijual ke konsumen. Pabrik es di tempat pelelangan ikan sangat diperlukan oleh nelayan yang akan melaut, karena fungsi es ini merupakan bahan pengawet untuk menyimpan ikan agar tidak busuk dan tetap segar ketika dibawa ke darat. Bengkel (docking) kapal merupakan fasilitas yang digunakan para nelayan untuk memperbaiki kapal motornya yang rusak. Sistem pengisian bahan bakar nelayan (SPDN) merupakan

(8)

fasilitas yang didanai oleh pemerintah pusat untuk memudahkan para nelayan untuk mengisi bahan bakar kapal motornya yang digunakan untuk melaut. Dengan adanya SPDN yang dibangun di pinggir pantai ini memudahkan nelayan untuk mencari bahan bakar tanpa harus mencari SPBU yang letaknya jauh dari tempat kapal bersandar.

Manajemen TPI di Kabupaten Pandeglang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sedangkan fasilitas perikanan tangkap yang lain pengelolaannya diserahkan perusahaan swasta atau koperasi nelayan yang ada di wilayah tersebut. Sapras perikanan tangkap ini menunjang dalam menentukan besarnya hasil produksi ikan yang diperoleh oleh nelayan dan pada akhirnya berkaitan dengan pendapatan asli daerah berupa retribusi yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dari sektor perikanan tangkap. Berdasarkan wawancara dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang retribusi yang di peroleh dari hasil penangkapan ikan di setiap tempat pelelangan ikan adalah sebesar 4% dari total nilai produksi yang dilelangkan.

Sarana dan prasarana perikanan budidaya meliputi adanya pembangunan depurasi kekerangan, balai benih ikan air tawar dan balai benih ikan pantai. Depurasi kekerangan di Kabupaten Pandeglang dibangun pada tahun 2007 melalui dana APBN pemerintah pusat yang bertujuan untuk pencucian dan pembilasan kerang yang dibudidayakan agar kerang ketika sampai di konsumen sudah dalam keadaan bersih. Balai benih ikan pantai berfungsi untuk pembenihan ikan laut seperti kerapu yang bertujuan untuk memudahkan para pembudidaya kerapu dalam mencari benih berkualitas untuk pembesaran. Sarana prasarana budidaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya dalam rangka memenuhi permintaan konsumen akan kebutuhan ikan.

k. Sarana Transportasi

Sarana transportasi merupakan sarana ekonomi yang menunjang tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah, karena transportasi akan memudahkan segala bentuk kegiatan perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir baik di darat maupun di laut. Sarana transportasi di kabupaten Pandeglang terdiri dari angkutan massal seperti angkutan kota dan bis yang beroperasi. Banyaknya sarana transportasi yang beroperasi juga harus didukung dengan pembangunan infrastruktur dan sarana jalan yang akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga interaksi yang terjadi menjadi lebih mudah antar pelaku usaha ekonomi di wilayah pesisir. Namun infrastruktur di Kabupaten Pandeglang tidak semuanya bagus masih ada di beberapa daerah sarana jalannya masih berbatu dan sulit di tempuh oleh kendaraan beroda empat dan banjir pada saat hujan. Hal ini masih perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah daerah mengingat untuk mengembangkan suatu wilayah perlu adanya sarana jalan dan transportasi yang mudah untuk ditemui.

l. Struktur populasi penduduk

Struktur populasi penduduk memegang peranan yang penting dalam kriteria sosial ekonomi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dan mata pencaharian penduduk tersebut. Kepadatan penduduk diperoleh dari jumlah individu yang hidup di daerah tersebut per km persegi luas lahan.

(9)

Sedangkan mata pencaharian penduduk cenderung akan memberikan keterkaitan di semua sektor seperti sektor tenaga kerja, pendidikan dan sebagainya.

Struktur populasi penduduk di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang pada umumnya didominasi oleh nelayan penangkap ikan, nelayan pembudidaya serta pengolah hasil perikanan skala tradisional. Dan sebagian besar merupakan pendatang dari daerah Indramayu dan Cirebon yang merantau di pesisir Pandeglang. Sedangkan penduduk aslinya lebih banyak menjadi petani atau merantau ke daerah lain untuk mencari kerja di bidang industri.

m. Tekanan Penduduk

Tekanan penduduk dalam hal ini lebih menitikberatkan kepada tingkat besarnya pengaruh dari aktivitas manusia yang dilakukan pada suatu daerah tertentu. Tekanan penduduk sangat berkaitan dengan tingginya kepadatan penduduk dan tingginya permintaan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Hal ini yang menyebabkan ekosistem di suatu wilayah yang mempunyai tekanan penduduk yang sangat serius menjadi terganggu keberadaannya. Tekanan penduduk ini salah satu penyebabnya dapat berupa dari kegiatan industri, jasa dan pariwisata. Dalam pemanfaatan ruang kawasan konservasi, tekanan penduduk menjadi salah satu aspek yang harus menjadi bahan pertimbangan agar kawasan tersebut dalam peruntukkannya tidak mengalami gangguan yang bisa merusak ekosistem yang hidup di dalamnya akibat ulah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

n. Kedekatan dengan sapras penting

Kedekatan dengan sarana dan prasarana penting merupakan hal yang menjadi perhatian dalam pemanfaatan ruang untuk kawasan pemukiman. Kawasan pemukiman ini dibangun sebagai tempat tinggal dari penduduk yang harus dipenuhi kebutuhan sosial dan ekonominya seperti kebutuhan akan sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana jalan raya dan sarana perekonomian seperti pasar terdekat. Seringkali kedekatan dengan sarana prasarana penting ini yang menjadi bahan pertimbangan seseorang untuk bertempat tinggal di suatu wilayah. Pertimbangan kedekatan dengan sapras penting di pemukiman pesisir Pandeglang belum mendapat perhatian dari pihak pemda karena terbatasnya anggaran untuk membangun sapras tersebut. Hal ini terlihat sarana dan prasarana penting seperti puskesmas, bangunan sekolah, fasilitas umum hanya terdapat di tingkat kecamatan belum menjangkau wilayah pelosok pedesaan.

Perencanaan dan pengelolaan ruang di wilayah pesisir semua kriteria yang telah disebutkan di atas bisa dijadikan tolak ukur dalam menentukan kesesuaian penggunaan lahan di wilayah pesisir agar pembangunan yang dilakukan dapat mempertimbangkan semua aspek yang terkait baik sosial dan ekonomi yang berpengaruh di dalamnya tanpa mengesampingkan fungsi ekologis yang menentukan keberlanjutan sumberdaya alam yang terkandung di wilayah tersebut.

Analisis ANP untuk Mencari Kriteria Paling Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir

Pemanfaatan ruang di wilayah pesisir banyak faktor yang saling berpengaruh dan mempengaruhi satu sama lain sehingga untuk menentukan

(10)

kesesuaian lahan harus mempertimbangkan semua faktor yang berperan dan terkait di dalamnya. Struktur jaringan dalam ANP mempertimbangkan keterkaitan dua aspek yaitu keterkaitan dengan kriteria dalam satu objek (internal) dan keterkaitan dengan kriteria dalam objek yang berbeda (eksternal). Struktur jaringan ini menentukan besarnya tingkat pengaruh yang diperoleh dari analisis ini. Hal ini disebabkan jika suatu kriteria lebih banyak mempengaruhi kriteria lainnya, tingkat dominasi pengaruhnya akan lebih tinggi dalam suatu pemanfaatan ruang. Struktur jaringan ini bisa dilihat pada Gambar 6. Dan ilustrasi keterkaitan setiap kriteria bisa dilihat pada Tabel 18.

Gambar 6. Struktur jaringan kriteria pemanfaatan ruang

Pada Gambar 6 dapat dilihat dalam objek ekologi semua kriteria saling terkait satu sama lain dan yang membedakan hanya tingkat seberapa besar pengaruhnya yang diberi dengan nilai bobot. Seperti keberadaan objek ekologi mempengaruhi semua kriteria dalam objek sosial ekonomi dan kebijakan begitu pula dengan kriteria di dalam objek sosial ekonomi dan kebijakan keberadaannya juga memberi dampak pengaruh terhadap keberlanjutan objek ekologi. Agar lebih jelas melihat keterkaitan dalam struktur jaringan ANP dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 18. Contoh matriks keterkaitan kriteria pada jaringan ANP

Kluster Ekologi Sosek Kebijakan

Kriteria KF IG Transportasi Sapras RTRW RZWP3K

Ekologi KF 0 ++ ++++ +++ +++ +++ IG ++ 0 ++++ ++ ++ ++ Sosek Trans + 0 0 +++ +++ +++ Sapras + 0 +++ 0 +++ +++ Kebijakan RTRW + 0 ++ ++ 0 ++ RZWP3K + 0 ++ ++ ++ 0

Keterangan : 0=tidak memiliki bobot tngkat pengaruh,

banyaknya tanda (+) menunjukkan besarnya bobot pengaruhnya

KF – Kesesuaian fisik, IG = Pengaruh iklim global

Fungsi ekologi:

Kualitas perairan, kesesuaian fisik, area bernilai tinggi, resiko bahaya, pengaruh

iklimglobal, penggunaan lahan, kedekatan dengan sumber pencemar

Fungsi Kebijakan: RZWP3K Provinsi dan

RTRW Kabupaten Fungsi Sosek:

Struktur populasi penduduk, Sarana transportasi, kedekatan dengan sapras penting, sapras perikanan,

(11)

Kriteria yang dimasukkan dalam struktur jaringan untuk diberi bobot oleh responden adalah fungsi ekologi meliputi kriteria kesesuaian fisik, kualitas perairan, resiko bahaya, area bernilai tinggi, penggunaan lahan, pengaruh iklim global dan kedekatan dengan sumber pencemar. Sedangkan objek kebijakan meliputi rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten. Dan objek sosial ekonomi meliputi struktur populasi penduduk, sarana transportasi, kedekatan dengan sarana penting, sarana dan prasarana perikanaan dan tekanan penduduk.

Hasil pembobotan yang akan dianalisa adalah rataan geometriknya dan dihitung konsistensi rasio atas jawaban yang diberikan oleh para responden. Berdasarkan hasil consistency ratio yang diperoleh dari perhitungan software bernilai 0,00000 yang artinya bernilai kurang dari 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban setiap responden dalam menjawab setiap pertanyaan ini konsisten sehingga hasil dari pembobotan yang diberikan oleh responden bisa dilanjutkan untuk tahap analisa berikutnya yaitu mencari nilai supermatriks tak terboboti (Lampiran 3), supermatriks terboboti (Lampiran 4) dan matriks limit (Lampiran 5). Gambar 7 dan 8 menampilkan salah satu hasil input rataan geometrik dari perbandingan berpasangan ketiga kluster dalam pemanfaatan ruang.

Gambar 7. Direct data dalam ANP

Gambar 8. Salah satu contoh hasil perbandingan Input Direct Data

Hasil dari input data menurut para responden diperoleh matriks kluster antar objek di dalam pemanfaatan ruang yang memberikan gambaran nilai bobot setiap fungsi objek dan kriteria serta pengaruh antar kriteria yang dominan, baik pengaruh kriteria dari fungsi objek itu sendiri (looping) maupun pengaruh kriteria dari fungsi objek lainnya yang disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai fungsi pemanfaatan ruang

Kluster Nilai Fungsi Presentase (%)

Fungsi ekologi 0.3399 33.99

Fungsi kebijakan 0.3488 34.88

Fungsi sosial ekonomi 0.3113 31.13

Jumlah 1.0000 100

Berdasarkan Tabel 19, bahwa kriteria kebijakan dalam menentukan suatu pemanfaatan ruang di wilayah pesisir memiliki tingkat pengaruh sebesar 34.88%

(12)

sedangkan fungsi ekologi sebesar 33.99% dan sosial ekonomi 31.13%. Hal ini menunjukkan dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir fungsi kebijakan ini yang dominan harus dipertimbangkan keberadaannya karena memiliki pengaruh yang sangat besar dibandingkan dengan kedua fungsi yang lain.

Hasil yang diperoleh dari ANP ini adalah limiting supermatrix yang dinormalisasi terhadap faktor (cluster) masing-masing sehingga jumlah setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu (stokastik). Tabel 20 adalah matriks prioritas yang menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir.

Tabel 20 menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan ruang, kriteria yang sangat dominan pengaruhnya adalah kriteria kebijakan RZWP3K Provinsi sebesar 0.1689 atau 16.89% dan kriteria yang paling rendah adalah pengaruh iklim global sebesar 0.0371 atau 3.71%. Hal ini mengandung pengertian bahwa RZWP3K Provinsi dan RTRW Kabupaten sangat berperan sekali dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah pesisir di Kabupaten karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat besar pengaruhnya. Tabel 20. Matriks prioritas pemanfaatan ruang

No Kriteria Pemanfaatan Ruang Prioritas Inter klustera

Prioritas

Antar klustera Persen

1 RZWP3K Provinsi Banten 0.5009 0.1689 16.89

2 RTRW Kabupaten Pandeglang 0.4991 0.1681 16.81

3 Sarana Transportasi 0.2215 0.0667 6.67

4 Struktur populasi penduduk 0.2160 0.0665 6.65

5 Sapras perikanan 0.2047 0.0632 6.32

6 Penggunaan Lahan 0.1710 0.0608 6.08

7 Kesesuaian fisik perairan 0.1683 0.0605 6.05

8 Resiko bahaya 0.1593 0.0580 5.80

9 Tekanan penduduk 0.2039 0.0565 5.65

10 Area bernilai tinggi 0.1449 0.0538 5.38

11 Kualitas perairan 0.1336 0.0499 4.99

12 Kedekatan dengan sapras penting 0.1539 0.0479 4.79

13 Kedekatan dengan sumber pencemar 0.1158 0.0423 4.23

14 Pengaruh iklim global 0.1071 0.0371 3.71

Jumlah 3.0000 1.0000 100.00

Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa

Prioritas dari kriteria pada setiap kluster fungsi dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Fungsi Ekologi

Fungsi ekologi berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki jumlah nilai prioritas sebesar 0.3623 atau 36.23%. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi ekologi dapat dilihat pada Tabel 21.

Berdasarkan Tabel 21, kriteria di dalam fungsi ekologi yang mempunyai nilai prioritas paling tinggi adalah penggunaan lahan sebesar 0.1710 atau 17.10% dan yang paling rendah adalah pengaruh iklim global hanya sebesar 0.1071 atau 10.71%. Hal ini menunjukkan dalam pemanfaatan ruang yang harus sangat

(13)

dipertimbangkan adalah kriteria penggunaan lahan karena mempunyai pengaruh paling tinggi diantara kriteria dalam fungsi ekologi yang lain.

Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi ekologi sebesar 0.1429 atau 14.3%. Jika dilihat tingkat pengaruhnya dengan kriteria pada fungsi kebijakan dan sosek, kriteria di dalam fungsi ekologi mempunyai rata-rata nilai sebesar 0.0518 yang artinya mempunyai dampak sebesar 5.18% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas rata-rata baik dalam kluster maupun antar kluster adalah penggunaan lahan, kesesuaian fisik, resiko bahaya dan area bernilai tinggi.

Tabel 21. Matriks prioritas fungsi ekologi

No Nama Prioritas

Inter klustera

Prioritas

Antar klustera Persen

1 Penggunaan Lahan 0.1710 0.0608 6.08

2 Kesesuaian fisik perairan 0.1683 0.0605 6.05

3 Resiko bahaya 0.1593 0.0580 5.80

4 Area bernilai tinggi 0.1449 0.0538 5.38

5 Kualitas perairan 0.1336 0.0499 4.99

6 Kedekatan dengan sumber pencemar 0.1158 0.0423 4.23

7 Pengaruh iklim global 0.1071 0.0371 3.71

Jumlah 1.00 0.3623 36.23

Rata-rata 0.1429 0.0518 5.18

Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa

b. Fungsi Sosial Ekonomi

Fungsi sosial ekonomi berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki nilai prioritas sebesar 0.3007 atau 30.07%. Nilai ini menunjukkan bahwa kriteria yang termasuk dalam fungsi sosek mempunyai pengaruh sebesar 30.07% untuk menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi sosek dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Matriks prioritas fungsi sosial ekonomi

No Nama Prioritas

Inter klustera

Prioritas

Antar klustera Persen

1 Sarana Transportasi 0.2215 0.0667 6.67

2 Struktur populasi penduduk 0.2160 0.0665 6.65

3 Sapras perikanan 0.2047 0.0632 6.32

4 Tekanan penduduk 0.2039 0.0565 5.65

5 Kedekatan dengan sapras penting 0.1539 0.0479 4.79

Jumlah 1.0000 0.3007 30.07

Rata-rata 0.2000 0.0601 6.01

Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa

Berdasarkan Tabel 22, kriteria di dalam fungsi sosek yang mempunyai nilai prioritas paling tinggi adalah sarana transportasi sebesar 0.2215 atau 22.15% dan yang paling rendah adalah kedekatan dengan sapras penting hanya sebesar 0.1539 atau 15.39%. Hal ini menunjukkan dalam pemanfaatan ruang yang harus sangat

(14)

dipertimbangkan adalah sarana transportasi karena mempunyai pengaruh paling tinggi diantara kriteria dalam fungsi sosek yang lain.

Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi sosek sebesar 0.2000 atau 20%. Dan jika dilihat dari tingkat pengaruhnya dengan kriteria pada fungsi kebijakan dan ekologi, kriteria di dalam fungsi sosek bernilai rata-rata sebesar 0.0601 yang artinya berdampak sebesar 6.01% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas rata-rata baik inter kluster maupun antar kluster adalah sarana transportasi, struktur populasi penduduk, dan sapras perikanan.

c. Fungsi Kebijakan

Fungsi kebijakan berdasarkan keterkaitan antar kluster memiliki nilai prioritas sebesar 0.3370 atau 33.70%. Nilai ini menunjukkan bahwa fungsi kebijakan mempunyai pengaruh sebesar 33.70% dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Besarnya nilai prioritas setiap kriteria di dalam fungsi kebijakan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Matriks prioritas fungsi kebijakan

No Nama Prioritas

Inter klustera

Prioritas

Antar klustera Persen

1 RZWP3K Provinsi Banten 0.5009 0.1689 16.89

2 RTRW Kabupaten Pandeglang 0.4991 0.1681 16.81

Jumlah 1.00 0.3370 33.70

Rata-rata 0.50 0.1685 16.85

Keterangan : a Nilai bobot hasil analisa

Kedua kriteria dalam fungsi kebijakan pada Tabel 23 mempunyai nilai prioritas yang sama sebesar 0.5009 dan 0.4991 atau 50%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kriteria ini memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan suatu pemanfaatan ruang.

Hasil rata-rata nilai prioritas dari seluruh kriteria dalam fungsi kebijakan sebesar 0.5000 atau 50%. Dan jika dilihat dari tingkat pengaruhnya antar kluster, kriteria di dalam fungsi kebijakan mempunyai rata-rata nilai sebesar 0.1685 yang artinya mempunyai dampak sebesar 16.85% dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Kriteria yang mempunyai nilai di atas rata-rata baik inter maupun antar kluster adalah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi.

Hasil pembobotan yang diperoleh dari para responden menunjukkan bahwa kriteria yang termasuk dalam fungsi kebijakan yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan dari suatu kebijakan. Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan bahwa rencana tata ruang wilayah yang termasuk dalam fungsi kebijakan memang menjadi dasar acuan dalam membangun suatu wilayah batas administrasi di darat. Sedangkan untuk di wilayah pesisir Undang-undang No. 27 tahun 2007 menyatakan bahwa RZWP3K merupakan suatu strategi penataan ruang yang mengatur tata ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga hasil dalam analisa fungsi kebijakan ini RZWP3K merupakan kriteria yang paling dominan dalam menentukan pemanfaatan ruang di wilayah laut dan perairan.

(15)

Analisis Spasial

Analisa spasial pada penelitian ini menggunakan kriteria berdasarkan pedoman rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tahun 2011 dan kriteria berdasarkan hasil ANP. Mengingat kondisi dan kendala yang ada maka data yang diperoleh berupa data sekunder dan keakuratannya dibandingkan dengan kondisi secara deskripsi di lapangan.

Kriteria Ekologi

a. Kedalaman perairan

Bathymetri atau pengukuran kedalaman perairan merupakan pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut dimana peta bathymetri memberikan informasi mengenai dasar laut. Pemanfaatan peta bathymetri dalam bidang kelautan misalnya dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai. pembangunan jaringan pipa bawah laut dan sebagainya.

Batas-batas pantai yang merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan adanya suatu perubahan kedalaman yang berangsur-angsur. Bagian-bagian tersebut adalah:

- Continental shelf merupakan daerah yang mempunyai lereng yang landai dan berbatasan langsung dengan daratan

- Continental slope memiliki lereng yang lebih terjal daripada continental shelf

- Continental rise merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian perlahan-lahan menjadi datar pada dasar lautan

Berdasarkan data yang diperoleh maka sebaran kedalaman di perairan Kabupaten Pandeglang adalah seperti Gambar 9.

(16)

Gambar 9 menyajikan bahwa sebaran kedalaman di kecamatan Carita berkisar antara 10-15 meter di sepanjang pesisir pantai dan di atas 15 meter ke arah laut. Pesisir kecamatan Labuan pada desa Banjarmasin dan Pejamben mempunyai kedalaman di atas 10 meter, desa Caringin dan Teluk di atas 8 meter, desa Sukamaju dan Cigondang di atas 5 meter, sekitar pulau Popole mempunyai kedalaman di 8-10 meter dan kedalaman berkisar antar 0-5 meter hanya terdapat di desa Labuan.

Pesisir pantai kecamatan Pagelaran dan Sukaresmi yang berbatasan dengan garis pantai mempunyai kedalaman perairan berkisar antara 0-8 meter dan termasuk perairan dangkal. Sedangkan pada kecamatan Panimbang di desa Panimbang Jaya sebagian besar pesisirnya mempunyai kedalaman 5-8 meter dan berbatasan dengan desa Mekarsari mempunyai kedalaman 0-5 meter. Pada desa Mekarsari, Citeureup dan sebagian desa Tanjung Jaya kedalaman perairan berkisar 0-5 meter, sekitar pulau Liwungan mempunyai kedalaman 10-15 meter. desa Tanjung Jaya dan Banyu Asih sebagian besar wilayah perairannya berkedalaman di atas 15 meter dan di sepanjang pesisir garis pantainya banyak terumbu karang. Sedangkan desa Tangkil sari yang termasuk dalam kecamatan Cimanggu mempunyai kedalaman di atas 8 meter dan sebagian besar desa pesisir di kecamatan Sumur mempunyai kedalaman perairan di atas 15 meter, hanya pada desa Taman Jaya kedalaman di atas 5 meter dan Ujung Jaya di atas 8 meter.

Sesuai hasil analisa spasial kedalaman perairan di Kabupaten Pandeglang di perairan sebelah utara memiliki topgrafi perairan yang lebih landai dengan kedalaman berkisar antara 0-15 meter sedangkan pada perairan di bagian selatan kedalamannya cenderung lebih terjal dengan kedalaman berkisar di atas 15 meter. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk topografi dasar laut yang terbentuk akibat proses tektonik yang telah terjadi pada ratusan tahun yang lalu di sepanjang Selat Sunda ini

b. Kecepatan arus

Data kecepatan arus tahun 2009 di perairan Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Data rataan bulanan kecepatan arus

No Latitude (Y) Longitude (X) u_current m/s v_current m/s

1 -6.875 105.375 0.1759 0.1457 2 -6.875 105.625 0.1397 0.1031 3 -6.875 105.875 0.1416 0.0569 4 -6.625 105.375 0.1507 0.1880 5 -6.375 105.375 0.1132 0.1776 6 -6.375 105.625 0.1556 0.1555 7 -6.125 105.375 0.0624 0.1422 8 -6.125 105.625 0.1085 0.1368 Sumber: www.erddap.com

Berdasarkan Tabel 24 nilai u current menunjukkan kecepatan arus dan nilai v current menunjukkan arah angin. Nilai u current yang diperoleh mempunyai nilai maksimum 0.1759 m/s pada lintang -6.875 bujur 105.375 yang berada di bagian perairan selatan Selat Sunda dengan kedalaman perairan kurang dari 20 meter dan nilai minimum 0.0624 m/s pada lintang -6.125 bujur 105.375 yang

(17)

berada di perairan utara Selat Sunda yang mempunyai kedalaman laut di atas 40 meter. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai u maka ketinggian permukaan laut semakin rendah sedangkan nilai u rendah menunjukkan kedalaman semakin tinggi.

Nilai arus u dan v dibuat dalam bentuk peta sebaran dengan menggunakan perangkat lunak Surfer dan hasil yang dapat diperlihatkan seperti Gambar 10 dan Gambar 11 tentang sebaran kecepatan arus di Kabupaten Pandeglang.

Gambar 10. Peta pola arus dan arah angin permukaan perairan Selat Sunda

(18)

Pada nilai v current, mempunyai nilai maksimum sebesar 0.1889 m/s pada lintang -6.625 bujur 105.375 yang terletak pada teluk taman nasional Ujung Kulon dan nilai v minimum sebesar 0.0569 m/s pada lintang -6.875 bujur 105.875 terletak pada daerah daratan. Hal ini menunjukkan bahwa angin yang bergerak menuju daratan mempunyai nilai paling tinggi sedangkan angin yang bergerak dari daratan mempunyai nilai yang paling rendah. Secara umum kondisi angin yang terjadi di perairan Selat Sunda dipengaruhi oleh sistem angin muson, yang mengalami perubahan arah dua kali dalam setahun, yaitu angin muson barat laut yang bertiup dari barat laut menuju tenggara dan angin muson tenggara yang bertiup dari tenggara menuju barat laut.

Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa kecepatan arus permukaan di Kabupaten Pandeglang relatif seragam. Namun perairan bagian utara nilainya lebih besar sekitar 0.15-0.25 m/s dibandingkan dengan perairan di selatan sekitar 0.05-0.15 m/s. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oktavia (2011) bahwa variasi beda tinggi muka laut yang dipengaruhi oleh perubahan arah dan kecepatan angin di perairan Selat Sunda menimbulkan kemiringan (slope) permukaan laut. Menurut Oktavia (2011) di perairan selat Sunda arus geostrofik yang timbul menyebabkan massa air mengalir ke arah barat apabila bernilai negatif dan mengalir ke arah timur jika bernilai positif.

Hasil penelitian Oktavia (2011) yang dilakukan pada bulan maret 2008 sampai Februari 2009 menunjukkan bahwa selama musim timur (Juni-Agustus) kecepatan rata-rata arus geostrofik berkisar antara 0.14-0.16 m/s yang mengalir ke barat daya menuju Samudera Hindia, sedangkan pada musim barat (Desember-Februari) kecepatan rata-rata arus geostrofik permukaan berkisar antara 0.14-0.17 m/s dan mengalir ke timur laut menuju laut Jawa. Berdasarkan asumsi tersebut, bahwa data yang diperoleh pada penelitian ini diambil pada saat musim timur dimana arah angin bernilai positif dan bergerak dari barat daya menuju Samudera Hindia dengan rata-rata kecepatan arus berkisar 0.1309 m/s.

c. Tinggi gelombang

Data tinggi gelombang yang diperoleh pada penelitian ini adalah tinggi gelombang signifikan (significant wave height) yaitu rata-rata tinggi gelombang (dari puncak ke lembah) dari sepertiga gelombang laut tertinggi. Kuat lemahnya gelombang ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch) sedangkan ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch

pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar. Sehingga perairan terbuka tinggi gelombangnya dibandingkan dengan perairan yang lebih tertutup yang dikelilingi oleh daratan dan pulau yang mengelilinginya.

Dari hasil analisa spasial bahwa untuk perairan utara kabupaten Pandeglang yang lebih dekat ke Laut Jawa mempunyai kisaran gelombang yang lebih rendah dibandingkan dengan perairan di bagian selatan yang lebih dekat ke Samudera Hindia. Berdasarkan penelitian Kurniawan (2011) bahwa rata-rata tinggi gelombang di wilayah yang berbatasan dengan laut lepas baik Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Laut Cina Selatan, mempunyai rata-rata tinggi gelombang

(19)

yang relatif lebih tinggi dibanding dengan daerah Laut Jawa, Laut Timor, Banda, Arafuru, Seram dan wilayah perairan antar pulau lainnya.

Berdasarkan data yang diperoleh, sebaran tinggi gelombang perairan selat Sunda di wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Sebaran tinggi gelombang perairan Selat Sunda

Perairan Selat Sunda wilayah Kabupaten Pandeglang kondisinya lebih cenderung tertutup karena banyak teluk dan terdapat pulau-pulau kecil di sekitarnya sehingga data tinggi gelombang yang diperoleh berkisar antara 0.023-0.700 meter.

d. Substrat pantai

Substrat perairan merupakan data fisik yang berkaitan dengan kondisi lahan suatu wilayah. Kondisi substrat perairan pada penelitian ini diperoleh dengan cara deskriptif dan observasi langsung ke wilayah penelitian.

Menurut Djuwansah (2011) bahwa substrat dipengaruhi oleh hasil perkembangan morfologi pantai yang terjadi semenjak berakhirnya periode kenaikan muka air laut semenjak 5000 tahun yang lalu. Daerah pesisir yang geologinya tersusun dari batuan keras umumnya memiliki kelerengan tinggi yang pola kemiringannya menerus sampai ke dasar laut. Pantai landai yang terbentuk dari sedimen muda memiliki fisiografi yang ditentukan oleh energi aliran air yang mempengaruhi lingkungan pada waktu pengendapannya. Pantai yang didominasi oleh endapan pasang surut akan menghasilkan endapan sedimen dalam bentuk paparan pasang surut yang merupakan dataran berlumpur yang biasanya kemudian ditumbuhi oleh pohon bakau.

Substrat lumpur dan karang terdapat di desa Teluk dan Caringin. Lumpur mendominasi di daerah pesisir ke arah darat. Hal ini disebabkan ada sungai besar yang bermuara di daerah tersebut yang membawa endapan lumpur dan pasir ke

(20)

muara sungai. Substrat karang terdapat di daerah pesisir ke arah laut sekitar karangkabua yang daerahnya didominasi oleh terumbu karang. Namun kondisi terumbu karang di perairan tersebut sudah banyak yang mati sehingga luas tutupannya semakin berkurang akibat endapan lumpur dan sedimen yang dibawa oleh partikel air ke laut.

Substrat pasir berlumpur berada di sebagian wilayah Kecamatan Carita, hingga Kecamatan Panimbang yang terletak di sebagian desa Tanjung Jaya. Sebagaimana Gambar 13 dapat dilihat banyak aliran sungai yang mendominasi dan bermuara di daerah tersebut, sehingga menimbulkan endapan pasir bercampur dengan lumpur.

Sebaran substrat di perairan Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Sebaran substrat perairan Selat Sunda

Substrat pasir berkarang mendominasi di desa Sukanegara dan Sukarame kecamatan Carita serta sepanjang desa Tangkil sari sampai desa Taman jaya kecamatan Sumur. Di daerah-daerah yang jauh dari muara sungai, energi yang mempengaruhi pengendapan adalah gelombang, pasang surut dan arus pantai (Djuwansah 2011).

e. Jarak dari pantai

Batas jarak dari pantai diukur dari batas wilayah yang mengalami titik pasang air laut tertinggi. Jarak dari pantai ini diperoleh dengan observasi dan survei ke lapangan. Pengkelasannya dibagi menjadi tiga kelas yaitu kurang dari 100 meter, 100-150 dan lebih dari 200 meter.

Jarak kurang dari 100 meter terdapat di desa Sukarame, Sukajadi, Carita, Teluk, Panimbang jaya dan Mekarsari. Jarak antara 100-150 terdapat di desa Banjarmasin, Labuan dan Cigondang, dan desa lainnya berjarak lebih dari 200 meter dari pasang surut tertinggi. Jarak pantai ini dipengaruhi oleh arus pasang

(21)

surut, gelombang, substrat perairan dan kondisi kemiringan lereng wilayah tersebut. Gambar 14 menampilkan sebaran jarak pantai.

Gambar 14. Kondisi jarak pantai di desa pesisir Kabupaten Pandeglang f. Suhu permukaan perairan

Sebaran suhu permukaan air laut dibagi ke dalam empat kelas suhu permukaan yaitu kurang dari 27°C, 27-28°C, 28-29°C, dan 29-30°C. Sebaran suhu permukaan air laut di perairan kabupaten Pandeglang relatif lebih homogen (Gambar 15).

(22)

Di perairan bagian utara lebih dominan pada selang kelas 29-30°C, hal ini bisa terlihat pada Gambar 15 bahwa kecamatan Carita, Labuan, Pagelaran, pesisir Sidamukti dan sebagian Panimbang mempunyai suhu pada selang kelas tersebut. Sedangkan kecamatan Sumur dan desa Banyuasih mempunyai suhu sekitar 28-29°C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Minarto et al. (2008) bahwa karakteristik temperatur di selat Sunda ditandai dengan adanya masukan massa air yang lebih dingin dari samudera Hindia serta massa air yang lebih hangat dari Laut Jawa serta dari daratan Jawa dan Sumatera. Menurutnya bahwa tinggi rendahnya temperatur dipengaruhi pula oleh kondisi kedalaman perairan. Pada kedalaman perairan di atas 50 meter temperatur permukaan relatif lebih dingin dibandingkan perairan dengan kedalaman di bawah 50 meter.

g. Jumlah hari hujan

Sebaran hari hujan pada suatu daerah dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Faktor iklim di Pandeglang lebih dipengaruhi oleh angin muson yang cenderung mengalir ke arah tenggara (Samudera Hindia) dari Laut Jawa. Selain itu pula ketinggian dan kemiringan lahan dari permukaan laut akan meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Kondisi topografi wilayah yang dikelilingi oleh dataran tinggi akan lebih sering hujan seperti pada kecamatan Sumur, yang wilayahnya sebagian besar berbentuk dataran tinggi. Sedangkan kecamatan yang terletak di bagian utara lebih cenderung landai sehingga curah hujan yang terjadi cenderung lebih sedikit hanya berkisar 120-150 hari rata-rata dalam setahun.

Gambar 16. Sebaran hari hujan di desa pesisir Kabupaten Pandeglang h. Bahaya abrasi

Bahaya abrasi yang terjadi pada suatu wilayah lebih cenderung disebabkan oleh arus dan gelombang serta kondisi substrat perairan tersebut. Kondisi perairan dengan kecuraman dasar laut menyebabkan energi gelombang yang sampai ke tepi pantai besar sehingga menimbulkan abrasi yang hasilnya kemudian diendapkan di sepanjang garis pantai berupa endapan pasir.

(23)

Data bahaya abrasi diperoleh dengan cara wawancara terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah penelitian. Abrasi ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, kecil, sedang dan besar. Kategori abrasi kecil jika wilayah tersebut mengalami abrasi hanya pada saat gelombang besar, dan belum merubah garis pantai di wilayah tersebut. Kategori sedang, jika abrasi yang terjadi akibat gelombang dan arus yang besar dan sudah mulai mengikis sebagian besar garis pantai. Sedangkan kategori abrasi besar jika abrasi yang ditimbulkan oleh arus dan gelombang sudah menyebabkan terdegradasinya garis pantai sehingga garis pantai di wilayah tersebut menjadi bertambah ke arah darat serta jika musim hujan menyebabkan air laut masuk ke arah daratan.

Sebaran abrasi pantai ini dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Bahaya abrasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang

Pada Gambar 17 tersebut dapat dilihat abrasi besar terjadi pada desa Sukanegara, Sukarame, Cigondang dan Margagiri merupakan perairan dengan substrat perairannya berupa pasir berkarang dan mempunyai kedalaman perairan di atas 15 meter yang akan menyebabkan gelombang besar sedangkan terumbu karang di daerah tersebut sudah tidak ada akibat sebagian besar karang dan bebatuan yang berfungsi sebagai peredam gelombang di sekitar wilayah tersebut sudah dieksploitasi oleh manusia. Sedangkan abrasi pada desa Mekarsari terjadi disebabkan oleh pengkonversian ekosistem pohon bakau di daerah tersebut menjadi areal tambak.

Abrasi sedang terjadi di desa Caringin, Teluk, Tegal papak, dan Cibungur. Pada daerah ini kedalaman perairan hanya berkisar 5-10 meter sedangkan substrat yang ada merupakan pasir berlumpur sehingga gelombang yang datang tidak terlalu besar. Desa Tanjung jaya mempunyai kedalaman di atas 15 meter namun karena terumbu karang di wilayah ini masih dipertahankan keberadaannya

(24)

sehingga abrasi yang yang terjadi tidak menimbulkan dampak yang serius untuk ekosistem di wilayah pesisir tersebut.

Pada desa pesisir yang lain abrasi yang terjadi masih tergolong cukup kecil dan masih dapat di tanggulangi dengan mempertahankan keberadaan ekosistem alami di daerah tersebut dan meminimalisir aktivitas manusia yang dapat merusak karang dan bebatuan di sepanjang garis pantai. Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan abrasi antara lain: pengambilan terumbu karang secara besar-besaran dan pengkonversian lahan mangrove untuk peruntukkan lain tanpa memperdulikan keberlanjutan ekosistemnya, pembangunan gedung di sepanjang sempadan pantai yang akan merusak struktur tanah di pantai tersebut, pengerukan pasir pantai dan sebagainya.

i. Bahaya banjir

Data bahaya banjir diperoleh dari data potensi desa tahun 2012 dan wawancara dari para masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Bahaya banjir dibagi menjadi tiga kelas yaitu tidak pernah terjadi, terjadi 1-2 kali dalam setahun atau jarang, dan terjadi lebih dari 2 kali dalam setahun atau dalam kategori sering. Sebaran bahaya banjir yang terjadi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Bahaya banjir di desa pesisir Kabupaten Pandeglang

Bahaya banjir yang sering terjadi dan frekuensinya lebih dari 2 kali dalam setahun terjadi di desa Carita dan Banjarmasin. Hal ini lebih disebabkan oleh pasang air laut yang naik ke darat sedangkan Kecamatan Pagelaran, Sukaresmi dan sebagian Kecamatan Panimbang penyebab banjir disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya volume air sungai yang meluap jika hujan datang dan menyebabkan banjir bandang, daya serap air hujan ke permukaan tanah di

(25)

daerah ini lambat karena didominasi dengan lumpur berlempung, kondisi topografi wilayah ini bersifat landai sehingga jika air laut pasang sampai ke daratan, dan terjadinya abrasi seperti yang terjadi pada desa Mekarsari.

Bahaya banjir yang jarang terjadi dengan frekuensi 1-2 kali dalam setahun terjadi di desa Teluk dan Pejamben lebih disebabkan oleh tingginya curah hujan di wilayah tersebut berdasarkan data tahun 2010 sebesar 4392 mm/Hg yang mengakibatkan meluapnya sungai Cipunteun Agung sedangkan banjir di desa Sumberjaya dan Kertajaya terjadi pada saat musim penghujan dimana curah hujan di wilayah tersebut cukup tinggi berdasarkan data tahun 2010 sebesar 4707 mm/Hg.

j. Luas tutupan terumbu karang

Terumbu karang adalah bangunan kapur besar yang dibentuk dan dihasilkan oleh binatang karang dan organisme berkapur lainnya, sehingga membentuk ekosistem yang kompak sebagai habitat bagi biota-biota laut (Tuwo 2011). Terumbu karang merupakan suatu ekosistem khas yang terdapat di wilayah pesisir tropis dan mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting di dalam ekosistem laut.

Hasil dari data survei pemetaan tersebut bisa dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Data luas tutupan karang, CFDI, Estimasi kekayaan jenis dan Jumlah spesies

Lokasi Kec. Luas

∑ karang hidup (%) CFDI* Estimasi Kekayaan Jenis Jumlah Spesies Kategori Karang Kabua

Labuan ±2 ha, radius ±1000 m

25 24 60,765 35 Sangat

buruk Pulau

Popole

Labuan ±12 ha, radius ±1000 m

0 0 0 0 -

Karang Gundul

Panimbang ± 2 ha, radius ±1000 m

42,48 0 0 0 -

Pulau Liwungan

Panimbang ±50 ha, radius ± 1000 m

70,59 54 162,465 80 Buruk

Batu Hideung

Cigeulis Panjang pantai ±4 km,lebar perairan ±2 mil laut

45 27 70,935 34 Sangat

buruk Camara Cigeulis Panjang pantai ± 5

km,lebar perairan ± 2 mil laut 55 32 87,885 39 Sangat buruk Kalapa Koneng

Cigeulis Panjang pantai ± 3 km,lebar perairan ± 3 mil laut

0 0 0 0 -

Cigorondo ng

Sumur Panjang pantai ± 3 km,lebar perairan ± 3 mil laut

65,36 0 0 0 -

Pulau Badul

Sumur ± 3 ha, radius ± 1000 m

69,28 77 240,435 121 Sedang

Mantiung Cibitung Panjang pantai ± 2 km,lebar perairan ± 2 mil laut

0 0 0 0 -

Ket: *CFDI = Coral Fish Diversity Index

Sumber : Lampiran SK Bupati No.660/Kep.369-Huk/2007 dan Laporan Survey Pemetaan Terumbu Karang, KKP 2010

(26)

Berdasarkan data di Tabel 25 bahwa kawasan yang ditetapkan untuk menjadi kawasan konservasi laut daerah setelah disurvei kembali kondisinya pada tahun 2010 semakin sedikit presentasi luas tutupan karang yang masih hidup. Hal ini disebabkan karena terlalu banyak tekanan baik fisik maupun nonfisik yang mengakibatkan karang banyak yang mengalami pemutihan (bleaching) yang pada akhirnya mengalami kematian.

Nilai 0 di beberapa kawasan menunjukkan bahwa di kawasan tersebut sudah tidak dijumpai kembali ekosistem terumbu karang yang masih hidup dan dampaknya secara tidak langsung pula berpengaruh terhadap penurunan populasi ikan-ikan karang atau biota laut lainnya. Sebaran terumbu karang di perairan kabupaten Pandeglang dapat dilihat pada Gambar 19.

Upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam rangka mempertahankan keberadaan terumbu karang agar tetap lestari adalah dengan teknik transplantasi karang yang bibitnya diperioleh dari karang hidup yang berada di alam. Hal ini sangat efektif sekali dapat menambah presentasi luas tutupan karang hidup.

Transplantasi karang ini sudah dilakukan di sekitar Pulau Badul dan Pulau Liwungan. Berdasarkan data di atas luas tutupan karang di wilayah tersebut masih cukup tinggi. Namun untuk nilai CFDI dan keragaman jenis di Pulau Liwungan termasuk kategori buruk dibandingkan dengan di Pulau Badul dengan kategori sedang. Hal ini disebabkan Pulau Liwungan kondisi perairannya sudah mengalami penurunan dan tingkat kekeruhannya cukup tinggi akibat aktivitas manusia di wilayah ini dan mengganggu ekosistem biota laut di sekitarnya. Akibatnya hanya beberapa spesies ikan dan karang yang mampu bertahan pada kondisi tersebut. Sedangkan Pulau Badul kondisi perairannya masih terjaga hal ini ditunjang karena lokasinya berdekatan dengan kawasan lindung Taman Nasional Ujung Kulon yang mana aktivitas dan kegiatan manusia masih sangat terbatas di wilayah ini..

(27)

k. Kemiringan lereng

Kemiringan lerang berkaitan dengan topografi bentuk suatu wilayah. Data kemiringan lereng ini diperoleh dari peta bentuk shape file yang dibuat oleh Bappeda Kabupaten Pandeglang untuk rencana tata ruang wilayah tahun 2012-2031. Pengelompokan kemiringan lereng ini di bagi menjadi empat kelas yaitu landai 0-8%, 8-15%, curam 15-25% dan terjal 25-40%.

Gambar 20. Kemiringan lereng di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Gambar 20 kemiringan lereng di desa pesisir banyak terdapat pada kelas 0-8 % yaitu landai. Hal ini menunjukkan karena ketinggian dengan permukaan laut sangat rendah sedangkan pesisir di desa Sumberjaya dan Kertajaya yang berbatasan dengan garis pantai berada dalam kemiringan lereng 8-15%. Kawasan dengan kemiringan lereng 15-25% di sekitar pesisir pantai berada di desa Sukajadi dan Sukarame. Kawasan curam dan terjal berada di kawasan taman nasional ujung kulon dan didominasi dengan kawasan hutan lindung.

Kriteria Kebijakan

a. Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang secara hierarki terdiri atas rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pandeglang di desa pesisir tahun 2012-2031 dapat dilihat pada Gambar 21.

Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau

(28)

lingkungan. Hal ini terkait dengan perwujudan tujuan penataan ruang yang ingin dicapai yaitu ”mewujudkan ruang wilayah kabupaten sebagai pusat agroindustri dan pariwisata di Provinsi Banten yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan”. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi berdasarkan Kawasan Strategi Kabupaten (KSK) meliputi kawasan Pantai Barat Selat Sunda merupakan kawasan yang memiliki potensi dan prospek pengembangan yang tinggi di bidang pariwisata, kawasan Buffer Zona Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang juga sebagai kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup, kawasan koridor Pandeglang – Kaduhejo - Labuan dengan pengembangan fungsi kegiatan wisata kuliner, sentra kerajinan dan produk unggulan, serta kawasan pengembangan jasa perdagangan, kawasan koridor Labuan–Panimbang dengan pengembangan fungsi kegiatan agroindustri penunjang perkotaan.

Gambar 21. Rencana tata ruang wilayah di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Kecamatan Panimbang dalam rencana pengembangan kawasan perkotaan akan dijadikan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp). PKWp merupakan bagian sistem perkotaan provinsi dalam hal ini rencana sistem perkotaan Provinsi Banten. Perkotaan Panimbang memiliki fungsi utama sebagai pusat kegiatan kawasan perdagangan dan jasa, industri, wisata, perekonomian untuk skala regional, jasa keuangan/bank, simpul transportasi dan pusat jasa kemasyarakatan.

Sedangkan Kecamatan Labuan di rencanakan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan dengan kriteria sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan/atau kawasan perkotaan

(29)

yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

Selain itu dibentuk juga kawasan minapolitan yang merupakan implementasi dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan guna pelaksanaan revitalisasi perikanan serta perlu dikembangkan kegiatan terpadu dalam pembangunan perikanan berbasis kawasan dengan konsepsi minapolitan. Berdasarkan hal tersebut, kawasan minapolitan di Kabupaten memiliki fungsi utama sebagai pusat pengembangan potensi perikanan budidaya air tawar dan laut yang terdapat pada kawasan perdesaan di Kecamatan Panimbang dan Kecamatan Sumur.

Dalam mendukung terwujudnya rencana tata ruang wilayah tersebut perlu melibatkan stakeholder dari semua sektor di dalamnya agar penataan ruang yang telah menjadi peraturan daerah sebagai dasar pembangunan dapat dilaksanakan secara optimal dan berkelanjutan.

b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten RZWP3K Provinsi Banten ini mengacu pada Undang-undang No. 27 tahun 2007. Dalam RZWP3K di atur pola ruang untuk kawasan pariwisata terdapat di sepanjang perairan Carita sampai Anyer, kawasan konservasi terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon. Desa Teluk kondisi saat ini dibangunnya sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. Kawasan perikanan tangkap dalam undang-undang diatur batas kewenangan provinsi sepanjang 12 mil kearah laut. Kawasan pesisir yang termasuk dalam kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pandeglang berdasarkan Kawasan Strategi Provinsi (KSP) adalah Kawasan Wisata Tanjung Lesung – Panimbang.

Gambar 22 memperlihatkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Banten yang terdapat di kabupaten Pandeglang.

(30)

Kriteria Sosial Ekonomi a. Sarana transportasi

Sarana transportasi merupakan fungsi ekonomi yang menunjang pembangunan dalam suatu wilayah. Transportasi diperlukan sebagai alat untuk memudahkan manusia dalam melakukan interaksi di bidang perekonomian yang akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

Data sarana transportasi dalam penelitian ini bersumber dari Kabupaten dalam angka tahun 2011 dengan melihat jumlah angkutan umum yang beroperasi pada trayek tujuan yang melewati atau ke kecamatan pesisir. Kelas sarana transportasi ini dibagi tiga kelas yaitu kategori banyak jika angkutan umum yang beroperasi kesana macamnya lebih dari dua jenis angkutan umum dan jumlahnya banyak serta beroperasi selama 24 jam. Kategori jarang jika sarana angkutan umum yang ada hanya 1-2 macam jenis angkutan umum dan beroperasi pada jam-jam tertentu saja. Kategori tidak ada jika tak ada sarana angkutan umum yang bertujuan ke daerah tersebut dan hanya bisa dilalui dengan transportasi mobil pribadi atau sepeda motor. Gambaran sarana transportasi ini dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Sarana transportasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang Berdasarkan Gambar 23 sarana transportasi kecamatan Carita sampai dengan sebagian kecamatan Panimbang dalam kategori banyak. Hal ini karena wilayah tersebut sudah banyak aktivitas manusia yang terjadi saat ini. Pada kondisi sekarang ini kecamatan Carita dengan potensinya sebagai kawasan pariwisata menjadikan daerah ini harus ditunjang dengan sarana transportasi yang memadai. Sarana transportasi di kecamatan Labuan sebagai sarana penunjang untuk pusat industri dan perdagangan di bagian barat Kabupaten Pandeglang. Sedangkan transportasi menuju kecamatan Panimbang untuk menunjang wisata

Gambar

Tabel 17. Kriteria parameter dalam wilayah pesisir
Gambar 6. Struktur jaringan kriteria pemanfaatan ruang
Tabel  20  menunjukkan  bahwa  dalam  pemanfaatan  ruang,  kriteria  yang  sangat dominan pengaruhnya adalah kriteria kebijakan RZWP3K Provinsi sebesar  0.1689 atau 16.89% dan kriteria yang paling rendah adalah pengaruh iklim global  sebesar  0.0371  atau
Gambar 9. Sebaran kedalaman perairan Selat Sunda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keterpaduan musik modern hip hop yang secara estetis lebih menekankan kepada proses meningkatnya diferensiasi bidang-bidang kehidupan beserta fragmentasi sosial dan alienasinya,

Sementara itu, Teeuw (1970: 65) menilai novel ini menarik disebabkan keterusterangannya dalam membicarakan masalah diskriminasi ras dan sosial. Peneliti melihat bahwa novel

d. Kementerian BUMN melalui HIMBARA memberikan kredit pada masyarakat maupun dunia usaha. • Estimasi pendapatan: Rp 750 Miliar. • Jika bisa panen 2 kali dalam setahun dengan adanya

Penelitian perancangan unit pengolahan leather nanas skala industri kecil dalam aspek teknis dan finansial di Kabupaten Kediri melalui beberapa tahapan, antara lain

Pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, dapat dilihat bahwa karyawan memperoleh kepuasan fisik, kepuasan psikologik dan kepuasan sosial, karena ketiga faktor

Dalam proses komunikasi di masa depan, peran interakif dari mediator itu memberi kemungkinan kepada para fihak yang terlibat konflik lebih percaya diri untuk dapat

Analisis Komparasi Stabilitas Perbankan Syariah dan Konvensional (Bank Umum Devisa Non Go Public di Indonesia).. Jurnal

Berdasarkan penilaian tersebut maka dinyatakan bahwa pengembangan model pembelajaran berbasis alam layak digunakan dengan revisi sebagai model pembelajaran