PERANAN HUKUM DALAM
PEMBANGUNAN
PADA PJP II
DAN REPELITA
VI
O l e h :
M
e n te
r i N
e s a ra ?T,1X1'#
51itF:il'#E u n a n N
a s i o n a | /
Ketua Bappenas
L\C!{UM[:i'.,lT..\Sl & AF]Si F
f f i A $ ) E l E i ' - i ; \ }
Acc.
No.
, ."$.-.Iq..../.
?
i,o."'",'.:.tt.|1...
.
ctrecked
,
"..'13.::.J-";,
?{
Disampaikan
pada
Rapat Kerja Kejaksaan
Agung
J a k a r t a , 1 3 J u n i 1 9 9 4
PERANAN IIUKUM DALAM PEMBANGI.NAN
PADA PJP II DAN REPELITA VI
Oleh :
Ginandjar Kartasasmita
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua Bappenas
I.
PENDAHULUAN
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Jaksa Agung
atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan pengarahan mengenai
"Peranan Hukum dalam Pembangunan pada PJP II' pada Rapat Kerja Kejaksaan
Agung ini. Saya berpendapat makna yang terkandung dalam topik yang diberikan
kepada saya untuk kita bahas sangat mendasar mengingat upaya membangun
negara yang berkeadilan adalah merupakan tugas besar bagi bangsa kita dalam
mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Saat ini kita telah memasuki tahun pertama Repelita VI yang merupakan
tahap awal PJP II. Tahap ini sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan
pembangunan tahap-tahap berikutnya.
Dengan berpedoman pada amanat rakyat, yaitu GBHN 1993, berbagai
rencana besar, sasaran, serta arah kebijaksanaan pembangunan selama 5 tahun
dan dalam perspektif yang lebih panjang 25 tahun ke depan telah kita gariskan.
Tiba saatnya sekarang bagi kita semua untuk melaksanakan dan mengupayakan
dengan sungguh-sungguh pencapaian cita-cita yang telah kita tuangkan dalam
Repelita VI. Tugas untuk mewujudkan cita-cita besar itu bukanlah tugas
pemerin-tah semata. Segenap lapisan masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok tanah
air, mempunyai tanggung jawab pula untuk mensukseskan tercapainya cita-cita
nasional yang kita dambakan.
Sebelum saya berbicara lebih lanjut, mari kita tengok kembali landasan pokok yang menjadi acuan Repelita VI dan PJP II. GBHN L993 menyatakan
bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub
dalam Pembukaan UUD- 1945.
Sasaran umum PJP II adalah teciptanya kualitas manusia dan kualitas
masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan
sejah-tera lahir batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang
berdasarkan Pancasila.
GBHN Lgg3menggariskan pula pesan yang sangat mendasar dalam
pelak-sanaan pembangunan yaitu bahwa manusia itu sendirilah yang merupakan titik
pusat segala upaya pembangunan. Manusia adalah sasaran pembangunan, yaitu
sebagai mahluk Tuhan yang paling mulia di muka bumi ini yang kita bangun
kehidupannya untuk meningkatkan harkat dan martabatnya. Di sisi lain manusia
adalah sumber daya pembangunan yang paling utama di antara sumber-sumber
daya lainnya yang harus dibangun kemampuan dan kekuatannya sebagai
pelaksa-na dan penggerak pembangunan. Untuk itu titik berat pembangunan pada PJP II
diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama
pembangu-nan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara saling
memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang
Iainnya.
G B H N L 9 9 3 ju g a m e n e t a p k a n 9 a s a s p e m b a n g u n a n n a s i o n a l s e b a g a i
pengamalan Pancasila, yaitu prinsip pokok yang harus diterapkan dan dipegang
teguh dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Asas-asas tersebut
adalah (1) Asas Keimanan dan ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2)
Asas Manfaat; (3) Asas Demokrasi Pancasila; (4) Asas adil dan merata; (5)
Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan; (6)
Asas Hukum; (7) Asas Kemandirian (8); Asas Kejuangan; dan (9) Asas Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Dalam GBHN L993 ada Kaidah Penuntun yang menegaskan bahwa
membangun ekonomi berarti sekaligus membangun sistem ekonomi berdasar
demokrasi ekonomi. Hal ini berarti setiap kebijaksanaan ekonomi harus
memper-kukuh demokrasi ekonomi yang ciri-cirinya ditunjukkan pula dalam serangkaian
kaidah-kaidah penuntun itu. GBHN 1993 menunjukkan pembangunan
kesejahte-raan rakyat harus senantiasa memperhatikan bahwa setiap warga negara berhak
atas taraf kesejahteraan yang layak serta berkewajiban ikut serta dalam upaya
mewujudkan kemakmuran rakyat.
Kalau kita pelajari secara mendalam GBHN 1993, kita akan merasakan'
pesan yang amat kuat mengenai pembangunan yang berkeadilan dan
pembangu-nan yang berlandaskan hukum, sesuai amanat UUD 1945. Kita harus selalu ingat
petunjuk UUD 1945 bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasar
atas kekuasaan belaka.
Peranan hukum dalam pembangunan pada PJP II amat penting. Sesuai
dengan amanat GBHN 1993, pembangunan hukum telah menjadi suatu bidang
dan mempunyai posisi yang sejajar dengan bidang pembangunan lainnya. Ini
berarti bahwa untuk mencapai sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang
Kedua (PJP II), pembangunan hukum akan mendapatkan perhatian lebih besar
dibandingkan dengan Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP D. Amanat ini
mengandung pesan-pesan sebagai berikut.
Pesan pertama adalah pengertian hukum. Dengan mengacu kepada UUD
1945, GBHN 1993 menggariskan bahwa Hukum Nasional adalah sarana
keter-tiban dan kesejahteraan masyarakat yang berintikan keadilan dan kebenaran.
Dengan demikian hukum adalah sarana atau alat; bukan tujuan. Hukum adalah
sarana untuk mendatangkan ketertiban dan merekayasa kesejahteraan.
"Keter-tiban" menunjuk kepada sifat hukum yang mengatur dan "kesejahteraan" menun-juk kepada sifat hukum yang membangun.
Pesan kedua, bahwa hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran harus
mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, perlindungan hukum, serta
3
mampu mengamankan dan mendukung pembangunan nasional, atau dengan kata
lain mampu berperan mengayomi masyarakat serta mengabdi pada kepentingan
nasional. Pesan ini sangat erat kaitannya dengan pesan tentang pengertian pokok
hukum tersebut diatas, yaitu sebagai sarana ketertiban dan kesejahteraan, yang
kalau kita uraikan lebih lanjut hukum harus dapat dijadikan dasar untuk menjamin agar masyarakat dapat menikmati kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum,
menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional, kepatuhan hukum serta
tanggungf awab sosial pada setiap warga negara termasuk penyelenggara negara,
memberi rasa aman dan tenteram, mendorong kreativitas dan peran aktif
masya-rakat dalam pembangunan, serta mendukung stabilitas nasional yang mantap dan
dinamis.
Selanjutnya, GBHN 1993, juga memberikan pesan bahwa pembentukan
hukum diselenggarakan melalui proses secara terpadu dan demokratis
berdasar-kan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka itu perlu
diindah-kan ketentuan yang memenuhi nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan
kebenaran; nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku
dimasyarakat, dan nilai yuridis yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang
berlaku. Secara khusus diamanatkan bahwa produk hukum kolonial harus diganti
dengan produk hukum yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian hukum juga hendaknya dapat memberikan
payung.bagi upaya untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang makin
ber-keadilan.
Dalam GBHN diamanatkan pula bahwa penerapan dan penegakan hukum
dilaksanakan secara tegas dan lugas tetapi manusiawi berdasarkan asas keadilan
dan kebenaran dalam rangka mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum,
meningkatkan tertib sosial dan disiplin nasional, mendukung pembangunan serta
memantapkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.
Dalam waktu yang singkat kiranya tidak mungkin secara utuh dan
sempur-na kita membahas peranan hukum dalam pembangunan. Oleh karena itu, dalam
pembahasan ini hanya beberapa hal yang amat pokok saja yang akan
kan lebih lanjut, yaitu kerangka makro pembangunan dalam PJP II dan
Repe-lita VI dan peran hukum dalam pembangunan dan diakhiri dengan penurup.
II.
KERANGKA MAKRO PEMBANGTINAN
Sebelum membahas peranan dan dukungan hukum dalam pembangunan,
saya akan mengemukakan kerangka makro PJP_ II kita.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual yang dilakukan secara bertahap
dan terencana. Tahap pertama pembangunan (PJP I) telah kita lalui dengan baik.
Kita telah berhasil menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk
melangkah pada tahap pembangunan berikutnya. Kini kita telah berada dalam
tahap pembangunan yang kedua (PJP II) yang merupakan proses kelanjutan,
peningkatan, perluasan dan pembaharuan dari PJP I.
Dalam periode pembangunan ini bangsa Indonesia memasuki proses tinggal
landas menuju terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur dan mandiri
berdasarkan Pancasila. Dengan demikian tahap ini merupakan masa kebangkitan
nasional kedua bagi bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan
m a k i n m e n g a n d a l k a n p a d a k e m a m p u a n d a n k e k u a t a n s e n d i r i d a l a m u p a y a mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain.
Dalam PJP II titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi
seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan didorong secara
saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan
bidang-bidang lainnya, termasuk bidang hukum. Sedangkan sasaran umum PJP II adalah
terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri
dalam suasana tenteram dan sejahtera lahir batin. Pembangunan dalam PJP II
j.tga harus mewujudkan keadilan dan pemerataan. GBHN 1993 menegaskan
bahwa kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan,
yang dalam PJP I telah terbukti berhasil sebagai strategi pembangunan, namun
5
tekanannya lebih dipertegas lagi pada upaya untuk membangun kemakmuran
masyarakat yang makin berkeadilan. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi
harus merupakan hasil dari meningkatnya kegiatan ekonomi masyarakat secara
lebih merata serta semakin berkurangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan
sosial dalam masyarakat. Semangat keadilan dan pemerataan ini harus melekat
pada setiap langkah kebijaksanaan pembangunan. Dalam kerangka ini pula kita
meletakkan gerakan nasional untuk mengatasi kemiskinan.
Kita tidak dapat berbicara mengenai keadilan ekonomi dalam artian yang
penuh apabila sumber keadilan yang paling mendasar sebagai hasil ciptaan
pera-daban manusia, yaitu keadilan hukum, belum dapat ditegakkan atau dilaksanakan
bagi setiap warga masyarakat. Keadilan hukum adalah landasan bagi keadilan
ekonomi. Hukum yang adil adalah prasyarat dari aturan main yang adil. Aturan
main yang adil adalah prasyarat dari proses kegiatan ekonomi yang adil. Dan
proses kegiatan ekonomi yang adil adalah prasyarat dari pembagian manfaat yang
adil. Dengan demikian jelas bahwa salah satu unsur yang paling mendasar dalam
pembangunan ekonomi adalah pembaharuan di bidang hukum. Bahkan GBHN
1993 dengan tegas mengarahkan bahwa pembangunan ekonomi secara bertahap
harus ditata dalam peraturan perundang-undangan.
S a s a r a n d a n t u j u a n P J P I I t e r s e b u t j e l a s m e n g a m a n a t k a n a g a r b a n g s a
Indonesia dapat mencapai kemajuan dan kemandirian dalam pembangunannya
serta peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Suatu bangsa dikatakan maju
antara lain apabila:'makin tinggi tingkat pendidikan rakyatnya; makin tinggi
tingkat kesehatannya, makin tinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, dan
semakin merata pembagiannya. Suatu bangsa dikatakan makin mandiri apabila
bangsa tersebut makin mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat
dengan bangsa lain dengan kekuatannya sendiri, yang tercermin dengan
terpe-nuhinya beberapa syarat, antara lain: (a) makin tinggi kualitas sumber daya
manusianya; @) makin kecil ketergantungan kepada sumber pembiayaan dari luar
negeri; (c) memiliki kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan pokok, serta
(d) secara umum memiliki daya tahan ekonomi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.
6
Unfuk mencapai hal tersebut kegiatan ekonomi harus dapat tumbuh dengan
sangat pesat. Pertumbuhan berarti percepatan peningkatan produksi yang
memer-lukan perluasan pasar dalam skala besar yang sangat ditentukan oleh kemampuan
bersaing dalam memasarkan hasil produksi. Peningkatan daya saing memerlukan
tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi dan berarti memerlukan
sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Kita sadari bahwa justru di sinilah
terletak salah satu kelemahan kita sekarang. Dengan apa yang dapat kita capai
hingga saat ini serta potensi yang ada, maka pada akhir PJP II pendapatan per
kapita Indonesia kita harapkan dapat meningkat sekitar 4 kali lipat dari tingkat yang sekarang.
Dalam mencapai tingkat pendapatan per kapita sedemikian, pertumbuhan
ekonomi dalam PJP II diproyeksikan cukup tinggi, yaitu rata-rata sekitar 7 persen
per tahun. Tingkat pertumbuhan ini bahkan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan
pembangunan jangka panjang 25 tahun pertama, yaitu sebesar 6,8 persen per
tahun, yang oleh masyarakat internasional dinilai sebagai tingkat pertumbuhan
yang tinggi. Perfumbuhan ekonomi ini diiringi oleh penurunan laju pertumbuhan
penduduk hingga menjadi di bawah 0,9 persen per tahun menjelang akhir PJP II.
Untuk mencapai sasaran tersebut, sektor industri harus sudah berfungsi
sebagai motor penggerak perekonomian dan dapat diandalkan sebagai penyerap
utama lapangan kerja yang produktif yang secara bertahap menggantikan
penyer-apan sektor pertanian. Dengan makin majunya sektor industri, maka sumbangan sektor pertanian dalam PDB diperkirakan terus menurun. Meskipun demikian
sektor pertanian masih akan tetap memegang peranan strategis dalam PJP II
sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk
Indonesia dan sebagai sumber mata pencaharian utama dari sebagian besar
ang-katan kerja di Indonesia.
Pembangunan sektor industri dan pertanian harus didukung oleh
pem-bangunan sektor jasa seperti jasa perhubungan, perdagangan, konsultasi,
pariwi-sata, dan pelayanan keuangan yang andal dan efisien. Keterkaitan antara sektor
industri, pertanian dan sektor primer Iainnya serta sektor jasa sangat penting
7
dalam rangka mewujudkan jaringan kegiatan ekonomi yang efisien dan produktif.
Oleh sebab itu, di sektor perdagangan, sistem distribusi harus diperluas dan
dimantapkan dalam rangka meningkatkan peranan pasar dalam negeri serta
memperluas pasar luar negeri. Pelayanan jasa perhubungan harus dikembangkan
dan diselenggarakan secara efisien sehingga makin memperlancar arus lalu lintas
orang, barang, jasa dan informasi ke seluruh wilayah tanah air termasuk wilayah-wilayah terpencil. Ini penting tidak hanya untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga
bagi kehidupan sosial-budaya, politik, dan pertahanan-keamanan. Sementara itu
pariwisata harus ditingkatkan mutu pelayanannya dan dikembangkan daerah
tujuannya sehingga pariwisata yang memiliki potensi besar dapat dijadikan
anda-lan dalam penerimaan devisa dan perluasan kesempatan kerja.
Seiring dengan pembangunan bidang ekonomi, titik berat pembangunan
dalam PJP II adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang antara lain
akan dilaksanakan melalui peningkatan pendidikan dan derajat kesehatan.
Di bidang pendidikan, program yang utama adalah Wajib Belajar
Pendi-dikan Dasar 9 tahun yang sudah kita mulai tahun ini dan diharapkan sudah tuntas
selambat-lambatnya pada akhir Repelita VIII. Setelah itu diharapkan sudah dapat
mulai dipersiapkan wajib belajar 12 tahun untuk tahap selanjutnya. Dengan
demikian, pada akhir PJP II angka partisipasi pendidikan SLTA diharapkan sudah
mencapai 80 persen dari sekarang sekitar 33 persen, dan pendidikan tinggi
diha-rapkan sudah mencapai 25 persen dari sekarang sekitar 10,5 persen. Di bidang
kesehatan, pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat akan lebih ditingkatkan.
Dengan demikian usia harapan hidup diharapkan akan menjadi 71 tahun, dari
sekarang sekitar 63 tahun. Tingkat kematian bayi per 1000 kelahiran hidup turun dari 58 menjadi sekitar 26.
Dalam Repelita VI jumlah angkatan kerja diperkirakan meningkat dengan
sekitar 12,6 juta orang.
Dari sisi ketenagakerjaan,
dalam PJP II masih akan terjadi pertumbuhan
angkatan
kerja yang relatif tinggi, padahal
sekarang
ini jumlah tenaga
kerja yang
8
menganggur, setengah menganggur, ataupun bekerja penuh dengan produktivitas
dan penghasilan yang rendah masih cukup besar. Kita masih pula dihadapkan
pada rendahnya kualitas tenaga kerja yang terutama disebabkan oleh rendahnya
tingkat pendidikan rata-rata pekerja. Padahal untuk mewujudkan berbagai
keinginan kita dalam PJP II dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Ini merupakan masalah yang cukup serius karena upaya untuk meningkatkan taraf
pendidikan memerlukan jangka waktu yang tidak sebentar.
Dari uraian saya tadi, jelas bahwa kunci utama untuk membuka pintu
keberhasilan dalam mencapai berbagai hal yang kita inginkan dalam Repelita VI
dan PJP II adalah pengembangan sumber daya manusia. Sebagai sumber daya
pembangunan, perhatian utama dalam PJP II dan Repelita VI perlu diberikan
kepada upaya untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk usia
kerja agar benar-benar memperoleh kesempatan untuk turut serta dan memiliki
kemampuan untuk ikut dalam upaya pembangunan. Manusia yang maju,
profe-sional dan produktif adalah manusia yang dalam dirinya terdapat kadar ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan unfuk mandiri dan menyumbang
pada masyarakat dan mempertajam daya saing bangsa dalam dunia yang makin
ketat persaingannya.
Sasaran-sasaran pokok yang telah saya kemukakan tadi tidak akan dapat
dicapai apabila tidak di dukung oleh pembangunan bidang-bidang lainnya,
terma-suk oleh bidang hukum.
Selanjutnya saya akan membahas bagaimana peranan hukum dalam
pem-bangunan dari kacamata perencanaan.
III.
BEBERAPA
TANTANGAN DALAM PEMBANGUNAN
BIDANG
I{I.IKUM
Pembangunan memerlukan dukungan di bidang hukum dalam arti harus
dipayungi oleh aturan permainan yang jelas dan pasti, harus ditunjang oleh
1 .
2 .
mekanisme penyelesaian konflik yang transparan dan adil serta harus ditopang
oleh kepatuhan masyarakat dalam mentaati norma-norma hukum. Dukungan
hukum dalam pembangunan nasional diperlukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pemerataan pembangunan dan menjaga hasil-hasil
pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional secara sehat dan dinamis. Dalam rangka menjabarkan berbagai pesan GBHN dalam bidang hukum kita melihat adanya berbagai tantangan yang harus dipecahkan agar dapat
menja-min tercapainy4 fujuan pembangunan nasional. Saya akan membahas beberapa di
antaranya yang paling pokok.
Thntangan pertama adalah bagaimana mengupayakan pembentukan hukum,
dalam arti pembentukan pranata hukum, yang tanggap terhadap dampak
globalisasi, dinamika dan aspirasi masyarakat serta dapat mengikuti dan
mewadahi perkembangan sosial ekonomi baik di dalam maupun di luar
negeri dengan tidak meninggalkan sifat pokok dari hukum yaitu mengatur.
Nilai-nilai kegiatan ekonomi suatu bangsa selalu seirama dengan landasan
politik dan hukum yang dipergunakan bangsa iru. Dengan berbagai masalah
pembangunan yang sebagian besar ditimbulkan oleh'dinamika ekonomi,
maka pembangunan hukum di Indonesia harus mampu menjabarkan
kepen-tingan ekonomi dalam rangka hukum nasional. Ini merupakan tantangan
yang penting dalam pembangunan hukum dalam PJP II.
Pengaruh globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
tek-nologi telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam upaya pembangunan
hukum di Indonesia. Batasan-batasan doktrin hukum yang berlaku telah
semakin kabur. Indonesia tengah dalam proses industrialisasi dan
penginte-grasian ekonominya ke dalam perekonomian dunia. Dalam proses ini tidak
bisa dihindari terjadinya pengintegrasian atau internasionalisasi ekonomi.
Proses internasionalisasi ini akan membawa dampak terhadap
perkem-bangan hukum di Indonesia. Ini merupakan tantangan bagi pembangunan hukum.
a J .
4 .
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan hukum nasionalyang mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Keberhasilan pembangunan dalam PJP II sangat ditentukan oleh partisipasi
masyarakat termasuk dunia usaha dalam kegiatan ekonomi. Dunia usaha
yang terdiri dari berbagai kegiatan usaha tersebut membutuhkan dukungan hukum yang jelas dan pasti agar usaha yang satu dapat menjalin kerjasama
yang saling menguntungkan dengan usaha lain. Adanya kepastian aturan
main akan mendukung kepastian berusaha, dan dengan demikian akan
menggairahkan minat berusaha dan bekerjasama.
Merupakan tantangan pula adalah masalah penegakkan disiplin nasional,
yang ditunjukkan oleh tingkat kesadaran hukum masyarakat. Disiplin nasional juga tercermin dari kepatuhan untuk memelihara hasil-hasil
pembangunan yang telah kita capai selama ini.
Ditinjau dari sudut strategi pembangunan hukum, maka pembangunan
hukum menghadapi tantangan sejauh mana hukum yang diperlukan dapat
berperan terhadap perwujudan ketertiban hukum dan kesejahteraan
masya-rakat terutama dalam mewujudkan program pemerataan keadilan. Dalam
rangka ini dirunrut peranan yang lebih besar dari lembaga-lembaga
peradi-lan dan partisipasi masyarakat luas dalam menenfukan arah perkembangan
hukum yang dianggap penting bagi pelaksanaan keadilan sosial dalam
masyarakat.
Peningkatan koordinasi dalam perencanaan dan pembuatan peraturan
perundang-undangan secara lebih terarah dan terpadu, baik dari segi
orga-nisasi maupun manajemennya juga merupakan tantangan. Hal ini sangat
penting mengingat pelaksanaan perundang-undangan melibatkan berbagai
organisasi dan kepentingan. Kepastian hukum benar-benar harus tercermin
dalam pelaksanaan perundang-undangan.
8. Dewasa ini kita masih memiliki produk-produk hukum kolonial, yang
selain tidak sesuai lagi dengan keadaan zaman, juga kurang mendukung
pembangunan. Produk-produk hukum semacam ini jelas harus diganti. Ini
5 .
6 .
7 .
1 1
9 .
merupakan tantangan dan pekerjaan besar yang memerlukan tekad dan
kesungguhan hati kita semua terutama profesi hukum. Produk-produk
hukum kolonial itu harus di-UUD 1945-kan.
Selanjutnya kesadaran dan ketaatan terhadap hukum yang makin meningkat
telah menyebabkan peningkatan tuntutan masyarakat terhadap kepastian
dan pengayoman hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran. Hal ini
berkait erat dengan wibawa hukum, dan peranan aparat penegak hukum.
Berkaitan dengan itu, sumber daya manusia hukum harus dapat
ditingkat-kan agar mampu mengantisipasi dan menangani masalah-masalah hukum
yang makin rumit dan berdimensi global. Kita ingin mandiri dalam bidang
hukum, karenanya, kita harus membangun kaum profesi hukum agar dapat
memenuhi tantangan itu. Aparat hukum ditantang untuk meningkatkan
kualitas manusianya, yang harus tercermin dalam sikap menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran dan keadilan, bersih, berwibawa dan bertanggung
jawab, serta berperilaku teladan.
Selanjutnya, upaya untuk menegakan hukum harus ditempuh secara lugas
dan tegas. Sanksi-sanksi hukum perlu ditegakkan apabila langkah-langkah
persuasif tidak mampu meningkatkan kesadaran hukum. Pengembangan
rambu-rambu hukum yang menjaga ketertiban dan kepastian hukum, serta
mengamankan hasil-hasil pembangunan juga teramat penting.
IV.
PENUTUP
Pada akhirnya yang paling penting dalam semua upaya di bidang hukum adalah dukungan masyarakat, yang hanya dapat dikembangkan apabila telah
tercipta keadaan hukum masyarakat, dan kepercayaan pada hukum.
Jakarta, 13 Juni 1994