• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya Teknologi Informasi (TI) / Information Technology (IT) telah menjadi salah satu faktor kritis dalam mendukung kesuksesan sebuah organisasi. Faktanya, sulit dibayangkan sebuah organisasi modern mampu bertahan tanpa bantuan infrastruktur TI [1]. Pemanfaatan sumber daya TI dalam suatu organisasi harus direncanakan dan dikelola dengan baik karena TI dapat menciptakan value bagi organisasi. Ada tiga sasaran utama upaya penerapan TI dalam suatu organisasi. Pertama, memperbaiki efisiensi kerja dengan melakukan otomasi berbagai proses yang mengelola informasi. Kedua, meningkatkan efektifitas manajemen dengan memuaskan kebutuhan informasi guna pengambilan keputusan. Ketiga, memperbaiki daya saing atau meningkatkan keunggulan kompetitif organisasi dengan mangubah gaya dan cara [2].

Untuk mencapai tiga sasaran utama penerapan TI tersebut, diperlukan suatu pengelolaan TI secara terstruktur. Sethibe dkk (2007) mengungkapkan bahwa tatakelola TI merupakan struktur hubungan, proses dan mekanisme yang digunakan dalam mengembangkan, mengarahkan dan mengendalikan strategi dan sumber daya TI sehingga tercapai tujuan dan sasaran suatu organisasi [3]. Senada dengan Sethibe, Lomparte (2008) juga menjelaskan bahwa tatakelola TI merupakan salah satu bagian penting dari tatakelola organisasi. Manajer TI harus mampu mengintegrasikan perencanaan TI dan organisasi dalam organisasi secara keseluruhan untuk mencapai keselarasan operasional dan proses TI dengan strategi organisasi [4]. Hal serupa juga diungkapkan oleh IT Governance Institute (ITGI) (2003) yang menyatakan bahwa tatakelola TI merupakan tanggung jawab dewan direksi dan manajemen eksekutif organisasi. Tatakelola TI merupakan bagian terintegrasi dari pengelolaan organisasi mencakup kepemimpinan, struktur serta proses organisasi yang memastikan bahwa TI dapat dipergunakan untuk mempertahankan dan memperluas strategi dan tujuan organisasi [5].

(2)

2

Berada dalam gencarnya arus globalisasi, demokratisasi dan perkem-bangan TI, organisasi publik harus mampu mengadopsi TI dalam mendukung layanan publik, seperti yang diungkapkan oleh Budiati (2006) “IT Governance merupakan konsep yang berkembang dari sektor swasta, namun dengan berkembangnya penggunaan TI oleh sektor publik maka IT Governance juga harus diterapkan di sektor yang banyak menuntut perbaikan pelayanan bagi masyarakat ini” [6]. Proses penerapan TI ke dalam organisasi pemerintahan di Indonesia, diatur dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 dimana setiap Gubernur dan Bupati/Walikota diamanatkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing guna terlaksananya pengembangan e-Government secara nasional. Menindak-lanjuti Instruksi Presiden tersebut, Pemerintah Provinsi Gorontalo menyusun dokumen perencanaan penyelenggaraan e-Government secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan berupa Rencana Induk Pengembangan (RIP) e-Government Pemerintah Provinsi Gorontalo 2009-2013. RIP tersebut menja-barkan lima tahapan pengembangan e-Government yaitu sumber daya manusia (SDM), infrastruktur jaringan, infrastruktur aplikasi, infrastruktur data dan informasi, serta kebijakan dan dana [7]. Dalam mensukseskan tahapan pengem-bangan e-Government, RIP tersebut juga menjabarkan cetakbiru pengembangan infrastruktur jaringan.

Infrastruktur jaringan merupakan tulang punggung dalam komunikasi data dan informasi. Weill dkk (2002) mengungkapkan infrastruktur TI merupakan pra-sarana dan pra-sarana yang menyangkut jaringan, komputer, perangkat keras dan perangkat lunak lainya yang merupakan kumpulan komponen dan diharapkan bisa mempercepat proses perhitungan, pengiriman dalam berbagai media informasi dalam waktu yang singkat dan proses pengiriman yang efektif [8]. Weill dkk (2002) juga memberikan penegasan bahwa seberapa tinggi kapabilitas TI organisasi dapat dilihat dari seberapa jauh organisasi tersebut dapat menggelar infrastrukturnya [8].

Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Provinsi Gorontalo telah membangun data center dan infrastruktur jaringan untuk

(3)

3

menghubungkan seluruh instansi Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo. Pembangunan infrastruktur jaringan Pemerintah Provinsi Gorontalo sampai awal tahun 2013 telah terkoneksi ke 51 titik yang terdiri dari 32 instansi dan 10 Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) provinsi dan 3 titik di kabupaten/kota (Dinas Kominfo Kab/Kota) dan 6 titik hotspot di tempat umum. Infrastruktur jaringan tersebut menggunakan jaringan wireless dengan kapasitas bandwidth internet sebesar 50 Mbps. Jalur koneksi internet dari Internet Service Provider (ISP) ke ruang Network Operating Center (NOC) di kantor gubernur saat ini telah menggunakan Fiber Optik, sedangkan dari kantor gubernur ke instansi-instansi dan titik-titik hotspot menggunakan jaringan nirkabel 5.8 Ghz. Infrastruktur jaringan Provinsi Gorontalo memiliki 5 (lima) klaster yaitu klaster Kantor Gubernur sebagai pusat jaringan, klaster Balihristi, klaster Dikpora, klaster Lokamonitoring serta klaster Menara Limboto. Berbagai aplikasi pemerintah Provinsi Gorontalo telah berjalan diatas jaringan yang dibangun tersebut, diantaranya aplikasi e-Procurement, e-Library, Maize Doctor, Info Pasar Jagung, Sistem Informasi Pajak Kendaraan Bermotor (SIMAPOR), Sistem Administrasi Perkantoran Maya (SIMAYA), Sistem Informasi Manajemen Terpadu (SIMPADU), Sistem Informasi Manajemen Perjalanan Dinas, SISKUM (Sistem Informasi Hukum), E-Planing (Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan), Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIMBADA) dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui jaringan hotspot di pusat keramaian.

Sebagai penyedia layanan jaringan, kinerja layanan kepada instansi lain dipengaruhi oleh pengelolaan proses-proses TI yang ada di internal Balihristi. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pengelolaan proses-proses TI di Balihristi diperlukan pengukuran tingkat kapabilitas proses tersebut. Tujuan pengukuran tingkat kapabilitas adalah untuk memberikan informasi kepada manajemen eksekutif, dewan direksi dan stakeholder berkaitan dengan kapabilitas proses serta target untuk melakukan perbaikan berdasarkan kebutuhan bisnis. Memungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan fakta dimana dan bagaimana penerapan sumber daya untuk mengurangi risiko dan menjamin pendistribusian manfaat [9]. Dengan mengetahui tingkat kapabilitas tatakelola infrastruktur jaringan, Balihristi

(4)

4

dapat melakukan perencanaan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan tatakelola infrastruktur jaringan yang telah dibangun.

Pengukuran tingkat kapabilitas tatakelola infrastruktur jaringan dilakukan menggunakan kerangka kerja Control Objective for Information and Related Technology 5 (COBIT 5). Penggunaan COBIT 5 dengan pertimbangan bahwa COBIT 5 merupakan standar yang diakui dan diterima secara internasional, direkomendasikan untuk penerapan tatakelola TI yang baik serta merupakan edisi terbaru dari Framework COBIT Information System Audit and Control Association (ISACA) yang menyediakan penjabaran bisnis secara end-to-end dari tatakelola TI organisasi untuk menggambarkan peran utama dari informasi dan teknologi dalam menciptakan nilai organisasi [10].

Ada enam tingkatan kapabilitas yang dapat dicapai oleh proses tatakelola, termasuk penetapan proses tidak lengkap (Incomplete Process) jika dalam praktiknya tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yaitu Tingkat 0 (Incomplete Process), Tingkat 1 (Performed Process), Tingkat 2 (Managed Process), Tingkat 3 (Established Process), Tingkat 4 (Predictable Process), dan Tingkat 5 (Optimising Process) [9]. Setiap tingkat kapabilitas hanya akan dicapai jika tingkat sebelumnya telah sepenuhnya tercapai (fully achieved). Hal ini karena penilaian dimulai dengan melihat apakah proses tersebut telah dijalankan dan berada pada skala tertentu. Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kapabilitas dalam bentuk persentase implementasi proses yang dijalankan yang terdiri dari [9]:

1. N – not achieved (proses hanya dijalankan kurang dari 15%); 2. P – partially achieved (proses dijalankan 15% - 50%);

3. L – largely achieved (proses dijalankan 50% - 85%); 4. F – fully achieved (proses dijalankan 85% - 100%).

Dengan adanya dukungan dari pihak pengelola infrastruktur jaringan Pemda Provinsi Gorontalo dan berdasarkan acuan penelitian mengenai COBIT 5 yang membuktikan bahwa COBIT 5 mampu menjadi metode evaluasi TI yang tepat untuk mengetahui apakah Pemda Provinsi Gorontalo telah melakukan pengelolaan TI terutama pengelolaan infrastruktur jaringan dengan baik dan

(5)

5

COBIT 5 mampu membantu Pemda Provinsi Gorontalo dalam merapikan tatakelola TI sesuai standar tatakelola TI, maka penelitian ini akan melakukan pengukuran tingkat kapabilitas (capability level) tatakelola infrastruktur jaringan yang telah dibangun oleh Pemda Provinsi Gorontalo menggunakan standar COBIT 5.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:

1. Pemda Provinsi Gorontalo telah menggelar infrastruktur jaringan sampai di kabupaten/kota dan telah dimanfaatkan oleh seluruh instansi Pemda Provinsi Gorontalo serta masyarakat sehingga perlu diukur tingkat kapabilitas infrastruktur jaringan saat ini.

2. Untuk memaksimalkan kualitas pelayanan infrastruktur jaringan, Pemda Provinsi Gorontalo harus memiliki target yang diharapkan terhadap kapabilitas infrastruktur jaringan yang dibangun.

3. Dengan mengetahui gap (kesenjangan) antara kondisi tingkat kapabilitas saat ini dengan target yang diharapkan, tahapan-tahapan untuk mempersempit kesenjangan tersebut dapat direncanakan sehingga infrastruktur jaringan yang telah dibangun dapat mencapai target kapabilitas yang diharapkan.

1.3 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan terkait dengan evaluasi, perancangan maupun audit tatakelola TI. Penelitian yang terkait tatakelola TI menggunakan kerangka kerja COBIT antara lain:

1. Bernroider & Ivanov (2010) mengeksplorasi penggunaan, manfaat, dan struktur framework COBIT yang berhubungan dengan kendali manajemen proyek TI. Mereka fokus pada dua tujuan utama, yaitu mengkesplorasi penggunaan dan kesuksesan kendali kerangka kerja dengan pertimbangan khusus pada manajemen proyek TI dalam framework COBIT tersebut dan menyelidiki penggunaan dan implikasi metrik individu seperti yang

(6)

6

disarankan dalam COBIT. Mereka menggunakan salah satu proses dalam domain Plan and Organize yaitu Manage Projects (PO10) [11].

2. Kurniawan (2011) melakukan evaluasi kondisi tatakelola TI saat ini di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan menentukan target yang diharapkan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh, berdasarkan model kematangan framework COBIT 4.1, sehingga diperoleh kesenjangan tingkat kematangan. Penelitian menggunakan seluruh proses dalam COBIT 4.1 [12].

3. Pribadi (2011) melakukan penilaian kondisi kini tatakelola data kependudukan pada aspek pengelolaan data dengan menggunakan kerangka kerja COBIT 4.1 dengan studi kasus Kota Pontianak dengan menganalisis identifikasi risiko pada pengelolaan data dan menilai tingkat kematangan pengelolaan data serta memberikan rekomendasi rancangan solusi perbaikan tatakelola data kependudukan khususnya pada aspek pengelolaan data kependudukan [13].

4. Lusiani (2009) melakukan audit IT Governance Kabupaten Sleman, penelitian tersebut bertujuan untuk menjelaskan secara garis besar bagaimana tatakelola TI di Kabupaten Sleman dilihat dalam kerangka kerja audit IT Governance menggunakan framework COBIT 4.0 [14].

5. Sancoyo (2013) menyusun program audit e-procurement instansi pemerintah yang berbasis COBIT 5. Proses pengendalian dalam COBIT 5 digunakan sebagai alat untuk menentukan ruang lingkup audit yang penting pada pelaksanaan e-procurement instansi pemerintah. Hasil penelitian menyim-pulkan bahwa unsur-unsur dalam program audit e-procurement instansi pemerintah terdiri dari ruang lingkup audit, tujuan audit, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Ruang lingkup audit, tujuan audit, dan tahap pelaksanaan dirumuskan dari 15 proses dalam COBIT 5 yang menurut responden penting untuk audit e-procurement. Tahap perencanaan dan tahap penyelesaian dirumuskan dari referensi tentang program audit [15].

(7)

7

Penelitian ini akan mengukur tingkat kapabilitas (capability level) tatakelola infrastruktur jaringan dengan studi kasus infrastruktur jaringan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo menggunakan framework COBIT 5 dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan tatakelola infrastruktur jaringan berdasarkan best practice dalam COBIT 5. Pertimbangan menggunakan COBIT 5 karena merupakan standar tatakelola TI terbaru yang telah dilakukan penyem-purnaan terhadap kekurangan dari versi sebelumnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi:

1. Mengukur tingkat kapabilitas tatakelola infrastruktur jaringan saat ini berdasarkan model kapabilitas framework COBIT 5.

2. Menetapkan kondisi target kapabilitas yang diharapkan dalam tatakelola infrastruktur jaringan Pemda Provinsi Gorontalo.

3. Merekomendasikan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai target kapabilitas yang diinginkan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Provinsi Gorontalo, diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna sebagai:

a. Umpanbalik untuk meningkatkan tatakelola TI Provinsi Gorontalo. b. Bahan arahan tentang tindakan yang tepat untuk meningkatkan

tatakelola TI terutama dalam aspek infrastruktur jaringan dilihat dari sudut pandang framework COBIT 5.

c. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan RIP e-Government periode berikutnya.

2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang tatakelola TI menggunakan COBIT 5 pada instansi pemerintah dan dapat memberikan bukti empiris tentang framework COBIT 5.

3. Bagi penulis, sebagai sarana penerapan teori yang telah diperoleh dari perkuliahan pada dunia kerja khususnya organisasi pemerintahan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan FGD pada orang tua atau keluarga korban, anak yang menjadi korban, tokoh masyarakat, tokoh agama dan pejabat dari instansi terkait,

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan tidak langsung antara persepsi kerentanan dengan kejadian MDR TB melalui variabel kepatuhan pasien dalam minum