• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LABORATORIUM FORENSIK POLRI, PENYIDIKAN DAN NARKOTIKA

2.1 LABORATORIUM FORENSIK POLRI

2.1.1 Gambaran Umum Laboratorium Forensik Polri

Sebelum menguraikan secara singkat tentang Pusat Laboratorium Forensik Polri ada baiknya penulis memberikan pengertian tentang forensik. Forensik adalah ilmu pembuktian ditempat kejadian perkara (TKP) sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.1 Menurut Klotter-Meier, pengertian forensik ialah “Laboratorium kriminal menjadi demikian penting oleh karena tidak semua terdakwa melakukan pengakuan atas perbuatan yang dibuatnya. Oleh karena itu pembuktian-pembuktian dilakukan dengan menggunakan ahli-ahli yang berkecimpung di dalam dunia laboratorium kriminal. Sama halnya dengan ahli-ahli di bidang lain, maka keahli-ahlian pada laboratorium kriminal setelah mengikuti pendidikan khusus, kemudian latihan-latihan serta pengalaman.”2

Dalam Pasal 1 angka 2, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara Dan Laboratoris

1. Abdussalam dan Adri Desasfuyanto, loc.cit.

2 Bawengan, G.W, 1989. Penyelidikan Perkara Pidana dan Teknik Inetroasi, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 137.

(2)

Kriminalistik Barang Bukti Kepada Labotorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan :

“Laboratorium Forensik adalah satuan kerja Polri meliputi Pusat Laboratorium Forensik dan Laboratorium Forensik Cabang yang bertugas

membina dan menyelenggarakan fungsi Laboratorium

Forensik/Kriminalistik dalam rangka mendukung penyidikan yang dilakukan oleh satuan kewilayahan, dengan pembagian wilayah pelayanan

(area service) sebagaimana ditentukan dengan Keputusan Kapolri.”

Pasal 1 angka 4 Peraturan Kapolri Noomor 10 Tahun 2009 menetukan juga pengertian dari tempat kejadian perkara, bahwa: “Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.”

Pengertian dari Ilmu Kriminalistik adalah pengetahuan untuk menentukan terjadinya atau tidak terjadinya kejahatan dan menyidik perbuatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan alam dan mengenyampingkan cara-cara lain yang dipergunakan oleh ilmu kedokteran kehakiman, ilmu racun kehakiman, dan ilmu penyakit jiwa kehakiman.3

Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/30/VI/2003 tanggal 30 Juni 2003, tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pusat

3 R.Soesilo, 1976, Ilmu Kriminalistik (Ilmu Penyidikan Kejahatan), Penerbit Politea, Bogor, h.1.

(3)

Laboratorium Forensik Polri mempunyai kedudukan, tugas pokok, dan fungsi sebagai berikut :

a. Kedudukan

Pusat Laboratorium Forensik Polri disingkat Puslabfor Polri adalah unsur pelaksana Badan Reserse Kriminal yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawaban kepada Kepala Bagian Reserse Kriminal (Bareskrim Polri).

b. Tugas Pokok

Puslabfor Polri mempunyai tugas membina fungsi kriminalistik/ forensic dalam lingkungan Polri dan menyelenggarakan fungsi kriminalistik/ forensic kepolisian pada tingkat pusat.

c. Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Puslabfor Polri berfungsi :

- Perumusan dan pengembangan petunjuk dan prosedur pelaksanaan fungsi kriminalistik/ forensik kepolisian.

- Penyelenggaran pengawasan dan pemberi arahan dalam rangka menjamin terlaksananya tugas sesuai petunjuk dan prosedur pelaksanaan fungsi kriminalistik/forensik polri.

- Pemberi dukungan dalam pelaksanaan fungsi kriminalistik/forensic kepolisian pada tingkat kewilayahan.

(4)

- Penyelenggara pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan analisis Laboratoris barang bukti berkaitan dengan pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

- Pemberi bantuan keahlian kriminalistik/forensic dalam proses penegakan hukum.

- Pengkaji dan pengembang ilmu dan teknologi kriminalistik/forensic kepolisian.

- Pelaksana dalam melakukan analisa dan evaluasi pelaksanaan dan kinerja Pengembangan fungsi kriminalistik/forensic kepolisian.

- Pengadaan koordinasi dan kerjasama dengan badan-badan di dalam dan di luar Polri untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya.

d. Organisasi

Struktur organisasi berdasarkan keputusan kapolri No.Pol.: Kep/9/V/2001 Puslabfor Polri Berkedudukan di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Areal Service Labfor Polri:

1. Puslabfor Bareskrim Polri (Jakarta) : Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Banten, dan Polda Kalimantan Barat

2. Labfor Cabang Medan : Polda Aceh, Polda Sumatera Utara, Polda Sumatera Barat, Polda Riau, dan Polda Kepulauan Riau

3. Labforcab Surabaya : Polda Jawa Timur, Polda Kalimantan Tengah, Polda Kalimantan Selatan, dan Polda Kalimantan Timur

(5)

4. Labforcab Semarang : Polda Jawa Tengah dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta

5. Labforcab Makassar : Polda Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Tenggara, Polda Sulawesi Utara, Polda Sulawesi Tengah, Polda Gorontalo, Polda Maluku, Polda Maluku Utara, dan Polda Papua

6. Labforcab Palembang : Polda Sumatera Selatan, Polda Lampung, Polda Jambi, Polda Bengkulu, dan Polda Bangka Belitung

7. Labforcab Denpasar : Polda Bali, Polda Nusa Tenggara Barat, dan Polda Nusa Tenggara Timur

2.1.2 Bidang dalam Laboratorium Forensik Polri

Dalam pelaksanaan fungsinya Pusat Laboratorium Forensik Polri di bantu oleh 5 (lima) Departemen yang masing-masing Departemen tersebut membidangi ilmu-ilmu Forensik sebagai berikut:

1. Bidang Kimia dan Biologi Forensik (Bid Kimbiofor)

- Bidang Kimia Umum Forensik meliputi pemeriksaan; pemalsuan hasil-hasil industri, makanan/minuman, obat-obatan, kosmetik, minyak pelumas/oli, bahan bakar minyak dan bahan-bahan yang tidak dikenal lainnya.

- Bidang Biologi Forensik meliputi pemeriksaan; serologi, pemeriksaan cairan dan jaringan tubuh (darah, sprema,air, ludah, rambut/bulu, kuku, pemeriksaan tumbuhan, hewan dan sebagainya).

(6)

- Bidang Taxikologi Forensik meliputi pemeriksaan; peracunan dan keracunan baik melalui makanan/minuman maupun melalui udara/gas (Monoksida) dan Pencemaran lingkungan (air limbah).

2. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bid Fiskomfor)

- Bidang Fisika Umum Forensik meliputi Pemeriksaan sabotasi , berkas kejahatan dan sebagainya.

- Bidang Komputer Forensik meliputi pemeriksaan suara dan gambar

(audio/video), computer dan telepon genggam (computer dan mobile

phones), dan kejahatan jaringan internet/intranet (cyber network) dan

sebaginya.

- Bidang kebakaran Forensik meliputi pemeriksaan kebakaran “on the spot” dan pemeriksaan barang bukti kebakaran.

- Bidang Fisika khusus meliputi pemeriksaan bekas alat/jejak alat (tool mark), pemeriksaan/analisa kebohongan melalui Leidetection dan voice detection.

- Bidang instrument Forensik meliputi pemeriksaan barang bukti dengan dukungan instrument analisis.

3. Bidang Balistik dan Metallurgi Forensik (Bid Balmetfor)

- Bidang senjata api dan Peluru Forensik meliputi pemeriksaan senajata api, selongsong peluru, anak peluru, peluru, sisa mesium, serta partikel pecahan logam yang diperikrakan dari senjata api dan peluru.

(7)

- Bidang Bahan Peledak Forensik meliputi pemeriksaan barang bukti bahan peledak komersil yang di paket/container berbentuk bom serta sumbu ledak.

- Bidang Metallurgi Forensik meliputi pemeriksaan metallurgi umum seperti ; analisa kerusakan/perpatahan logam, analisa spesifikasi teknis/struktur logam serta pemalsuan nomor seri yang dicetak diatas permukaan logam (nomor mesin dan nomor rangka/chasis, motor atau mobil serta peralatan cadangan lainnya).

4. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik (Bid Dokupalfor)

- Bidang dokumentasi Forensik meliputi pemeriksaan; tulisan tangan , tanda tangan, dan ketik.

- Bidang produk Cetak dan Uang palsu Forensik meliputi pemeriksaan; bahan cetak, perangko dan uang palsu.

- Bidang Fotografi Forensik meliputi pemeriksaan; mikro dan makro fotografi.

5. Bidang Narkotika, Psikotropika, dan obat berbahaya Forensik (Bid Narkobafor)

Bidang ini bertugas melakukan pemeriksaan narkotika (narkotika bahan alam, bahan sintesa dan semi sintesa, dan cairan tubuh), psikotropika (bahan dan sediaan psikotropika), laboratorium illegal

(8)

(clandestine labs), bahan psikotropika) dan obat (bahan kimia obat berbahaya, bahan kimia adiktif, dan prekursor) .4

2.2 PENYIDIKAN

2.2.1 Pengertian Penyidikan

Setelah dilakukan penyelidikan dan hasil penyelidikan telah pula dilaporkan dan diuraikan secara rinci , maka apabila dari hasil penyelidikan itu dianggap cukup bukti-bukti permulaan maka akan dilanjutkan dengan proses penyidikan.

Pengertian penyidikan itu sendiri terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Bab I tentang ketentuan umum pada Pasal 1 angka 2 yang berbunyi :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Dalam Bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan

4. Cantrik Edmond Locard, 2010, Mengenal Lebih Dekat Laboratorium Forensik Polri,

http:/wartalabfor.blogspot.com/2010/05/mengenal-lebih-dekat-puslabfor.html diakses tanggal 24 Jaunari 2014.

(9)

apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.5

Penyidikan adalah tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau jika ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah terjadi kejahatan atau pelanggaran maka harus diusahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah terjadi suatu tindak pidana dan jika benar demikian, siapakah pembuatnya.6

Tahap penyidikan yaitu tahap yang di mulainya dilakukan tindakan-tindakan hukum yang langsung bersinggungan dengan hak-hak asasi manusia yaitu berupa pembatasan bahkan mungkin berupa “pelanggaran” terhadap hak-hak asasi manusia. Tahap ini dilaksanakan setelah yakin adanya suatu tindak pidana yang terjadi , untuk memperjelas suatu tindak pidana yang terjadi maka perlu dilakukan tindakan-tindakan tertentu yang berupa pembatasan dan pelanggaran akan hak-hak asasi seseorang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu tindak pidana. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Menurut hasil penyelidikan yang di dapat, maka hasil tersebut dapat dijadikan suatu permulaan bukti yang kuat bahwa adanya suatu tindak pidana yang terjadi yang dilakukan oleh pelaku.

5 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h. 120.

6 Joko Prakoso, 1987, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Penerbit PT Bina Aksara, Jakarta, h. 6.

(10)

2.2.2 Pejabat Penyidik

Sebelum membahas mengenai pejabat penyidik, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu pengertian dari penyidik yaitu terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 1 angkat 1 yang berbunyi : “Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”

Pada Pasal 1 angkat 3 KUHAP terdapat pengertian penyidik pembantu , yang berbunyi: “Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberikan wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.”

Yang dimaksud sebagai pejabat penyidik yaitu, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik, adapun yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik yaitu :

1. Pejabat Penyidik Polri

Pada Pasal 6 ayat (1) KUHAP menyebutkan: “Penyidik adalah :

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

b. Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang”

Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, KUHAP salah satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah “Pejabat Polisi Negara”

(11)

memang dari segi diferensiasi fungsional, KUHAP meletakkan tanggung jawab fungsi penyidikan kepada instansi kepolisian.

Seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, harus memenuhi syarat kepangkatan, seperti ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP dan akan di atur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dan telah ditetapkan berupa PP No 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, syarat kepangkatan pejabat penyidik diatur dalam Bab II. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidik kepolisian dapat dilihat berikut:

a) Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “Penyidik Penuh”, harus memenuhi syarat kepangkatan dan pengankatan

- Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi - Atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua - Ditunjuk dan diangkat oleh kepala kepolisian RI.7

b) Penyidik Pembantu

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” di atur dalam Pasal 3 PP No 27 Tahun 1983 sebagai berikut:

- Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi

7 Leden Marpaung, 2013, Proses Penanganan Perkara Pidana Penyelidikan dan Penyidikan,

(12)

- Diangkat oleh kepala kepolisian RI atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

Syarat kepangkatan penyidik pembantu, lebih rendah dari pangkat jabatan penyidik, berdasarkan hierarki dan organisatoris, penyidik pembantu diperbantukan kepada pejabat penyidik, oleh karena itu kepangkatan mereka harus lebih rendah dari penyidik.

2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik pegawai negeri sipil diatur dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber kepada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal.

Wewenang Penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikannya adalah:

a. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada dibawah koordinasi penyidik polri dan di bawah pengawasan penyidik polri.

b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1)).

c. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu harus melaporakan kepada peyidik polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik,

(13)

jika ada ditemukan bukti yang kuat maka penyidik pegawai negeri sipil mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum ( Pasal 107 ayat (2)).

d. Apabila penyidik pegawai negeri sipil telah selesai mengajukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus di serahkan kepada penuntut umum, cara penyerahannya melalui penyidik polri (Pasal 107 ayat (3)).

e. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan pada penyidik polri, penghentian itu harus di beritahukan kepada penyidik polri dan penuntut umum (Pasal 109 ayat (3).

2.2.3 Kewenangan Penyidik

Dalam kegiatan Penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti , diberikan kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu kepadanya, sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan penyidikan itu dan siap untuk diserahkan kepada Penuntut Umum.

Adapun kewenangan-kewenangan Penyidik untuk melakukan Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP yang berbunyi :

Penyidikan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

(14)

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

9. Mengadakan penghentian penyidikan;

10.Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. 8 Penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud Ayat (1) dan Ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penjabaran tindakan-tindakan yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan yaitu:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana

Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka penyidik harus menerima laporan atau pengaduan mengenai adanya suatu tindak pidana yang terjadi. Pengertian laporan atau pengaduan tersebut dalam ilmu hukum berbeda artinya yaitu;

8 Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h.54-55 .

(15)

Laporan adalah tindakan seseorang untuk memberitahukan kepada penyelidik atau penyidik bahwa suatu tindak pidana telah terjadi atau dilakukan oleh seseorang, dimana tindakan tersebut harus dituntut. Pengaduan adalah Laporan yang khusus mengenai tindakan pidana aduan (klachtdelict), tindak pidana mana jika tidak ada permintaan dari orang yang kena perkara, tidak bisa diadakan penuntutan.

2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian

Setelah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang maka penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Kemudian penyidik harus berusaha mencari dan mengumpulkan bahan-bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Apabila pemeriksaan di tempat kejadian perkara selesai dilakukan dan barang-barang bukti yang di peroleh dianggap cukup dan telah pula dikumpulkan maka selanjutnya harus disusun suatu kesimpulan semenatara yaitu apakah kejadian tersebut merupakan suatu tindak pidana narkotika, pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya. Dan melakukan selanjutnya penyidik melakukan penangkapan terhadap pelaku kejahatan.

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka

Setelah sampai di tempat kejadian penyidik biasanya terlebih dahulu memeriksa identitas tersangka atau menyuruh berhenti orang-orang yang dicurigai melakukan tindak pidana dan melarang orang-orang keluar masuk di tempat

(16)

kejadian. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penanganan suatu tindak pidana yang dilakukan tersangka, dan mengamankan tersangka.

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

Selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik yaitu melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan pelaku.

a. Penangkapan

Penangkapan bisa dilakukan ketika :

- Seseorang ditangkap ketika ia sedang melakukan kejahatan. - Seseorang ditangkap tidak lama setelah kejahatan itu dilakukan.

- Teriakan masa yang menunjuk tersangka sebagai pelaku kejahatan tidak seberapa lama setelah kehatan itu dilakukan.

- Adanya barang bukti yang ditemukan setelah beberapa saat kejahatan itu dilakukan yang di duga digunakan oleh tersangka.

Setelah tersangka ditangkap baik ditangkap dengan surat perintah maupun tersangka yang tertangkap tangan, maka dalam waktu 1x24 jam tersangka telah selesai diperiksa. apabila telah diperiksa , selanjutnya akan dilakukan tindakan penahanan tersangka bila bukti-bukti yang ditemukan cukup dan berdasarkan atas hasil pemeriksaan tersangka.

(17)

Penahanan adalah perampasan hak pribadi orang, maka hal tersebut hanya dapat dilakukan atas perintah kekuasaan yang sah menurut peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang.

Perumusan secara tegas tentang penahanan di rumuskan dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 Pasal 1 butir 21 yaitu; “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penerapannya, dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Penahanan tersebut dilakukan bisanya untuk kepentingan pemeriksaan dan untuk menjaga jangan sampai tersangka melarikan diri. Berbeda dengan Penangkapan, dasar penahanan tidaklah cukup atas bukti permulaan yang cukup saja, tetapi penyidik harus mempunyai setidaknya pembuktian minimum yang diisyartkan KUHAP, yaitu sekurang-kurangnya telah terdapat 2 alat bukti yang tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

c. Penggeledahan

Penggeledahan merupakan salah satu tindakan penyidik dalam rangka melakukan penyidikan dengan tujuan :

- Menemukan barang bukti yang telah dipergunakan dalam melakukan tindak pidana.

- Mencari tersangka yang belum tertangkap, sehingga tersangka dapat ditangkap dan diperiksa.

(18)

Menurut KUHAP, dikenal 3 macam penggeledahan yaitu:

- Penggeledahan rumah/ruang tertutup.

- Penggeledahan badan yaitu memeriksa badan seseorang untuk mencari alat bukti.

- Penggeledahan pakaian yaitu pemeriksaan terhadap pakaian yang sedang dikenakan oleh tersangka untuk mencari barang bukti yang disimpan dalam pakaian.

d. Penyitaan

Penyitaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 1 butir 16 menyebutkan bahwa penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak , berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.9

Adapaun barang-barang yang dapat dilakukan penyitaan adalah sebagai berikut :

- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. - Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk mempersiapkannya.

9 C.Djisman Samosir, 2013, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, h. 76.

(19)

- Benda yang digunakan untuk menghalangi penyidikan suatu tindak pidana yang dilakukan.

- Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. - Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana.

5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

Barang-barang sitaan terdiri dari barang bergerak dan barang tidak bergerak, barang berwujud dan barang tidak berwujud termasuk surat-surat yang ada hubungannya dengan tindakan kejahatan, dimana hal itu diatur dalam pasal 47 KUHAP.

Penyidik tidak dapat secara sembarangan untuk memeriksa surat dan menyitanya. Untuk memeriksa surat dan kemudian apabila ada hubungannya dengan tindak pidana menyita surat tersebut, maka untuk itu penyidik harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri setempat.

6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

Untuk melengkapi dokumen kepolisian, maka penyidik perlu mengambil sidik jari dan memotret tersangka. Hal ini untuk memudahkan petugas kepolisisan untuk mencarai indentitas tersangka apabila ia mengualng suatu tindak pidana lagi.

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

(20)

Pemeriksaan tersangka dan saksi merupakan bagian atau tahapan yang paling penting dalam proses penyidikan. Dari keterangan tersangka atau saksi akan diperoleh keterangan-keterangan yang akan dapat mengungkapkan segala sesuatu tentang tindak pidana yang terjadi.

8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

Dalam hal penyidik menggap perlu minta pendapat seorang ahli atau orang yang dianggap memiliki keahlian khusus, maka penyidik dapat meminta agar ahli-ahli yang bersangkutan memberikan keterangan tentang hal tersebut. Salah satunya penyidik mengajukan permintaan tentang pemeriksaan barang bukti narkotika kepada Laboratorium Forensik , untuk dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian kejahatan narkotika.

9. Mengadakan penghentian penyidikan;

Pada uraian dimuka telah dibahas mengenai penyidikan, dimana dikemukakan apabila penyidik mulai melakukan penyidikan suatu tindak pidana , penyidik memberitahukan hak tersebut kepada penuntut umum. Demikian juga dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak cukup alat bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan suatu tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.

(21)

Setelah penyidik melakukan tugas sebagai penyidik, maka ada dua kemungkinan yang dilakukan oleh penyidik yaitu :

- Mengadakan penyidikan tindak pidana sampai selesai.

- Mengehentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti atau penghentian penyidikan demi hukum.

Mengadakan penyidikan sampai selesai jika diketemukan bukti-bukti yang cukup bahwa tindak pidana telah dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang tersangka. Jika penyidikan tersebut telah selesai dan dipandang cukup, maka penyidik menyusun hasil penyidikannya dalam suatu berita acara.

2.3 HUBUNGAN ANTARA LABORATORIUM FORENSIK POLRI DENGAN PENYIDIK

Pada hakekatnya tugas Polisi adalah menemukan dan membuktikan keterkaitan antara pelaku, korban dan tempat kejadian perkara/barang bukti/saksi. Tugas Penyidik Polri dalam hal ini memeriksan saksi mata (hidup) dan tugas dari Labfor Polri memeriksa saksi mati (brang bukti dan tempat kejadian perkara).10

Hubungan antara Laboratorium Forensik Polri dengan Penyidik dalam proses penyidikan suatu tindak pidana sangkat erat kaitannya, dalam proses penyidikan beberapa tindak pidana memerlukan ahli dari forensik .

10 Yani Nur Syamsu, 2014, “Mengenal Ilmu Forensik, Antara “Saksi Mata” dan “Saksi

(22)

Dalam upaya mencari dan mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan, penyidik diberi kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Pengertian mendatangkan para ahli/memiliki keahlian khusus tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, sehingga Laboratorium Forensik dapat berperan dalam proses Penyidikan.

Ada dua peranan Laboratorium Forensik dalam membantu proses penyidikan yaitu, memberikan pelayanan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP dan Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang bukti kepada Penyidik. Yang telah diatur dan diuraikan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 10 Tahun 2009 tentang tentang Tata cara dan Persyaratan permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik TKP dan Laboratoris Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.

Pemeriksaan teknis kriminalistik TKP yang dilaksanakan oleh Puslabfor adalah pemeriksaan dalam rangka pencarian, pengambilan, pengamanan, pengawetan, pemeriksaan pendahuluan (preliminary test) barang bukti yang dalam penanganannya memerlukan pengetahuan teknis kriminalistik sesuai Pasal 1 ayat 6 Perkap No. 10 Tahun 2009.

(23)

Sedangkan Pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti adalah pemeriksaan terhadap barang bukti yang diperoleh dari pencarian, pengambilan, penyitaan, pengamanan dan pengiriman petugas Polri atau instansi penegak hukum lainnya, yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah di Labfor Polri, agar barang bukti yang telah diperiksa dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah sesuai Pasal 1 ayat 7 Perkap No. 10 Tahun 2009.

Sesuai dengan uraian tersebut diatas pada dasarnya apabila penyidik telah mampu melakukan pencarian, pangamanan, pengawetan, pemeriksaan pendahuluan, maka laboratorium forensik tinggal menerima barang bukti tersebut untuk dilakukan pemeriksaan di laboratorium, namun untuk kondisi Tempat kejadian Perkara (TKP) tertentu kadang-kadang, atau Penyidik memandang Laboratorium Forensik perlu melakukan pemeriksaan di TKP antara lain, karena pencarian dan pengambilan Barang Bukti memerlukan metode dan peralatan khusus yang belum dimiliki penyidik (contoh :mencari darah dilantai yg sudah dibersihkan dll), karena bentuk dan sifatnya barang bukti tidak dapat dibawa ke laboratorium (contoh: lantainya sendiri), untuk mendapat sample atau barang bukti yang baik perlu dilakukan uji pendahuluan (pre leminari test) dilapangan dan lain lain (contoh :mencari sample darah disaluran pembuangan dan sebagainya).

(24)

2.4 PENGERTIAN DAN GOLONGAN NARKOTIKA 2.4.1 Pengertian Narkotika

Istilah narkoba merupakan istilah yang sering dipergunakan dalam masyarakat sekarang. Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat terlarang sebagian juga mengartikan sebagai narkotika dan obat berbahaya. Narkoba juga biasa diistilahkan sebagai napza. Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Kedua istilah ini sudah menjadi istilah yang umum dalam masyarakat.

Narkotika atau obat bius yang dalam bahasa inggrisnya sering diistilahkan dengan narcotic adalah semua bahan yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat :

- Membius (menurunkan tingkat kesadaran seseorang).

- Merangsang (meningkatkan semnagat kerja, kegiatan/aktifitas) atau sering disebut dopping.

- Ketagihan (ketergantungan , mengikat) untu terus menggunakannya. - Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).

Namun ada juga yang mengakatan bahwa narkotika berasal dari kata

narcissus”, sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat

membuat orang menjadi tak sadar. Zat ini digolongkan menjadi dua macam , yakni narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam arti luas. Dalam arti sempit adalah semua zat atau bahan yang bersifat alami, yaitu semua bahan obat

(25)

seperti opiate, kokain, dan ganja. 11 Dalam arti Luas adalah bersifat alami dan sintesis (buatan), yaitu semua bahan obat-obatan yang berasal dari:

- Papaver Somniferum (opium, candu, morpin, heroin, dsb); - Eryth Roxylon Coca (cocain);

- Golongan obat-obatan penenang; - Golongan obat-obatan perangsang; - Golongan obat-obatan pemicu khayalan.12

Apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan merubah fungsi-fungsi organ tubuh karena narkotika adalah zat-zat kimiawi yang merubah pikiran, perasaan, mental dan prilaku manusia. Pada tingkat yang paling parah narkotika ini dapat menimbulkan efek yang paling parah yaitu menimbulkan ketergantungan atau kecanduan.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tenatng Narkotika , menjelaskan pengertian dari Narkotika, yang tercantum pada Pasal 1 angka 1 yaitu :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang.”

Sebagai zat adiktif atau atau zat yang dapat menimbulkan efek kecanduan, pemakaiannya sulit dikontrol dan ketergantungan. Jenis Narkotika ini jika

11 Hari Sasangka, 2003, Narkotika Dan Psikotropika, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 35. 12 Ummu Afifia, 2003, Apa itu Narkotika dan Napza?, PT. Begawan Ilmu, Jakarta, h.5.

(26)

disalahgunakan untu tujuan diluar pengobatan, akan mengubah kerja syaraf otak sehingga si pemakai berfikir, berperasaan dan berprilaku tidak normal.

2.4.2 Golongan Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada Pasal 6 menyebutkan golongan narkotika yaitu:

1. Narkotika golongan I; 2. Narkotika golongan II; dan 3. Narkotika golongan III;

a. Narkotika golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunkan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya Narkotika golongan I yang sering disalahgunakan adalah :

- Opiata, heroin, putau, candu, dan lainlain; - Ganja atau kanabis, mariyuana, hashis;

- Kokain, yaitu serbuk/pasta kokain dan daun koka.

b. Narkotika golongan II adalah Narkotika berkhasiat dalam pengobatan yang digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh Narkotika golongan II :

- Morfin; - Betametadol;

(27)

- Benzetidin; - Pethidin.

c. Narkotika golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh Narkotika golongan III yaitu :

- Metadon;

- Kodein; - Naltrexon.13

 Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibagi ke dalam 3 golongan juga, yaitu narkotika Alami, narkotika semisintesis dan narkotika sintesis.

13 Ummu Afifia , op.cit, h. 10

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pekerjaan sebagai petani di Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan mata pencarian paling banyak yakni sebanyak 291 jiwa sedangkan

2.4.5.1 Pemeriksaan laboratorium a) Kristal MSUM. b) Kadar asam urat darah (serum). 2.4.5.2 Pemeriksaan gula darah profil lipid, fungsi hati dan fungsi ginjal.. sesuai dengan

Pada tahap penyidikan penyidik dapat melakukan penahanan, dalam tahap penuntutan penuntut umum dapat melakukan penahanan dan tahap pemeriksaan di Pengadilan mulai dari

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi harus mampu memenuhi keperluan informasi bagi pengguna, menyediakan bahan pustaka yang universal pada

Menurut KUHAP yang dimaksud dengan penyidik adalah pasal 1 butir 1 menyebutkan : “penyidik adalah pejabat polisi negera Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu

Untuk itu laboratorium Proses manufaktur Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara telah mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan sebelum melakukan proses

Pengembangan pemeriksaan bertugas memastikan bahwa pemeriksaan, metode dan peralatan yang digunakan untuk operasional atau pemeriksaan rutin tepat guna, up to date dan sesuai

Para operator mulai melakukan pemeriksaan terhadap lembaran sheet yang telah terpotong dan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dinginkan maka lembaran sheet yang