• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Kesehatan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Kesehatan Masyarakat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Masyarakat

http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

KETERAMPILAN KADER POSYANDU SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN

Hida Fitri M., Mardiana*

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima 7 Maret 2011 Disetujui 24 Mei 2011 Dipublikasikan Juli 2011 Keywords:

Posyandu cadres training Antropometric measure-ment

Skills

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan keterampilan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah pelatihan di wilayah kerja Puskesmas Tarub, Kabupaten Tegal. Penelitian ini menggunakan eksperimen semu dengan rancangan one group pre dan post test design. Sampel berjumlah 25 kader posyandu. Variabel yang diteliti yaitu keterampilan kader sebelum dan sesudah intervensi. Skor keterampilan diukur dua kali yaitu pretest dan posttest. Uji statistik menggunakan uji wilcoxon diperoleh nilai p= 0,0001. Nilai (p<0,05) berarti ada perbedaan yang bermakna dari nilai keterampilan pada saat pretest dan posttest. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan keterampilan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah pelatihan di wilayah kerja Puskesmas Tarub, Kabupaten Tegal.

Abstract

Th e purpose of this study was to determine diff erences in skill posyandu cadres in anthropometric measurements before and aft er training in the working area Tarub Health Center, Tegal District. Th is research used quasi-experimental design with one group pre and post test design. Th e samples are amount of 25 cadres. Variable studied was the skills of cadres before and aft er training. Scores skills are measured twice pretest and posttest. Th e test statistic obtained using the Wilcoxon test was p value = 0,0001. Th is shows the value (p <0,05) then there is a signifi cant diff erence from the values of skills at pretest and posttest. In conclusion, there are diff erences in skills of posyandu cadres on anthropometric measurements before and aft er training in the working area Tarub Health Center, Tegal district.

© 2011 Universitas Negeri Semarang

ISSN 1858-1196 * Alamat korespondensi:

Gedung F1, Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Email: mardiana.ikm@gmail.com,

(2)

Pendahuluan

Pembangunan kesehatan pada

hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk men-capai kemampuan hidup sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Budioro, 2001). Pembangunan sektor kesehatan diarahkan un-tuk memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar terutama bagi ibu dan anak (Rust et.al., 2009). Kegiatan un-tuk memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan adalah posyandu (Budioro, 2001).

Pusat layanan kesehatan beraneka ragam bentuknnya, bisa rumah sakit, puskesmas, pos-yandu, dan lain sebagainnya (Eby, 2007). Pos-yandu adalah salah satu bentuk pelayanan kese-hatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas keseha-tan (Hastoety, 2002). Pelaksanan kegiakeseha-tan pos-yandu adalah kader kesehatan yang berasal dari masyarakat setempat dan bekerja secara suka-rela (Depkes RI, 2003). Kader memegang pe-ranan yang sangat penting dalam pelaksanaan posyandu di lapangan sehingga keberadaannya perlu dipertahankan.

Kegiatan posyandu sebagian dapat lakukan oleh kader kesehatan yang sudah di-latih dan merupakan perpanjangan jangkauan pelayanan puskesmas. Dalam peran-peran yang menyangkut pengamatan status gizi serta tumbuh kembang bayi dan balita melalui ke-giatan penimbangan sebagai upaya pendeteksi dini malasah gizi pada anak (Budioro, 2001). Salah satu penyebab terjadinya gizi buruk pada masyarakat adalah kurang berfungsinya pos- yandu sehingga berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil tidak berjalan seba-gaimana mestinya. Kurang berfungsinya pos-yandu disebabkan kemampuan kader di po-syandu masih rendah, sehingga kemampuan kader yang meliputi pengetahuan dan keter-ampilan perlu ditingkatkan (Sukiarko, 2007).

Peningkatan keterampilan kader kese-hatan harus dilakukan secara berkala. Pening-katan ketrampilan kader kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari suatu pela-yanan kesehayan (Shi et al., 2003). Keterampi-lan kader kesehatan salah satu diantaranya

meliputi kemampuan melakukan tahapan-ta-hapan penimbangan, dimana kader kesehatan biasanya melakukan kegiatan penimbangan belum sesuai dengan prosedur-prosedur pe-ngukuran antropometri, sehingga hasil yang diperoleh dari penimbangan kurang tepat. Pe-ngukuran antropometri yang dilakukan kader meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan pada bayi, balita, dan lansia. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang pen-ting dan paling sering digunakan pada bayi dan balita. Pada masa bayi dan balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju per-tumbuhan fi sik maupun status gizi (Supariasa, 2001). Berat badan bayi dan balita harus di-timbang secara berkala, agar diperoleh gam-baran pertumbuhan mereka (Arisman, 2004). Tinggi badan memberikan gambaran keadaan pertumbuhan. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan pertambahan umur, tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan ke-adaan sekarang (Aritonang, 2003).

Keterampilan kader dalam mengukur

antropometri dapat meningkat dengan cara diberikan pelatihan pengukuran antropometri yang sesuai prosedur. Selama ini kader telah memperoleh pelatihan dasar dan penyegaran tentang kegiatan pelayanan di Posyandu de-ngan pendekatan konvensioanal, yaitu pelati-han yang diberikan secara ceramah dan tanya jawab oleh pelatih. Salah satu kelemahan dari metode konvensioanal adalah hanya mening-katkan pengetahuan, tetapi tidak meningkat-kan keterampilan peserta latih. Metode yang digunakan dalam pelatihan harus sesuai de-ngan masalah, situasi, dan kondisi peserta latih, sehingga keterampilan kader dalam penguku-ran antropometri dapat meningkat (Sukiarko, 2007).

Hasil penelitian tahun 2002, pada 72 Posyandu di Jawa Barat dan Jawa Tengah me-nunjukan tingkat keterampilan kader masih rendah, serta 90% kader membuat kesalahan. Salah satu kesalahan kader yang paling se- ring dijumpai adalah teknik penimbangan yang kurang tepat sesuai prosedur. Lebih jauh lagi, hanya 40,7% kader yang tahu manfaat Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk konseling gizi (Sukiarko, 2007).

(3)

dilaksana-kan Bidan desa Brekat pada tahun 2008 dari 25 kader yang menimbang bayi dan balita dipe-roleh data 60% kader kader tidak melakukan penimbangan sesuai dengan prosedur pengu-kuran antopometri dan tahun 2009 diperoleh data 68% kader tidak melakukan penimbangan sesuai dengan prosedur pengukuran antopo-metri pada bayi dan balita, sehingga hasil pe-ngukuran antropometri yang diperoleh kurang akurat. Hal ini dapat menggambarkan kete-rampilan kader posyandu di daerah tersebut

dalam pengukuran antropometri masih ren-dah karena mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai tahun 2009.

Data dari puskesmas Kecamatan Tarub tahun 2008 tercatat jumlah posyandu ada 95 dan jumlah kader posyandu 365 orang. Menu-rut data dari bidan Brekat tahun 2009 jumlah kader di Desa Brekat tercatat ada 25 kader de-ngan jumlah posyandu 5. Perwakilan kader se-tiap desa ada 2 orang tersebut mengikuti pelati-han setiap satu bulan sekali yang diadakan oleh petugas kesehatan dari puskesmas, pelatihan tersebut bertempat di puskesmas Kecamatan Tarub. Kader kesehatan yang sudah mendapat pelatihan dibantu oleh bidan desa, memberi-kan pelatihan pada kader-kader yang belum mendapat pelatihan di desanya masing-masing.

Materi pelatihan yang diberikan berisi tugas-tugas kader dalam kegiatan posyandu, seperti cara mengisi buku register yang berjumlah 13 buku dan membuat grafi k kunjungan ke pos-yandu, imunisasi, peningkatan gizi, KIA, cara menimbang bayi dan balita, pengisian dan membaca KMS, deteksi dan penanggulangan dini kejadian penyakit diare dan demam berda-rah. Hambatan dari pemberian pelatihan terse-but adalah kader kurang menangkap materi yang diberikan.

Metode

Jenis penelitian ini menggunakan eks-perimen semu (ekseks-perimen kuasi) yaitu ekspe-rimen yang dalam pengontrolan situasi peneli-tian menggunakan rancangan tertentu dan atau penunjuk secara nir-acak untuk mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat penelitian. Ek-sperimen semu dilakukan sebagai alternatif eksperimen murni, tatkala pengalokasian

fak-tor penelitian kepada subyek penelitian tidak mungkin, tidak etis, atau tidak praktis dilaku-kan dengan randomisasi (Murti, 1995). Peneli-tian ini menggunakan pendekatan rancangan sebelum dan sesudah intervensi mengunakan satu kelompok.

Populasi yang digunakan dalam pe-nelitian ini adalah kader posyandu yang ada di Desa Brekat Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal. Menurut data dari bidan Brekat tahun 2009 jumlah kader di Desa Brekat tercatat ada 25 kader dan 5 posyandu.

Teknik pengambilan sampel yang di-gunakan adalah total, dimana setiap anggota atau unit dari populasi diambil sebagai sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 25 kader posyandu.Variabel dalam penelitian ini adalah keterampilan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesu-dah pelatihan.

Hasil

Di Desa Brekat terdapat 5 posyandu aktif yaitu: Posyandu Dahlia I (Pedukuhan Kwayu-an), Posyandu Dahlia II (Pedukuhan Kubang), Posyandu Dahlia III (Brekat), Posyandu Dahlia IV (Pedukuhan Ketanggungan), Posyandu Dahlia V (Pedukuhan Dukuhturi).

Posyandu di Desa Brekat diselenggara-kan oleh anggota masyarakat yang telah men-jadi kader kesehatan setempat di bawah bimbi- ngan puskesmas. Lokasi pelaksanaan posyandu dilaksanakan di rumah penduduk Desa Brekat dan dib alai Desa Brekat. Peralatan posyandu di Desa Brekat meliputi tersedianya KMS, tim-bangan injak, timtim-bangan dacin, pita meteran dan penggaris siku-siku, papan pengukur pan-jang badan, bahan komunikasi informasi edu-kasi (KIE), register SIP, dan alat tulis. Tersedi-anya sirup vitamin A setiap dua bulan sekali, tablet dan sirup Fe, imunisasi, pelaksanan pemberian PMT. Frekuensi pelatihan kader Posyandu dilakasanakan setiap bulan sekali. Pelatihan yang diberikan meliputi: cara pengu-kuran antropometri dan pengisian KMS bagi calon kader, deteksi tumbuh kembang bayi dan balita, diare, dan DBD.

Pelatihan kader posyandu dilaksanakan selama bulan, dengan 4 kali pertemuan.

(4)

Per-temuan pertama memberikan dan membahas materi prosedur pengukuran antropometri (be-rat badan). Pertemuan kedua praktik langsung mengenai prosedur pengukuran antropometri (berat badan). Pertemuan ketiga memberikan dan membahas materi prosedur pengukuran antropometri (tinggi badan). Pertemuan keem-pat praktik langsung mengenai prosedur pe-ngukuran antropometri (tinggi badan).

Dari Tabel 1 bahwa sebanyak 25 kader posyandu dinilai keterampilannya, yang meli-puti 38 langkah-langkah pengukuran antro-pometri (berat badan dan tinggi badan). Hasil penilaian pretest untuk keterampilan kader se-belum diberi perlakuan (intervensi), menun-jukkan sebesar 20% kader memiliki keterampi-lan pengukuran antropometri dalam kategori tinggi, sebesar 12% kader memiliki keterampi-lan pengukuran antropometri dalam kategori sedang, dan sebesar 68% kader memiliki kete-rampilan pengukuran antropometri dalam ka-tegori rendah.

Dari Tabel 1 bahwa sebanyak 25 kader posyandu dinilai keterampilannya, yang meli-puti 38 langkah-langkah pengukuran antro-pometri (berat badan dan tinggi badan). Hasil penilaian posttest untuk keterampilan kader setelah diberi perlakuan (intervensi), menun-jukan sebesar 88% kader memiliki keterampi-lan pengukuran antropometri dalam kategori tinggi, sebesar 12% kader memiliki

keterampi-lan pengukuran antropometri dalam kategori sedang, dan kategori rendah tidak ada.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil pretest dari 25 kader posyandu diperoleh sebesar 20% kader sudah cukup baik kete-rampilannya dalam pengukuran antropometri, sebesar 12% kader termasuk kategori kete-rampilan sedang dalam pengukuran antropo-metri, dan sebesar 68% kader masih rendah keterampilannya dalam pengukuran antro-pometri. Faktanya ada 5 kader mendapatkan hasil dengan kategori tinggi, sedangkan 3 kader yang lain mendapatkan hasil dengan kategori sedang, dan ada 17 kader yang mendapatkan hasil dengan kategori rendah. Jadi kesimpulan dari hasil pretest keterampilan kader posyandu sebelum dilaksanakan pelatihan banyak yang masuk dalam kategori rendah.

Hasil posttest dari 25 kader posyandu diperoleh sebesar 88% kader sudah baik kete-rampilannya dalam pengukuran antropometri, dan sebesar 12% kader termasuk kategori ke-terampilan sedang dalam pengukuran antro-pometri. Faktanya ada 22 kader yang menda-patkan hasil dengan kategori tinggi, sedangkan 3 kader mendapatkan hasil dengan kategori sedang, dan kategori rendah sudah tidak ada.

Tabel. 1. Hasil Penilaian Keterampilan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Kriteria Penilaian Keterampilan Hasil Penilaian Keterampilan Jumlah Kader (N) % Sebelum Tinggi 5 20 Sedang 3 12 Rendah 17 68 Jumlah 25 100 Sesudah Tinggi 22 88 Sedang 3 12 Rendah 0 0 Jumlah 25 100

(5)

Jadi keterampilan kader dalam pengukuran antropometri setelah di beri pelatihan khusus hasilnya ada peningkatan, sehingga secara garis besar semua kader posyandu di Desa Brekat dapat melakukan pengukuran antropometri sesuai dengan prosedur yang benar.

Berdasarkan hasil uji wilcoxon menun-jukkan hasil pada pretest-posttest didapatkan bahwa nilai p= 0,0001. Hal ini menunjukkan nilai (p<0,05) maka ada perbedaan yang sig-nifi kan dari nilai keterampilan pada saat pretest dan posttest. Rerata skor keterampilan mening-kat setelah mendapatkan pelatihan, sehingga disimpulkan ada perbedaan keterampilan ka-der posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah pelatihan.

Pengukuran antropometri adalah uku-ran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pan-dang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fi sik dan proposi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2001).

Pertumbuhan merupakan salah satu in-dikator yang baik dari perkembangan status gizi anak. Pemantauan pertumbuhan meru-pakan suatau kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan tera-tur. Dengan pemantauan pertumbuhan, maka setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini, maka tindakan penanggulangan dapat dilakukan dengan segara, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah. Cara menentukan jalur pertumbuhan normal seorang anak ada-lah anak harus ditimbang dan diukur panjang atau tinggi badannya secara teratur. Ada tiga bagian kegiatan penting dalam pemantauan pertumbuhan adalah: (1) Ada kegiatan pe-nimbangan yang dilakukan terus menerus se-cara teratur, (2) Ada kegiatan mengisikan data berat badan anak ke dalam KMS, (3) Ada pe-nilaian naik atau tidak naik berat badan anak sesuai dengan arah garis pertumbuhannya. Data hasil pemantauan pertumbuhan seorang

anak bersumber dari kegiatan pengukuran an-tropometri di posyandu yang dilakukan oleh kader posyandu, jika hasil yang didapat tidak akurat maka gambaran status gizi seorang anak hasilnya pun tidak akurat (Depkes RI, 2003).

Salah satu penyebab terjadinya gizi buruk pada masyarakat adalah kurang berfungsinya posyandu sehingga berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kurang berfungsinya Posyandu disebabkan kemampuan kader di posyandu masih rendah, kemampuan kader meliputi pengetahuan dan keterampilan kader.

Keterampilan kader merupakan kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, pengisian dan pembacaan KMS, serta pe- nyuluhan dengan KMS yang dilakukan sesuai dengan standar dan prosedur (Sukiarko, 2007).

Keterampilan kader kesehatan salah satu diantaranya meliputi kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, dimana kader kesehatan biasanya melakukan kegiatan pe-nimbangan masih belum sesuai dengan produr-prosedur pengukuran antropometri, se-hingga hasil yang diperoleh dari penimbangan kurang tepat. Pengukuran antropometri yang dilakukan kader meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan pada bayi, balita, dan lansia. Berat badan merupakan ukuran antro-pometri yang penting dan paling sering digu-nakan pada bayi dan balita. Pada masa bayi dan balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fi sik maupun status gizi (Supariasa, 2001). Tinggi badan memberi-kan gambaran keadaan pertumbuhan. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan pertambahan umur, tinggi badan me-rupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang (Arito-nang, 2003).

Keterampilan kader posyandu Desa Brekat sebelum ada penelitian ini masih banyak dalam kategori rendah, penyebabnya adalah masih kurang dan tidak meratanya informasi yang valid mengenai pengetahuan cara pe- ngukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan) sesuai posedur pada setiap kader. Tidak setiap kader posyandu mendapatkan buku pegangan kader yang diberikan oleh petugas kesehatan, satu posyandu hanya mendapatkan 1 buku pegangan kader sedangkan jumlah

(6)

ka-der setiap pos lebih dari satu kaka-der dan buku itu pun jarang dipelajari oleh kader. Setiap calon kader sebelum diterjunkan pada kegiatan posyandu telah mendapatkan pelatihan dasar mengenai materi langkah-langkah penguku-ran antropometri dari bidan desa dan petugas kesehatan. Materi yang diberikan pada calon kader mengenai pengukuran antropometri itu pun tidak diberikan secara mendalam, masih ada memberian materi yang tidak sesuai de- ngan prosedurnya.

Upaya untuk mengatasi masalah terse-but maka perlu dilakukan pelatihan pada kader posyandu. Metode yang dipakai dalam pelati-han kader, metode belajar berdasarkan masalah (BBM) adalah suatu konsep pendekatan proses belajar mengajar yang bermula dari masalah peserta, sehingga peserta dapat mandiri untuk mencari penyelesaiannnya. Pelatihan dengan metode BBM adalah aktivitas yang dilakukan oleh kader secara aktif dengan bantuan pelatih, untuk memecahkan masalah (Sukiarko, 2007). Pelatihan yang diberikan yaitu pemberian ma-teri prosedur pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan), dan praktik (Syafei, 2008). Pemberian materi dan praktik secara keseluruhan diberikan pada kader posyandu, khusus untuk praktik pelaksanaannya ada yang difokuskan pada beberapa poin cara pe- ngukuran antropometri (berat badan dan ting-gi badan) yang menjadi kelemahan kader posy-andu. Hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan skor pretest ke posttest. Hal ini da-pat disimpulkan pelatihan yang diberikan pada kader posyandu mengenai keterampilan kader dalam pengukuran antropometri sudah ber-hasil meningkatkan keterampilan kader pos- yandu.

Pada penelitian sebelumnya yang dilaku-kan Sukiarko, dengan judul “Pengaruh Pelati-han Kader dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah dalam Kegiatan Kader Gizi Posyandu: Studi di Kecamatan Tempuran Kabupaten Ma-gelang”, dengan hasil nilai dari pretest ke post-test 1, dari prostest 1 ke posttest 2, dan dari pre-test ke posttest 2 secara statistik menunjukan adanya perbedaan yang signifi kan (p<0,05). Ini menunjukan bahwa ada pengaruh pelatihan BBM dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan posyandu.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pem-bahasan, simpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan keterampilan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah pelatihan di wilayah kerja Puskesmas Tarub, Kabupaten Tegal. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,0001(p<0,05).

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan antara lain sebagai berikut: (1) Kader posyandu diharap-kan mampu melakudiharap-kan pengukuran antropo-metri sesuai dengan prosedur pada kegiatan Posyandu, agar hasil pengukuran yang dipe-roleh bisa akurat, (2) Bagi petugas kesehatan, (3) Petugas kesehatan diharapkan lebih optimal dalam memberikan pelatihan pada kader pos-yandu, baik pemberian materi dan praktik.

Peneliti lain disarankan dapat meng-gali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan kader posyandu yang masih rendah dalam pengukuran antro-pometri.

Daft ar Pustaka

Anonim. 2002. Administrasi Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas Diponegoro

Depkes RI. 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Dep.Kes RI

Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kem-bang Anak. Jakarta: Dep.Kes RI

Depkes RI. 2007. Pedoman Pengukuran, dan Peme-riksaan. Jakarta: Dep.Kes RI

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakar-ta: EGC

Aritonang, A. 2003. Penilaian Status Gizi Masyarakat. Semarang: Akademi Gizi

Budioro, B. 2001. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Se-marang: Universitas Diponegoro

Departemen Gizi dan Kesehatan. 2009. Gizi, dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers Departemen Kesehatan RI. 1982. Buku Pegangan

Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Jakar-ta: Depkes RI

Eby, D.K. 2007. Primary Care at Th e Alaska Na-tive Medical Center: A Fully Deployed New Model of Primary Care. Imcmadonal Journal of Circumpolar Health, 66 (Supl)

(7)

Mempe-ngaruhi Balita Berkunjung ke Posyandu. http:// tm.lib.itb.ac.id. 16 April 2009

Murti, B. 1995. Prinsip, dan Metode Riset Epidemolo-gi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan, dan Perilaku Kes-ehatan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Rust, G., Baltrus, P., Ye, J., Daniels, E., Quarshie, A., Boumbulian, P. and Strothers, H. 2009. Presence of A Community Health Center, and Uninsured Emergency Department Visit Rates in Rural Counties. Th e Journal of Rural Health, 25 (1)

Sukiarko, E. 2007. Pengaruh Pelatihan dengan Me-tode Belajar Berdasarkan Masalah dalam Kegiatan Kader Gizi Posyandu: Studi di Ke-camatan Tempuran Kabupaten Magelang.

Jurnal Media Medika Indonesia. 42 (3): 103-147

Shi, L., Starfi eld, B., Xu, J., Politzer, B. and Regan, J. 2003. Primary Care Quality: Community Health Ceanter, and Health Maintenance Or-ganization. Shouthern Medical Journal, 96 (8) Supariasa, I.D. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

EGC

Syafei, M. 2008. Pemberdayaan Kader dalam Revita-lisasi Posyandu. http://www.lrc-kmpk.ugm. ac.id/id/UP-PDF/working/No.14 M Syafei 04 08.pdf. 20 April 2009

Tim Pembinaan UKS Pusat. 1995/1996. Buku Petun-juk Pelaksanaan Cara Pengisian KMS Anak Sekolah Dasar, dan Madrasah Ibtidaiyah. Pu-sat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi

Referensi

Dokumen terkait

#erdasarkan hasil pengukuran awal yang telah kami lakukan dil!kasi pekerjaan maka dengan ini kami mengusulkan agar dilakukan addendum 102.1 9 pekerjaan tambah kurang ;

で、ただでさえ多くの論点があるこの間題に関して一概に「00新聞は00論」とは言い

Java bukan turunan langsung dari bahasa pemrograman manapun, juga sama sekali tidak kompetibel dengan semuanya.. Java memiliki keseimbangan menyediakan mekanisme

Dewa Ketut Puspaka,

Pemahaman bahwa semakin sulitnya mencari bahan baku bambu Hitam berpengaruh pada kesadaran masyarakat (pengguna) untuk melakukan konservasi dengan cara penanaman

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

kekurangannya.pendapatan dari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan proyek atau pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini peningkatan tarif atau juga