BAB II DASAR TEORI 2.1 ALIGNMENT
2.2.1 Definisi Alignment
Alignment adalah posisi senter-senter rotasi dari dua buah shaft atau lebih dalam satu sumbu (co-linear ) ketika mesin beroperasi dalam keadaan normal. Co-linear (satu sumbu) maksudnya adalah setiap shaft akan berputar pada satu garis sumbu. Satu atau lebih shafts dalam garis lurus yang sama dianggap co-linear, atau dalam garis lurus yang sama.
2.2.2 Fungsi Alignment
Mencegah kerusakan prematur pada coupling atau bearing akibat ketidak-colinear-an pada 2 (dua) atau lebih mesin/alat yang berputar bersama (misalignment). Ketidaksumbuan shaft mengakibatkan terjadinya gaya sentrifugal dan akan menimbulkan getaran yang tinggi serta mempercepat kerusakan elemen mesin terutama pada bearing. Contoh hubungan pada pompa sentrifugal yang digerakkan oleh sebuah motor listrik yang dihubungkan oleh kopling fleksibel. Antara shaft motor dan shaft pompa harus satu sumbu.
2.2.3 Keuntungan Mesin di Alignment
1. Mengurangi beban axial dan radial yang berlebih pada bearing sehingga akan berdampak pada umur bearing dan stabilitas rotor pada kondisi operasi dinamis. 2. Mengurangi kemungkinan shaft patah akibat kelelahan cyclic.
4. Mengurangi pelenturan shaft dari adanya gaya di titik transmisi pada kopling ke bearing.
5. Level vibrasi yang lebih rendah pada casing mesin, rumah bearing dan rotor. 6. Memperpanjang MTBF
7. Menghemat pemakaian tenaga listrik. 2.2.4 Kerugian Mesin di Alignment
1. Konsumsi energi ( listrik, bahan bakar, steam) penggerak meningkat sekitar 5 s.d 10%.
2. Beban yang diderita mesin bertambah, umur bearing berkurang dengan bertambahnya beban.
3. Kerusakan prematur pada bearing, poros, seal, kopling, dll. 4. Temperatur tinggi pada casing, bearing atau minyak lubrikasi. 5. Kebocoran pada sealnya bearing, mechanical seal.
6. Kopling menjadi panas dan cepat rusak.
7. Baut koping mudah kendor atau patah. Baut pondasi kendor. 2.2.5 Jenis-Jenis Misalignment
A. Misalignment sejajar (offset misalignment)
Misalignment offset, juga dapat disebut misalignment pararel dilihat dari jarak sumbu antara dua poros dan biasanya di ukur dalam seperseribu inchi.
Gambar 2.1 Offset misalignment (Sumber: Tarigan, 2017)
Offset dapat terjadi pada bidang vertical maupun horizontal. Gambar dibawah dapat menjelaskan offset, ditunjukkan dua poros yang berdekatan yang pararel satu sama lain tetapi tidak satu sumbu (ada jarak diantara kedua garis sumbu poros). Secara teori, offset diukur pada garis sumbu kopling.
B. Misalignment menyudut (angular misalignment)
Angular misalignment juga disebut face alignment. Angular misalignment dilihat dari kondisi dimana poros tidak pararel tapi tidak ada offset (tidak ada jarak antara kedua garis sumbu poros).
Gambar 2.2 Angular misalignment (Sumber: Tarigan, 2017)
Keadaan ini diilustrasikan pada gambar dibawah. Dengan angular misalignment, mungkin terjadi kedua poros berada pada bidang yang sama dengan disatukan permukaan kopling yang sama tapi tercipta sudut antara dua poros. Angular misalignment adalah keadaan dimana terbentuknya sudut antara dua sumbu poros, biasanya disebut slope atau rise over run yang diukur dalam satuan perseribu inci, sedangkan sudut yg terbentuk dalam satuan derajat. Kondisi ini pasti terjadi pada bidang horizontal dan vertical. Gambar dibawah menjelaskan sudut-sudut yang terbentuk dalam angular misalignment.
Gambar 2.3 Sudut angular missalignment (Sumber: Tarigan, 2017)
C. Misalignment kombinasi (combination misalignment)
Combination or skewed misalignment terjadi ketika poros tidak lurus (parallel) maupun memotong pada kopling. Gambar 5 menunjukkan 2 poros yang miring, kondisi ini merupakan masalah yang sering ditemui pada ketidaklurusan (misalignment). Jenis misalignment ini dapat terjadi di bidang horizontal ataupun vertical atau di keduanya. Sebagai perbandingan lihat gambar 6 dimana menunjukkan 2 poros yang mempunyai angular misalignment tapi tidak terbentuk offset (tidak tercipta jarak antara 2 sumbu poros).
Gambar 2.4 Combination misalignment (Sumber: Tarigan, 2017)
2.2 PINCHROLL
Pinchroll adalah salah satu measuring device dan clamping device pada fasilitas double side shear untuk menahan plate tetap lurus pada jalur saat pemotongan. Pada double side shear sendiri pinchroll terdapat delapan buah masing masing berada pada bagian entry empat buah yaitu entry top fix side, entry bottom fix side, entry top move side, dan entry bottom move side serta bagian delivery empat buah yaitu delivery top fix side, delivery bottom fix side, delivery top move side, dan delivery bottom move side. Besarnya diameter pinchroll 700 mm.
Gambar 2.5 Pinchroll double side shear (Sumber: Triadi, 2012)
Perawatan untuk pinchroll itu sendiri dengan menjaga scrapper pada pinchroll tetap baik karena berguna untuk membuang scale pada pinchroll, jika scrapper sudah terkikis maka harus langsung diganti agar pinchroll tidak abrasi dan produk tetap baik.
Gambar 2.6 Scrapper
Fungsi dari scrapper itu sendiri untuk menjaga pinchroll tetap bersih dari scale baja saat proses produksi. Serta terdapat empat buah cylinder hydraulic masing-masing berada pada bagian top pinchroll karena berfungsi untuk menaikan dan menurunkan pinchroll saat proses produksi.
2.3 PLATE ROLLING PLANT
Plate rolling plant merupakan pabrik yang memproduksi produk terakhir dari slab sebagai material dan akan diproses dengan pemanasan ulang (reheating), perolingan (rolling line) dan pemotongan (shearing line) sesuai dengan permintaan konsumen. Produk akhir dari pabrik ini dinamakan sebagai plate. Plate merupakan baja lembaran dengan ketebalan 6mm sampai 150mm. Sebuah proses yang menghasilkan produk akhir berupa steel plate dari slab sebagai bahan mentahnya melalui proses pemanasan ulang, pengerolan dan pendinginan yang merubah slab menjadi steel plate.
Gambar 2.7 Layout rolling line (Sumber: Triadi2012) 2.3.1 Reheating Furnace
Proses pertama dari pembuatan steel plate dari slab adalah proses reheating slab yang merupakan bahan material untuk proses rolling yang akan dimasukkan (charging) kedalam reheating furnace dengan menggunakan mekanisme pusher lalu dinaikkan temperaturnya sesuai target temperatur yang diinginkan.
Gambar 2.8 Layout reheating furnace (Sumber: Triadi, 2012)
Setelah proses pemasukan (charging) selesai slab akan bergerak secara kontinu dari entry side furnace menuju delivery side dengan menggunakan mekanisme walking beam. Setelah proses pemanasan (reheating) selesai, slab akan dikeluarkan dari furnace dengan menggunakan slab extractor. Tujuan utama untuk mempermudah proses rolling dan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanis yang diinginkan seperti strength dan toughness.
Gambar 2.9 Body of reheating furnace (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.2 Hot Scale Breaker
Alat ini berfungsi untuk menghilangkan permukaan slab dari oksida scale dengan cara menyemprotkan air dengan tekanan 100~160 kg/cm2 ke permukaan atas maupun bawah slab. Karena, permukaan slab saat berada didalam furnace akan menghasilkan lapisan oksida yang disebabkan karena adanya reaksi dengan oksigen (biasa disebut primary scale atau first scale ). Lapisan oksida ini berbeda sifatnya dengan material slab seperti nilai keuletan, kekerasan sehingga akan mengakibatkan cacat apabila lapisan oksida ini tidak mampu dihilangkan.
2.3.3 Finishing Mill
Proses rolling merupakan proses metal forming yang bekerja dengan cara melewatkan material yang ingin dibentuk kedalam sepasang roll yang telah diatur jaraknya dan salah satu proses yang penting untuk memastikan bahwa tidak hanya target ketebalan tercapai tetapi juga temperatur akhir pengerolan (finished rolling temperature) tercapai pada kisaran temperatur tertentu. Pengontrolan yang cukup juga dibutuhkan untuk menghindari terbentuknya pelat yang bergelombang (plate wave) maupun melengkung (camber).
Gambar 2.10 Finishing mill (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.4 Accelerated Cooling Process
Setelah proses pengerolan, dilakukan proses accelerated cooling (Pendinginan cepat, ACC) untuk menghasilkan baja dengan sifat mudah dilas dan memiliki keuletan tinggi. Hasil proses accelerated cooling biasa disebut dengan TMCP (thermomechanical control process) steel. Proses ini memiliki cara kerja dengan menyemprotkan air secara langsung ke as rolled plate sehingga terjadi pendinginan yang sangat cepat. Proses TMCP mampu meningkatkan kekuatan material tanpa membutuhkan paduan elemen tertentu. Proses ini dilakukan pada daerah temperatur transisi material (900-700) dengan memperhitungkan finish roling temperature dan start cooling temperature.
Gambar 2.11 Proses accelerated cooling (Sumber: Triadi, 2012)
T
T
SC
FC
T
Setelah slab mencapai temperatur target (T0) slab dikeluarkan. kemudian slab siap untuk di roll. Proses pengerolan sendiri dilakukan dalam 2 tahap atau 1 tahap. Untuk kasus 2 tahap rolling (phase), pada tahap pertama slab dirolling untuk mancapat target akhir temperatur T4, kemudian di roll lagi untuk mencapai target thickness dan temperatur T5 (FRT). Setelah proses rolling selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan cepat dengan menggunakan peralatan accelerated cooling dalam lama waktu tertentu.
Tabel 2.1 Istilah dalam proses accelerated cooling (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.5 Hot Levelling
Setelah proses rolling selesai, proses hot leveling dilakukan untuk memastikan pelat yang dihasilkan memiliki flatness yang baik. Hot leveling biasanya dilakukan pada saat temperatur pelat 550 ℃ ~ 950 ℃.
Gambar 2.12 Prinsip proses levelling (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.6 Shearing Line
Sebuah proses lanjutan dari rolling line yang didalamnya terdapat proses pendinginan dan pemotongan steel plate yang disesuaikan karakteristik bentuk berupa tebal dan datar dengan kebutuhan konsumen.
Gambar 2.13 Layout shearing line (Sumber: Triadi, 2012)
Salah satu tujuan shearing adalah untuk membagi mother plate sesuai dengan ukuran yang dipesan. Tujuan lain dari shearing adalah untuk memotong head crop dan tail crop.
Gambar 2.14 Pemotongan plate (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.7 Colling Bed
Mendinginkan plate yang telah diproses di rolling line dari temperatur maximum 900 OC menjadi max 200 OC dan memindahkan dari rolling line ke shearing line.
2.3.8 Crop Shear
Fungsi dari Crop shear ialah memotong mother plate bagian kepala dan ekor dari plate hingga menjadi desain plate dan juga mengambil test piece untuk memastikan quality assurance .
Gambar 2.15 Crop shear (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.9 Double Side Shear
Double side shear adalah salah satu fasilitas yang terdapat di plate rolling plant yang berfungsi untuk memotong bagian samping atau sisi lebar dari mother plate sesuai pesanan customer, di mesin ini juga terdapat pinchroll sebagai clamping device plate saat pemotongan.
Gambar 2.16 Double side shear (Sumber: Triadi, 2012)
2.3.10 Divide Shear
Divide shear berfungsi memotong intermediate plate menjadi plate produk sesuai dengan permintaan customer, divide shear juga mesin terakhir untuk pemotongan plate yang proses selanjutnya plate akan masuk pada proses marking serta melewati inspection team dan selanjutnya plate yang sudah masuk kategori baik akan masuk warehousing dan siap dikirim ke customer.
Gambar 2.17 Divide shear (Sumber: Triadi, 2012)
2.4INSPEKSI PRODUK
Proses inspeksi tetap dilakukan baik untuk memenuhi permintaan pelanggan maupun tidak, dengan inspeksi juga dapat ditentukan pelat itu baik ataupun cacat.
Cacat pada pelat baja yang dapat mengurangi kualitas atau tidak dapat diterima pelanggan, adapun hal-hal yang harus diinspeksi:
a. Dimensi : Ketebalan pelat, lebar dan panjang b. Bentuk : Flatness, squareness dan camber
c. Appearence : Bentuk dari sisi hasil pemotongan, cacat permukaan, retak permukaan, goresan (scratch).
2.4.1 Inspeksi Dimensi
Secara umum, dimensi pelat memiliki arti tebal, lebar dan panjang. Ada beberapa jenis tebal pada baja seperti : W/S thickness (tebal pada sisi work side), C/N thickness (tebal pada bagian tengah ), D/S thickness (tebal pada drive side).
Tabel 2.2 Inspeksi dimensi pelat baja (Sumber: Cristian, 2012)
Arah panjang lebih panjang daripada arah lebar plate. Jika arah pengerolan menjadi sangat penting maka perbedaan dari arah panjang dan lebar harus terlihat jelas. Pemuaian dan prediksi terhadap error / kesalahan harus diperhatikan karena proses pemotongan pelat dilakukan saat pelat masih panas.
Gambar 2.18 Inspeksi dimensi pelat baja (Sumber: Cristian, 2012)
Untuk mengurangi cacat karena dimensi berikut teknologi yang digunakan dari tahun ke tahun.
Tabel 2.3 Perkembangan teknologi cacat dimensi (Sumber: Cristian, 2012)
2.4.2 Inspeksi Bentuk
Secara umum kualitas bentuk dipengaruhi oleh faktor kerataan (flatness), camber, warp, dan crown.
a. Kerataan (flatness)
Sisi tengah atau kedua sisi samping motherplate membentuk pola lengkungan (wave).
Gambar 2.19 Inspeksi bentuk pelat baja (Sumber: Cristian, 2012)
b. Camber
Garis tengah pelat melengkung kearah kanan atau kiri penyebab camber :
 Adanya kegagalan pada proses shearing akibat dari kesalahan perakitan pisau potong
 Adanya kerusakan pada pinchroll seperti keausan yang tidak rata maupun tearing  Adanya stress annealing akibat proses pemotongan pelat.
Teknologi untuk mengontrol flatness sebagai berikut
Tabel 2.4 Perkembangan teknologi mengontrol flatness (Sumber: Cristian, 2012)
c. Crown
Ketebalan pada sisi tengah maupun kedua sisi samping berbeda akibat dari proses pemotongan pada arah melebar. Umumnya, pada posisi tengah lebih tebal daripada kedua sisi samping (bentuk pelat menjadi cembung).
Gambar 2.20 Crown (Sumber: Cristian, 2012)
Adapun teknologi pengontrolan crown pada produksi baja sebagai berikut: Tabel 2.5 Perkembangan teknologi mengontrol crown
(Sumber: Cristian, 2012)
d. Deformasi pelat
Hal yang paling penting dalam pengaturan kualitas bentuk adalah pengontrolan deformasi pelat. Deformasi pelat dibagi menjadi C-curve (camber), wave, dan curl (keriting pada ujung depan dan belakang pelat).
Metode pengontrolan deformasi pelat:
 Gutter : meminimalisir perbedaan temperatur antara sisi atas dan bawah pelat.  Curl : meminimalisir perbedaan temperatur pada permukaan atas dan bawah
 Camber : meminimalisir perbedaan temperatur dalam arah melebar pada saat proses accelerated cooling.
2.4.3 Inspeksi Permukaan
Cacat permukaan terdiri dari pre-processing defects dan main process defects. Pre-processing defects adalah cacat permukaan yang disebabkan oleh cacat yang ada pada bagian dalam dan luar pada slab yang muncul setelah proses rolling. Main process defects adalah cacat yang disebabkan oleh kesalahan dari fasilitas plate rolling, manufaktur dan transportasi.
Tabel 2.6 Inspeksi permukaan (Sumber: Cristian, 2012)
2.5 METODE CHECKSHEET TAHUN 2016
Pada tahun 2016 terdapat banyak defect yang disebabkan oleh pinchroll alignment mencapai angka 0,025% dari 1.344.100 Ton jumlah produksi atau sekitar 301,52 Ton produk baja yang terkena reject.
Gambar 2.21 Metode Alignment 2016 (Sumber: Cristian, 2012)
toleransi yang ingin didapatkan diangka 0,10 pada proses alignment pinchroll. Serta, pada metode lama ini tidak diatur arah besaran untuk masing-masing pinchroll. Sehingga pada tahun 2016 didapat jumlah defect yang dihasilkan dari checksheet tersebut diangka 0,25% defect dari jumlah produksi selama satu tahun. Terdapat pada tabel di bawah ini
Tabel 2.7 Jumlah Defect 2016
Data akumulasi jumlah defect kode 42 Tahun 2016
Tanggal Defect (%) Produksi (Ton) Jumlah Defect (Ton)
Jan-16 0,02 131100 26,22 Feb-16 0,03 115000 34,5 Mar-16 0,01 120000 12 Apr-16 0,02 110000 22 Mei-16 0,02 105000 21 Jun-16 0,02 120000 24 Jul-16 0,03 125000 37,5 Agt-16 0,02 104000 20,8 Sep-16 0,02 124000 24,8 Okt-16 0,03 99000 29,7 Nov-16 0,02 98000 19,6 Des-16 0,03 98000 29,4 0,025 (Ave) 1.344.100 301,52
Pekerjaan alignment pada tahun 2016 dilakukan selama 5 jam, dan dilakukan
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Jumlah Defect (Ton)
selama satu minggu sekali. Karena terjadi pergeseran nilai dari alignment yang menye babkan plate cutting chips dan defect.
Tabel 2.8 Data Alignment 2016
Toleransi Interval Waktu Alignment Waktu Pekerjaan Keterangan 0,10mm 7 hari sekali 5 jam Mencapai nilai toleransi 2.6CACAT PRODUK EFEK PINCHROLL
Cacat produk pada proses produksi baja banyak sekali penyebabnya, salah satunya adalah cacat produk karena efek pinchroll yang misalignment. Kode cacat pada proses produksi pun banyak kodenya mulai dari angka 1 hingga 90. Namun kode cacat karena pinchroll diberi kode 42 dan 43 pada perusahaan baja seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.9 Kode cacat pinchroll (Sumber: Sahid 2012)
Dari Tabel diatas tercantum penjelasan terkait cacat produk karena pinchroll di kode 42 dan 43. Berikut contoh gambar cacat produksi baja karena efek pinchroll.
Gambar 2.22 Mark Pinchroll
Dapat dilihat pada Gambar 2.22 terdapat cacat bekas pinchroll mark yang ditandai dengan penunjuk merah pada pelat baja, yang membuat pelat baja tersebut harus di reject.
Gambar 2.23 Mark Scale Pinchroll
Pada Gambar 2.23 terdapat cacat pada pelat baja berupa coak pada pelat baja yang diakrenakan pinchroll yang kotor yang ditandai dengan penunjuk merah pada gambar, yang membuat pelat baja tersebut harus di reject dan tidak bisa dikirim kepada customer.
Gambar 2.24 Sisa Pemotongan
Pada Gambar 2.24 diatas terdapat sisa pemotongan pada pelat baja yang seharusnya ikut terpotong jika pinchroll dan piau sejajar dengan baik. Pada gambar tersebut termasuk defect yang masuk kategori yang disebabkan oleh pinchroll.