• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara hukum atau rechtstaat di Indonesia sudah sangat jelas termaktub dalam Pasal 1 ayat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara hukum atau rechtstaat di Indonesia sudah sangat jelas termaktub dalam Pasal 1 ayat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Negara Hukum

Negara hukum atau rechtstaat di Indonesia sudah sangat jelas termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan, bahwa “Negara Indonesiaadalah negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan1. Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum. Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di negara hukum, hukum tidak boleh mengabaikan

“rasa keadilan masyarakat”.Secara formal

istilahnegarahukumdapatdisamakandenganrechtstaatataupunrule of law, mengingatistilahtersebutmempunyaiarah yang sama, yaitumencegahkekuasaanabsolute demi pengakuandanperlindunganhakasasi2.Selainitu pula adapendapatberbedayaituPhilipus M. Hadjon3 yang tidakmenyetujuiistilah Negara hukumdisamakandenganRechstaatataupunRule Of

Law,

lebih-lebihlagikalauhalitudikaitkandengankonseptentangpengakuanakanharkatdanmartabatmanusia.Le

bihlanjutbeliaumembedakanantaraRechstaatdenganRule Of

lawberdasarkanlatarbelakangdansistemhukum yang menopangkeduaistilahtersebut

1Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hlm, 46

2

Azhary.Negara Hukum Indonesia (AnalisisYurridisNormatifTentangUnsur-unsurnya).UI-Press, Jakarta, 1995, hlm 32

3

(2)

Berdasarkan uraian di atasMoh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim4mengemukakanbahwa yang dimaksud dengan negara hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanyaakanberlakudenganbaik jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan

bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

Prinsippentingdalamnegarahukumadalahperlindungan yang sama(equal protection) ataupersamaandalamhukum (Equality Before The Law),sependapatdenganhaltersebut, A.V Dicey5mengatakanbahwa berlakunya Konsep kesetaraan dihadapan hukum (Equality Before The

Law),adalah di mana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun berada di

atas hukum (above the law).

Konsepnegarahukumdapatdibedakansebagaiberikut.AstimRiyanto6membaginyadalamtigaba

gianyakni;

1. Konsepnegarahukum yang liberal

2. KonsepnegaraHukum yang formal

3. KonsepnegaraHukum yang substantive/material

Pengertian Negara hukum Liberal adalahnegarahukum yang

hanyamenjagaketertibanmasyarakat,

dantidakterlaluaktifdalammenjagakeperluanrakyat.Sedangkan Negara hukum formal yang dimaksudadalahbahwanegaradimanapemerintahannyadanseluruhcabangpemerintahannyatundu kkepadahukumtertulis yang berlakusepertikonstitusidanUndang-undang, kemudian yang

4Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm.153 5Lihat.Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,Refika Aditama, Bandung 2009, hlm 3 6Ibid. hlm 26

(3)

dimaksuddengannegarahukum material adalahnegara yang didasarkankepadahukum, tetapitidakterbataskepadahukum yang formal semata-mata, melainkanhukum yang adil yang mengutamakankesejahteraanrakyat.Dalamrangkamewujudkanhaltersebutdiperlukanperaturanpe

rundang-undangan yang mampumengedepankannilai-nilaikeadilan, kepastianhukum,

dankemanfaatansebagaitujuanhukumdalamsuatunegara.Karenaitu, yang

dimaksudkandengannegarahukumadalahsuatusistemkenegaraan yang diaturberdasarkanhukum yang berlakudanberkeadilan yang terususundalamsuatukonstitusi.

Rumusannegarahukum di Indonesia sendiriberbedadengankonsep Negara hukum

yangberlaku dinegara-negaraAnglo SaxondanEropa Continental,

perbedaaniniterutamakarenapandanganhidupdanlatarbelakangsejarah Indonesia,

karenaitukonsepnegarahukum di Indonesia pun

dengansendirinyajugaberbedadengannegarahukum liberal. Sebagaimanatelahdikemukakan di atas, bangsa Indonesia tidakmemilihkonsepbarat (rechtstaat)ataupunkonsepanglosaxon (rule of

law) yang mengandungbeberapaunsurutamadiantaranya7.

1. BersumberpadaPancasila

Penjelasanumumbagian III UUD 1945 mengatakan :

“Undang-undangDasarmenciptakanpokok-pokokpikiran yang

terkandungdalampembukaandanpasal-pasalnya. Pokokpikiraninimewujudkancita-citahukum (rechtsidee) yang menguaasaihukumdasar Negara, baikhukum yang tertulis (Undang-undangDasar) maupunhukum yang tidaktertulis”.

Makatampaklahmewujudkancita-citahukum yang

menguasaihukumdasarnegaratertulisdantidaktertulis.Memperhatikan kata

menguasai,berartihukumdasartidakbolehbertentangandengan yang menguasai,

7Azhary.Op. Cit. hlm 120

(4)

yaituPancasila.RoeslanSaleh8berpendapatbahwadenganmemperhatikanpenempatandanfungsiPa

ncasiladalampembukaanmakaPancasilamerupakanGrundnorm yang

lebihluasdariartiGrundnormmenurut Hans Kelsen,

karenameliputiseluruhnormakehidupanbangsa Indonesia. Inilah yang

menjadiunsurutamanegarahukum Indonesia, yaituhukumbersumberpadaPancasila.Selainitu

pulapancasilamerupakanpandanganhidupbangsa Indonesia yang

jugamerupakanideologinegara.

2. Sistemkonstitusi

Konstitusiadalahhukumdasar yang

dijadikanpegangandalampenyelenggaraansuatunegara9.Konstitusidapatberupahukumdasar

yang tertulis yang lazimdisebutUndang-UndangDasar ,dandapat pula tidaktertulis . dan

Indonesia merupakan Negara yang

memilikikonstitusisecaratertulisyakniditandaidenganLahirnyaUndang-UndangDasar 1945 yang telahmengalami metamorphosis daribeberapafaseperubahan, dimanapadaisinyamencakupdasar-dasarnormatif yang berfungsisebagaisaranapengendali (tool of social and political control)terhadappenyimpangandanpenyelewengandalamdinamikaperkembanganzamandansekali

gussaranapembaruanmasyarakat (Tool of social and political reform)

sertasaranaperekayasaan(Tool of social and political engineering)kearahcita-citakolektifbangsa

Indonesia10.Dengandemikiandapatdikatakanbahwasalahsatuaspekkonstitusionalpenyelenggraan

negarahukum di Indonesia adalahpersoalanyang berkaitandenganlandasannegara yang berasaldarisumberhukumtertulis

2.2 Pengertian Implementasi 8Azhary.Loc.Cit.

9JimlyAsshidiqqie, KonstitusidanKonstitusionalisme Indonesia.Sinar Grafika.2010. Jakarta. hlm 29 10Ibid. hlm. 30

(5)

Pembahasan tentang pengertian implementasi tentunya mengarah pada masalah penerapan/pelaksanaan suatu aturan atau sebuah kebijakan. Definisi tentang implementasi dapat dilihat dalam Kamus Bahasa Ilmiah11 adalah penerapan atau pelaksanaan. Selain itu, tidak jauh berbeda dengan pengertian sebelumnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diartikan Implementasi sebagai:(1) pelaksanaan,(2) penerapan12.Dalam hubungannya dengan penulisian skripsi ini dapat disimpulkan bahwa implementasi diberi batasan pada kenyataan tentang pemberlakuan atau penerapan naskah akademik dalam perancangan sebuah Peraturan daerah dan peraturan Perundang-Undangan.

2.3 Naskah Akademik

Suatu tahapanpenyusunan Rancangan Peraturan perundang-undangan memerlukan pengkajian atau penelitian hukum guna memperoleh data dan informasi yang komprehensif serta relevan dengan materi yang hendak diatur.Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman G-159.PR.09.10 Tahun 1994 Naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi Perundang-Undangan (materi Hukum) bidang tertentu yang telah di tinjau secara sistematik, holistic-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu.

Definisi lain dari naskah akademik “muncul” secara tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang. Selain itu pula, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan memberikan definisi NA dalam Pasal 1 ayat (11) bahwa “Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil

11Pius A. Partantodan M Dahlan Al Barry.KamusBahasaIlmiah.Arkola. 2001. Surabaya. Hlm 247

12Tim PenyusunKamusPusatBahasa. KamusBesarBahasa Indonesia.PusatBahasaDepartemenPendidikanNasional,

(6)

penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat”.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden , Pasal 1 angka 7 memberi pengertian bahwa ” Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Undang-Undang”

Beberapa pakar hukum memberikan definisi beragam mengenai NA diantranya menurut Ali13 bahwa Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan, ide tentang pengaturan dan materi suatu peraturan Perundang-Undangan tertentu. Seperti pendapat sebelumnya Harry Aleksander14 memberikan definisi bahwa Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan Perundang-undangan bidang tertentu disebut naskah akademik Perundang-Undangan.

Selain itu Menurut Moh. Hasan Wirahadikusuma15 naskah akademik adalah naskah yang memuat gagasan-gagasan pengaturan suatu materi hukum yang telah di tinjau dari berbagai aspek hukum, dilengkapi dengan kerangka referensi yang memuat urgensi konsepsi, landasan dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-normanya secara alternatif disajikan dalam bentuk uraian yang sitematis.

13

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.131

14Lihat.Mahendra Putra Kurnia dkk, Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif, Penerbit Kreasi Total Media,

Yogyakarta, 2007, hlm.30

(7)

Memperhatikanberbagai definisi dan pendapat mengenai Naskah akademik di atas, dapat disimpulkan bahwa naskah akademik merupakan naskah yang lahir dari berbagai gagasan pengetahuan yang telah melalui berbagai proses identifikasi, klasifikasi, dan analisis bagi permasalahan yang timbul di tengah-tengah masyarakat.

2.4 Perancangan Peraturan Daerah

Perancangan peraturan daerah merupakan salah satu tahapan yang sangat urgen dalam pembentukan peraturan daerah. Sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 39 Undang-undang No 12 Tahun 2011 bahwa “Perencanaan Peraturan daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Program Legislasi Daerah Kabupaten/Kota”, dan Pasal 40 “Ketentuan mengenai perencanaan penyusunan peraturan daerah provinsi sebagaimana dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 38 berlaku secara mutatis mutandis terhadap perencanaan, Penyusunan Peraturan Daerah kabupaten/kota”.

Sebelum hendak disahkan menjadi peraturan daerah sebuah ranperda akan melalui berbagai tahapan yakniIdentifikasi isu dan masalah, Identifikasi legal baseline atau landasan hukum, dan bagaimana peraturan daerah(Perda) baru dapat memecahkan masalah, Penyusunan Naskah Akademik, Penulisan Rancangan Perda, Penyelenggaraan Konsultasi Publik,Revisi Rancangan PerdaApabila diperlukan, melakukan konsultasi publik tambahan, Pembahasan di DPRD, Pengesahan Perda16.Perancangan peraturan daerah yang telah mendapat persetujuan bersama antara lembaga legislatif dan eksekutif di daerah yang bersangkutan, harus diajukan kepada menteri dalam negeri untuk dinilai sebagaimana mestinya. Melalui mekanisme demikian, produk peraturan Daerah oleh pemerintahan daerah provinsi, Kabupaten, dan kota di seluruh indonesia akan dapat terkontrol dengan baik.

16Legislative Strengthening Team .Legal Drafting: PenyusunanPeraturan Daerah. Penerbit(LGSP) Local

(8)

Peraturan daerah Merupakan bagian integral dari konsep peraturan Perundang-Undangan. Seperti yang jelaskan dalam Bab I (satu) ketentuan umum, Pasal 1 Ayat (8) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota, dan pada ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi adalah peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

Bagir Manan17,mengemukakan bahwa Peraturan Perundang-Undangan Daerah diartikan Sebagai peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan Perundang-Undangan tingkat daerah. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang ada di atasnya dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.Selain itu pula Jimly Asshidiqie18 mengemukakan pengertian Peraturan Daerah adalah salah satu bentuk undang-undang atau ”statute”yang dikenal dalam literatur adalah “Local Statute”, maka peraturan daerah juga dapat dilihat sebagai Undang-undang yang bersifat lokal. Selanjutnya menurut Irawan Soejito19 Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh penguasa tertentu, yakni kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan, dan harus memeuhi syarat formal tertentu untuk dapat mempunyai kekuatan hukum

2.5 Kedudukan Hukum Naskah Akademik Dalam Peraturan Daerah

Naskah Akademik merupakan wujud nyata dari partisipasi masyarakat dalam rangka

17Mahendra P. Kurnia, Op.Cit, hlm.18 18

JimlyAsshiddiqie, PerihalUndang-Undang.RajagrafindoPersada. Jakarta, 2011, hlm 63

19Suprin Na’a,

Peraturan Daerah dalam Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Tadulako University Press, Palu, 2004, hlm. 57

(9)

pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah yang berbasis riset, karena output keterlibatan masyarakat (khususnya kalangan Akademik adalah terbentuknya sebuah Naskah Akademik. Oleh karena itu, perlu diketahui kedudukan hukum dari Naskah Akademik sebelum menerapkannya dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Diantarnya sebagai berikut :

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia1945 dalam Pasal 20, 20A (1), 21, dan 22A

Pasal 20. “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-undang” Pasal 20A (1)“Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan fungsi pengawasan”

Pasal 21 . “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajuka usul Rancangan Undang-undang“

Pasal 22A “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan Undang-undang diatur dengan Undang –undang”

2) Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Salah satu dampak yang terjadi dengan berlakunya Perubahan UUD 1945 tersebut adalah berlakunya Undang-Undang No 10 Tahun 2004 yang telah di gantidengan Undang-Undang No 12 Tahun 2011, merupakan amanah dari Pasal 22 A, yang di tetapkan pada perubahan Kedua UUD 1945.

Pasal 43 Ayat (3) “Rancangan Undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden,atau DPD, harus disertai dengan Naskah Akademik”

(10)

penyusunan Naskah Akademik”

Pasal 48 Ayat (1) “Rancangan Undang-undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik”

Pasal 56 Ayat (2) “Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) disertai dengan penjelasan, atau Keterangan Dan/atau Naskah Akademik”

Pasal 57 Ayat (1) “Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik”

Pasal 57 Ayat (2) “Ketentuan mengenai teknik penyusunan naskah akademik sebagaaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini”

Pasal 63. “Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota”

Penjelasan Umum : Poin(d). “Pengaturan Naskah Akademik sebgai suatu persyaratzan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, atau Rancangan Peraaturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota”

Lahirnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-udangan semakin mempertegas penggunaan Naskah Akademik dalam setiap Peraturan Perundang-undangan baik itu yang berasal dari Presiden, DPR, DPD, selain itu pula di tingkatan Peraturan Daerah, Naskah Akademik menjadi bagian persyaratan sebelum merancang Ranperda.

3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 139 Ayat (1) :

(11)

“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka pennyiapan atau pembahasan Rancangan peraturan Daerah”

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimanatelahbeberapa kali diubahdanterakhirdenganUndang-UndangNomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).Meskipun secara tidak langsung memberikan penegasan mengenai penyertaan Naskah Akademik dalam setiap Rancangan Peraturan Daerah namun dari Pasal di atas dapat di simpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat di tuangkan pula dalam Naskah Akademik sebagai bentuk masukan secara tertulis untuk mengetahui kebutuhan masyarakat akan hukum. Jean Jacques Rousseau20 mengatakan Undang-undang adalah suatu kehendak umum (Volonte generale) sehingga tujuannya selalu umum, suatu undang-undang yang terwujud dari kehendak umum maka akan menciptakan suatu tujuan umum, yakni kepentingan umum. Artinya setiap peraturan daerah dibuat harus didasari oleh kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara umum tanpa ada tendensi dan kepentingan lain yang justru dapat menyebabkan tidak efektifnya suatu peraturan daerah tersebut.

4) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 142 ayat (2) bahwa :

Rancangan Undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD disertai Penjelasan atau keterangan dan/atau NA

Penjelasan pasal di atas bahwa pada prinsipnya semua naskah rancangan undang-undang harus disertai Naskah akademik, tetapi beberapa rancangan Undang-undang seperti rancangan

(12)

Undang-undang tentang APBN, Rancangan Undang-undang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang, Rancangan Undang-Undang Tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, Atau Rancangan Undang-Undang yang hanya sebatas mengubah beberapa materi yang sudah memiliki Naskah Akademik sebelumnya dapat disertai atau tidak disertai Naskah Akademik

5) Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dalam Pasal 81 Ayat (2):

“Rancangan Peraturan Daeraha yang berasal dari DPRD atau Kepala Daerah disertai penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik

Penjelasan Pasal 81 Ayat (2) di atas memberikan pengertian bahwa pada prinsipnya semua naskah Rancangan Peraturan Daerah harus di sertai Naskah Akademik, akan tetapi beberapa rancagan Peraturan Daerah tentang APBD, Rancangan Peraturan Daerah yang hanya sebatas mengubah beberapa materi yang sudah memiliki Naskah Akademik sebelumnya dapat disertai atau tidak disertai Naskah Akademik

6) Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun Tahun 2005 tentang tata cara Penyusunan dan pengelolaan Pogram Legislasi Nasional

Pasal 13, menyebutkan bahwa :

“Naskah Akademik wajib disertakan dalam penyampaian, perencanaan, pembentukan Rancangan Undang-undang dalam hal Menteri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah Non Departemen telah menyusun Naskah Akademik Rancangan Peraturan Undang-undang”

Pengaturan ini mebawa konsekensi yuridis bahwa apabila menteri lain atau pimpinan lembaga pemerintah non Departemen tidak atau belum menyusun Naskah Akademik tidak wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan pembentukan rancangan Undang-undang

(13)

Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden

Pasal 1 Angka (7) disebutkan:

“Naskah Akademik adalah naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, dan ruang lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan Undang-undang”

Pasal 5 Ayat (1) :

“Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-undang dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan Undang-undang”.

Ayat (2)

“Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu”

8) Peraturan Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia Nomor M.HM-01.PP.01.01 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan (Selanjutnya disingkat Permenhukham Tentang NA)

Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

(1) Naskah Akademik adalah Naskah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, dan ruang lingkup, jangkauan, objek atau arah pengaturan Rancangan perundang-undangann”

(2) Penyusunan Naskah Akademik adalah Pembuatan Naskah Akademik yang dilakukan melalui suatu proses penelitian hukum dan penelitian lainnya secara cermat, komprehensif dan sistematis

2.6 Azas dan Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam pembentukan Peraturan Daerah harus sesuai dan berdasarkan asas hukum umum dan asas-asas hukum khusus pembentukan Peraturan Perundang-Undangan21. Asas-asas

(14)

pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau rambu-rambu dalam pembentukan perundang-undangan yang baik. Menurut Rosjidi Ranggawidjaja22 menyatakan bahwa suatu peraturan Perundang-Undangan yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki tiga landasan Landasan filosofis, Landasan sosiologis, dan landasan yuridis yang diuraikan sebagai berikut; a) Landasan Filosofis (filosofis grondslag) yakni filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa itu, b) Landasan Sosiologis

(Socciologische), yakni sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat, agar

Perundang-Undangan di taati oleh masyarakat dan tidak hanya menjadi huruf-huruf mati belaka, c) Landasan Yuridis (Juridische gelding), yakni landasan hukumyang menjadi dasar kewenangan

(bevoegdheid competentie) bagi peraturan perundang undangan. Pendapat lain diungkapkan oleh

Attamimi,23 bahwa pembentukan perundang-undangan yang patut adalah sebagai berikut.

a. Cita hukum Indonesia, yang tidak lain melainkan Pancasila (sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai Cita (idee). Yang berlaku sebagai “Bintang Pemandu”.

b. Norma Funamental Negara yang juga tidak lain melainkan Pancasila (Sila-sila dalam hal tersebut berlaku sebagai norma)

c. Asas negara berdasar atas hukum yang menempatkan Undang-undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam keutamaan hukum (der primat des Recht).

d. Asas Pemerintah berdasar Sistem Konstitusi yang menempatkan Undang-Undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan

Menurut Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Bab II Pasal 5 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan-Perundang-Undangan menjelaskan bahwa, dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan

22Op.Cit .hlm. 75-76

(15)

berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik, yang meliputi: 1. Asas Kejelasan tujuan, maksudnya adalah bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan haruus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

2. Asas Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, maksudnya adalah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lebaga atau pejabat pembentuk peraturan perunang-undangan yang berwenang, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. 3. Asas Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, maksudnya adalah dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya yang disesuaikan dengan tata urutan yang berlaku menurut undang-undang.

4. Asas Dapat dilaksanakan, Maksudnya adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.

5. Asas Kedayagunaan dan kehasilgunaan, maksudnya adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar di butuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyaarakat, berbangsa dan bernegara.

6. Asas Kejelasan rumusan, maksudnya adalah dalam membentuk setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-perundang-undangan, sehingga sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelakasanaannya.

(16)

perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Senada dengan pendapat di atas, M Solly Lubis24 mengemukakan ada tiga Landasan Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan, yakni:

b. Ladasan Filosofis Yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintah) ke dalam suatu rencana atau

draft peraturan negara.

c. Landasan Yuridis, ialah Ketentuan Hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan Perundang-Undangan,

d. Landasan Politis, ialah garis kebijaksanaan politis yang menjadi dasar selanjutnya bagi kehidupan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintah negara.

24Lihat.Suprin Na’a, Loc. Cit

Referensi

Dokumen terkait

4.2 Menyajikan hasil analisis tentang interaksi manusia dengan lingkungan dan pengaruhnya terhadap pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat Indonesia. 3.3 Menganalisis

Berkembang pemikiran dalam memunculkan konsep tentang “Makna” ke suatu taraf, dimana konsep tentang “bentuk” dan”fungsi” telah diterima, sebagai usaha membentuk

  peserta didik dapat Mempersiapkan pertunjukkan tari Nusantara di sekolah  memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik . dengan

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jadi, hipotesis pertama menyatakan bahwa variabel Actual atau

Target pasar produk ini adalah masyarakat umum baik yang tergolong menengah kebawah maupun menengah keatas, karena harga yang ditawarkan relative terjangkau dan memberikan

Dalam rangka mengantisipasi potensi dampak pemanfaatan air tanah yang tidak berlangsung dengan sebagaimana mestinya, maka penelitian ini menawarkan rekomendasi yaitu :

Proses pembentukan agama di lingkungan keluarga pada subyek dimulai sejak ia dilahirkan, orangtua mengajarkan dan mengenalkan mengenai nilai-nilai agama yang baik

Masalah yang pada umumnya muncul dalam pemeliharaan bangunan adalah terkait dengan nilai kesejarahan baik arsitektural, kota maupun budaya sebuah bangsa yang harus dihadapkan