• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS X JURUSAN BU2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN AJARAN 20172018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA KELAS X JURUSAN BU2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN AJARAN 20172018 SKRIPSI"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA

KELAS X JURUSAN BU2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA

TAHUN AJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Fadilah Nur Khasanah

111-14-011

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)
(3)

ii

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA

KELAS X JURUSAN BU 2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA

TAHUN AJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Fadilah Nur Khasanah

111-14-011

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya

(8)

vii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta Bapak Slamet Utomo dan Ibu Jariyah, yang

senantiasa mecurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun

materiil dan doa yang tak pernah putus untuk putri-putrinya

2. Adik-adikku tersayang Zahrotunnisak dan Kuni Farikhah yang selalu

mendukungku dan memberikan semangat

3. Segenap keluargaku yang selalu sabar membimbingku

4. Bapak Muhammad Mas’ud sekeluarga yang telah banyak membantuku

5. Bapak Wahyudhiana yang selalu sabar membimbingku dalam

penyusunan skripsi ini

6. Teruntuk seseorang yang terbaik yang kelak menjadi imamku

7. Kepada sahabat-sahabatku seperjuangan di kamar Maemunah Desi

Sarassanti, Suryanti, Liana Nurmawati, yang sangat spesial.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan di Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga

9. Sahabat-sahabat PAI angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan

belajar di IAIN Salatiga

10. Keluarga besar FK WAMA yang banyak membantu dan mengajiriku

apa arti paseduluran

11. Keluarga besar ITTAQO IAIN Salatiga yang banyak membantuku

(9)

viii

13. Teman-teman KKN di Tampir Wetan, Candimulyo, Magelang yang

memotivasiku.

14. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.

Penyusunan skripsi ini merupakan kajian sederhana tentang Peran Guru

Pendidikan Agama Islam dalam Membina Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas X

Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga. Penyusunan skripsi ini tidak akan

terwujud tanpa adanya do’a, bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Bapak Dr. Wahyudhiana, M.M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah ikhlas mencurahkan pikiran, waktu dan tenaganya dalam upaya

membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.

(11)

x

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membentu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku dirumah yang telah mendo’akan dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan

penuh kasih sayang dan kesabaran.

8. Keluarga besar SMK N 1 Salatiga yang telah memberikan penulis tempat

dalam mengadakan penelitian, sehingga terselesainya penulisan skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung

dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan

dan bantuan yang telah kalian berikan.

Semoga amal baik yang telah diberikan dapat diterima Allah SWT, dan

mendapat limpahan rahmat dari-Nya. Amin.

Terakhir, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh

dai kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik

dari pembaca sangat penulis harapkan, seingga dapat dijadikan bahan masukan

yang bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri dalam mengembangkan

penelitian yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Salatiga, 20 Agustus 2018

Penulis

(12)

xi

ABSTRAK

Khasanah, Fadilah Nur. 2018. Peran Guru PAI Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas X Jurusan BU 2 di SMK N 1 Salatiga Tahun 2018.

Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Bapak Dr. Wahyudiana, M.Pd.

Kata Kunci: Peran Guru PAI, Kecerdasan Spiritual, SMK N 1 Salatiga.

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran guru PAI di SMK N 1 Salatiga dalam membina kecerdasan spiritual serta faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam membina kecerdasan spiritual siswa kelas X jurusan BU 2 di SMK N 1 Salatiga.

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yakni wawancara dengan guru PAI, guru lain, dan sumber data sekunder yang berupa foto hasil observasi. Pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(13)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR

LEMBAR BERLOGO IAIN... i

HALAMAN SAMPUL DALAM... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN... iv

HALAMANPERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... ix

ABSTRAK... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Fokus Penelitian... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Definisi Operasional... 10

(14)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI... 16

A.Landasan Teori 1. Guru PAI... 16

a. Pengertian Guru PAI... 16

b. Syarat Guru dalam Islam... 18

c. Peran Guru PAI ... 22

d. Kompetensi Guru PAI... 28

2. Kecerdasan Spiritual... 30

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual... 30

b. Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual... 32

c. Cara Mengembangkan Kecerdasan Spiritual... 35

d. Faktor Penghambat Kecerdasan Spiritual... 42

B.Kajian Penelitian Terdahulu... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49

A.Jenis Penelitian... 49

B.Lokasi Penelitian... 49

C.Sumber Data dan Sampling... 50

D.Prosedur Pengumpulan Data... 51

E.Analisis Data ... 53

F. Pengecekkan Keabsahan Data... 54

(15)

xiv

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA... 57

a. Fakta Temua Penelitian... 57

1. Sejarah SMKN 1 Salatiga... 57

2. Letak Geografis SMK N 1 Salatiga... 60

3. Identitas Sekolah... 60

4. Visi dan Misi ... 62

5. Keadaan Guru di SMK N 1 Salatiga... 63

6. Keadaan Peserta Didik di SMK N 1 Salatiga... 64

7. Sarana dan Prasarana di SMK N 1 Salatiga... 65

8. Kegiatan Sekolah... 67

9. Gambaran Informan... 68

10.Hasil Wawancara dengan Guru PAI dan Siswa Kelas X Jurusan BU 2... 71

b. Analisis Hasil Penelitian... 79

1. Kecerdasan Spiritual kelas jurusan X BU 2 di SMK N 1 Salatiga... 80

2. Cara Guru Berperan dalam membina Kecerdasan SpiritualSiswa... 82

(16)

xv

BAB V PENUTUP... 87

A. Kesimpulan... 87

B. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Periode Tugas Kepala Sekolah... 60

2. Tabel 4.2 Guru di SMK N 1 Salatiga... 63

3. Tabel 4.3 Jenis Guru... 63

4. Tabel 4.4 Jenis Karyawan... 63

5. Tabel 4.5 Tenaga Administrasi dan Tata Laksana Rumah Tangga... 64 6. Tabel 4.6 Peserta Didik di SMK N 1 Salatiga... 64

7. Tabel 4.7 Gedung Kantor SMK N 1 Salatiga... 65

8. Tabel 4.8 Gedung Diklat... 66

9. Tabel 4.9 Gedung Bengkel ... 66

10.Tabel 4.10 Prasarana Sekolah... 67

11.Tabel 4.11 Ekstrakurikuler di SMK N 1 Salatiga... 67

12.Tabel 4.12 Informan kelas X BU 2... 69

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Pustaka

2. Pedoman Wawancara

3. Daftar Guru SMK N 1 Salatiga

4. Surat Pembimbing

5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Keterangan Penelitian

7. Lembar Konsultasi Skripsi

8. Daftar Nilai SKK

9. Daftar Riwayat Hidup

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

kelangsungan hidup manusia. Pendidikan bersifat mendasar, artinya

manusia tanpa pendidikan mungkin saja tidak akan bisa melangsungkan

hidupnya dengan baik. Kedewasaan seseorang akan terukur melalui

sebuah proses pendidikan. Artinya, seseorang yang telah menerima

pendidikan, maka akan merubah pola pikirnya, keterampilannya, dan

sikapnya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Tujuan pendidikan

telah tertuang dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, tercantum pengertian pendidikan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan

kualitas sumber daya manusia, terutama dalam proses pembangunan

nasional. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah

merupakan suatu langkah mendalam meningkatkan sumber daya manusia

(20)

2

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab, (Mulyasa, 2008:4).

Watak suatu bangsa merupakan cermin dari pendidikan nasional.

Terkait dengan hal itu, guru memiliki peran dan posisi yang amat strategis

dalam upaya membentuk watak bangsa. Terutama sebagai guru

Pendidikan Agama Islam, mereka harus mampu mengantarkan peserta

didik menuju nilai-nilai yang islami. Dalam hal ini, guru pendidikan

agama Islam sangat berperan dalam mewujudkannya.

Sudah menjadi gejala umum, bahwa bidang studi agama Islam

dianggap kurang menarik bahkan kurang diminati. Padahal Pendidikan

Agama yang semestinya dapat diandalkan dan diharapkan mampu

memberi solusi bagi permasalahan hidup saat ini, ternyata lebih

diarti-pahami sebagai ajaran, tidak didiarti-pahami dan dimaknai secara lebih dalam.

Agama hanya merupakan pendekatan ritual, simbol-simbol serta pemisah

antara kehidupan dunia dengan akhirat. Materi pelajaran berupa Rukun

Islam dan Rukun Iman diajarkan dengan cara yang sangat sederhana,

hanya sebentuk hapalan di otak kiri yang tanpa dimaknai (Ginanjar,

(21)

3

Menurut Kurikulum PAI tahun 2002 dalam Abdul Majid

(16:2012), mengungkapkan bahwa, Pendidikan Agama Islam di

sekolah/madrasah bertujuan untuk mennumbuhkan dan meningkatkan

keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,

pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,

ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan

pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

َّهَص ِاللّ ُلْىُسَر َلاَق :َلاَق عْيِزَس ِهْب ِدَىْسَلاا ِهَع

:َمَّهَسَو ًِْيَهَع ُاللّ ى

ىَهَع ُدِنَىُي دْىُنْىَم ُّمُك

)ىقهيبناو ىوازبطنا ياور هسح ثيدح( ًِِواَسِجَمُي ْوَأ ًِِواَزِصَىُيْوَأ ًِِواَدِىَهُي ياَىَبَاَف ِةَزْطِفْنا

Setiap yang terlahir dilahirkan dalam keadaan suci (memiliki kecenderungan beragama tauhid), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nashrani, (Juwariyah, 2010:4)

Setiap anak yang lahir terlahir dalam kondisi yang fithri, dan kedua

orang tuanya lah yang akan mengarahkan kefithrahan anak tersebut.

Pendidikanla yang akan menentukan masa depan anak menjadi baik atau

jahat. Ketika anak dididik dengan pendidikan yang baik, akan

mengembangkan potensi yang baik pula, demikian juga jika anak dididik

dengan potensi yang jahat, maka dia akan menjadi orang yang jahat.

Keluarga merupakan sumber yang utama bagi anak untuk

mengakses pendidikan spiritual. Selain itu, pendidikan spiritual anak dapat

(22)

4

pergaulannya. Setelah cukup umur, biasanya orang tua memasukkan

anak-anaknya dalam suatu lembaga pendidikan, untuk memperoleh transformasi

ilmu dari seorang guru.

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan

identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu,

guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup

tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin (Mulyasa, 2010:37).

Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah guru yang

mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang harus

dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari

kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi orang yang

menjadi guru adalah seseorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah

lakunya oleh anak didiknya (Azzet, 2011:55).

Guru tidak cukup jika hanya memberikan kepada peserta didiknya

tentang pengetahuan saja. Seorang guru harus dapat membina kecerdasan

spiritual siswa dengan baik, agar siswanya dapat belajar dengan baik dan

dapat memenuhi tujuan pendidikan yang diinginkan.

Menjadi guru bukan sekedar bertanggung jawab memberikan

materi mata pelajaran, tetapi harus mampu mendidik moral, etika,

integritas, dan karakter. Akhir-akhir ini, sungguh sangat mencengangkan

melihat budaya santun yang sulit dujumpai. Begitu mudahnya seorang

(23)

5

mengancam orang tuanya sendiri hanya gara-gara hal sepele atau sudah

banyak anak didik yang tidak tahu malu memamerkan naluri birahi di

dunia maya. Bahkan yang lebih parah dan membuat publik jenuh, hal-hal

yang menabrak budaya adalah arah pembangun peradaban itu sendiri,

yakni guru. Tidak sedikit dibuat cengang oleh sebagian perilaku guru yang

tak pantas digugu dan ditiru. Ada guru yang tega berbuat asusila terhadap

anak didiknya (Fauzi, Republika, 27 November 2017:6).

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang

tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius

dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Disebut

peserta didik karena mereka masih memerlukan bimbingan untuk mengerti

dan memahami suatu hal (Nata, 2010:173).

Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa. Peserta didik di

samping sebagai subjek yaitu individu yang nantinya akan membangun

negeri ini, ia juga sebagai objek, yaitu individu yang perlu dibimbing dan

dikembangkan seluruh potensi yang terdapat dalam diri mereka. Sebagai

peserta didik generasi masa depan maka perlu kecerdasan spiritual dalam

menyikapi norma-norma yang mengatur agama mereka sebagai landasan

dalam menyikapi segala persoalan.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna

spiritual terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta mampu

(24)

6

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi

jiwa sebagai perangkat internal diri sehingga seseorang memiliki

kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah

kenyataan atau kejadian tertentu (Azzet, 2011:20).

Kecerdasan spiritual membantu seseorang untuk menemukan

makna hidup dan kebahagiaan. Inilah sebabnya, kecerdasan spiritual

dinilai sebagai kecerdasan yang paling penting dalam kehidupan karena

seseorang dapat menemukan makna dari kehidupan dan kebahagiaan

adalah tujuan dari setiap orang dalam hidupnya. Untuk apa mempunyai

kecerdasan intelektual yang tinggi bila hidupnya tidak berbahagia? Untuk

apa dapat meraih kesuksesan, baik itu dalam karier, kekayaan maupun

dalam kehidupan sosial, bila tidak bisa merasakan sebuah kebahagiaan?

Itulah sebabnya, kecerdasan spiritual dikatakan sebagai kecerdasan yang

paling penting dan tinggi (Azzet, 2004:10).

Kecerdasan spiritual dapat diimplementasikan sebagai cara yang

baik untuk menata moral bangsa ini. Dengan bekal kecerdasan spiritual,

maka seseorang akan mampu mengenali dirinya, mengenali Tuhannya,

dan mengenali lingkungannya.

Kecerdasan spiritual niscaya akan menjadikan jiwa yang murni.

Manusia yang memiliki jiwa spiritual senantiasa akan tenang, tentram dan

damai dalam menyikapi segala persoalan dalam kehidupan. Seseorang

(25)

7

sesungguhnya, dan ia mengisi hidupnya dengan nilai-nilai suara hati yang

merupakan dorongan dari sifat-sifat kebaikan dalam jiwanya.

Peningkatan kecerdasan spiritual di sekolah merupakan sarana

yang efektif untuk wahana penanaman pribadi ke arah yang positif.

Penanaman nilai-nilai spiritual yang dapat memperkokoh tujuan

pendidikan sekaligus menunjang pencapaian hasil yang maksimal melalui

proses belajar di sekolah, di rumah maupun dalam masyarakat.

Peranan guru di sekolah dalam rangka pengembangan kecerdasan

spiritual salah satunya adalah peran guru PAI. Guru PAI dapat

memberikan tauladan yang baik kepada siswa untuk berbuat sesuai dengan

nilai dan norma agama.

Anak-anak zaman sekarang mengalami tantangan, berkaitan

dengan pelajaran sekolah yang makin membebani. Mereka juga

menghadapi longsoran wibawa nilai-nilai dan runtuhnya norma-norma

sosial dalam pergaulan yang membingungkan. Orang tua mengalami

tantangan mendidik anak di tengah kecanduan gadget yang meracuni.

Tugas guru yang hebat dapat membuat anak didik menjadi cerdas. Sebagai

guru yang cerdas harus bisa mengatasi persoalan di tengah “mabuk

internet” dan kepungan tayangan televisi yang tidak mendidik. Inti

kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah, karena guru itu

(26)

8

Penelitian ini dilakukan di kelas X, karena untuk kelas XII

difokuskan untuk persiapkan menghadapi ujian akhir sekolah. Diharapkan

melalui SQ (kecerdasan spiritual) yang ditanamkan guru PAI dapat

membentuk pribadi dengan akhlak yang terpuji serta meningkatkan

prestasi belajar siswa. Prestasi merupakan salah satu alat ukur bagi siswa

yang telah belajar secara efektif dan efisien. Perpaduan antara intelektual

dan kecerdasan spiritual, maka siswa akan lebih memaknai kehidupan

sesuai dengan nilai ajaran agama. Selain itu diharapkan SMK N 1 Salatiga

mampu menjalankan tugas pokoknya dalam mengajarkan ajaran agama

Islam secara benar, dengan demikian Insya Allah akan lahir generasi Islam

yang berpengetahuan luas, terampil dan berkepribadian yanng sesuai

dengan ajaran Islam. Amin.

Berdasarkan pada latar belakang di atas, peneliti tertarik dengan

judul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Kecerdasan

Siswa Kelas X Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran

2017/2018”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa

pokok permasalahan yang perlu dikaji pada peran guru Pendidikan Agama

Islam (PAI) dalam membina kecerdasan spiritual siswa kelas X BU 2,

(27)

9

1. Bagaimana peran guru PAI dalam membina kecerdasan spiritual siswa

kelas X BU 2 di SMK N I Salatiga?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat guru PAI dalam membina

kecerdasan spiritual siswa kelas X B U2 di SMK N I Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana peran guru PAI dalam membina kecerdasan

spiritual pada siswa kelas X jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga.

2. Mengatahui faktor pendukung dan penghambat guru PAI pada siswa

kelas X Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga dalam membina

kecerdasan spiritual.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangsih dan kontribusi pada Fakultas Tarbiyah dan

Ilmu Keguruan (FTIK) khususnya pada jurusan Pendidikan Agama

(28)

10

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menerapkan

konsep-konsep dan mengembangkan pemikiran tentang kecerdasan

spiritual.

c. Menambah wawasan khasanah keilmuan sekaligus bisa dijadikan

bahan acuan dalam penulisan lebih lanjut yang kritis dan

representatif.

d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber bahan referensi

bagi para peneliti di bidang psikologi pendidikan, dan pendidikan

keagamaan.

2. Manfaat Praktis

a. Mengetahui konsep kecerdasan spiritual pada siswa kelas X BU 2

melalui peran guru PAI di SMK Negeri 1 Salatiga.

b. Penelitian ini memberikan kontribusi kajian dan pengetahuan tentang

pengembangan kecerdasan spiritual.

c. Mengetahui peran guru PAI dalam membina kecerdasan spiritual

pada siswa kelas X BU2 di SMK Negeri 1 Salatiga.

d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk

memberikan pendidikan psikologi bagi lembaga dan mahasiswa

(29)

11

e. Bagi peneliti, untuk memotivasi diri dan menjadikan bekal hidup

dalam bermasyarakat, beribadah kepada Allah SWT dan berharap

menjadi hamba yang beruntung di dunia dan di akhirat.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan penafsiran makna pada

skripsi ini, maka penulis menjelaskan terlebih dahulu maksud dari

istilah-istilah yang ada dalam judul skripsi. Dalam memberikan beberapa

pengertian dan gambaran judul skripsi ini yang nantinya mudah dipahami

secara konkrit dan lebih operasional. Penegasan istilah yang penulis ingin

jelaskan yaitu:

1. Peran

Menurut Poerwadarminta (2006:870) peran merupakan sesuatu

yang menjadi bagian atau yang memegang pempinan utama. Sedangkan

Guru Menurut UU No. 14 tahun 2005 adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah. Peran guru dalam penelitian ini yaitu peran guru dalam

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi penanaman nilai- nilai agama atau spiritual pada anak

(30)

12

2. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Menurut Muhamad Nurdin (2008:128), guru dalam Islam adalah

orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik

dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, potensi

kognitif, maupun potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa

yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik

dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat

kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya

sebagai hamba Allah. Disamping itu ia mampu sebagai makhluk sosial

dan individu yang mandiri.

Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung

sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan

berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang

kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam

diri individu (Suparlan, 2008:79).

Agama adalah seperangkat dari kepercayaan, sistem budaya, dan

pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan atau

perintah dari kehidupan yang mengatur tingkah laku manusia.

Menurut KBBI, Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad dan berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’an yang

diturunkan kepada malaikat Jibril sebagai wahyu Allah SWT

(31)

13

Peran guru PAI yang dimaksud di sini adalah suatu bentuk

tindakan guru yang membimbing, mendampingi, meneladani siswa

untuk lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses

kegiatan pembelajaran di sekolah maupun proses pembiasaan perilaku

sehari-hari.

3. Kecerdasan Spiritual (Spiritual Qoutient/SQ)

Kecerdasan Spiritual (SQ) merupakan pengetahuan akan kesadaran

diri, makna hidup, tujuan hidup atau nilai-nilai tertinggi yang mana

berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga terekspresikan

secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan

lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna (Nasution 2009:4).

Kecerdasan spiritual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kecerdasan yang dimiliki manusia, sehingga membuat manusia sadar

akan kedudukannya itu sebagai hamba Allah yang disebut khalifah fil

ardh (pemimpin di bumi). Mengingat hal tersebut, maka sebagai

manusia yang dikaruniai akal dan fikiran, maka harus selalu

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aplikasi dari mendekatkan

kepada Allah yaitu dapat menyikapi segala persoalan kehidupan dengan

(32)

14

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka

dibuat sistematika penelitian skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang

dimasud adalah:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama

dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,

pernyataan keaslian tulisan, moto dan persembahan, kata pengantar,

abstrak, dan daftar isi.

2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi hasil penelitian ini, memuat:

a) Bab I : Pendahuluan

Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,

kajian pustaka terdahulu, serta sistematika penulisan.

b) Bab II : Landasan Teori

Landasan teori, merupakan bagian yang menjelaskan landasan

teori yang berhubungan dengan peran guru PAI dalam membina

kecerdasan spiritual siswa, menjelaskan tentang peran guru PAI dan

(33)

15

c) Bab III : Metodologi Penelitian

Metode penelitian, memuat jenis penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,

serta pengecekkan keabsahan temuan.

d) Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan hasil dari

penelitian mulai dari tahap awal hingga tahap akhir penelitian serta

menguraikannya.

e) Bab V : Penutup (kesimpulan dan saran)

Penutup, memuat kesimpulan dari pembahasan hasil

penelitian, saran dari peneliti, serta daftar pustaka.

3. Bagian Akhir

Pada bagian akhir skripsi ini, memuat: daftar pustaka,

(34)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Landasan Teori

1. Guru PAI

a. Pengertian Guru PAI

Pada dasarnya, Islam mengajarkan untuk saling menyebarkan

ilmu pengetahuan dan menjadi guru agama dituntut untuk mendidik dan

membentuk akhlak sesuai dengan Islam serta membentuk manusia

menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT seperti

yang disyari’atkan dalam Al-Qur’an dan Hadits sehingga diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah

ayat 129 yang berbunyi:

ِهيِّكَزُيَو َتَمْكِحْناَو َباَتِكْنا ُمُهُمِّهَعُيَو َكِتاَيآ ْمِهْيَهَع ىُهْتَي ْمُهْىِم الاىُسَر ْمِهيِف ْثَعْباَو اَىَّبَر

ْم

ُميِكَحْنا ُزيِزَعْنا َتْوَأ َكَّوِإ

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari

kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka

ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al

Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka.

Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana” (Al-Qur’an, 2010:20).

Ayat di atas dipahami bahwa sebagai umat Islam dianjurkan untuk

(35)

17

mendidik sesuai dengan akhlak Islam serta membentuk manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Zakiyah Darajad (2011:39) mengungkapkan bahwa guru adalah pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Meskipun begitu, orang tua sebagai pendidik yang pertama bagi anaknya, sedangkan guru adalah tenaga profesional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikkan sekolah.

Guru Pendidikan Agama Islam bisa dikatakan merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan khusus mendidik secara prosional dalam proses interaksi dengan peserta didik dalam membentuk kepribadian utama berdasarkan ajaran Islam (Khoriyah, 2012:140).

Menurut Zakiyah Daradjat dalam dalam Muhammad Nurdin

(2010:127) mengungkapkan:

Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Para orang tua tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti telah melimpahkan pendidikan anaknya kepada guru. Hal ini mengisyaratkan bahwa mereka tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru, karena tidak sembarang orang bisa menjadi guru.

Sedangkan pendidik atau guru menurut Abuddin Nata

(2010:165) mengungkapkan bahwa:

Pendidik atau guru adalah adalah tenaga profesional yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan membina, mengembangkan minat, bakat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan keterampilan peserta didik. Seorang pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengalaman, berkepribadian mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, menjadi contoh dan model bagi muridnya, senantiasa membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan, serta menjadi penasihat.

Berdasarkan uraian pengertian guru atau pendidik diatas, maka

(36)

18

yang bertugas mendidik muridnya agar menuju kedewasaan dalam

perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga terbentuklah dalam

tingkah laku sehari-harinya.

b. Syarat Guru Pendidikan Islam

Menurut Syaikh Ahmad al-Rifa’i dalam Ali Mufron (2015:32)

mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan

sebagai penddik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua kriteria

berikut:

1) Alim, yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya

Nabi Muhammad SAW, sehingga ia akan mampu mentransformasikan

ilmu yang komprehensif tidak setengah-setengah.

2) Adil riwayat, yaitu tidak pernah menegerjakan sedikitpun dosa besar

dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab

pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak

didiknya namun juga pendidik juga harus mampu menjadi contoh dan

suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Dikhawatirkan ketika

seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan

hidayah yang diterima anak didik namun justru

pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.

Menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti yang

(37)

19

spidol dan membaca buku pelajaran, maka sudah cukup bagi mereka

untuk berprofesi sebagai guru. Ternyata untuk menjadi guru yang

profesional tidak mudah, harus memiliki syarat-syarat khusus dan

harus mengetahui seluk-beluk teori pendidikan.

Supaya tercapai tujuan pendidikan, maka seorang guru harus

memiliki syarat-syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud Sulani

(dalam Muhammad Nurdin, 2010:129) adalah:

1) Syarat syakhsiyah (memiliki kepribadian yang dapat diandalkan).

2) Syarat ilmiah (memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni).

3) Syarat idhafiyah (mengetahui, menghayati dan menyelami manusia

yang dihadapinya, sehingga dapat menyatukan dirinya untuk

membawa anak didik menuju tujuan yang ditetapkan).

Menurut Al-Ghazali, (dalam Abudin Nata, 1997: 163-165)

ciri-ciri pendidik yang ideal adalah:

1) Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya

sendiri.

2) Guru jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama dari

pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang

diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. sedangkan upahnya

adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan

(38)

20

3) Guru harus mengingatkan muridnya agar mencari ilmu yang

bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia

dan akhirat.

4) Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik,

seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, murah hati, dan akhlak

terpuji lainnya.

5) Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan tingkat

intelektual dan daya tangkap anak didiknya.

6) Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi

idola di mata anak muridnya.

7) Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya,

sehingga disamping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan

terjalin hubungan yanga akrab dan baik antara guru dengan anak

didiknya.

8) Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak

didiknya, sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan dijiwai

oleh keimanan itu (Natta, 1997:163).

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam Abuddin Nata

(2010:169), bahwa seorang pendidik harus a)mempunyai watak

kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga menyayangi

(39)

21

antara pendidik dan peserta didik; c)memerhatikan kemampuan dan

kondisi peserta didiknya; d)mengetahui kepentingan bersama, tidak

terfokus pada sebagian peserta didik saja; e)mempunyai sifat-sifat

keadilan, kesucian, dan kesempurnaan; f)ikhlas dalam menjalankan

aktivitasnya, tidak hanya menuntut hal-hal yang diluar kewajibannya;

g)dalam mengajar selalu mengaitkan materi yang diajarkan dengan

materi lainnya; h)memberi bekal kepada peserta didik dengan bekal

ilmu yang dibutuhkan masa depan, dan i)sehat jasmani dan rohani

serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu

mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang

matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan

sungguh-sungguh.

Dari sejumlah literatur tokoh-tokoh, secara umum syarat

profesionalisme guru sebagai pendidik dalam Islam adalah:

1) Sehat jasmani dan ruhani

2) Bertakwa

3) Berilmu pengetauan yang luas

4) Berlaku adil

5) Berwibawa

6) Ikhlas

7) Mempunyai tujuan yang Rabbani

8) Mampu Merencanakan dan Melaksanakan Evaluasi Pendidikan

(40)

22

Dari berbagai pendapat diatas mengenai syarat menjadi guru

agama, maka penulis menyimpulkan bahwa untuk menjadi guru agama

harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu memiliki

kepribadian yang baik, memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan

menghayati dalam mendidik murid, agar sesuai dengan tujuan pendidikan

Islam yang diinginkan.

c. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Mengutip pendapat Gross, Mason dan Mc Eachern mendefinisikan

peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada

individu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu (Khoiriyah,

2012:137).

Sebagai guru, kedudukan dan peranan guru mempunyai lingkup yang beragam. Guru PAI mempunyai peranan yang lebih di berbagai lingkungan baik keluarga, masyarakat maupun sekolah karena guru PAI dianggap orang yang mempunyai pengetahuan agama lebih dibandingkan dengan yang lain. Sehingga peranannya haruslah mencerminkan nilai-nilai ajaran Islam yang diemban dan diajarkannya (Khoiriyah, 2012:138).

Peran guru artinya semua tingkah laku yang harus dilakukan guru

dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Thohirin, 2005:165). Peran

guru sangatlah penting dalam interaksi antara guru dan peserta didik,

maka pengaarannya tidak boleh dilakukan secara seenaknya saja. Apabila

demikian, maka akan fatal akibatnya sehingga jauh dari mutu pendidikan.

(41)

23

mampu memainkan peran pentingnya bagi keberhasilan mutu

pendidikan.

Menurut Damar, dalam Khoiriyah (2012:139), bahwa Guru Agama

Islam tidak terlepas dari dua fungsi yaitu fungsi laten dan fungsi manifes.

1) Laten

Fungsi laten adalah fungsi yang diharapkan, disengaja, dan

disadari guru oleh masyarakat pada suatu ruang. Fungsi ini terdiri

dari:

a) Guru sebagai pengajar

b) Guru sebagai pendidik

c) Guru sebagai teladan

d) Guru sebagai motivator

2) Fungsi Manifes

Fungsi ini merupakan fungsi yang tidak diharapkan, disengaja,

dan disadari guru terhadap masyarakat, antara lain:

a) Guru sebagai “penyambung lidah kelas menengah atas”

b) Guru sebagai pegekal status quo

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran merupakan

perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan di masyarakat. Berikut adalah peran guru menurut

(42)

24

a) Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai

yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai ini harus

betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat.

b) Inspirator

Di sini guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi

kemajuan belajar anak anak didik. Jadi guru harus mampu

memberi petunjuk bagi siswa untuk belajar dengan baik.

c) Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah

mata pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah

diprogramkan dalam kurikulum.

d) Organisator

Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang

diperlukan dari guru. Dalam hal ini, guru memiliki kegiatan

pengelolaan kagiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah,

(43)

25

e) Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak

didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan

motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang

melatarbelakangi ana didik malas belajar dan menurun

prestasinya di sekolah.

f) Inisiator

Dalam peranannya sebagai inisiator, guru dapat menjadi

pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

Proses interaksi eduktif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

pendidikan.

g) Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan

fasilitas yang memungkinkan kemudahan kekgiatan belajar anak

didik. Lingkungan belajar yang menyenangkan, suasana ruang

kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas

belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas

belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana

menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar

(44)

26

h) Pembimbing

Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena, kehadiran

guru di sekolah untuk membimbing anak didik menjadi manusia

dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan

mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.

Jadi, bagaimanapun bimbingan guru itu sangat diperlukan pada saat

anak didik belum mampu berdiri sendiri.

i) Demonstrator

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran

dapat anak didik pahami. Apalgi anak didik yang meiliki

intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar

dipahami anak didik, guru harus berusaha membantunya, dengan

cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga

apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik,

tidak akan kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan

pembelajaran pun dapat tercapai secara efektif dan efisien.

j) Pengelola Kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola

kelas dengan baik. Karena kelas adalah tempat berhimpun semua

anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari

(45)

27

k) Mediator

Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan

dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam

berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun

materiil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna

mengefektifkan proses interaksi edukatif.

l) Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,

memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses

pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan

baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar

mengajar menjadi lebih baik.

m) Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjjadi seorang

evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian

yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik. Penilaian

terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek

kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values).

Dari berbagai uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa guru

PAI harus dapat berperan sebagai orang yang menumbuhkan, membina,

(46)

28

dan membina karakter yang mulia, meneliti, menangkap makna yang

tersembunyi, membina moral, serta menanamkan kepribadian yang baik

terhadap anak didiknya agar anak didik menjadi insan yang bertaqwa

terhadap Allah SWT, dan menjadi khalifah fil ardh.

d. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam

Berdasarkan Permendikbud Nomor 16 Tahun 2007 dalam Abdul

Majid (2012:92-93) bahwa standar kompetensi guru termasuk guru PAI

terdiri dari empat kompetensi utama, yaitu:

1) Kompetensi pedagogik yang meliputi:

a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,

spiritual, emosional dan intelektual

b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik

c) Mengembangkan kurikulum terkait dengan mata pelajaran yang

diampu

d) Menyelenggarakan pembelajaran yang menarik

e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

kepentingan pembelajaran

f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk

(47)

29

g) Komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta

didik

h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi utuk kepentingan

pembelajaran

i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran

j) Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran.

2) Kompetensi profesional yang meliputi:

a) Mengetahui materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu.

b) Menguasai standar kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu

c) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif

d) memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk mengembangkan

diri.

3) Kompetensi sosial yang meliputi:

a) Bertindak dan bersikap secara objektif dan tidak diskriminatif

(48)

30

c) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain

secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4) Kompetensi kepribadian yang meliputi:

a) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan

kebudayaan

b) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, mantap, stabil,

dewasa, arif, dan berwibawa

c) Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi, rasa

bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri

d) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Dari uraian kompetensi-kompetensi diatas disimpulkan bahwa

keberhasilan sebuah pengajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan

agama Islam tergantung pada penguasaan terhadap kompetensi-kompetensi

tersebut.

2. Kecerdasan Spiritual

a. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan berakar dari kata “cerdas” yang mendapat imbuhan ke

-an. Cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya, tajam pikir-an.

Dengan demikian kecerdasan merupakan perbuatan mencerdaskan

kesempurnaan perkembangan akal budi (Poerwadaminta, KBBI, 1997:

(49)

31

Secara garis besar, terdapat dua hal utama yang mempengaruhi

perkembangan kecerdasan manusia yaitu kemampuan kognisi dan afeksi

yang dimiliki oleh manusia. Kemampuan kognisi adalah apabila

seseorang melakukan suatu tindakan yang bersifat intelektual di mana

unsur akal dan pikiran lebih dipengaruhi. Sebaliknya kemampuan afeksi

adalah jika orang menyikapi sesuatu dengan lebih dipengaruhi oleh unsur

emosi dan perasaan (Ratna, 2011:2).

Selama ini, kita cenderung memahami kecerdasan dengan

barometer IQ sehingga seseorang dikatakan cerdas bila mendapat IQ di

atas 100, misalnya nilai 9 di sekolah atau mendapat IP 4,0 di perguruan

tinggi. Atau orang memandang kecerdasan dengan pendekatan EQ

sehingga seseorang digolongkan cerdas bila punya komitmen, bersikap

loyal, empati, atau sabar. Kedua kecerdasan itu tidak cukup dalam

menghadapi kompleksitas persoalan hidup. Kita butuh kemampuan diri

untuk menggunakan kecerdasan ketiga, SQ yakni pengetahuan akan

kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi.

Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga

terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memugkinkan kita bekerja

sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna

(Nasution, 2009: 4).

Spiritual berasal dari kata spirit dalam bahasa Inggris berarti

(50)

32

dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin) (Poerwadaminta, KBBI,

2006:1143).

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai, dimana kecerdasan itu untuk

menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih

luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup

seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar, 2001:

4).

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan

hal-hal yang transenden, hal yang mengatasi waktu kemudian melampaui

kekinian dan pengalaman manusia. Kecerdasan spiritual adalah bagian

terdalam dan terpenting dalam diri manusia, (Pasiak, 2005:137).

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang mendasari dari

kecerdasan-kecerdasan yang lainnya. Seseorang dengan memiliki

kecerdasan spiritual akan membuat kehidupan lebih bernilai.

Kecerdasan spiritual senantiasa membuat manusia lebih memahami

arti kehidupan. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang

tinggi, senantiasa akan tenang jiwanya, karena memahami bahwa

Allahlah yang mengatur segala persoalan hidup manusia, sehingga

(51)

33

b. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual

Menurut Indragiri (2010: 33), kecerdasan spiritual tidak semata-mata

dilihat dari aspek anak dalam menjalankan ibadah seperti halnya sholat.

Selain beriman, pembawaan spiritual pada anak terlihat pada sifat-sifat

mereka, yaitu berani, optimmis, berperilaku konstruktif, berempati, senang

berbuat baik, memiliki sikap memaafkan, bersyukur bahkan ketangkasan

dalam menghadapi amarah dan bahaya. Dengan demikian, anak-anak yang

dibimbing untuk mengembangkan kecerdasan spiritual hingga puncak akan

memiliki sifat-sifat tersebut. Kecerdasan spiritual yang ditanamkan pada

anak, akan membuat anak pada masa kecil mengerti bahwa kecerdasan dan

kebajikan akan menghasilkan buah yang menyenangkan. Oleh karena itu,

mereka cenderung memilih perbuatan baik dan benar daripada yang buruk.

Ciri anak yang memiliki kecerdasan spiritual yang menonjol adalah

baik pada sesama dan rajin menjalankan ibadah agamanya. Biasanya ini

terlihat saat dia berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya, sikap ramah

dan baik pada siapapun, tidak pernah membuka aib (kejelekan, kekhilafan

dan kekurangan) orang lain, dan mampu menangkap esensi dari agama yang

dia anut (Imas, 2010:27).

Kita dapat mengenali anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual

yang tinggi, dengan tujuh ciri utama, yaitu:

1) Adanya kesadaran diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”,

(52)

34

2) Adanya pandangan luas terhadap dunia, melihat diri sendiri dan orang

lain saling terkait, menyadari tanpa diajari bahwa bagaimanapun kosmos

ini hidup dan bersinar; memiliki sesuatu yang disebut “cahaya subjektif”

3) Bermoral tinggi, pendapat yang kukuh, kecenderungan untuk merasa

gembira, “pengalaman puncak”, dan atau bakat-bakat estetis.

4) Memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya, dapat merasakan arah

nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-cita suci atau

sempurna, dari hal-hal yang biasa.

5) Adanya “rasa haus yng tidak dapat dipuaskan” akan hal-hal selektif yang

diminati, seringkali membuat mereka menyadari atau memburu tujuan

tanpa berpikir lain.

6) Memiliki gagasan yang segar dan “aneh”, rasa humor yang dewasa

7) Adanya pandangan pragmatis dan efisien tentang realitas, yang sering

(tetapi tidak selalu) menghasilkan pilihan-pilihan yang sehat dan

hasil-hasil praktis (Imas, 2010:55-56).

Ciri-ciri kecerdasan spiritual pada anak dapat diamati dalam ucapan

dan perilakunya sehari-hari. Kecerdasan spiritual dapat diamati juga melalui

pengamalan dan penghayatan pada Rukun Islam dan Rukun Iman dalam

kehidupan sehari-hari.

(53)

35

Menurut Muhaimin (2014:43-81), terdapat beberapa cara untuk

mengembangkan kecerdasan spiritual, yaitu:

1. Membimbing Anak Menemukan Makna Hidup

a) Membiasakan Diri Berpikir Positif

Berfikir positif yang paling mendasar untuk dilatihkan

kepada anak-anak adalah berfikir positif kepada Tuhan yang telah

menetapkan takdir bagi manusia. Sungguh hal ini penting sekali,

disamping agar hubungan Tuhan akan senantiasa dekat, juga

memudahkan seseorang menemukan makna dalam hidupnya. Hal

ini berbeda sekali dengan orang yang berfikir negatif kepada Tuhan

yang telah menemukan takdir bagi manusia. Ia akan mengalami

banyak kerugian, rugi karena gagal, merasa kecewa, hubungannya

dengan Tuhan menjadi tidak dekat tidak menemukan makna hidup,

tidak bahagia, menimbulkan penyakit, bahkan menjadi kehilangan

harapan. Sungguh berfikir negatif kepada Tuhan sama sekali tidak

ada gunanya bagi kehidupan manusia.

Berfikir positif juga bisa dilatihkan dengan cara

terus-menerus membangun semangat dan rasa optimis dalam

menghadapi segala sesuatu. Demikian pula dengan mempunyai

rasa optimis, biasanya akan selalu positif dalam memandang segala

sesuatu. Hal ini tentu berlawanan dengan orang yang bersikap

(54)

36

sehingga langkah-langkahnya terasa menjadi berat, atau bahkan

tidak jadi melangkah untuk meraih sesuatu yang menjadi

cita-citanya.

b) Memberikan Sesuatu yang Terbaik

Orang yang mempunyai misi untuk memberikan yang terbaik

di hadapan Tuhan akan mempunyai tekad dan semangat yang luar

biasa. Orang yang demikian biasanya tidak mudah untuk menyerah

sebelum apa yang telah direncanakan berhasil. Apabila seseorang

berbuat sesuatu atau bekerja dengan misi untuk memberikan

sesuatu yang terbaik untuk Tuhan secara otomatis hasil kerjanya

pun berbanding lurus dengan keberhasilan.

c) Menggali Hikmah di Setiap Kejadian

Kemampuan untuk menggali hikmah sangat penting agar

seseorang tidak terjebak untuk menyalahkan dirinya, atau bahkan

menyalahkan Tuhan. Satu hal yang penting untuk dipahami bahwa

menggali hikmah dari setiap kejadian itu bisa dilakukan apabila

berangkat dari sebuah keyakinan bahwa Tuhan pasti memberikan

(55)

37

2. Mengembangkan Lima Latihan Penting

a) Senang Berbuat Baik

Orang yang berbuat baik, tetapi tidak senang hati, maka akan

sulit mendapatkan kebahagiaan. Sebab, hanya perbuatan baik yang

dilakukan dengan senag hati saja yang merupakan salah satu

sumber kebahagiaan bagi seseorang. Orang yang berbuat baik

karena ingin mendapatkan pujian, bisa jadi orang tersebut akan

senang, namun apabila orang lain tidak memujinya, atau bahkan

malah mencerca, maka yang didapatkan adalah kekecewaan.

b) Senang Menolong Orang Lain

Senang menolong orang lain sangat perlu dilatihkan kepada

anak-anak. apalagi, hidup di zaman modern seperti ini, yang

orang-orangnya cenderung individualis dan sibuk dengan urusan

masing-masing, senang menolong orang lain seakan menjadi perdebatan

mahal harganya. Tidak jarang jika melihat seseorang yang

jelas-jelas membutuhkan pertolongan, namun orang-orang yang berada

di sekitarnya tampak cuek saja. Lebih menyedihkan lagi, malah

ada yang menunjukkan sikap sinisme. Inilah barangkali salah satu

penyebab orang-orang modern sepertinya sulit merasakan

kebahagiaan.

(56)

38

Menemukan tujuan hidup adalah hal yang paling mendasar

dalam kehidupan seseorang. Jalan yang paling mendasar dalam

kehidupan seseorang, yakni keyakinan atau agama. Melalui

kesadaran beragama dengan baik, maka akan lebih mudah untuk

menemukan tujuan hidup.

d) Turut Merasa Memikul Sebuah Misi Mulia

Latihan untuk turut merasakan memikul sebuah misi

dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Bila dilakukan secara

terus-menerus, dan apabila lupa diingatkan, lama-kelamaan sang

anak akan terbiasa untuk turut merasakan, memikul, dan

bertanggung jawab sebuah misi yang mulia. Sungguh ini adalah

salah satu sumber kebahagiaan yang penting dalam kehidupan

seorang manusia.

e) Mempunyai Selera Humor yang Baik

Mempunyai selera humor yang baik tidak hanya terkait

dengan bagaimana menyampaikan humor kepada orang lain, tetapi

bagaimana seseorang menemukan humor dalam kejadian yang

dialaminya dan menerima humor yang disampaikan oleh orang

(57)

39

mempunyai kecerdasan spiritual yang baik dan mudah baginya

untuk merasakan sebuah kebahagiaan.

3. Melibatkan Anak dalam Beribadah

Melibatkan anak dalam beribadah penting sekali bagi

perkembangan jiwa sang anak, tentu Nabi Saw. bahkan sudah

melarangnya demi kekhusyukan dalam beribadah. Apabila anak sejak

usia dini sudah dilibatkan dalam beribadah, kecerdasan spiritualnya

akan terasah dengan baik. Sebab di dalam setiap bentuk ibadah selalu

terkait dengan keyakinan yang tidak kasat mata, yakni keimanan.

Kekuatan dan keimanan inilah yang membuat seseorang bissa

mempunyai kecerdasan spiritual yang luar biasa.

4. Menikmati Pemandangan Alam yang Indah

Cara menikmati pemandangan alam dengan bersenang-senang

bukan merupakan kesalahan. Malah hal itu malah penting agar jiwa

yang sebelumnya penat, ada beban, atau jenuh bisa segar kembali.

Namun dalam rangka mengembangkan kecerdasan spiritual anak,

perlu bagi orang tua mengajak anak-anak untuk duduk dengan tenang

ataupun berdiri dengan tenang dan menikmati keindahan alam yang

sedang dikunjungi. Disini orang tua berperan untuk membawa anak ke

adalam kesadaran spiritual dari keindahan alam yang sedang

(58)

40

5. Mengunjungi Saudara yang Berduka

Mengunjungi saudara yang dimaksudkan di sini adalah saudara

yang berhubungan dengan kekerabatan maupun saudara sesama

manusia. Berikut adalah kunjungan yang dapat kita lakukan kepada

saudara kita yang sedang berduka.

a) Mengunjungi Saudara yang Sedang Bersedih

b) Mengunjungi Saudara di Panti Asuhan

c) Mengunjungi Saudara yang Sedang Sakit

d) Mengunjungi Saudara yang Ditinggal Mati

e) Mengunjungi Saudara di Makam

f) Mencerdaskan Spiritual Melalui Kisah

Kecerdasan spiritual anak dapat ditingkatkan melalui

kisah-kisah agung, yakni kisah-kisah dari orang-orang dalam sejarah yang

mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Metode ini dinilai sangat

efektif karena anak-anak pada umumnya sangat menyukai cerita.

Disinilaah sesungguhnya orang tua dapat berperan aktif menceritakan

kepada anak-anak tentang kisah-kisah agung agar kecerdasan

spiritualnya dapat berkembang dengan baik.

(59)

41

Menghadapi persoalan kehidupan yang semakin hari kian

kompleks, dibutuhkan kecerdasan spiritual yang baik agar seseorang

dapat melaluinya dengan baik. Tanpa kecerdasan spiritual, seseorang

akan lemah dalam menghadapi persoalan hidup, bahkan dalam

melakukan segala macam cara dan tidak peduli apakah merugikan

orang lain atau tidak.

Penulis menyimpulkan bahwa kecerdasan spiritual pada anak

dapat ditingkatkan melalui sebuah pembiasaan di usia dini yang

dilakukan oleh orang tua ketika dirumah, dan oleh guru ketika sudah

memasuki usia sekolah.

Usia dini merupakan usia anak dalam masa perkembangan

otak yang sangat pesat. Oleh karena itu, sebagai orang tua yang

memperhatikan perkembangan anak didik, maka mereka akan

mengajarkan pembiasaan maupun teladan yang baik untuk

putra-putrinya terutama dalam hal agama sehingga akan menambah

kecerdasan spiritual pada yang nantinya akan membekas dalam jiwa

anak.

Begitupun dengan para guru di sekolah akan memberikan

pengetahuan dan teladan bagi muridnya mengenai kecerdasan spiritual

(60)

42

d. Faktor Penghambat Kecerdasan Spiritual

Suara hati manusia tidak selamanya selau stabil, namun adakalanya

suara hati manusia mengalami penurunan. Sehingga penurunan ini

menjerumuskan pada kerusakan, kejahatan, kecurangan dan lain-lain.

Menurut Ary Ginanjar (2005:74) bahwa ada tujuh faktor yang

menghambat kecerdasan spiritual, yaitu:

1. Prasangka Negatif

Tindakan seseorang sangat bergantung oleh alam pikirannya.

Setiap orang diberikan kebebasam untuk memilih responnya

masing-masing. Ia bertanggung jawab penuh atas sikap yang ditimbulkan dari

pikirannya sendiri. Kitalah “raja” dari pikiran kita sendiri. Bukan

lingkungan sekeliling kita. Namun lingkungan ikut serta berperan

dalam mempengaruhi cara berpikir seseorang. Apabila lingkungannya

pahit maka ia pun menjadi pahit, selalu curiga, dan seringkali

berprasangka negatif kepada orang lain.

Sebaliknya, orang yang memiliki suara hati merdeka, akan lebih

mampu melindungi pikirannya. Ia mampu memilih respon positif di

tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap berpikir

positif dan selalu berprasangka baik pada orang lain. Ia mendorong

dan menciptakan kondisi lingkungannya untuk saling percaya, saling

(61)

43

“aliansi cerdas” yang akan menciptakan performa puncak. Dialah raja

dari pikirannya sendiri.

2. Prinsip Hidup

Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan

berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun

kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang

tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani, terbukti

hanya mengakibatkan fungsi kesengsaraan, bahkan kehancuran.

Bahwasannya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang

mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan dan keamanan yang

hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil

niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula.

a) Pengalaman

Pengalaman kehidupan dan lingkungan akan sangat

mempengaruhi cara berpikir seseorang, yang pada akhirnya

berakibat pada terciptanya sosok manusia bentukan dari lingkungan

sosialnya. Bisa dibayangkan, apabila seseorang berada dalam

lingkungan sosial yang buruk, maka ia pun akan menjadi seseorang

seperti lingkungannya itu.

Suara hatilah yang sebenarnya berpotensi melindungi diri

(62)

44

kita, buka sikap “proaktif” yang seringkali menjadi respon dari

setiap kondisi yang kita kondisi yang kita alami, sikap proaktif

hanyalah sebatas metode untuk melihat sesuatu secara berbeda.

Merespon suatu keadaan kehidupan secara proaktif tanpa dilandasi

prinsip nilai yang benar, hanya akan menjebloskan diri paradigma

keliru lainnya yang tidak kalah menyesatkan.

b) Kepentingan

Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan

kepentingan akan menentukan prioritas tindakan. Pada intinya

prinsip akan melahirkan prioritas, dan orang yang bijak akan

mengambil keputusan degan menimbang semua aspek sebagai satu

kesatuan tauhid atau berdasarkan prinsip keesaan.

c) Sudut Pandang

Memandang sesuatu hanya dari satu sudut pandang

mengakibatkan hati terbelenggu dan pengetahuan menjadi sempit.

Sebagai dampaknya, akan memunculkan perilaku yang khusus.

Untuk itu dibutuhkan musyawarah dan mendengarkan pendapat

orang lain, lalu mempertimbangkan keputusan secara objektif.

d) Pembanding

Pada umumnya seseorang sering menilai sesuatu

(63)

45

sebelumnya serta bayangan yang diciptakan sendiri di alam pikiran.

Paradigma penilaian dalam pikiran yang begitu mudah berubah

hanya dalam hitungan sepersekian detik saja. Bisa dibayangkan

betapa lingkungan dengan cepatnya menciptakan dan mengubah

pikiran setiap saat. Akhirnya menjadi korban hasil bentukan

lingkungan.

e) Literatur

Usaha pencarian kebenaran itu sesungguhnya akan

berujung pada sebuah kebenaraan, walau serentetan ujian akan

selalu mengasahnya menuju kehakikian sumber kebenaran.

Bahwasanya buku-buku dan ilmu pengetahuan dari barat yang

acapkali dijadikan pegangan/kiblat juga penuhanan ilmu

sesungguhnya sudah tidak pada tempatnya lagi. Yang ada

hanyalah: Sang Pencipta dan Pemilik Ilmu. Allah Tuhan Semesta

Alam, sesungguhnya anggukan universal setiap hati yang terbuka,

mengakui-Nya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis memberi kesimpulan

bahwa ketujuh faktor penghambat spiritual diatas mempengaruhi

cara berfikir seseorang. Oleh karena itu, sebisa mungkin manusia

harus bisa mengendalikaan fikirannya dengan mengingat Allah

Gambar

Tabel 4.1  Daftar Periode Tugas Kepala Sekolah
Tabel 4.3 Jenis Guru
Tabel 4.5 Tenaga Administrasi dan Tata Laksana Rumah Tangga
Tabel 4.7 Gedung Kantor SMK N 1 Salatiga
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan data-data yang benar, yang sesuai

Anak dalam keluarga orang tua tunggal melakukan semua hal dengan baik, tetapi cenderung tidak lancar dalam urusan sosial dan pendidikan dibanding kelompoknya yang tinggal dengan

Kebijakan yang dikeluarkan Permendikbud nomor 49 tahun 2014 yang pada intinya membatasi mahasiswa dalam berkarya dan berkreasi dengan dalih- dalih mengirit anggaran biaya

[r]

PULAU MAS MORO MULIA. Integrated

[r]

“Analisis Balanced Scorecard dalam Pengukuran Kinerja Perusahaan pada PT BA Bangunan “.. Latar

Ngarap Imanuel Manik, M.Kom., selaku Ketua Jurusan Matematika dan Statistika, yang telah memberikan persetujuan terhadap topik skripsi yang diajukan dan telah menunjuk para