PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA
KELAS X JURUSAN BU2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Fadilah Nur Khasanah
111-14-011
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
ii
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MEMBINA KECERDASAN SPIRITUAL SISWA
KELAS X JURUSAN BU 2 DI SMK NEGERI 1 SALATIGA
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Fadilah Nur Khasanah
111-14-011
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
vi
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Orang tuaku tercinta Bapak Slamet Utomo dan Ibu Jariyah, yang
senantiasa mecurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun
materiil dan doa yang tak pernah putus untuk putri-putrinya
2. Adik-adikku tersayang Zahrotunnisak dan Kuni Farikhah yang selalu
mendukungku dan memberikan semangat
3. Segenap keluargaku yang selalu sabar membimbingku
4. Bapak Muhammad Mas’ud sekeluarga yang telah banyak membantuku
5. Bapak Wahyudhiana yang selalu sabar membimbingku dalam
penyusunan skripsi ini
6. Teruntuk seseorang yang terbaik yang kelak menjadi imamku
7. Kepada sahabat-sahabatku seperjuangan di kamar Maemunah Desi
Sarassanti, Suryanti, Liana Nurmawati, yang sangat spesial.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan di Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga
9. Sahabat-sahabat PAI angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan
belajar di IAIN Salatiga
10. Keluarga besar FK WAMA yang banyak membantu dan mengajiriku
apa arti paseduluran
11. Keluarga besar ITTAQO IAIN Salatiga yang banyak membantuku
viii
13. Teman-teman KKN di Tampir Wetan, Candimulyo, Magelang yang
memotivasiku.
14. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.
Penyusunan skripsi ini merupakan kajian sederhana tentang Peran Guru
Pendidikan Agama Islam dalam Membina Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas X
Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga. Penyusunan skripsi ini tidak akan
terwujud tanpa adanya do’a, bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Bapak Dr. Wahyudhiana, M.M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah ikhlas mencurahkan pikiran, waktu dan tenaganya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
x
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membentu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku dirumah yang telah mendo’akan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran.
8. Keluarga besar SMK N 1 Salatiga yang telah memberikan penulis tempat
dalam mengadakan penelitian, sehingga terselesainya penulisan skripsi ini.
9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan
dan bantuan yang telah kalian berikan.
Semoga amal baik yang telah diberikan dapat diterima Allah SWT, dan
mendapat limpahan rahmat dari-Nya. Amin.
Terakhir, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh
dai kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik
dari pembaca sangat penulis harapkan, seingga dapat dijadikan bahan masukan
yang bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri dalam mengembangkan
penelitian yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
Salatiga, 20 Agustus 2018
Penulis
xi
ABSTRAK
Khasanah, Fadilah Nur. 2018. Peran Guru PAI Dalam Membina Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas X Jurusan BU 2 di SMK N 1 Salatiga Tahun 2018.
Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Bapak Dr. Wahyudiana, M.Pd.
Kata Kunci: Peran Guru PAI, Kecerdasan Spiritual, SMK N 1 Salatiga.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran guru PAI di SMK N 1 Salatiga dalam membina kecerdasan spiritual serta faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam membina kecerdasan spiritual siswa kelas X jurusan BU 2 di SMK N 1 Salatiga.
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yakni wawancara dengan guru PAI, guru lain, dan sumber data sekunder yang berupa foto hasil observasi. Pengumpulan data ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR
LEMBAR BERLOGO IAIN... i
HALAMAN SAMPUL DALAM... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN... iv
HALAMANPERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
HALAMAN MOTTO... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... ix
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
E. Definisi Operasional... 10
xiii
BAB II LANDASAN TEORI... 16
A.Landasan Teori 1. Guru PAI... 16
a. Pengertian Guru PAI... 16
b. Syarat Guru dalam Islam... 18
c. Peran Guru PAI ... 22
d. Kompetensi Guru PAI... 28
2. Kecerdasan Spiritual... 30
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual... 30
b. Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual... 32
c. Cara Mengembangkan Kecerdasan Spiritual... 35
d. Faktor Penghambat Kecerdasan Spiritual... 42
B.Kajian Penelitian Terdahulu... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 49
A.Jenis Penelitian... 49
B.Lokasi Penelitian... 49
C.Sumber Data dan Sampling... 50
D.Prosedur Pengumpulan Data... 51
E.Analisis Data ... 53
F. Pengecekkan Keabsahan Data... 54
xiv
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA... 57
a. Fakta Temua Penelitian... 57
1. Sejarah SMKN 1 Salatiga... 57
2. Letak Geografis SMK N 1 Salatiga... 60
3. Identitas Sekolah... 60
4. Visi dan Misi ... 62
5. Keadaan Guru di SMK N 1 Salatiga... 63
6. Keadaan Peserta Didik di SMK N 1 Salatiga... 64
7. Sarana dan Prasarana di SMK N 1 Salatiga... 65
8. Kegiatan Sekolah... 67
9. Gambaran Informan... 68
10.Hasil Wawancara dengan Guru PAI dan Siswa Kelas X Jurusan BU 2... 71
b. Analisis Hasil Penelitian... 79
1. Kecerdasan Spiritual kelas jurusan X BU 2 di SMK N 1 Salatiga... 80
2. Cara Guru Berperan dalam membina Kecerdasan SpiritualSiswa... 82
xv
BAB V PENUTUP... 87
A. Kesimpulan... 87
B. Saran... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Periode Tugas Kepala Sekolah... 60
2. Tabel 4.2 Guru di SMK N 1 Salatiga... 63
3. Tabel 4.3 Jenis Guru... 63
4. Tabel 4.4 Jenis Karyawan... 63
5. Tabel 4.5 Tenaga Administrasi dan Tata Laksana Rumah Tangga... 64 6. Tabel 4.6 Peserta Didik di SMK N 1 Salatiga... 64
7. Tabel 4.7 Gedung Kantor SMK N 1 Salatiga... 65
8. Tabel 4.8 Gedung Diklat... 66
9. Tabel 4.9 Gedung Bengkel ... 66
10.Tabel 4.10 Prasarana Sekolah... 67
11.Tabel 4.11 Ekstrakurikuler di SMK N 1 Salatiga... 67
12.Tabel 4.12 Informan kelas X BU 2... 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Pedoman Wawancara
3. Daftar Guru SMK N 1 Salatiga
4. Surat Pembimbing
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Keterangan Penelitian
7. Lembar Konsultasi Skripsi
8. Daftar Nilai SKK
9. Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kelangsungan hidup manusia. Pendidikan bersifat mendasar, artinya
manusia tanpa pendidikan mungkin saja tidak akan bisa melangsungkan
hidupnya dengan baik. Kedewasaan seseorang akan terukur melalui
sebuah proses pendidikan. Artinya, seseorang yang telah menerima
pendidikan, maka akan merubah pola pikirnya, keterampilannya, dan
sikapnya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Tujuan pendidikan
telah tertuang dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, tercantum pengertian pendidikan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, terutama dalam proses pembangunan
nasional. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah
merupakan suatu langkah mendalam meningkatkan sumber daya manusia
2
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab, (Mulyasa, 2008:4).
Watak suatu bangsa merupakan cermin dari pendidikan nasional.
Terkait dengan hal itu, guru memiliki peran dan posisi yang amat strategis
dalam upaya membentuk watak bangsa. Terutama sebagai guru
Pendidikan Agama Islam, mereka harus mampu mengantarkan peserta
didik menuju nilai-nilai yang islami. Dalam hal ini, guru pendidikan
agama Islam sangat berperan dalam mewujudkannya.
Sudah menjadi gejala umum, bahwa bidang studi agama Islam
dianggap kurang menarik bahkan kurang diminati. Padahal Pendidikan
Agama yang semestinya dapat diandalkan dan diharapkan mampu
memberi solusi bagi permasalahan hidup saat ini, ternyata lebih
diarti-pahami sebagai ajaran, tidak didiarti-pahami dan dimaknai secara lebih dalam.
Agama hanya merupakan pendekatan ritual, simbol-simbol serta pemisah
antara kehidupan dunia dengan akhirat. Materi pelajaran berupa Rukun
Islam dan Rukun Iman diajarkan dengan cara yang sangat sederhana,
hanya sebentuk hapalan di otak kiri yang tanpa dimaknai (Ginanjar,
3
Menurut Kurikulum PAI tahun 2002 dalam Abdul Majid
(16:2012), mengungkapkan bahwa, Pendidikan Agama Islam di
sekolah/madrasah bertujuan untuk mennumbuhkan dan meningkatkan
keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
َّهَص ِاللّ ُلْىُسَر َلاَق :َلاَق عْيِزَس ِهْب ِدَىْسَلاا ِهَع
:َمَّهَسَو ًِْيَهَع ُاللّ ى
ىَهَع ُدِنَىُي دْىُنْىَم ُّمُك
)ىقهيبناو ىوازبطنا ياور هسح ثيدح( ًِِواَسِجَمُي ْوَأ ًِِواَزِصَىُيْوَأ ًِِواَدِىَهُي ياَىَبَاَف ِةَزْطِفْنا
Setiap yang terlahir dilahirkan dalam keadaan suci (memiliki kecenderungan beragama tauhid), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi atau Nashrani, (Juwariyah, 2010:4)
Setiap anak yang lahir terlahir dalam kondisi yang fithri, dan kedua
orang tuanya lah yang akan mengarahkan kefithrahan anak tersebut.
Pendidikanla yang akan menentukan masa depan anak menjadi baik atau
jahat. Ketika anak dididik dengan pendidikan yang baik, akan
mengembangkan potensi yang baik pula, demikian juga jika anak dididik
dengan potensi yang jahat, maka dia akan menjadi orang yang jahat.
Keluarga merupakan sumber yang utama bagi anak untuk
mengakses pendidikan spiritual. Selain itu, pendidikan spiritual anak dapat
4
pergaulannya. Setelah cukup umur, biasanya orang tua memasukkan
anak-anaknya dalam suatu lembaga pendidikan, untuk memperoleh transformasi
ilmu dari seorang guru.
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu,
guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup
tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin (Mulyasa, 2010:37).
Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah guru yang
mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari
kalimat “bisa digugu (dipercaya) dan ditiru (dicontoh)”. Jadi orang yang
menjadi guru adalah seseorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah
lakunya oleh anak didiknya (Azzet, 2011:55).
Guru tidak cukup jika hanya memberikan kepada peserta didiknya
tentang pengetahuan saja. Seorang guru harus dapat membina kecerdasan
spiritual siswa dengan baik, agar siswanya dapat belajar dengan baik dan
dapat memenuhi tujuan pendidikan yang diinginkan.
Menjadi guru bukan sekedar bertanggung jawab memberikan
materi mata pelajaran, tetapi harus mampu mendidik moral, etika,
integritas, dan karakter. Akhir-akhir ini, sungguh sangat mencengangkan
melihat budaya santun yang sulit dujumpai. Begitu mudahnya seorang
5
mengancam orang tuanya sendiri hanya gara-gara hal sepele atau sudah
banyak anak didik yang tidak tahu malu memamerkan naluri birahi di
dunia maya. Bahkan yang lebih parah dan membuat publik jenuh, hal-hal
yang menabrak budaya adalah arah pembangun peradaban itu sendiri,
yakni guru. Tidak sedikit dibuat cengang oleh sebagian perilaku guru yang
tak pantas digugu dan ditiru. Ada guru yang tega berbuat asusila terhadap
anak didiknya (Fauzi, Republika, 27 November 2017:6).
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius
dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Disebut
peserta didik karena mereka masih memerlukan bimbingan untuk mengerti
dan memahami suatu hal (Nata, 2010:173).
Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa. Peserta didik di
samping sebagai subjek yaitu individu yang nantinya akan membangun
negeri ini, ia juga sebagai objek, yaitu individu yang perlu dibimbing dan
dikembangkan seluruh potensi yang terdapat dalam diri mereka. Sebagai
peserta didik generasi masa depan maka perlu kecerdasan spiritual dalam
menyikapi norma-norma yang mengatur agama mereka sebagai landasan
dalam menyikapi segala persoalan.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, perilaku, dan kegiatan, serta mampu
6
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi
jiwa sebagai perangkat internal diri sehingga seseorang memiliki
kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah
kenyataan atau kejadian tertentu (Azzet, 2011:20).
Kecerdasan spiritual membantu seseorang untuk menemukan
makna hidup dan kebahagiaan. Inilah sebabnya, kecerdasan spiritual
dinilai sebagai kecerdasan yang paling penting dalam kehidupan karena
seseorang dapat menemukan makna dari kehidupan dan kebahagiaan
adalah tujuan dari setiap orang dalam hidupnya. Untuk apa mempunyai
kecerdasan intelektual yang tinggi bila hidupnya tidak berbahagia? Untuk
apa dapat meraih kesuksesan, baik itu dalam karier, kekayaan maupun
dalam kehidupan sosial, bila tidak bisa merasakan sebuah kebahagiaan?
Itulah sebabnya, kecerdasan spiritual dikatakan sebagai kecerdasan yang
paling penting dan tinggi (Azzet, 2004:10).
Kecerdasan spiritual dapat diimplementasikan sebagai cara yang
baik untuk menata moral bangsa ini. Dengan bekal kecerdasan spiritual,
maka seseorang akan mampu mengenali dirinya, mengenali Tuhannya,
dan mengenali lingkungannya.
Kecerdasan spiritual niscaya akan menjadikan jiwa yang murni.
Manusia yang memiliki jiwa spiritual senantiasa akan tenang, tentram dan
damai dalam menyikapi segala persoalan dalam kehidupan. Seseorang
7
sesungguhnya, dan ia mengisi hidupnya dengan nilai-nilai suara hati yang
merupakan dorongan dari sifat-sifat kebaikan dalam jiwanya.
Peningkatan kecerdasan spiritual di sekolah merupakan sarana
yang efektif untuk wahana penanaman pribadi ke arah yang positif.
Penanaman nilai-nilai spiritual yang dapat memperkokoh tujuan
pendidikan sekaligus menunjang pencapaian hasil yang maksimal melalui
proses belajar di sekolah, di rumah maupun dalam masyarakat.
Peranan guru di sekolah dalam rangka pengembangan kecerdasan
spiritual salah satunya adalah peran guru PAI. Guru PAI dapat
memberikan tauladan yang baik kepada siswa untuk berbuat sesuai dengan
nilai dan norma agama.
Anak-anak zaman sekarang mengalami tantangan, berkaitan
dengan pelajaran sekolah yang makin membebani. Mereka juga
menghadapi longsoran wibawa nilai-nilai dan runtuhnya norma-norma
sosial dalam pergaulan yang membingungkan. Orang tua mengalami
tantangan mendidik anak di tengah kecanduan gadget yang meracuni.
Tugas guru yang hebat dapat membuat anak didik menjadi cerdas. Sebagai
guru yang cerdas harus bisa mengatasi persoalan di tengah “mabuk
internet” dan kepungan tayangan televisi yang tidak mendidik. Inti
kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah, karena guru itu
8
Penelitian ini dilakukan di kelas X, karena untuk kelas XII
difokuskan untuk persiapkan menghadapi ujian akhir sekolah. Diharapkan
melalui SQ (kecerdasan spiritual) yang ditanamkan guru PAI dapat
membentuk pribadi dengan akhlak yang terpuji serta meningkatkan
prestasi belajar siswa. Prestasi merupakan salah satu alat ukur bagi siswa
yang telah belajar secara efektif dan efisien. Perpaduan antara intelektual
dan kecerdasan spiritual, maka siswa akan lebih memaknai kehidupan
sesuai dengan nilai ajaran agama. Selain itu diharapkan SMK N 1 Salatiga
mampu menjalankan tugas pokoknya dalam mengajarkan ajaran agama
Islam secara benar, dengan demikian Insya Allah akan lahir generasi Islam
yang berpengetahuan luas, terampil dan berkepribadian yanng sesuai
dengan ajaran Islam. Amin.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, peneliti tertarik dengan
judul “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Kecerdasan
Siswa Kelas X Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga Tahun Ajaran
2017/2018”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa
pokok permasalahan yang perlu dikaji pada peran guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) dalam membina kecerdasan spiritual siswa kelas X BU 2,
9
1. Bagaimana peran guru PAI dalam membina kecerdasan spiritual siswa
kelas X BU 2 di SMK N I Salatiga?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat guru PAI dalam membina
kecerdasan spiritual siswa kelas X B U2 di SMK N I Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana peran guru PAI dalam membina kecerdasan
spiritual pada siswa kelas X jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga.
2. Mengatahui faktor pendukung dan penghambat guru PAI pada siswa
kelas X Jurusan BU 2 di SMK Negeri 1 Salatiga dalam membina
kecerdasan spiritual.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangsih dan kontribusi pada Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan (FTIK) khususnya pada jurusan Pendidikan Agama
10
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menerapkan
konsep-konsep dan mengembangkan pemikiran tentang kecerdasan
spiritual.
c. Menambah wawasan khasanah keilmuan sekaligus bisa dijadikan
bahan acuan dalam penulisan lebih lanjut yang kritis dan
representatif.
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber bahan referensi
bagi para peneliti di bidang psikologi pendidikan, dan pendidikan
keagamaan.
2. Manfaat Praktis
a. Mengetahui konsep kecerdasan spiritual pada siswa kelas X BU 2
melalui peran guru PAI di SMK Negeri 1 Salatiga.
b. Penelitian ini memberikan kontribusi kajian dan pengetahuan tentang
pengembangan kecerdasan spiritual.
c. Mengetahui peran guru PAI dalam membina kecerdasan spiritual
pada siswa kelas X BU2 di SMK Negeri 1 Salatiga.
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk
memberikan pendidikan psikologi bagi lembaga dan mahasiswa
11
e. Bagi peneliti, untuk memotivasi diri dan menjadikan bekal hidup
dalam bermasyarakat, beribadah kepada Allah SWT dan berharap
menjadi hamba yang beruntung di dunia dan di akhirat.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan penafsiran makna pada
skripsi ini, maka penulis menjelaskan terlebih dahulu maksud dari
istilah-istilah yang ada dalam judul skripsi. Dalam memberikan beberapa
pengertian dan gambaran judul skripsi ini yang nantinya mudah dipahami
secara konkrit dan lebih operasional. Penegasan istilah yang penulis ingin
jelaskan yaitu:
1. Peran
Menurut Poerwadarminta (2006:870) peran merupakan sesuatu
yang menjadi bagian atau yang memegang pempinan utama. Sedangkan
Guru Menurut UU No. 14 tahun 2005 adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Peran guru dalam penelitian ini yaitu peran guru dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi penanaman nilai- nilai agama atau spiritual pada anak
12
2. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
Menurut Muhamad Nurdin (2008:128), guru dalam Islam adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik
dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, potensi
kognitif, maupun potensi psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa
yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada anak didik
dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat
kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya
sebagai hamba Allah. Disamping itu ia mampu sebagai makhluk sosial
dan individu yang mandiri.
Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung
sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan
berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang
kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam
diri individu (Suparlan, 2008:79).
Agama adalah seperangkat dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan atau
perintah dari kehidupan yang mengatur tingkah laku manusia.
Menurut KBBI, Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad dan berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan kepada malaikat Jibril sebagai wahyu Allah SWT
13
Peran guru PAI yang dimaksud di sini adalah suatu bentuk
tindakan guru yang membimbing, mendampingi, meneladani siswa
untuk lebih dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui proses
kegiatan pembelajaran di sekolah maupun proses pembiasaan perilaku
sehari-hari.
3. Kecerdasan Spiritual (Spiritual Qoutient/SQ)
Kecerdasan Spiritual (SQ) merupakan pengetahuan akan kesadaran
diri, makna hidup, tujuan hidup atau nilai-nilai tertinggi yang mana
berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga terekspresikan
secara tepat dan efektif, yang memungkinkan kita bekerja sama dengan
lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna (Nasution 2009:4).
Kecerdasan spiritual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kecerdasan yang dimiliki manusia, sehingga membuat manusia sadar
akan kedudukannya itu sebagai hamba Allah yang disebut khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Mengingat hal tersebut, maka sebagai
manusia yang dikaruniai akal dan fikiran, maka harus selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aplikasi dari mendekatkan
kepada Allah yaitu dapat menyikapi segala persoalan kehidupan dengan
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka
dibuat sistematika penelitian skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang
dimasud adalah:
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul (sama
dengan sampul), persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,
pernyataan keaslian tulisan, moto dan persembahan, kata pengantar,
abstrak, dan daftar isi.
2. Bagian Inti
Pada bagian inti dalam skripsi hasil penelitian ini, memuat:
a) Bab I : Pendahuluan
Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
kajian pustaka terdahulu, serta sistematika penulisan.
b) Bab II : Landasan Teori
Landasan teori, merupakan bagian yang menjelaskan landasan
teori yang berhubungan dengan peran guru PAI dalam membina
kecerdasan spiritual siswa, menjelaskan tentang peran guru PAI dan
15
c) Bab III : Metodologi Penelitian
Metode penelitian, memuat jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,
serta pengecekkan keabsahan temuan.
d) Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini peneliti akan menyampaikan hasil dari
penelitian mulai dari tahap awal hingga tahap akhir penelitian serta
menguraikannya.
e) Bab V : Penutup (kesimpulan dan saran)
Penutup, memuat kesimpulan dari pembahasan hasil
penelitian, saran dari peneliti, serta daftar pustaka.
3. Bagian Akhir
Pada bagian akhir skripsi ini, memuat: daftar pustaka,
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Landasan Teori
1. Guru PAI
a. Pengertian Guru PAI
Pada dasarnya, Islam mengajarkan untuk saling menyebarkan
ilmu pengetahuan dan menjadi guru agama dituntut untuk mendidik dan
membentuk akhlak sesuai dengan Islam serta membentuk manusia
menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT seperti
yang disyari’atkan dalam Al-Qur’an dan Hadits sehingga diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah
ayat 129 yang berbunyi:
ِهيِّكَزُيَو َتَمْكِحْناَو َباَتِكْنا ُمُهُمِّهَعُيَو َكِتاَيآ ْمِهْيَهَع ىُهْتَي ْمُهْىِم الاىُسَر ْمِهيِف ْثَعْباَو اَىَّبَر
ْم
ُميِكَحْنا ُزيِزَعْنا َتْوَأ َكَّوِإ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari
kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al
Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (Al-Qur’an, 2010:20).
Ayat di atas dipahami bahwa sebagai umat Islam dianjurkan untuk
17
mendidik sesuai dengan akhlak Islam serta membentuk manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Zakiyah Darajad (2011:39) mengungkapkan bahwa guru adalah pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Meskipun begitu, orang tua sebagai pendidik yang pertama bagi anaknya, sedangkan guru adalah tenaga profesional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikkan sekolah.
Guru Pendidikan Agama Islam bisa dikatakan merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan khusus mendidik secara prosional dalam proses interaksi dengan peserta didik dalam membentuk kepribadian utama berdasarkan ajaran Islam (Khoriyah, 2012:140).
Menurut Zakiyah Daradjat dalam dalam Muhammad Nurdin
(2010:127) mengungkapkan:
Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Para orang tua tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti telah melimpahkan pendidikan anaknya kepada guru. Hal ini mengisyaratkan bahwa mereka tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru, karena tidak sembarang orang bisa menjadi guru.
Sedangkan pendidik atau guru menurut Abuddin Nata
(2010:165) mengungkapkan bahwa:
Pendidik atau guru adalah adalah tenaga profesional yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menumbuhkan membina, mengembangkan minat, bakat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan, dan keterampilan peserta didik. Seorang pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengalaman, berkepribadian mulia, memahami yang tersurat dan tersirat, menjadi contoh dan model bagi muridnya, senantiasa membaca dan meneliti, memiliki keahlian yang dapat diandalkan, serta menjadi penasihat.
Berdasarkan uraian pengertian guru atau pendidik diatas, maka
18
yang bertugas mendidik muridnya agar menuju kedewasaan dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga terbentuklah dalam
tingkah laku sehari-harinya.
b. Syarat Guru Pendidikan Islam
Menurut Syaikh Ahmad al-Rifa’i dalam Ali Mufron (2015:32)
mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan
sebagai penddik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua kriteria
berikut:
1) Alim, yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya
Nabi Muhammad SAW, sehingga ia akan mampu mentransformasikan
ilmu yang komprehensif tidak setengah-setengah.
2) Adil riwayat, yaitu tidak pernah menegerjakan sedikitpun dosa besar
dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab
pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak
didiknya namun juga pendidik juga harus mampu menjadi contoh dan
suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Dikhawatirkan ketika
seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan
hidayah yang diterima anak didik namun justru
pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.
Menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti yang
19
spidol dan membaca buku pelajaran, maka sudah cukup bagi mereka
untuk berprofesi sebagai guru. Ternyata untuk menjadi guru yang
profesional tidak mudah, harus memiliki syarat-syarat khusus dan
harus mengetahui seluk-beluk teori pendidikan.
Supaya tercapai tujuan pendidikan, maka seorang guru harus
memiliki syarat-syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud Sulani
(dalam Muhammad Nurdin, 2010:129) adalah:
1) Syarat syakhsiyah (memiliki kepribadian yang dapat diandalkan).
2) Syarat ilmiah (memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni).
3) Syarat idhafiyah (mengetahui, menghayati dan menyelami manusia
yang dihadapinya, sehingga dapat menyatukan dirinya untuk
membawa anak didik menuju tujuan yang ditetapkan).
Menurut Al-Ghazali, (dalam Abudin Nata, 1997: 163-165)
ciri-ciri pendidik yang ideal adalah:
1) Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya
sendiri.
2) Guru jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama dari
pekerjaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang
diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. sedangkan upahnya
adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan
20
3) Guru harus mengingatkan muridnya agar mencari ilmu yang
bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa pada kebahagiaan dunia
dan akhirat.
4) Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik,
seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, murah hati, dan akhlak
terpuji lainnya.
5) Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan tingkat
intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
6) Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi
idola di mata anak muridnya.
7) Guru harus memahami minat, bakat, dan jiwa anak didiknya,
sehingga disamping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan
terjalin hubungan yanga akrab dan baik antara guru dengan anak
didiknya.
8) Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak
didiknya, sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan dijiwai
oleh keimanan itu (Natta, 1997:163).
Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi dalam Abuddin Nata
(2010:169), bahwa seorang pendidik harus a)mempunyai watak
kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga menyayangi
21
antara pendidik dan peserta didik; c)memerhatikan kemampuan dan
kondisi peserta didiknya; d)mengetahui kepentingan bersama, tidak
terfokus pada sebagian peserta didik saja; e)mempunyai sifat-sifat
keadilan, kesucian, dan kesempurnaan; f)ikhlas dalam menjalankan
aktivitasnya, tidak hanya menuntut hal-hal yang diluar kewajibannya;
g)dalam mengajar selalu mengaitkan materi yang diajarkan dengan
materi lainnya; h)memberi bekal kepada peserta didik dengan bekal
ilmu yang dibutuhkan masa depan, dan i)sehat jasmani dan rohani
serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jawab, dan mampu
mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang
matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
Dari sejumlah literatur tokoh-tokoh, secara umum syarat
profesionalisme guru sebagai pendidik dalam Islam adalah:
1) Sehat jasmani dan ruhani
2) Bertakwa
3) Berilmu pengetauan yang luas
4) Berlaku adil
5) Berwibawa
6) Ikhlas
7) Mempunyai tujuan yang Rabbani
8) Mampu Merencanakan dan Melaksanakan Evaluasi Pendidikan
22
Dari berbagai pendapat diatas mengenai syarat menjadi guru
agama, maka penulis menyimpulkan bahwa untuk menjadi guru agama
harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu memiliki
kepribadian yang baik, memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan
menghayati dalam mendidik murid, agar sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam yang diinginkan.
c. Peran Guru Pendidikan Agama Islam
Mengutip pendapat Gross, Mason dan Mc Eachern mendefinisikan
peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada
individu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu (Khoiriyah,
2012:137).
Sebagai guru, kedudukan dan peranan guru mempunyai lingkup yang beragam. Guru PAI mempunyai peranan yang lebih di berbagai lingkungan baik keluarga, masyarakat maupun sekolah karena guru PAI dianggap orang yang mempunyai pengetahuan agama lebih dibandingkan dengan yang lain. Sehingga peranannya haruslah mencerminkan nilai-nilai ajaran Islam yang diemban dan diajarkannya (Khoiriyah, 2012:138).
Peran guru artinya semua tingkah laku yang harus dilakukan guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Thohirin, 2005:165). Peran
guru sangatlah penting dalam interaksi antara guru dan peserta didik,
maka pengaarannya tidak boleh dilakukan secara seenaknya saja. Apabila
demikian, maka akan fatal akibatnya sehingga jauh dari mutu pendidikan.
23
mampu memainkan peran pentingnya bagi keberhasilan mutu
pendidikan.
Menurut Damar, dalam Khoiriyah (2012:139), bahwa Guru Agama
Islam tidak terlepas dari dua fungsi yaitu fungsi laten dan fungsi manifes.
1) Laten
Fungsi laten adalah fungsi yang diharapkan, disengaja, dan
disadari guru oleh masyarakat pada suatu ruang. Fungsi ini terdiri
dari:
a) Guru sebagai pengajar
b) Guru sebagai pendidik
c) Guru sebagai teladan
d) Guru sebagai motivator
2) Fungsi Manifes
Fungsi ini merupakan fungsi yang tidak diharapkan, disengaja,
dan disadari guru terhadap masyarakat, antara lain:
a) Guru sebagai “penyambung lidah kelas menengah atas”
b) Guru sebagai pegekal status quo
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran merupakan
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat. Berikut adalah peran guru menurut
24
a) Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai
yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai ini harus
betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat.
b) Inspirator
Di sini guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi
kemajuan belajar anak anak didik. Jadi guru harus mampu
memberi petunjuk bagi siswa untuk belajar dengan baik.
c) Informator
Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah
mata pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum.
d) Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang
diperlukan dari guru. Dalam hal ini, guru memiliki kegiatan
pengelolaan kagiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah,
25
e) Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak
didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan
motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang
melatarbelakangi ana didik malas belajar dan menurun
prestasinya di sekolah.
f) Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator, guru dapat menjadi
pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.
Proses interaksi eduktif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pendidikan.
g) Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan
fasilitas yang memungkinkan kemudahan kekgiatan belajar anak
didik. Lingkungan belajar yang menyenangkan, suasana ruang
kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas
belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas
belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana
menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar
26
h) Pembimbing
Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena, kehadiran
guru di sekolah untuk membimbing anak didik menjadi manusia
dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan
mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
Jadi, bagaimanapun bimbingan guru itu sangat diperlukan pada saat
anak didik belum mampu berdiri sendiri.
i) Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran
dapat anak didik pahami. Apalgi anak didik yang meiliki
intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar
dipahami anak didik, guru harus berusaha membantunya, dengan
cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga
apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik,
tidak akan kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan
pembelajaran pun dapat tercapai secara efektif dan efisien.
j) Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola
kelas dengan baik. Karena kelas adalah tempat berhimpun semua
anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari
27
k) Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan
dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam
berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun
materiil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna
mengefektifkan proses interaksi edukatif.
l) Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,
memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan
baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar
mengajar menjadi lebih baik.
m) Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjjadi seorang
evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian
yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik. Penilaian
terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek
kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values).
Dari berbagai uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa guru
PAI harus dapat berperan sebagai orang yang menumbuhkan, membina,
28
dan membina karakter yang mulia, meneliti, menangkap makna yang
tersembunyi, membina moral, serta menanamkan kepribadian yang baik
terhadap anak didiknya agar anak didik menjadi insan yang bertaqwa
terhadap Allah SWT, dan menjadi khalifah fil ardh.
d. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan Permendikbud Nomor 16 Tahun 2007 dalam Abdul
Majid (2012:92-93) bahwa standar kompetensi guru termasuk guru PAI
terdiri dari empat kompetensi utama, yaitu:
1) Kompetensi pedagogik yang meliputi:
a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
spiritual, emosional dan intelektual
b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik
c) Mengembangkan kurikulum terkait dengan mata pelajaran yang
diampu
d) Menyelenggarakan pembelajaran yang menarik
e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran
f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
29
g) Komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta
didik
h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi utuk kepentingan
pembelajaran
i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran
j) Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
2) Kompetensi profesional yang meliputi:
a) Mengetahui materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
b) Menguasai standar kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu
c) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
melakukan tindakan reflektif
d) memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk mengembangkan
diri.
3) Kompetensi sosial yang meliputi:
a) Bertindak dan bersikap secara objektif dan tidak diskriminatif
30
c) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain
secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4) Kompetensi kepribadian yang meliputi:
a) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan
kebudayaan
b) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa
c) Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi, rasa
bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri
d) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Dari uraian kompetensi-kompetensi diatas disimpulkan bahwa
keberhasilan sebuah pengajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan
agama Islam tergantung pada penguasaan terhadap kompetensi-kompetensi
tersebut.
2. Kecerdasan Spiritual
a. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan berakar dari kata “cerdas” yang mendapat imbuhan ke
-an. Cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya, tajam pikir-an.
Dengan demikian kecerdasan merupakan perbuatan mencerdaskan
kesempurnaan perkembangan akal budi (Poerwadaminta, KBBI, 1997:
31
Secara garis besar, terdapat dua hal utama yang mempengaruhi
perkembangan kecerdasan manusia yaitu kemampuan kognisi dan afeksi
yang dimiliki oleh manusia. Kemampuan kognisi adalah apabila
seseorang melakukan suatu tindakan yang bersifat intelektual di mana
unsur akal dan pikiran lebih dipengaruhi. Sebaliknya kemampuan afeksi
adalah jika orang menyikapi sesuatu dengan lebih dipengaruhi oleh unsur
emosi dan perasaan (Ratna, 2011:2).
Selama ini, kita cenderung memahami kecerdasan dengan
barometer IQ sehingga seseorang dikatakan cerdas bila mendapat IQ di
atas 100, misalnya nilai 9 di sekolah atau mendapat IP 4,0 di perguruan
tinggi. Atau orang memandang kecerdasan dengan pendekatan EQ
sehingga seseorang digolongkan cerdas bila punya komitmen, bersikap
loyal, empati, atau sabar. Kedua kecerdasan itu tidak cukup dalam
menghadapi kompleksitas persoalan hidup. Kita butuh kemampuan diri
untuk menggunakan kecerdasan ketiga, SQ yakni pengetahuan akan
kesadaran diri, makna hidup, tujuan hidup, atau nilai-nilai tertinggi.
Kecerdasan ini berupa kemampuan mengelola “suara hati” sehingga
terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memugkinkan kita bekerja
sama dengan lancar menuju sasaran yang lebih luas dan bermakna
(Nasution, 2009: 4).
Spiritual berasal dari kata spirit dalam bahasa Inggris berarti
32
dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin) (Poerwadaminta, KBBI,
2006:1143).
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, dimana kecerdasan itu untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar, 2001:
4).
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang berkaitan dengan
hal-hal yang transenden, hal yang mengatasi waktu kemudian melampaui
kekinian dan pengalaman manusia. Kecerdasan spiritual adalah bagian
terdalam dan terpenting dalam diri manusia, (Pasiak, 2005:137).
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang mendasari dari
kecerdasan-kecerdasan yang lainnya. Seseorang dengan memiliki
kecerdasan spiritual akan membuat kehidupan lebih bernilai.
Kecerdasan spiritual senantiasa membuat manusia lebih memahami
arti kehidupan. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang
tinggi, senantiasa akan tenang jiwanya, karena memahami bahwa
Allahlah yang mengatur segala persoalan hidup manusia, sehingga
33
b. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual
Menurut Indragiri (2010: 33), kecerdasan spiritual tidak semata-mata
dilihat dari aspek anak dalam menjalankan ibadah seperti halnya sholat.
Selain beriman, pembawaan spiritual pada anak terlihat pada sifat-sifat
mereka, yaitu berani, optimmis, berperilaku konstruktif, berempati, senang
berbuat baik, memiliki sikap memaafkan, bersyukur bahkan ketangkasan
dalam menghadapi amarah dan bahaya. Dengan demikian, anak-anak yang
dibimbing untuk mengembangkan kecerdasan spiritual hingga puncak akan
memiliki sifat-sifat tersebut. Kecerdasan spiritual yang ditanamkan pada
anak, akan membuat anak pada masa kecil mengerti bahwa kecerdasan dan
kebajikan akan menghasilkan buah yang menyenangkan. Oleh karena itu,
mereka cenderung memilih perbuatan baik dan benar daripada yang buruk.
Ciri anak yang memiliki kecerdasan spiritual yang menonjol adalah
baik pada sesama dan rajin menjalankan ibadah agamanya. Biasanya ini
terlihat saat dia berinteraksi dengan sesama dan lingkungannya, sikap ramah
dan baik pada siapapun, tidak pernah membuka aib (kejelekan, kekhilafan
dan kekurangan) orang lain, dan mampu menangkap esensi dari agama yang
dia anut (Imas, 2010:27).
Kita dapat mengenali anak-anak yang memiliki kecerdasan spiritual
yang tinggi, dengan tujuh ciri utama, yaitu:
1) Adanya kesadaran diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”,
34
2) Adanya pandangan luas terhadap dunia, melihat diri sendiri dan orang
lain saling terkait, menyadari tanpa diajari bahwa bagaimanapun kosmos
ini hidup dan bersinar; memiliki sesuatu yang disebut “cahaya subjektif”
3) Bermoral tinggi, pendapat yang kukuh, kecenderungan untuk merasa
gembira, “pengalaman puncak”, dan atau bakat-bakat estetis.
4) Memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya, dapat merasakan arah
nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti cita-cita suci atau
sempurna, dari hal-hal yang biasa.
5) Adanya “rasa haus yng tidak dapat dipuaskan” akan hal-hal selektif yang
diminati, seringkali membuat mereka menyadari atau memburu tujuan
tanpa berpikir lain.
6) Memiliki gagasan yang segar dan “aneh”, rasa humor yang dewasa
7) Adanya pandangan pragmatis dan efisien tentang realitas, yang sering
(tetapi tidak selalu) menghasilkan pilihan-pilihan yang sehat dan
hasil-hasil praktis (Imas, 2010:55-56).
Ciri-ciri kecerdasan spiritual pada anak dapat diamati dalam ucapan
dan perilakunya sehari-hari. Kecerdasan spiritual dapat diamati juga melalui
pengamalan dan penghayatan pada Rukun Islam dan Rukun Iman dalam
kehidupan sehari-hari.
35
Menurut Muhaimin (2014:43-81), terdapat beberapa cara untuk
mengembangkan kecerdasan spiritual, yaitu:
1. Membimbing Anak Menemukan Makna Hidup
a) Membiasakan Diri Berpikir Positif
Berfikir positif yang paling mendasar untuk dilatihkan
kepada anak-anak adalah berfikir positif kepada Tuhan yang telah
menetapkan takdir bagi manusia. Sungguh hal ini penting sekali,
disamping agar hubungan Tuhan akan senantiasa dekat, juga
memudahkan seseorang menemukan makna dalam hidupnya. Hal
ini berbeda sekali dengan orang yang berfikir negatif kepada Tuhan
yang telah menemukan takdir bagi manusia. Ia akan mengalami
banyak kerugian, rugi karena gagal, merasa kecewa, hubungannya
dengan Tuhan menjadi tidak dekat tidak menemukan makna hidup,
tidak bahagia, menimbulkan penyakit, bahkan menjadi kehilangan
harapan. Sungguh berfikir negatif kepada Tuhan sama sekali tidak
ada gunanya bagi kehidupan manusia.
Berfikir positif juga bisa dilatihkan dengan cara
terus-menerus membangun semangat dan rasa optimis dalam
menghadapi segala sesuatu. Demikian pula dengan mempunyai
rasa optimis, biasanya akan selalu positif dalam memandang segala
sesuatu. Hal ini tentu berlawanan dengan orang yang bersikap
36
sehingga langkah-langkahnya terasa menjadi berat, atau bahkan
tidak jadi melangkah untuk meraih sesuatu yang menjadi
cita-citanya.
b) Memberikan Sesuatu yang Terbaik
Orang yang mempunyai misi untuk memberikan yang terbaik
di hadapan Tuhan akan mempunyai tekad dan semangat yang luar
biasa. Orang yang demikian biasanya tidak mudah untuk menyerah
sebelum apa yang telah direncanakan berhasil. Apabila seseorang
berbuat sesuatu atau bekerja dengan misi untuk memberikan
sesuatu yang terbaik untuk Tuhan secara otomatis hasil kerjanya
pun berbanding lurus dengan keberhasilan.
c) Menggali Hikmah di Setiap Kejadian
Kemampuan untuk menggali hikmah sangat penting agar
seseorang tidak terjebak untuk menyalahkan dirinya, atau bahkan
menyalahkan Tuhan. Satu hal yang penting untuk dipahami bahwa
menggali hikmah dari setiap kejadian itu bisa dilakukan apabila
berangkat dari sebuah keyakinan bahwa Tuhan pasti memberikan
37
2. Mengembangkan Lima Latihan Penting
a) Senang Berbuat Baik
Orang yang berbuat baik, tetapi tidak senang hati, maka akan
sulit mendapatkan kebahagiaan. Sebab, hanya perbuatan baik yang
dilakukan dengan senag hati saja yang merupakan salah satu
sumber kebahagiaan bagi seseorang. Orang yang berbuat baik
karena ingin mendapatkan pujian, bisa jadi orang tersebut akan
senang, namun apabila orang lain tidak memujinya, atau bahkan
malah mencerca, maka yang didapatkan adalah kekecewaan.
b) Senang Menolong Orang Lain
Senang menolong orang lain sangat perlu dilatihkan kepada
anak-anak. apalagi, hidup di zaman modern seperti ini, yang
orang-orangnya cenderung individualis dan sibuk dengan urusan
masing-masing, senang menolong orang lain seakan menjadi perdebatan
mahal harganya. Tidak jarang jika melihat seseorang yang
jelas-jelas membutuhkan pertolongan, namun orang-orang yang berada
di sekitarnya tampak cuek saja. Lebih menyedihkan lagi, malah
ada yang menunjukkan sikap sinisme. Inilah barangkali salah satu
penyebab orang-orang modern sepertinya sulit merasakan
kebahagiaan.
38
Menemukan tujuan hidup adalah hal yang paling mendasar
dalam kehidupan seseorang. Jalan yang paling mendasar dalam
kehidupan seseorang, yakni keyakinan atau agama. Melalui
kesadaran beragama dengan baik, maka akan lebih mudah untuk
menemukan tujuan hidup.
d) Turut Merasa Memikul Sebuah Misi Mulia
Latihan untuk turut merasakan memikul sebuah misi
dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Bila dilakukan secara
terus-menerus, dan apabila lupa diingatkan, lama-kelamaan sang
anak akan terbiasa untuk turut merasakan, memikul, dan
bertanggung jawab sebuah misi yang mulia. Sungguh ini adalah
salah satu sumber kebahagiaan yang penting dalam kehidupan
seorang manusia.
e) Mempunyai Selera Humor yang Baik
Mempunyai selera humor yang baik tidak hanya terkait
dengan bagaimana menyampaikan humor kepada orang lain, tetapi
bagaimana seseorang menemukan humor dalam kejadian yang
dialaminya dan menerima humor yang disampaikan oleh orang
39
mempunyai kecerdasan spiritual yang baik dan mudah baginya
untuk merasakan sebuah kebahagiaan.
3. Melibatkan Anak dalam Beribadah
Melibatkan anak dalam beribadah penting sekali bagi
perkembangan jiwa sang anak, tentu Nabi Saw. bahkan sudah
melarangnya demi kekhusyukan dalam beribadah. Apabila anak sejak
usia dini sudah dilibatkan dalam beribadah, kecerdasan spiritualnya
akan terasah dengan baik. Sebab di dalam setiap bentuk ibadah selalu
terkait dengan keyakinan yang tidak kasat mata, yakni keimanan.
Kekuatan dan keimanan inilah yang membuat seseorang bissa
mempunyai kecerdasan spiritual yang luar biasa.
4. Menikmati Pemandangan Alam yang Indah
Cara menikmati pemandangan alam dengan bersenang-senang
bukan merupakan kesalahan. Malah hal itu malah penting agar jiwa
yang sebelumnya penat, ada beban, atau jenuh bisa segar kembali.
Namun dalam rangka mengembangkan kecerdasan spiritual anak,
perlu bagi orang tua mengajak anak-anak untuk duduk dengan tenang
ataupun berdiri dengan tenang dan menikmati keindahan alam yang
sedang dikunjungi. Disini orang tua berperan untuk membawa anak ke
adalam kesadaran spiritual dari keindahan alam yang sedang
40
5. Mengunjungi Saudara yang Berduka
Mengunjungi saudara yang dimaksudkan di sini adalah saudara
yang berhubungan dengan kekerabatan maupun saudara sesama
manusia. Berikut adalah kunjungan yang dapat kita lakukan kepada
saudara kita yang sedang berduka.
a) Mengunjungi Saudara yang Sedang Bersedih
b) Mengunjungi Saudara di Panti Asuhan
c) Mengunjungi Saudara yang Sedang Sakit
d) Mengunjungi Saudara yang Ditinggal Mati
e) Mengunjungi Saudara di Makam
f) Mencerdaskan Spiritual Melalui Kisah
Kecerdasan spiritual anak dapat ditingkatkan melalui
kisah-kisah agung, yakni kisah-kisah dari orang-orang dalam sejarah yang
mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi. Metode ini dinilai sangat
efektif karena anak-anak pada umumnya sangat menyukai cerita.
Disinilaah sesungguhnya orang tua dapat berperan aktif menceritakan
kepada anak-anak tentang kisah-kisah agung agar kecerdasan
spiritualnya dapat berkembang dengan baik.
41
Menghadapi persoalan kehidupan yang semakin hari kian
kompleks, dibutuhkan kecerdasan spiritual yang baik agar seseorang
dapat melaluinya dengan baik. Tanpa kecerdasan spiritual, seseorang
akan lemah dalam menghadapi persoalan hidup, bahkan dalam
melakukan segala macam cara dan tidak peduli apakah merugikan
orang lain atau tidak.
Penulis menyimpulkan bahwa kecerdasan spiritual pada anak
dapat ditingkatkan melalui sebuah pembiasaan di usia dini yang
dilakukan oleh orang tua ketika dirumah, dan oleh guru ketika sudah
memasuki usia sekolah.
Usia dini merupakan usia anak dalam masa perkembangan
otak yang sangat pesat. Oleh karena itu, sebagai orang tua yang
memperhatikan perkembangan anak didik, maka mereka akan
mengajarkan pembiasaan maupun teladan yang baik untuk
putra-putrinya terutama dalam hal agama sehingga akan menambah
kecerdasan spiritual pada yang nantinya akan membekas dalam jiwa
anak.
Begitupun dengan para guru di sekolah akan memberikan
pengetahuan dan teladan bagi muridnya mengenai kecerdasan spiritual
42
d. Faktor Penghambat Kecerdasan Spiritual
Suara hati manusia tidak selamanya selau stabil, namun adakalanya
suara hati manusia mengalami penurunan. Sehingga penurunan ini
menjerumuskan pada kerusakan, kejahatan, kecurangan dan lain-lain.
Menurut Ary Ginanjar (2005:74) bahwa ada tujuh faktor yang
menghambat kecerdasan spiritual, yaitu:
1. Prasangka Negatif
Tindakan seseorang sangat bergantung oleh alam pikirannya.
Setiap orang diberikan kebebasam untuk memilih responnya
masing-masing. Ia bertanggung jawab penuh atas sikap yang ditimbulkan dari
pikirannya sendiri. Kitalah “raja” dari pikiran kita sendiri. Bukan
lingkungan sekeliling kita. Namun lingkungan ikut serta berperan
dalam mempengaruhi cara berpikir seseorang. Apabila lingkungannya
pahit maka ia pun menjadi pahit, selalu curiga, dan seringkali
berprasangka negatif kepada orang lain.
Sebaliknya, orang yang memiliki suara hati merdeka, akan lebih
mampu melindungi pikirannya. Ia mampu memilih respon positif di
tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap berpikir
positif dan selalu berprasangka baik pada orang lain. Ia mendorong
dan menciptakan kondisi lingkungannya untuk saling percaya, saling
43
“aliansi cerdas” yang akan menciptakan performa puncak. Dialah raja
dari pikirannya sendiri.
2. Prinsip Hidup
Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati akan
berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah maupun
kegagalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang
tidak sejalan dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani, terbukti
hanya mengakibatkan fungsi kesengsaraan, bahkan kehancuran.
Bahwasannya berprinsip kuat pada sesuatu yang abadilah yang
mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan dan keamanan yang
hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil
niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula.
a) Pengalaman
Pengalaman kehidupan dan lingkungan akan sangat
mempengaruhi cara berpikir seseorang, yang pada akhirnya
berakibat pada terciptanya sosok manusia bentukan dari lingkungan
sosialnya. Bisa dibayangkan, apabila seseorang berada dalam
lingkungan sosial yang buruk, maka ia pun akan menjadi seseorang
seperti lingkungannya itu.
Suara hatilah yang sebenarnya berpotensi melindungi diri
44
kita, buka sikap “proaktif” yang seringkali menjadi respon dari
setiap kondisi yang kita kondisi yang kita alami, sikap proaktif
hanyalah sebatas metode untuk melihat sesuatu secara berbeda.
Merespon suatu keadaan kehidupan secara proaktif tanpa dilandasi
prinsip nilai yang benar, hanya akan menjebloskan diri paradigma
keliru lainnya yang tidak kalah menyesatkan.
b) Kepentingan
Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan
kepentingan akan menentukan prioritas tindakan. Pada intinya
prinsip akan melahirkan prioritas, dan orang yang bijak akan
mengambil keputusan degan menimbang semua aspek sebagai satu
kesatuan tauhid atau berdasarkan prinsip keesaan.
c) Sudut Pandang
Memandang sesuatu hanya dari satu sudut pandang
mengakibatkan hati terbelenggu dan pengetahuan menjadi sempit.
Sebagai dampaknya, akan memunculkan perilaku yang khusus.
Untuk itu dibutuhkan musyawarah dan mendengarkan pendapat
orang lain, lalu mempertimbangkan keputusan secara objektif.
d) Pembanding
Pada umumnya seseorang sering menilai sesuatu
45
sebelumnya serta bayangan yang diciptakan sendiri di alam pikiran.
Paradigma penilaian dalam pikiran yang begitu mudah berubah
hanya dalam hitungan sepersekian detik saja. Bisa dibayangkan
betapa lingkungan dengan cepatnya menciptakan dan mengubah
pikiran setiap saat. Akhirnya menjadi korban hasil bentukan
lingkungan.
e) Literatur
Usaha pencarian kebenaran itu sesungguhnya akan
berujung pada sebuah kebenaraan, walau serentetan ujian akan
selalu mengasahnya menuju kehakikian sumber kebenaran.
Bahwasanya buku-buku dan ilmu pengetahuan dari barat yang
acapkali dijadikan pegangan/kiblat juga penuhanan ilmu
sesungguhnya sudah tidak pada tempatnya lagi. Yang ada
hanyalah: Sang Pencipta dan Pemilik Ilmu. Allah Tuhan Semesta
Alam, sesungguhnya anggukan universal setiap hati yang terbuka,
mengakui-Nya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis memberi kesimpulan
bahwa ketujuh faktor penghambat spiritual diatas mempengaruhi
cara berfikir seseorang. Oleh karena itu, sebisa mungkin manusia
harus bisa mengendalikaan fikirannya dengan mengingat Allah