• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi terapi diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi terapi diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
260
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Selasih Ikawati Budiman

NIM : 078114112

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Selasih Ikawati Budiman

NIM : 078114112

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Sering kita merasa takut tuk berjalan sendiri...

Sering kita merasa cemas karena tak mengetahui apa yang akan terjadi

tentang masa depan...

Hati manusia sungguh tak menentu...

Namun karena kubersamaMu ya Bapaku Yang Maha Besar, pelindung semua

umat, dan pemberi Kasih Yang Terbesar, maka kudapat bertahan

hingga hari ini dan memiliki keberanian tuk terus berusaha melangkah

maju!

Limpahan kasihMu sungguh tak terukir dengan emas perak permata pun,

dengan batu giok pun, Engkau lah sumber hidupKu... Engkau yang selalu

menemaniku bersama dengan para Malaikat Surga, pemberi dorongan dan

hiburan di kala keadaan sulit...

Seluruh karya ini hamba persembahkan kepadaMu dengan segala kekurangan

yang ada, sungguh Kan Xie Tien En Shi Te....

Karya kecil ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yang Maha Mulia

Kakek nenek, orang tua dan seluruh keluarga besarku

Teman-teman yang selalu mengasihiku dan memberi dukungan

Dosen pembimbingku yang dengan rela meluangkan waktu di tengah

kesibukan yang padat dan selalu memberiku tuntunan

...Terimakasih kepada kalian semua...

(6)
(7)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kemuliaanNya yang telah Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul

Evaluasi Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 disertai Hipertensi

dan Gagal Ginjal Kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta

” ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm.) dalam Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Penulis sangat menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini

berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun

tidak langsung antara lain berupa materil, waktu, tenaga, moral, maupun spiritual.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan, berkat dan kasihNya yang melimpah

kepada penulis serta ujianNya sehingga membuat penulis semakin menyadari

berbagai arti nilai kehidupan.

2.

Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma dan sebagai dosen atas segala bimbingan dan pengajarannya

selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

3.

Dra. AM. Wara Kusharwanti, M. Si., Apt. selaku dosen pembimbing dan

(8)

viii

yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi.

4.

dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji atas dukungan, arahan,

masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis selama proses

penyelesaian skripsi.

5.

Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Apt. selaku dosen penguji atas

dukungan, arahan, masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis selama

proses penyelesaian skripsi.

6.

Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7.

Kepala dan para staf bagian Instalasi Rekam Medis serta bagian Personalia

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas izin dan bantuan selama proses

pengambilan data.

8.

Seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi dengan gagal

ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2008

Mei 2010 yang secara tidak langsung telah membantu

dalam memberikan informasi dalam penelitian ini.

9.

Segenap dosen pengajar dan staf sekretariat Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma atas segala bimbingan, pesan moral, pengajaran, dan bantuan

selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

10.

Keluarga besar penulis, khususnya orang tua yaitu Ayahanda Charlie

(9)

ix

sayang dan pengorbanannya demi memberikan yang terbaik di dalam seluruh

hidup penulis.

11.

Paman saya, Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo yang telah membiayai keperluan

kuliah saya sehingga saya dapat terus mempelajari berbagai ilmu tentang

farmasi.

12.

Adikku, Dwi Listyani Budiman atas dukungan dan suka duka yang dijalani

bersama dalam setiap langkah hidup penulis.

13.

Sahabat dan teman-teman penulis baik di dalam maupun di luar Universitas

Sanata Dharma yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kasih,

dukungan, dan ketersediaannya untuk saling berbagi suka duka dan berbagai

informasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

14.

Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat

menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(10)
(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... .. iii

HALAMAN PENGESAHAN...

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi

PRAKATA...

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x

DAFTAR ISI...

xi

DAFTAR TABEL...

xv

DAFTAR GAMBAR...

xix

DAFTAR LAMPIRAN...

xx

DAFTAR SINGKATAN...

xxvi

INTISARI...

xxix

ABSTRACT...

xxx

BAB I. PENGANTAR... .. 1

A.

Latar Belakang... 1

1.

Perumusan Masalah...

5

2.

Keaslian Penelitian...

6

3.

Manfaat Penelitian...

7

(12)

xii

1.

Tujuan Umum...

8

2.

Tujuan Khusus...

8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...

9

A.

Drug Related Problems...

9

B.

Diabetes Melitus (DM)... 10

1.

Definisi... 10

2.

Klasifikasi...

10

3.

Diagnosis... 11

4.

Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2...

12

5.

Manifestasi Klinis...

13

A.

Hipertensi... 14

1.

Definisi... 14

2.

Klasifikasi...

15

3.

Patogenesis...

15

B.

Diabetes Melitus disertai Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronis...

16

1.

Definisi Gagal Ginjal Kronis...

16

2.

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis...

16

3.

Patogenesis...

18

4.

Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis... 21

5.

Penatalaksaaan Terapi... 22

E.

Keterangan Empiris...

33

BAB III. METODE PENELITIAN...

34

(13)

xiii

B.

Definisi Operasional...

34

C.

Subjek Penelitian... 36

D.

Bahan Penelitian... 37

E.

Lokasi Penelitian... 37

F.

Tata Cara Penelitian... 37

1.

Tahap Persiapan... 37

2.

Tahap Pengambilan Data... 37

3.

Tahap Penyelesaian Data... 38

G.

Tata Cara Analisis Hasil... 38

1.

Karakteristik Pasien...

39

2.

Profil Obat... 40

3.

Drug Related Problems... 40

H.

Kesulitan Penelitian... 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 42

A.

Karakteristik Pasien DM Tipe 2 disertai Hipertensi dan GGK... 42

1.

Berdasarkan Kelompok Umur... 42

2.

Berdasarkan Jenis Kelamin... 44

3.

Berdasarkan Perubahan Nilai Laboratorium... 45

4.

Berdasarkan Indikator Hipertensi... 46

B.

Profil Obat... 47

1.

Kelas Terapi... 47

2.

Golongan Obat...

50

(14)

xiv

1.

Terapi Obat yang Tidak Dibutuhkan ... 67

2.

Butuh Terapi Obat Tambahan... 68

3.

Potensial Adverse Drug Reaction ... 70

4.

Dosis Terlalu Tinggi... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...

73

A.

Kesimpulan... 73

B.

Saran...

75

DAFTAR PUSTAKA... 76

LAMPIRAN...

80

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I.

Kategori Dan Penyebab Drug Related Problems...

9

Tabel II.

Kategori Status Glukosa...

11

Tabel III.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa (≥18

Tahun)...

15

Tabel IV.

Mekanisme Potensial Patogenesis...

15

Tabel V.

Kerusakan Renal Berdasarkan Klirens Kreatinin ...

17

Tabel VI.

Estimasi Klirens Kreatinin...

18

Tabel VII.

Perbandingan Jumlah Subjek DM Tipe 2 Disertai

Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan

Kelompok Umur Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei

2010...

43

Tabel VIII.

Perbandingan Jumlah Pasien Laki-laki Dan Perempuan

DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis

Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

44

(16)

xvi

Tabel X.

Profil Kelas Terapi Obat Pada Pasien DM Tipe 2 Disertai

Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode

Januari 2008

Mei 2010...

49

Tabel XI.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Gizi Dan Darah Pada Pasien DM

Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010

…….……

.

53

Tabel XII.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Sistem Kardiovaskular Pada

Pasien DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal

Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010

….

...

56

Tabel XIII.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Sistem Endokrin Pada Pasien

DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis

Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

58

Tabel XIV.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Sistem Saraf Pusat Pada Pasien

DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis

(17)

xvii

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010..

...

59

Tabel XV.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Anti Infeksi Pada Pasien DM

Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

...

61

Tabel XVI.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Sistem Saluran Cerna Pada

Pasien DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal

Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

62

Tabel XVII.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Sistem Saluran Nafas Pada

Pasien DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal

Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

…...

..

64

Tabel XVIII

.

Perbandingan Golongan, Kelompok, Dan Nama Obat

Pada Kelas Terapi Obat Skelet dan Sendi Pada Pasien

DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis

Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

65

Tabel XIX.

DRPs Kategori Terapi Obat Yang Tidak Dibutuhkan

(18)

xviii

Ginjal Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010 ...

67

Tabel XX.

DRPs Kategori Butuh Terapi Obat Tambahan Pada

Pasien DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal

Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

68

Tabel XXI.

DRPs Kategori Potensial

Adverse Drug Reaction Pada

Pasien DM Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal

Kronis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010..

...

70

Tabel XXII. DRPs Kategori Dosis Terlalu Tinggi Pada Pasien DM

Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron...

29

Gambar 2.

Algoritma Pengaturan Hipertensi Untuk Pasien Dengan CKD

Dan Diabetes...

32

Gambar 3.

Perbandingan Jumlah Subjek DM Tipe 2 Disertai Hipertensi

Dan Gagal Ginjal Kronis Berdasarkan Kelompok Umur Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008

Mei 2010...

43

Gambar 4. Perbandingan Jumlah Pasien Laki-laki Dan Perempuan DM

Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari 2008

Mei 2010...

44

Gambar 5.

Profil Kelas Terapi Obat Pada Pasien DM Tipe 2 Disertai

Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

49

Gambar 6.

Perbandingan Jenis Drug Related Problems Pada Pasien DM

Tipe 2 Disertai Hipertensi Dan Gagal Ginjal Kronis Di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Kajian DRPs Kasus 1 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

80

Lampiran 2.

Kajian DRPs Kasus 2 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

86

Lampiran 3.

Kajian DRPs Kasus 3 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

89

Lampiran 4.

Kajian DRPs Kasus 4 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

94

Lampiran 5.

Kajian DRPs Kasus 5 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

(21)

xxi

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

102

Lampiran 7.

Kajian DRPs Kasus 7 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

106

Lampiran 8.

Kajian DRPs Kasus 8 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

110

Lampiran 9.

Kajian DRPs Kasus 9 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

114

Lampiran 10. Kajian DRPs Kasus 10 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

118

Lampiran 11. Kajian DRPs Kasus 11 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

(22)

xxii

Lampiran 12. Kajian DRPs Kasus 12 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

131

Lampiran 13. Kajian DRPs Kasus 13 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

137

Lampiran 14. Kajian DRPs Kasus 14 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

142

Lampiran 15. Kajian DRPs Kasus 15 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

147

Lampiran 16. Kajian DRPs Kasus 16 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

152

Lampiran 17. Kajian DRPs Kasus 17 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

(23)

xxiii

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

157

Lampiran 18. Kajian DRPs Kasus 18 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

162

Lampiran 19. Kajian DRPs Kasus 19 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

168

Lampiran 20. Kajian DRPs Kasus 20 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

172

Lampiran 21. Kajian DRPs Kasus 21 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

178

Lampiran 22. Kajian DRPs Kasus 22 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

181

Lampiran 23. Kajian DRPs Kasus 23 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

(24)

xxiv

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

186

Lampiran 24. Kajian DRPs Kasus 24 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

190

Lampiran 25. Kajian DRPs Kasus 25 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

194

Lampiran 26. Kajian DRPs Kasus 26 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

197

Lampiran 27. Kajian DRPs Kasus 27 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

200

Lampiran 28. Kajian DRPs Kasus 28 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

(25)

xxv

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

210

Lampiran 30. Kajian DRPs Kasus 30 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

215

Lampiran 31. Kajian DRPs Kasus 31 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

221

Lampiran 32. Kajian DRPs Kasus 32 Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Komplikasi Hipertensi dengan Gagal Ginjal Kronis di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode Januari 2008

Mei 2010...

226

Lampiran 33. Standar

Insulin

Berdasarkan

Konsensus

Dokter

(26)

xxvi

DAFTAR SINGKATAN

AMI

: acute myocardial infarction

APTT

: activated partial thromboplastine time

ARBs

: angiotensin II receptor blockers

CCBs

: calcium channel blockers

CHF

: congestive heart failure

CKD

: chronic kidney disease

Clcr

: klirens kreatinin

COPD

: chronic obstructive pulmonary disease

CRF

: chronic renal failure

DM

: diabetes melitus

DM II NO

: diabetes melitus tipe 2 non obesitas

DPP-IV

: dipeptidyl peptidase IV

DRPs

: drug related problems

ESA

: erythropoietic stimulating agents

ESRD

: end stage renal disease

FFA

:

free fatty acid

FPG

: fasting plasma glucose

GDM

: diabetes melitus gestasional

GDS

: glukosa darah sewaktu

GFR

: glomerular filtration rate

(27)

xxvii

GIP

:

glucose-dependent insulin-releasing peptide

GLP-1

:

glucagon-like peptide

-1

H

: high

HD

: hemodialisis

HDL

:

high-density lipoprotein

HHD

: hipertension heart disease

HT

: hipertensi

IGD

: Instalasi Gawat Darurat

IHD

:

ischemic heart disease

ISK

: infeksi saluran kemih

i.v.

: intravena

JNC7

: Seventh report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

L

: low

LDL

:

low-density lipoprotein

MCH

:

mean corpuscular hemoglobin

MCHC

:

mean corpuscular hemoglobin concentration

MCP-1

: monocyte chemoattractant protein

MCV

:

mean corpuscular volume

MDRD

: modification of diet in renal disease

NHANES III : Third National Health and Nutritional Examination Survey

(28)

xxviii

NKF K/DOQI : National Kidney Foundation Kidney Dialysis Outcomes and

Quality Initiative

NRM

: non rebreathing mask

p.o.

: per oral

PRC

:

packed red cell

PTH

: parathyroid hormone

RAAS

: renin-angiotensin-aldosteron system

RANTER

: regulated upon activation, normal T-cell expressed and secreted

RDW

:

red blood cell distribution

SGOT

: serum glutamic oxaloacetic transaminase

SGPT

: serum glutamic pyruvic transaminase

SONDE

: menggunakan stomach tube

s.c.

: subkutan

VAT

:

visceral adipose tissue

VLDL

:

very low density lipoprotein

WHO

: World Health Organization

(29)

xxix

INTISARI

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan faktor risiko berkembangnya

gagal ginjal kronis, gagal ginjal kronis juga dapat memperparah hipertensi maka

penting untuk melakukan penatalaksanaan terapi yang tepat terhadap pasien ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, profil obat, dan

Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan metodologi non eksperimental dengan

rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Populasi yang digunakan

sebanyak 23 subjek dengan 32 kasus di dalamnya.

Hasil penelitian menunjukkan pada rentang umur 21-80 tahun persentase

umur terbesar dialami oleh pasien pada kelompok umur 51-60 tahun sebesar

34,8%; dengan 52,2% berjenis kelamin perempuan. Terdapat 8 kelas terapi obat

yang diberikan, kelas terapi gizi dan darah dan sistem kardiovaskular paling

banyak digunakan sebesar 96,9%. Golongan obat terbanyak dari kelas terapi gizi

dan darah adalah

ketoanalogues and amino acids (Ketosteril

®

) sebesar 71,9%,

dari kelas terapi sistem kardiovaskular adalah furosemide sebesar 83,4%. DRPs

yang terjadi adalah terapi obat yang tidak dibutuhkan sebesar 12,5%, butuh terapi

obat tambahan sebesar 53,1%, potensial adverse drug reaction sebesar 34,4%, dan

dosis terlalu tinggi sebesar 18,8%.

(30)

xxx

ABSTRACT

Hypertension and diabetes mellitus is a risk factor for developing chronic

kidney failure, chronic kidney failure also can aggravate hypertension hence the

importance of implementing appropriate management of therapy on this patients.

This study aims to determine patient characteristics, medication profiles, and Drug

Related Problems (DRPs).

This research methodology is non-experimental with retrospective

evaluative descriptive design. The population as many as 23 subjects with 32

cases in it.

The results show the largest percentage of age in the range 21-80 years is

the age group 51-60 years 34,8%. Percentage based on sex in women is 52,2%.

There are 8 drug class therapy, which the most drug class therapy are the nutrition

and blood and cardiovascular system, both are 96,9%. Drug that the most widely

used of the nutrition and blood class therapy is ketoanalogues and amino acids

(Ketosteril

®

) 71,9% while the cardiovascular system is furosemide 83,4%. DRPs

that happened include of unnecessary drug therapy is 12,5%, need for additional

drug therapy 53,1%, potential of adverse drug reaction 34,4%, and the dosage too

high 18,8%.

(31)

1

A.

Latar Belakang

Penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi yang merupakan faktor

risiko berkembangnya gagal ginjal kronis banyak ditemukan pada masyarakat

Indonesia. Estimasi WHO tentang jumlah penderita diabetes di Indonesia pada

tahun 2000 sebesar 8.400.000 orang, tahun 2003 sebesar 13.797.470 orang, dan

pada tahun 2030 diperkirakan sebesar 21.300.000 orang, yang akan menjadikan

negara Indonesia sebagai nomor 4 terbesar di dunia (Ditjen PP & PL, 2008).

Secara epidemiologi, dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat diabetes melitus pada

kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu

14,7%. Pada daerah pedesaan, diabetes melitus menduduki ranking ke-6 yaitu

5,8%. Secara umum, hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah diabetes

melitus tipe 2 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Hipertensi

merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah

stroke dan tuberkulosis, yakni

mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi

hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Dinas Kesehatan, 2009).

Sebagian besar negara yang sedang berkembang jarang memiliki data

(32)

ginjal kronis tidak diketahui. Insidensi tahunan gagal ginjal terminal dilaporkan

bervariasi mulai dari 4 per sejuta di Bolivia sampai 254 per sejuta penduduk di

Puerto Rico (Kher, 2002). Indonesia sendiri belum memiliki sistem pendataan

yang lengkap di bidang penyakit ginjal, namun di Indonesia diperkirakan 100 per

sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru dalam setahun (Santoso dkk.,

2003)

Diabetes adalah suatu gangguan metabolisme yang disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan

menyebabkan komplikasi mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Sukandar

dkk., 2008). Diabetes melitus sendiri terbagi ke dalam beberapa tipe, salah satu

tipe yang sering terjadi pada orang dewasa adalah diabetes melitus tipe 2.

Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin dan

berkurangnya sekresi insulin, dengan lebih rendahnya sekresi insulin dari waktu

ke waktu. Diabetes melitus tipe 2 biasanya dapat terjadi pada usia > 30 tahun dan

pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap timbulnya komplikasi. Komplikasi

tersebut antara lain neuropati, nefropati, retinopati, gangguan pembuluh darah

perifer dan ulkus kaki (Triplitt, Reasner, and Isley, 2008).

Hipertensi adalah suatu penyakit yang dapat diartikan secara sederhana

sebagai peningkatan tekanan darah arteri secara persisten. Hipertensi dapat terjadi

seiring dengan bertambahnya usia (Saseen and Maclaughlin, 2008). Gagal ginjal

kronis sendiri didefinisikan sebagai hilangnya fungsi ginjal secara progresif yang

(33)

adanya perubahan dari bentuk/struktur ginjal yang normal menjadi fibrosis

interstisial secara bertahap (Joy, Kshirsagar, and Franceschini, 2008).

Individu dengan diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko sebesar 50%

berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Hipertensi dialami oleh 40% individu

dengan

glomerular filtration rate (GFR) sebesar 90 mL/menit; 55% individu

dengan GFR 60 mL/menit; dan 75% individu dengan GFR 30 mL/menit, hal ini

diteliti pada individu dengan luas permukaan tubuh 1,73 m

2

. Menurut survei

NHANES III, serum kreatinin 1,6 mg/dL atau lebih pada laki-laki; dan 1,4 mg/dL

atau lebih pada wanita sering terjadi pada orang dengan hipertensi (9,1%)

dibandingkan dengan orang tanpa hipertensi (1,1%) (Joy et al., 2008).

Kedua penyakit tersebut, hipertensi dan diabetes melitus merupakan

faktor risiko berkembangnya gagal ginjal kronis, namun dengan adanya gagal

ginjal kronis juga akan memperparah penyakit hipertensi tersebut. Begitu

pentingnya melaksanakan penatalaksanaan terapi yang tepat terhadap pasien

dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 komplikasi hipertensi dengan gagal ginjal

karena kondisi ketiga penyakit tersebut saling berhubungan.

Ginjal merupakan organ yang sangat penting dalam eliminasi berbagai

obat, dengan adanya gangguan fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan

eliminasi berbagai obat dan mempermudah terjadinya akumulasi dan interaksi

obat (Dowling, 2008). Faktor penting dalam pemberian obat adalah menentukan

dosis obat agar dosis terapeutik dapat tercapai dan menghindari terjadinya efek

toksik. Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan

(34)

tubuh. Penyesuaian dosis obat pada pasien uremia atau kegagalan ginjal

seharusnya dibuat sesuai dengan perubahan pada farmakodinamik dan

farmakokinetik obat pada individu pasien. Pada pasien uremia, laju ekskresi ginjal

menurun, menyebabkan penurunan pada klirens total tubuh (Shargel, Wu, and Yu,

1999). Oleh karena itu penting untuk memperhatikan penyesuaian dosis dan

berbagai hal yang berhubungan dengan penatalaksanaan terapi untuk menghindari

terjadinya Drug Related Problems.

Drug Related Problems

(DRPs) didefinisikan sebagai kejadian tidak

diinginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat, dan

secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan kondisi

pasien. DRPs adalah masalah-masalah yang terkait dengan obat meliputi terapi

obat yang tidak dibutuhkan, butuh terapi obat tambahan, obat tidak efektif, dosis

terlalu rendah,

adverse drug reaction, dosis terlalu tinggi, dan kepatuhan pasien

(Cipolle, Strand, and Morley, 1998). DRPs mengakibatkan penurunan kualitas

hidup pasien, meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta

meningkatkan rata-rata angka kematian pada pasien.

Penelitian berjudul

Evaluasi Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 disertai

Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta

ini dilakukan untuk mengevaluasi penatalaksanaan terapi

mengingat betapa pentingnya penatalaksanaan terapi yang tepat terhadap pasien

tersebut. Beberapa hal yang akan dievaluasi antara lain karakteristik pasien, profil

(35)

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta karena Rumah Sakit Panti Rapih merupakan salah satu Rumah Sakit

swasta terbesar di Yogyakarta dan sebagai Rumah Sakit rujukan. Rumah Sakit ini

juga memiliki pelayanan kesehatan yang cukup lengkap untuk mengatasi penyakit

diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan gagal ginjal kronis. Kemungkinan besar

akan banyak pasien yang berobat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dan

dari banyaknya subjek tersebut dapat memberikan gambaran yang cukup lengkap

dan jelas mengenai penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus tipe 2 disertai

hipertensi dan gagal ginjal kronis.

1.

Perumusan masalah

a.

Seperti apakah karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi

dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta berdasarkan umur, jenis kelamin, perubahan nilai laboratorium

dan indikator hipertensi?

b.

Seperti apakah profil obat yang digunakan pasien diabetes melitus tipe 2

disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta meliputi kelas terapi dan golongan obat?

c.

Seperti apakah DRPs yang terjadi selama penatalaksanaan terapi diabetes

melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta meliputi terapi obat yang tidak

dibutuhkan, butuh terapi obat tambahan, obat tidak efektif, dosis terlalu

(36)

2.

Keaslian penelitian

Sejauh yang peneliti ketahui,

penelitian berjudul “Evaluasi Terapi

Diabetes Melitus Tipe 2 disertai Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronis di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta” belum pernah dilakukan.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan penyakit

diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan gagal ginjal kronis antara lain:

a.

“E

valuasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe

2 Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Tahun 2007-

2008” oleh Herlinawati tahun 2009.

b.

“Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Melitus Kompli

kasi

Hipertensi Rawat Inap 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta” oleh

Meirinawati tahun 2006.

c.

“Evaluasi

Drug Therapy Problems (DTPs) pada Pasien Hipertensi Primer

Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007-

Juni 2008” oleh Atmaja tahun 2009.

d.

“Evaluasi

Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Hipertensi pada

Chronic Kidney Disease Stage V di RSUP. Dr Sardjito Yogyakarta Periode

2006-

2008” oleh Christiyanti tahun 2009.

e.

“Evaluasi Pengobatan pada Kasus Diabete

s Melitus dengan Komplikasi

Nefropati Diabetik di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

Periode Tahun 2005” oleh Swastika tahun 2007.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas dalam hal jenis

(37)

membahas mengenai penyakit diabetes melitus tipe 2, hipertensi, dan gagal ginjal

kronis sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan di atas tidak membahas

ketiga penyakit ini secara bersamaan. Penelitian ini berbeda pula dengan

penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2009) yang mengolah data pasien

hipertensi primer usia lanjut dan penelitian yang dilakukan oleh Christiyanti

(2009) yang membahas penyakit Chronic Kidney Disease Stage V, penelitian ini

membahas penyakit gagal ginjal kronis pada semua stadium, dan terapi pada

pasien yang mendapatkan diagnosis hipertensi. Penelitian ini membahas mengenai

ketiga penyakit tersebut sehingga karakteristik pasien, profil obat, dan DRPs yang

terjadi berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan di atas.

3.

Manfaat penelitian

a.

Manfaat teoritis. Menambah wawasan dan menjadi salah satu sumber

informasi mengenai karakteristik pasien, profil obat, dan DRPs yang terjadi pada

penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal

ginjal kronis.

b.

Manfaat praktis. Memberikan informasi mengenai DRPs yang terjadi

pada penatalaksanaan terapi pasien diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi dan

gagal ginjal kronis kepada tenaga kesehatan sehingga dapat dijadikan bahan

(38)

B.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan umum

Untuk mengevaluasi terapi yang diberikan kepada pasien diabetes

melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

2.

Tujuan khusus

a.

Mengetahui karakteristik pasien diabetes melitus tipe 2 disertai hipertensi dan

gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta berdasarkan umur, jenis kelamin, perubahan nilai laboratorium

dan indikator hipertensi.

b.

Mengetahui profil obat yang digunakan oleh pasien diabetes melitus tipe 2

disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta meliputi kelas terapi dan golongan obat.

c.

Mengetahui DRPs yang terjadi selama penatalaksanaan terapi diabetes

melitus tipe 2 disertai hipertensi dan gagal ginjal kronis di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang meliputi terapi obat yang

tidak dibutuhkan, butuh terapi obat tambahan, obat tidak efektif, dosis terlalu

(39)

9

A.

Drug Related Problems

Tabel I. Kategori Dan Penyebab Drug Related Problems

(Cipolle, Strand, and Morley, 2004)

No. Jenis DRPs Penyebab DRPs

b. Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat menggunakan

terapi tunggal

c. Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi

d. Terapi obat untuk mengatasi efek samping yang dapat dihindarkan dengan menggunakan medikasi lain

e. Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, dan

merokok

a. Munculnya kondisi medis yang membutuhkan inisiasi dari terapi obat

b. Terapi obat untuk mengurangi risiko dari perkembangan kondisi yang baru

c. Kondisi medis membutuhkan farmakoterapi tambahan untuk

mencapai efek yang sinergis atau adiktif

3. Obat tidak

efektif (ineffective drug)

a. Obat yang digunakan bukan yang paling efektif

b. Kondisi medis sulit disembuhkan dengan penggunaan obat tersebut

c. Bentuk sediaan obat tidak tepat/sesuai

d. Obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami 4. Dosis terlalu

rendah (dosage too low)

a. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon

yang diinginkan

b. Interval dosis terlalu jarang untuk dapat menghasilkan respon yang diinginkan

c. Interaksi obat menurunkan jumlah zat aktif yang tersedia

d. Durasi obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang

diinginkan 5. Adverse

drug reaction

a. Obat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan, hal ini tidak berhubungan dengan dosis

b. Adanya obat tambahan (safer) yang dibutuhkan karena adanya fakor

risiko

c. Interaksi obat menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan, hal ini tidak berhubungan dengan dosis

d. Pengaturan dosis telah diubah atau diadministrasikan terlalu cepat

e. Obat menyebabkan reaksi alergi

f. Obat dikontraindikasikan karena adanya faktor risiko 6. Dosis terlalu

tinggi (dosage too high)

a. Dosis terlalu tinggi

b. Frekuensi dosis terlalu sering c. Durasi terapi obat terlalu panjang

d. Interaksi obat yang terjadi menghasilkan efek toksik dari obat tersebut

(40)

Tabel I. Lanjutan

7. Kepatuhan

pasien (compliance)

a. Pasien tidak memahami instruksi yang diberikan

b. Pasien memutuskan untuk tidak melakukan medikasi

c. Pasien lupa melakukan medikasi

d. Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya

e. Pasien tidak dapat menghabiskan obat atau melakukan

self-administer secara tepat

f. Obat tidak tersedia untuk pasien

Kategori pada Tabel I di atas didefinisikan sebagai kumpulan masalah

yang dapat disebabkan oleh dan atau dapat diselesaikan dengan terapi obat.

Kategori pertama dan kedua pada DRPs berhubungan dengan indikasi. Kategori

ketiga dan keempat berhubungan dengan efektivitas. Kategori kelima dan keenam

berhubungan dengan keamanan. Kategori ketujuh berhubungan dengan ketaatan

(Cipolle et al., 2004)

B.

Diabetes Melitus (DM)

1.

Definisi

Diabetes adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan

sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi mikrovaskular,

makrovaskular, dan neuropati (Sukandar dkk., 2008).

2.

Klasifikasi

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologi:

a.

Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 ini disebabkan oleh proses autoimun sehingga

(41)

b.

Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 ini dikarakterisasi dengan adanya resistensi insulin dan

berkurangnya sekresi insulin, dengan penurunan sekresi insulin dari waktu ke

waktu.

c.

Diabetes melitus gestasional (GDM)

GDM didefinisikan sebagai intoleransi glukosa selama masa kehamilan.

Komplikasi GDM mendekati 7% dari semua kehamilan. Pendeteksian secara

klinik dianggap penting, dengan adanya terapi yang dapat mengurangi morbiditas

dan mortalitas perinatal.

d.

Tipe spesifik lain pada diabetes

Tipe diabetes melitus ini dapat disebabkan oleh terjadinya mutasi pada

beberapa gen sehingga mengakibatkan resistensi insulin serta adanya gangguan

pada reseptor insulin, gangguan genetik pada fungsi sel

β

, penyakit pada pankreas,

infeksi bakteri, dan berbagai penyakit kelainan genetik (Triplitt et al., 2008).

3.

Diagnosis

Diagnosis diabetes membutuhkan identifikasi terhadap tingkat glukosa,

yang membedakan orang normal dengan pasien diabetes. Tabel II berikut ini

mendeskripsikan kategori status glukosa:

Tabel II. Kategori Status Glukosa

(Triplitt et al., 2008)

Normal

Impaired

Diabetes

Gula darah puasa

(fasting plasma glucose (FPG))

<100 mg/dL 100-125 mg/dL

126 mg/dL

2-Hour postload plasma

glucose

(42)

4.

Patogenesis diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 ditandai dengan berkurangnya sekresi insulin; dan

resistensi insulin pada otot, hati, dan adiposit. Penurunan sekresi insulin

postprandial

disebabkan oleh fungsi sel

β

pankreas yang terganggu dan

berkurangnya stimulus sekresi insulin dari hormon usus (

glucagon-like peptide

-1

(GLP-1) dan

glucose-dependent insulin-releasing peptide

(GIP)). GLP-1 dan GIP

bertanggungjawab terhadap >90% kenaikan sekresi insulin sebagai respon adanya

glukosa oral.

Pada pasien DM tipe 2, level GLP-1 menurun sedangkan level GIP

meningkat. GLP-1 disekresikan oleh sel L dalam mukosa intestin distal sebagai

respon terhadap makanan. Aksi insulinotropik GLP-1 merupakan

glucose-dependent,

GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin, konsentrasi glukosa harus

>90 mg/dL. Untuk menstimulasi sekresi insulin, GLP-1 menekan sekresi

glukagon, memperlambat pengosongan lambung dan mengurangi pemasukan

makanan dengan meningkatkan rasa kenyang. GIP disekresi oleh sel K dalam

intestin dan seperti GLP, meningkatkan sekresi insulin, namun GIP tidak memiliki

efek terhadap sekresi glukagon, pergerakan lambung, atau rasa kenyang.

Resistensi insulin pada otot dan hati merupakan tanda intoleransi glukosa

pada pasien DM tipe 2. Pada keadaan

basal state

, hati merupakan tempat utama

resistensi insulin, hal ini merupakan akibat dari produksi glukosa yang berlebihan.

Saat ada pemasukan glukosa, insulin akan disekresikan ke dalam vena portal dan

dibawa menuju hati, yang akan menekan sekresi glukagon dan mengurangi

(43)

respon terhadap datangnya makanan dan bahkan dapat terjadi peningkatan

paradoksikal dalam tingkat glukagon. Dalam keadaan

fed state

, penurunan

ambilan glukosa otot dan gangguan penekanan produksi glukosa hepatik berperan

terhadap resistensi insulin. Pasien DM tipe 2 ditandai oleh peningkatan rata-rata

konsentrasi FFA plasma 24 jam. Tingginya tingkat FFA plasma, sebaik

peningkatan trigliserida/

fatty acyl coenzyme

A (CoA) dalam otot, hati, dan sel

β

,

sehingga mengakibatkan resistensi insulin otot/hepatik dan gangguan sekresi

insulin.

Obesitas dapat mengakibatkan resistensi insulin, hal ini berhubungan

langsung dengan jumlah jaringan adiposit viseral.

Visceral adipose tissue

(VAT)

adalah sel lemak yang berlokasi dalam rongga abdominal, dan meliputi omental,

mesenterik, retroperitoneal, dan jaringan adiposit perinefrik. VAT berkorelasi

dengan resistensi insulin. VAT terdapat sebanyak 20% dari lemak laki-laki dan

6% dari lemak perempuan. Jaringan lemak ini memiliki kecepatan lipolisis yang

lebih tinggi daripada lemak subkutan, menghasilkan peningkatan produksi FFA.

FFA ini dilepaskan ke dalam sirkulasi portal dan menuju hati, lalu mereka

menstimulasi produksi VLDL dan penurunan sensitivitas insulin dalam jaringan

perifer

.

VAT juga memproduksi sejumlah sitokin yang menyebabkan resistensi

insulin (Triplitt et al., 2008).

5.

Manifestasi klinis

Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi glukosa setelah makan. Bila

(44)

akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin

(poliurea) dan timbul rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang bersama urin

menyebabkan pasien kehilangan keseimbangan kalori dan berat badan berkurang.

Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul karena

kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien

Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) mungkin

sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat

berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi

glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita

polidipsia, poliuria, lemah, dan somnolen. Biasanya mereka tidak menderita

ketoasidosis. Bila hiperglikemianya parah dan pasien tidak memberi respon

terhadap terapi diet, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar

glukosanya. Pasien ini biasanya kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin.

Kadar insulin pasien mungkin berkurang, normal, atau tinggi, namun tetap tidak

cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Pasien banyak yang

mengalami obesitas, diduga bahwa pemasukan karbohidrat yang tinggi, sel-sel

adiposit yang besar dan gangguan metabolisme glukosa intrasel merupakan

penyebab penurunan kepekaan terhadap insulin (Price and Wilson, 1985).

C.

Hipertensi

1.

Definisi

Hipertensi adalah suatu penyakit yang dapat diartikan secara sederhana

(45)

darah ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular

dan gagal ginjal kronis (Saseen and Maclaughlin, 2008).

2.

Klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC7 pada orang dewasa (≥18

tahun) adalah sebagai berikut:

Tabel III.

Klasifikasi Tekanan

Darah Pada Orang Dewasa (≥18 T

ahun)

(Saseen and Maclaughlin, 2008)

Klasifikasi

Sistolik (mm Hg)

Diastolik (mm Hg)

Normal

<120

dan

<80

Prehipertensi

120-139

atau

80-89

Hipertensi stage I

140-159

atau

90-99

Hipertensi stage II

≥160

atau

≥100

3.

Patogenesis

Tekanan darah merupakan hasil dari

cardiac output dan

peripheral

resistance. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi akibat kenaikan

cardiac output

dan atau kenaikan total peripheral resistance. Tabel IV di bawah ini merupakan

mekanisme patogenesis dari hipertensi.

Tabel IV. Mekanisme Potensial Patogenesis

(Saseen and Maclaughlin, 2008)

Kenaikan

cardiac output

Kenaikan cardiac preload:

 Kenaikan volum cairan akibat pemasukan sodium yang berlebihan atau

penyimpanan sodium renal (dari penurunan jumlah nefron atau filtrasi glomerular)

Konstriksi venous:

 Stimulasi berlebih dari renin-angiotensin-aldosteron system ( RAAS)

 Sistem saraf simpatis yang overaktif

Kenaikan

total peripheral

resistance

Konstriksi vaskular secara fungsional:

 Stimulasi berlebih dari RAAS

 Sistem saraf simpatis yang overaktif

 Perubahan genetik pada membran sel

 Faktor endothelial-derived

Hipertrofi vaskular secara struktural:

 Stimulasi berlebih dari RAAS

 Sistem saraf simpatis yang overaktif

 Perubahan genetik pada membran sel

 Faktor endothelial-derived

(46)

D.

Diabetes Melitus disertai Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronis

1.

Definisi gagal ginjal kronis

Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) juga disebut

sebagai

chronic renal insufficiency atau progressive kidney disease, didefinisikan

sebagai hilangnya fungsi ginjal secara progresif yang membutuhkan waktu

beberapa bulan hingga beberapa tahun, dan ditandai dengan adanya perubahan

dari bentuk/struktur ginjal yang normal menjadi fibrosis interstisial

secara

bertahap (Joy et al., 2008).

2.

Klasifikasi gagal ginjal kronis

Untuk mendiagnosis gagal ginjal kronis, dibutuhkan pengukuran serum

kreatinin, estimasi GFR, dan penilaian urin (urinalisis) terhadap ekskresi protein

dan atau albumin (Joy

et al., 2008). Estimasi GFR merupakan standar terbaik

untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal. Selain GFR juga terdapat estimasi

klirens kreatinin untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal. Estimasi klirens

kreatinin merupakan hal penting sebagai penuntun dalam pengaturan dosis obat

dengan adanya kerusakan renal (Dowling, 2008). Pada penelitian ini tidak

dilakukan estimasi GFR namun dilakukan estimasi klirens kreatinin karena tujuan

utama peneliti melakukan estimasi klirens kreatinin tidak hanya untuk mengetahui

keadaan fungsi ginjal, namun juga peran penting klirens kreatinin yang

dibutuhkan dalam pengaturan dosis mengingat pada penelitian ini akan dilakukan

evaluasi DRPs.

Klirens adalah kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sesuatu zat pada

(47)

yang dibersihkan/dihilangkan dari suatu zat, zat tersebut akan melalui glomerulus

yang kemudian diekskresikan ke dalam urin, oleh karena itu nilai klirens mewakili

fungsi glomerulus (Sacher and McPherson, 1995). Petanda yang digunakan untuk

mengukur klirens ginjal dapat berupa substansi endogen misalnya kreatinin

(Sulina, Sennang, Badji, dan Hardjoeno, 2005).

Kreatinin merupakan hasil metabolisme kreatin dan fosfokreatin,

disintesis terutama dalam otot bergaris/lurik, juga disintesis dalam hepar, pankreas

dan ginjal. Kreatinin terutama diekskresi melalui ginjal melalui proses filtrasi

glomerulus dan sedikit sekali melalui sekresi tubulus. Umumnya kecepatan

sintesis kreatinin tetap konstan dan kadar dalam serum mencerminkan kecepatan

eliminasi ginjal sehingga adanya kenaikan kadar kreatinin serum menunjukkan

penurunan klirens kreatinin dan penurunan laju filtrasi glomerulus

(Levey, 1990).

Tabel V di bawah ini mendeskripsikan tingkat kerusakan renal berdasarkan

klirens kreatinin.

Tabel V. Kerusakan Renal Berdasarkan Klirens Kreatinin

(Shargel et al., 2005)

Stadium

Deskripsi

Estimasi Klirens Kreatinin

(ml/menit)

1

Fungsi renal normal

> 80 mL/menit

2

Kerusakan renal ringan

50-80 mL/menit

3

Kerusakan renal sedang

30-50 mL/menit

4

Kerusakan renal berat

<30 mL/menit

5

ESRD*

Dibutuhkan dialisis

* = end-stage renal disease

Estimasi klirens kreatinin dapat dilakukan dengan menggunakan

(48)

Tabel VI. Estimasi Klirens Kreatinin

(Dowling, 2008)

Formula

Persamaan

Cockroft and Gault

a.

Laki-laki: Clcr = (140 - umur) ABW/(Scr x 72)

b.

Perempuan: Clcr = Clcr x 0,85

Clcr = klirens kreatinin (mL/menit)

Scr = kreatinin serum atau plasma (mg/dL)

IBW = ideal body weight (kg)

ABW = actual body weight (kg)

Formula Cockroft and Gault merupakan formula terbaik untuk

mengestimasi klirens kreatinin, formula ini membutuhkan data berat badan, pada

penelitian ini peneliti menggunakan formula Hull dan tidak menggunakan formula

Cockroft and Gault karena pada rekam medis pasien tidak tertulis data berat badan

pasien. Pada suatu penelitian yang membandingkan antara formula MDRD

dengan formula lain diketahui bahwa MDRD lebih baik dibandingkan Jelliffe

namun tidak terhadap formula Cockroft and Gault, Hull, dan Mawer (Abefe,

Abiola, Olubunmi, and Adewale, 2009). Dari keterangan tersebut diketahui bahwa

formula Hull lebih baik dari Jelliffe sehingga peneliti menggunakan formula Hull.

3.

Patogenesis

Penyakit ginjal dapat terjadi akibat penyakit diabetes jangka lama.

Gambar

Tabel I. Kategori Dan Penyebab Drug Related Problems
Tabel I. Lanjutan
Tabel IV. Mekanisme Potensial Patogenesis
Tabel V. Kerusakan Renal Berdasarkan Klirens Kreatinin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu penyebab dari rendahnya nilai siswa karena kurangnya kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang inovatif sehingga cenderung monoton, serta

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin baik tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi anjuran maka semakin berminat melakukan imunisasi anjuran pada

Berdasarkan pembahasan yang sudahdilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan e-filing tidak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan

– Status solusi ( solution state ): satu atau lebih status yang menyatakan solusi persoalan. •

Sejalan dengan hal di atas, Arikunto (1993) menyatakan bahwa “tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga

Pembuatan permen soba dengan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii merupakan penelitian utama dengan perlakuan penambahan rumput laut Eucheuma cottonii 30%, 40%

Secara umum, istilah good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat

[r]